BAB II KONSEP PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA 2.1 Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya - DOCRPIJM 1508992334BAB 2 Pinrang

RPI2-JM 2015-2019
Kabupaten Pinrang

BAB II
KONSEP PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

2.1

Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya
Substansi konsep perencanaan Bidang Cipta Karya ditujukan untuk lebih

memahami dasar penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya ditinjau berdasarkan
kebijakan perencanaan dan pelaksanaan dari Ditjen Cipta Karya, kebijakan dan
regulasi pelaksanaan dan prioritas program yang hendak dicapai dalam kerangka
nasional, regional dan internasional untuk menjamin keberlangsungan kehidupan
masyarakat yang berkualitas dan mewujudkan pembangunan infrastruktur Cipta
Karya yang berkelanjutan.
Sesuai arahan Dirjen Cipta Karya, Rencana Tata Ruang Wilayah menjadi
panglima bagi pemerintah di semua tingkat dalam membangun infrastruktur
permukiman pada nasional, regional, kabupaten/kota, kawasan, hingga yang paling
kecil,


lingkungan/komunitas.

Sudah

saatnya

pembangunan

infrastruktur

permukiman melalui keterpaduan dengan pendekatan berbasis kawasan dan entitas
yang mengacu pada tata ruang.Kedepan, Cipta Karya akan memprioritaskan
program/kegiatannya pada kabupaten/kota strategis nasional. Kabupaten/kota
tersebut yang tercakup dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan
Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota di dalam kawasan
metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK& MP3EI). Kabupaten/kota
tersebut juga telah memiliki Perda RTRW dan tergabung dalam Program Kota
Hijau, Kota Pusaka, dan Perdesaan Lestari dan telah memiliki pedoman rencana
dan program yang berkualitas di bidang Cipta Karya berupa Rencana Program

Investasi Jangka Menengah (RPI2-JM) Kabupaten/Kota. Direktorat Jenderal Cipta
II-1

Karya juga mendukung kabupaten/kota dalam pemenuhan Standart Pelayanan
Minimal (SPM) bagi kabupaten kota yang telah memiliki pedoman rencana dan
program yang berkualitas, memiliki komitmen tinggi dan responsif program serta
usulan-usulan daerah yang bersifat inovasi baru (creative program) bagi kab/kota
yang berprestasi.
RPI2-JM Kab/Kota merupakan dokumen rencana dan program pembangunan
infrastruktur bidang Cipta Karya dalam periode 5 (lima) tahun, yang dilaksanakan
secara terpadu oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota maupun oleh masyarakat/swasta. RPI2-JM Kab/Kota disusun
mengacu

pada

rencana

spasial


dan

sektoral

dalam

rangka

mewujudkan

pembangunan infrastruktur Cipta Karya yang berkelanjutan.
Program/kegiatan Cipta Karya yang berjalan saat ini belum sepenuhnya
sesuai dengan arahan strategis dari penataan ruang dan strategis sektoral. Oleh
karena itu, diperlukan upaya perbaikan yang konsisten dan terus menerus oleh
pemerintah dan pemerintah daerah (Provinsi dan Kab/Kota) untuk menghasilkan
dokumen RPI2-JM Kab/Kota yang berkualitas sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan.
Gambar 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur
Bidang Cipta Karya


Sumber: Direktorat Bina Program, 2014
II-2

Konsep perencanaan dan pelaksanaan program Ditjen Cipta Karya kedepan
secara terpadu disusun mengacu pada rencana spasial dan sektoral dalam rangka
mewujudkan pembangunan infrastruktur Cipta Karya yang berkelanjutan serta
untuk menyamakan dan memantapkan pemahaman tentang keterpaduan dokumen
perencanaan bidang Cipta Karya; serta meningkatkan kualitas perencanaan
pembangunan bidang Cipta Karya yang mengedepankan keterpaduan program
berbasis penataan ruang.Dengan demikian Rencana Program Infrastruktur Jangka
Menengah (RPI2-JM), secara spesifik sesuai dengan karakteristik dan potensi yang
ada agar dapat mendorong pembangunan ekonomi lokal, pengentasan kemiskinan
dan peningkatan kualitas pelayanan infrastruktur permukiman yang sesuai dengan
kebutuhan nyata agar dapat dicapai. (gambar 2.1).

2.2

Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

Pembangunan

Jangka

Panjang

Nasional

Tahun

2005–2025

merupakan

kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kurun waktu 20 (dua puluh) tahun. Tujuan
yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Undang-Undang tentang RPJP Nasional
Tahun


2005–2025

adalah

untuk:

(a)

mendukung

koordinasi

antarpelaku

pembangunan dalam pencapaian tujuan nasional, (b) menjamin terciptanya
integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu,
antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah, (c) menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan
pengawasan, (d) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,
efektif, berkeadilan dan berkelanjutan, dan (e) mengoptimalkan partisipasi

masyarakat.
RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan
Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
II-3

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi,
misi dan arah Pembangunan Nasional. RPJP Nasional menjadi acuan dalam
penyusunan RPJP Daerah yang memuat visi, misi, dan arah Pembangunan Jangka
Panjang Daerah yang menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Daerah yang
disusun dengan memerhatikan RPJM Nasional.
Pelaksanaan

RPJP

Nasional

2005-2025


terbagi

dalam

tahap-tahap

perencanaan pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka
menengah nasional 5 (lima) tahunan, yang dituangkan dalam RPJM Nasional I Tahun
2005–2009, RPJM Nasional II Tahun 2010–2014, RPJM Nasional III Tahun 2015–2019,
dan RPJM Nasional IV Tahun 2020–2024. RPJP Nasional digunakan sebagai pedoman
dalam menyusun RPJM Nasional.Pentahapan rencana pembangunan nasional
disusun dalam masing-masing periode RPJM Nasional sesuai dengan visi, misi, dan
program Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
RPJP Nasional ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi
acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha)
di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan
arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan
oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu
dengan lainnya didalam satu pola sikap dan pola tindak.

Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah:
INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR
Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8
(delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:
1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya,
dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila;
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing;
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hokum;
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu;
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan;
6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari;

II-4

7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju,
kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional;
8. Mewujudkan

Indonesia


berperan

penting

dalam

pergaulan

dunia

internasional.
Untuk

mencapai sasaran

pokok sebagaimana dimaksud

di atas,

pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan skala prioritas


yang

akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. Tahapan dan
skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan urgensi permasalahan yang hendak
diselesaikan, tanpa mengabaikan permasalahan lainnya. Oleh karena itu, tekanan
skala prioritas dalam setiap tahapan berbeda-beda, tetapi semua itu

harus

berkesinambungan dari periode ke periode berikutnya dalam rangka mewujudkan
sasaran pokok pembangunan jangka panjang. Setiap sasaran pokok dalam delapan
misi pembangunan jangka panjang dapat ditetapkan prioritasnya dalam masingmasing tahapan. Prioritas masing-masing misi dapat diperas kembali menjadi
prioritas utama.Prioritas utama menggambarkan makna strategis dan urgensi
permasalahan.Atas dasar tersebut, tahapan dan skala prioritas utama dapat
disusun kedalam 4 tahap Perencanaan Pembangunan Nasional.

2.2.2

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014

RPJM Nasional telah dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2010-2014.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 - 2014
merupakan tahap kedua dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) tahun 2005 - 2025 yang ditetapkan melalui Undang - Undang
Nomor 17 Tahun 2007.RPJMN tahun 2010 - 2014 ini selanjutnya menjadi pedoman
bagi

kementerian/lembaga

dalam

menyusun

Rencana

Strategis

kementerian/lembaga (Renstra - KL) dan menjadi bahan pertimbangan bagi
pemerintah

daerah

dalam

menyusun/menyesuaikan

rencana

pembangunan

daerahnya masing - masing dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan
nasional. Untuk pelaksanaan lebih lanjut, RPJMN akan dijabarkan ke dalam
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang akan menjadi pedoman bagi penyusunan
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
II-5

Agar dapat memenuhi amanat ini, RPJMN tahun 2010 - 2014 disusun dalam
tiga buku yang merupakan satu kesatuan yang utuh dengan masing - masing
memuat hal - hal sebagai berikut:
1. Buku I memuat strategi, kebijakan umum, dan kerangka ekonomi makro
yang merupakan penjabaran dari Visi, Misi, dan Program Aksi serta sebelas
prioritas pembangunan nasional dari Presiden - Wakil Presiden, Susilo
Bambang Yudhoyono - Boediono dengan visi: “TERWUJUDNYA INDONESIA
YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN BERKEADILAN”
2. Buku II memuat rencana pembangunan yang mencakup bidang - bidang
kehidupan masyarakat sebagaimana yang tertuang dalam RPJPN tahun
2005-2025

dengan

tema:

“MEMPERKUAT

SINERGI

ANTAR

BIDANG

PEMBANGUNAN” dalam rangka mewujudkan visi pembangunan nasional
yang tercantum dalam Buku I.
3. Buku III memuat rencana pembangunan kewilayahan yang disusun dengan
tema: “MEMPERKUAT SINERGI ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAN ANTAR
DAERAH” dalam rangka mewujudkan visi pembangunan nasional yang
tercantum dalam Buku I.
Dengan demikian, RPJMN tahun 2010 - 2014 adalah pedoman bagi Pemerintah
Pusat / Daerah, masyarakat, dan dunia usaha dalam melaksanakan pembangunan
dalam rangka mencapai tujuan bernegara yang tercantum dalam Pembukaan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

2.2.3

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI)

2011-2025dilaksanakan

untuk

mempercepat

dan

memperkuat

pembangunan ekonomi sesuai dengan keunggulan dan potensi strategis wilayah
dalam enam koridor .
Percepatan dan perluasan pembangunan dilakukan melalui pengembangan
delapan program utama yang terdiri atas 22 kegiatan ekonomi utama. Strategi
pelaksanaan MP3EI adalah dengan mengintregasikan tiga elemen utama, yaitu
1. mengembangkan potensi ekonomi wilayah di enam Koridor Ekonomi (KE)
Indonesia, yaitu KE Sumatera, KE Jawa, KE Kalimantan, KE Sulawesi, KE
Bali –Nusa Tenggara, dan KE Papua–Kepulauan Maluku;
II-6

2. memperkuat konektivitas nasional yang terintregasi secara lokal dan
terhubung secara global (locally integrated, globally connected);
3. memperkuat kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan iptek nasional
untuk mendukung pengembangan program utama di setiap koridor
ekonomi.
Sesuai dengan yang dicanangkan, ketiga strategi utama itu dilihat dari
perspektif penelitian perguruan tinggi sesuai dengan cabang keilmuan di setiap
perguruan tinggitersebut, dan sumberdaya alam (SDA) yang berada dalam setiap
koridor terkait.
Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk berbagai
komoditas, antara lain kelapa sawit (penghasil dan eksportir terbesar di dunia),
kakao (produsen terbesar kedua di dunia), timah (produsen terbesar kedua di
dunia), nikel (cadangan terbesar keempat di dunia), dan bauksit (cadangan
terbesar ketujuh di dunia) serta komoditas unggulan lainnya seperti besi baja,
tembaga, karet, dan perikanan.
Indonesia juga memiliki cadangan energi

yang sangat besar seperti batu

bara, panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian besar

dimanfaatkan untuk

mendukung industri andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan

transportasi,

dan pangan.
Presiden RI sudah menginstruksikan langsung kepada tigapilar pelaku, yaitu
pemerintah dan pemerintah daerah, para pelaku bisnis, dan akademisi yang sudah
menghasilkan invensi namun belum dapat disebut inovasi jika belum sampai ke
pengguna atau pasar.
Dana telah dialokasikan kepada
tentunyaakan

dapat

mencapai

tiga pilar tersebut dan jika disinergikan

tujuan,

yaitu

percepatan

dan

perluasan

pembangunan ekonomi Indonesia.

II-7

Gambar 2.2 Pengembangan Koordinator Ekonomi Indonesia

2.2.4

Masterplan

Percepatan

dan

Perluasan

Pengentasan

Kemiskinan

Indonesia
Dalam upaya menekan angka kemiskinan, pemerintah sejak 2009 mendesain
program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di
Indonesia (MP3KI). Program ini langsung menyasar masyarakat bawah yang
mengalami kemiskinan ekstrim di Indonesia.Sebagai program andalan, MP3KI ini
juga bertujuan untuk mengimbangi rencana besar pembangunan ekonomi yang
terintegrasi dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI).
Sebagaimana diketahui, MP3EI digulirkan guna menjaga stabilitas makroekonomi, mendorong percepatan pertumbuhan sektor riil, memperbaiki iklim
investasi, mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur, menguatkan
skema kerja sama pembiayaan investasi dengan swasta, ketahanan energi,
ketahanan pangan, reformasi birokrasi dan tata kelola, meningkatkan sumber daya
manusia (SDM) dan inovasi teknologi.
Sementara, fokus kerja MP3KI tertuang dalam sejumlah program, pertama,
penanggulangan

kemiskinan

eksisting

Klaster

I,

berupa

bantuan

dan

jaminan/perlindungan sosial.Lalu di Klaster II adalah pemberdayaan masyarakat,
Klaster III tentang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), dan
II-8

Klaster IV adalah program prorakyat.Kedua, transformasi perlindungan dan
bantuan sosial.Ketiga, pengembangan livelihood, pemberdayaan, akses berusaha &
kredit, dan pengembangan kawasan berbasis potensi lokal.
Untuk klaster-klaster yang terdapat dalam MP3KI, pemerintah sudah
melakukan identifikasi dan realisasinya. Klaster I diibaratkan sebagai ikan, dimana
melalui MP3KI, pada 2012 lalu, pemerintah memberikan bantuan kepada
masyarakat miskin atau rumah tangga sasaran (RTS). Bantuan dimaksud berupa,
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dianggarkan Rp. 27,67 Triliun. Untuk BOS
ini, per siswa SD seharusnya mendapatkan Rp. 580.000 per tahun dan SMP Rp.
710.000 per tahun.Selain itu juga ada beras untuk rumah tangga miskin (Raskin)
sebanyak 15 kg/RTS/bulan dengan harga RP. 1.600/kg.Kedua, Program Keluarga
Harapan (PKH) yang diberikan kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM). Setiap
RTSM mendapat Rp. 600.000 sampai dengan Rp. 2,2 Juta per tahun.
Ketiga, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk berobat gratis di
Puskesmas dan rumah sakit kelas III milik pemerintah.Tahun 2011, peserta
Jamkesmas diperluas kepada gelandangan dan narapidana. Selain Jamkesmas,
diberikan

juga

Bantuan

Juta/Puskesmas/Tahun.

Operasional

Keempat,

Kesehatan

Bantuan

sosial

(BOK)
untuk

senilai

Rp.

100

pengungsi/korban

bencana.Kelima, bantuan untuk penyandang cacat Rp. 300 Ribu/bulan. Keenam,
bantuan untuk lanjut usia (lansia) terlantar sekitar Rp. 300ribu/bulan.
Berikutnya, Klaster II diibaratkan sebagai kail yang dilaksanakan dalam
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dengan melibatkan 13
kementerian dan 1 lembaga. Anggaran untuk mendukung program ini sebesar Rp.
9,94 Triliun, dimana setiap kecamatan memperoleh bantuan hingga Rp. 3 Miliar.
Seperti pada 2012 lalu, PNPM telah mencapai sasaran sebanyak 6.680 Kecamatan,
495 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi.
Klaster III dapat dikatakan sebagai perahu. Melalui program ini, usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) mendapat Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 19 bank,
yakni BRI, BNI, Bnak Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank BTN, Bank
DKI, Bank Nagari, Bank Jabar-Banten, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jatim, Bank
NTB, Bank Kalbar, BPD Kalsel, Bank Kalteng, Bank Sulut, Bank Maluku dan Bank
Papua. Pemerintah memberikan jaminan melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (PT
Askrindo) sebesar Rp2 Triliun/tahun. Realisasi KUR 2010 mencapai Rp17,23 triliun.
II-9

Jumlah ini terus meningkat, pada 2011 menjadi Rp29 Triliun dan 2012 mencapai
Rp. 30 Triliun. Besaran pinjaman yang dilepas ke masyarakat hingga Rp. 20 juta.
Persyaratannya sangat mudah, dimana nasabah KUR harus memiliki usaha tetap,
lalu menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) dan
Keterangan Usaha dari desa/ kelurahan. Sementara itu ada juga KUR untuk Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) dengan kredit maksimal mencapai Rp. 60 Juta.
Untuk Klaster IV terbagi dalam beberapa program.Pertama, program Rumah
Sangat Murah dan Murah yang mulai dilaksanakan pada 2012 oleh Kementerian
Perumahan Rakyat (Kemenpera). Program ini menyerap anggaran sebesar Rp.
514,58 Miliar untuk membangun 6.162 unit rumah. Sedangkan tahun 2011 melalui
PNPM Mandiri Perumahan dan Permukiman, telah dibangun 20.600 unit dan
peningkatan kualitas 39.500 unit di 33 provinsi dengan anggaran sebesar Rp.
812,88 Miliar. Kedua, Program Kendaraan Umum Angkutan Murah. Pada 2012,
program ini disokong anggaran dari APBN sebesar Rp. 10 Miliar.Ketiga, Program
Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (Pamsismas). Tahun 2012, program ini
sudah dilaksanakan di 15 Provinsi, 694 Kabupaten dengan anggaran sebesar Rp.
144,3 Miliar. Tahun sebelumnya, program berjalan di 15 provinsi, 560 kawasan
dengan anggaran sebesar Rp. 240,8 Miliar. Keempat, Program Listrik Murah dan
Hemat. Kelima, Program Peningkatan Kehidupan Nelayan. Dan keenam, Program
Peningkatan Kehidupan Masyarakat Pinggir Kota. Pada 2012, program ini sudah
dilaksanakan di DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Palembang dan Makassar.
Hasil dari implementasi MP3KI sudah terlihat, seperti pada Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) yang diprediksi terus menurun dari 6,32% pada
Februari 2012, menjadi 5,8% – 6,1% pada bulan yang sama tahun 2013. Penurunan
ini dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 6,8% sampai
7,2%. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Hatta Rajasa
menyatakan inti dari MP3KI adalah pendapatan masyarakat yang terintegrasi
dengan koridor pembangunan dalam MP3EI.Ekonomi masyarakat diperkuat dengan
pendekatan pemberdayaan lahan dan juga pelatihan. Sebagai contohnya, dalam
Koridor I MP3EI, yaitu sektor pertambangan dan perkebunan akan disinergikan
dengan program pengentasan kemiskinan dalam MP3KI. Caranya, masyarakat di
wilayah

Koridor

I

dilibatkan

dan

diberi

pekerjaan

pada

kedua

sektor

II-10

tersebut.Idealnya, menurut Hatta, pengurangan kemiskinan berjalan seiring
dengan percepatan pembangunan ekonomi.
Sejak diluncurkan pada Mei 2012 lalu, MP3KI diarahkan untuk menyasar 40%
kelompok masyarakat paling bawah secara ekonomi.Menurut perkiraan jumlah
kelompok ini mencapai 29 juta orang miskin dan 70 juta orang rentan
miskin.Kenapa kelompok rentan miskin jauh lebih besar dengan yang miskin?Hal ini
disebabkan oleh program pemerintah yang tumpang tindih.Untuk mendukung
MP3KI, program-program yang selama ini ada di tiap kementerian, fokus pada satu
kementerian saja. Dalam pandangan Hatta, dengan fokus di satu kementerian,
mengontrolnya akan lebih muda dan realisasinya juga lebih bisa mencapai
sasaran.
Hatta berjanji akan memasukkan kelompok masyarakat rentan miskin ke
program pengentasan kemiskinan yang terintegrasi dalam MP3KI. Keberadaan
Komite Ekonomi Nasional (KEN) bisa dioptimalkan untuk realisasi MP3KI dengan
cara melakukan pengawasan langsung ke lapangan. Misalnya, memastikan bahwa
program perlindungan sosial, raskin dan sebagainya tidak hanya diperuntukkan
kelompok miskin. Karena apa? Kalau hanya untuk kelompok miskin, maka yang
masuk kategori rentan akan masuk dalam jurang kemiskinan lagi.
Mengingat

pentingnya

program

ini,

tidak

ada

alasan

untuk

tidak

merealisasikannya.Menko Perekonomian menegaskan bahwasannya untuk soal
anggaran tidak dikhawatirkan karena alokasinya sudah di-plot jauh-jauh hari.
Akhirnya dengan dijalankannya MP3KI, diharapkan sebagian besar masyarakat
miskin memiliki akses terhadap sumber daya ekonomi dan lapangan kerja untuk
meningkatkan taraf hidupnya di masa depan

2.2.5

Kawasan Ekonomi Khusus

KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Fungsi KEK adalah untuk
melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri,
pertambangan dan energi, transportasi, mari-tim dan perikanan, pos dan
telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, KEK
terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik,
II-11

industri, pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi yang kegiatannya dapat
ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri.
KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan
geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri,
ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi
dan daya saing internasional. KEK terdiri atas satu atau beberapa zona :
pengolahan ekspor; logistik; industri; pengembangan teknologi; pariwisata; energi;
dan/atau ekonomi lainnya. Didalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan
perumahan bagi pekerja. Didalam setiap KEK disediakan lokasi untuk UMKM dan
koperasi.
Lalu Lintas Barang, Karantina dan Devisa
1. Ketentuan larangan atau pembatasan impor dan ekspor yang diatur
berdasarkan perundang-undangan berlaku di KEK.
2. Barang yang terkena ketentuan pembatasan impor dan ekspor dapat
diberikan pengecualian dan/atau kemudahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Lalu lintas barang ke KEK dan dari KEK berlaku ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Ketentuan mengenai karantina manusia, hewan, ikan dan tumbuhtumbuhan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tetap berlaku
di KEK.
5. Mata uang rupiah merupakan alat pembayaran yang sah di KEK.

Fasilitas Fiskal


Setiap wajib pajak yang berusaha di KEK diberikan fasilitas Pajak
Penghasilan (PPh).



Dapat diberikan tambahan fasilitas PPh sesuai karakteristik Zona.



Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas PPh diatur dengan
Peraturan Pemerintah (PP).



Fasilitas perpajakan juga dapat diberikan dalam waktu tertentu berupa
pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
II-12



Terdapat fasilitas kepabeanan dan cukai di dalam KEK serta penyerahan
barang ke luar daerah pabean lain



Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas kepabeanan, cukai,
dan PPN diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).



Setiap wajib pajak yang berusaha di KEK diberikan insentif berupa
pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah.



Selain itu, pemerintah darah dapat memberikan kemudahan lain.

Fasilitas Non Fiskal


Di KEK diberikan kemudahan untuk memperoleh hak atas tanah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Badan Usaha yang telah memperoleh tanah di lokasi yang sudah ditetapkan
sebagai KEK berdasarkan Peraturan Pemerintah diberikan hak atas tanah.



Di KEK diberikan kemudahan dan keringanan di bidang perijinan usaha,
kegiatan

usaha,

perindustrian,

perdagangan,

kepelabuhanan,

dan

keimigrasian bagi orang asing pelaku bisnis, serta diberika fasilitas
keamanan, yang ditetapkan seuai dengan peraturan peundang-undangan.


Di KEK tidak diberlakukan ketentuan yang mengatur bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal, kecuali yang
dicadangkan untuk UMKM dan koperasi.

Fasilitas dalam RUU KEK


Di seluruh KEK memperoleh fasilitas non-fiskal yang sama (pertanahan,
imigrasi, ketenagakerjaan, one-stop-shop, pembebasan bidang usaha usaha
yang terbuka dengan persyaratan Perpres 77/2007).



Di seluruh KEK menerima fasilitas perpajakan dengan basis yang sama
(paling tidak seperti fasilitas yang diberikan oleh PP 62/2008).



Selain itu, untuk masing-masing zona dapat diberikan tambahan fasilitas
pajak penghasilan sesuai dengan karakteristik zona.



Pengurangan PBB (yang diakibatkan oleh nilai jual yang meningkat akibat
perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan)



Fasilitas kepabeanan:

II-13

o

Impor barang ke KEK dapat diberikan penangguhan bea masuk,
pembebasan cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Impor.

o

Penyerahan barang dari TLDP ke KEK dapat diberikan fasilitas tidak
dipungut PPN dan PPnBM sesuai ketentuan peraturan perundangan.

o

Barang impor yang dikeluarkan dari KEK ke DPIL dikenakan bea masuk,
cukai, PPN, PPnBM (kecuali bila ditujukan ke pihak yang memperoleh
fasilitas pembebasan/ penangguhan).

2.2.6

Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan, dan
untuk

kesinambungan

sebagaimana termuat

serta

penajaman

Prioritas

Pembangunan

Nasional

dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang

Percepatan Pelaksanaan Prioritas

Pembangunan Nasional Tahun 2010, Presiden

Republik Indonesia menginstruksikan kepada seluruh jajaran pemerintahan untuk:
I. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan
kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan program-program
pembangunan yang berkeadilan sebagaimana termuat dalam Lampiran
Instruksi Presiden ini, yang meliputi program:
1. Pro rakyat;
2. Keadilan untuk semua (justice for all);
3. Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development
Goals - MDG’s).
II. Dalam rangka pelaksanaan program-program sebagaimana dimaksud dalam
Diktum PERTAMA:
1. Untuk program pro rakyat, memfokuskan pada:
a. Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga
b. Program

penanggulangan

kemiskinan

berbasis

pemberdayaan

masyarakat;
c. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha
mikro dan kecil;
2. Untuk program keadilan untuk semua, memfokuskan pada:
a. Program keadilan bagi anak;
II-14

b. Program keadilan bagi perempuan;
c. Program keadilan di bidang ketenagakerjaan;
d. Program keadilan di bidang bantuan hukum;
e. Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan;
f. Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan;
3. Untuk

program

pencapaian

Tujuan

Pembangunan

Milenium,

memfokuskan pada:
a. Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan;
b. Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua;
c. Program

pencapaian

kesetaraan

gender

dan

pemberdayaan

perempuan;
d. Program penurunan angka kematian anak;
e. Program kesehatan ibu;
f. Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular
lainnya;
g. Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup;
h. Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium.
2.3

Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya
Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi

peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No.
1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, UU No.
18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan dan UU No. 20 Tahun 2011
Tentang Rumah Susun.

2.3.1 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:
 Memenuhi

kebutuhan

dalamlingkungan
sarana,dan

yang

utilitas

perumahan
sehat
umum

dan

yang
aman

secara

layak
yang

dan

terjangkau

didukung

berkelanjutan

prasarana,

serta

yang
II-15

mampumencerminkan

kehidupan

masyarakat

yang

berkepribadian

Indonesia;
 Ketersediaan

dana

untukpemenuhan

murah

jangka

kebutuhan

panjang

rumah,

yang

berkelanjutan

perumahan,

permukiman,

sertalingkungan hunian perkotaan dan perdesaan;
 Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tataruang
serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;
 Memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatannegara; dan
 mendorong iklim investasi asing.
Sejalan dengan arah kebijakan umum tersebut, penyelenggaraan perumahan
dan permukiman, baik di daerah perkotaan yang berpenduduk padat maupun di
daerah perdesaan yang ketersediaan lahannya lebih luas perlu diwujudkan adanya
ketertiban
pemerintah

dan

kepastian

daerah

hukum

dalam

perlumemberikan

pengelolaannya.Pemerintah

kemudahan

perolehan

rumah

dan
bagi

masyarakat berpenghasilan rendah melalui program perencanaan pembangunan
perumahan secara bertahap dalam bentuk pemberian kemudahan pembiayaan
dan/atau pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan
hunian.
Penyelenggaraan
melakukan

perumahan

pembangunan

baru,

dan
tetapi

kawasan
juga

permukiman

melakukan

tidak

pencegahan

hanya
serta

pembenahan perumahan dan kawasan permukiman yang telah ada dengan
melakukan

pengembangan,

penataan,

atau

peremajaan

lingkungan

hunian

perkotaan atau perdesaan serta pembangunan kembali terhadap perumahan kumuh
dan permukiman kumuh.Untuk itu, penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman perlu dukungan anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah, lembaga pembiayaan,
dan/atau swadaya masyarakat.Dalam hal ini, Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat perlu melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan perumahan
dan permukiman secara menyeluruh dan terpadu.
Pengaturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan
untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman, mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta
II-16

penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian
dan

kawasan

permukiman

sesuai

dengan

tata

ruang

untuk

mewujudkan

keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR, meningkatkan daya guna dan hasil
guna

sumber

daya

alam

bagi

pembangunan

perumahan

dengan

tetap

memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di lingkungan hunian perkotaan
maupun lingkungan hunian perdesaan, dan menjamin terwujudnya rumah yang
layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur,
terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
Penyelenggaraan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah
sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan
kesejahteraan rakyat, yang meliputi perencanaan perumahan, pembangunan
perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan.
Salah satu hal khusus yang diatur dalam undang-undang ini adalah
keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah.Dalam kaitan
ini, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan rumah
bagi

masyarakat

berpenghasilan

rendah

dengan

memberikan

kemudahan

pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan
perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.Kemudahan pembangunan dan
perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah itu, dengan memberikan
kemudahan, berupa pembiayaan, pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas
umum, keringanan biaya perizinan, bantuan stimulan, dan insentif fiskal.
Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah
yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan
berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.Penyelenggaraan kawasan
permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat
tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta
menjamin kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan
pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan.
Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman ini juga mencakup
pemeliharaan dan perbaikan yang dimaksudkan untuk menjaga fungsi perumahan
dan kawasan permukiman agar dapat berfungsi secara baik dan berkelanjutan
II-17

untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup orang perseorangan yang dilakukan
terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan,
permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Di samping itu, juga
dilakukan pengaturan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh yang dilakukan untuk meningkatkan mutu
kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.Hal ini dilaksanakan berdasarkan prinsip kepastian bermukim
yang menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, memiliki, dan/atau
menikmati tempat tinggal, yang dilaksanakan sejalan dengan kebijakan penyediaan
tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.
Rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di daerah
mengacu

kepada

rencana

penyelenggaraan

perumahan dan kawasan

permukiman Nasional, bukan untuk membatasi kewenangan daerah, tetapi agar
ada acuan yang jelas, sinergis, dan keterkaitan dari setiap perencanaan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di tingkat daerah,
berdasarkan kewenangan otonomi yang dimilikinya sesuai dengan platform rencana
penyelenggaraan

perumahan

dan

kawasan

permukiman

nasional.

Rencana

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di daerah dijabarkan lebih
lanjut berdasarkan visi dan misi kepala daerah yang diformulasikan dalam bentuk
RPJM daerah.
Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan (perencanaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan) di bidang perumahan dan kawasan permukiman
mempunyai tugas:
a.

Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang
perumahan dan kawasan permukiman;

b.

Merumuskan

dan

menetapkan

kebijakan

nasional

tentang

pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
c.

Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan
Kasiba dan Lisiba;

d.

Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang
perumahan dan kawasan permukiman;

II-18

e.

Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan
hunian dan kawasan permukiman;

f.

Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung
terwujudnya perumahan bagi MBR;

g.

Memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat,
terutama bagi MBR;

h.

Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional;

i.

Melakukan

dan

mendorong

penelitian

dan

pengembangan

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
j.

Melakukan sertifikasi, kualifikasi, klasifikasi, dan registrasi keahlian
kepada orang atau badan yang menyelenggarakan pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman; dan

k.

Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang perumahan dan
kawasan permukiman.

Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk:
a.

Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman;

b.

Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran
penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan
kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan
keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;

c.

Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi
pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian
fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan
perdesaan;

d.

Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman;

e.

Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

f.

Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan
berkelanjutan.
II-19

Pemerintah provinsi dalam melaksanakan pembinaan mempunyai tugas:
a.

Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat
provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan
berpedoman pada kebijakan nasional;

b.

Merumuskan dan menetapkan kebijakan provinsi tentang pendayagunaan
dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang perumahan dan
kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional;

c.

Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba
lintas kabupaten/kota;

d.

Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat
provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman;

e.

Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan

provinsi

penyediaan

rumah,

perumahan,

permukiman,

lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;
f.

Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman lintas kabupaten/kota;

g.

Memfasilitasi

pengelolaan

prasarana,

sarana,

dan

utilitas umum

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi;
h.

Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung
terwujudnya perumahan bagi MBR;

i.

Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi
masyarakat, terutama bagi MBR; dan

j.

Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.

Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan mempunyai
tugas:
a.

Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan
berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi;

b.

Menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah dengan berpedoman pada
strategi nasional dan provinsi tentang pendayagunaan dan pemanfaatan
hasil rekayasa teknologi di bidang perumahan dan kawasan permukiman;

c.

Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;
II-20

d.

Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap
pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah,
perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;

e.

Melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah
lingkungan

serta

pemanfaatan

industri

bahan

bangunan

yang

mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman
bagi kesehatan;
f.

Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di
bidang

perumahan

dan

kawasan

permukiman

pada

tingkat

kabupaten/kota;
g.

Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota;

h.

Melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan
strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat kabupaten/kota;

i.

Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman;

j.

Melaksanakan

kebijakan

penyelenggaraan

dan

perumahan

strategi
dan

daerah

kawasan

provinsi

permukiman

dalam
dengan

berpedoman pada kebijakan nasional;
k.

Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan dan kawasan permukiman;

l.

Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di
bidang

perumahan

dan

kawasan

permukiman

pada

tingkat

kabupaten/kota;
m.

Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung
terwujudnya perumahan bagi MBR;

n.

Memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat,
terutama bagi MBR;

o.

Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba; dan

p.

Memberikan pendampingan bagi orang perseorangan yang melakukan
pembangunan rumah swadaya.

II-21

Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah
yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan
berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Penyelenggaraan kawasan
permukiman bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal
yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin
kepastian bermukim. Kawasan permukiman mencakup lingkungan hunian dan
tempat kegiatan pendukung perikehidupan dan penghidupan di perkotaan dan di
perdesaan.
Penyelenggaraan kawasan permukiman wajib dilaksanakan sesuai dengan
arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan,
meliputi:


Hubungan antarkawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup di
luar kawasan lindung;



Keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan lingkungan hunian
perdesaan;



Keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perkotaan dan
pengembangan kawasan perkotaan



Keterkaitan antara pengembangan lingkungan

hunian perdesaan dan

pengembangan kawasan perdesaan;


Keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup;



Keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang;
dan



Lembaga yang mengoordinasikan pengembangan kawasan permukiman.

Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perkotaan mencakup:


Peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan dengan
memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan;

 Peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan;


Peningkatan

keterpaduan

prasarana,

sarana,

dan

utilitas

umum

lingkungan hunian perkotaan;


Penetapan bagian lingkungan hunian perkotaan yang dibatasi dan yang
didorong pengembangannya;
II-22

 Pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan


Pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak
terencana dan tidak teratur.

Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan mencakup:
 Penyediaan lokasi permukiman;
 Penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan


Penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.

Penyelenggaraan lingkungan hunian perdesaan dilakukan melalui:


Pengembangan lingkungan hunian perdesaan;



Pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan; atau



Pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan.

Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perdesaan mencakup :


Peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perdesaan dengan
memperhatikan fungsi dan peranan perdesaan;



Peningkatan pelayanan lingkungan hunian perdesaan;



Peningkatan

keterpaduan

prasarana,

sarana,

dan

utilitas

umum

lingkungan hunian perdesaan;


Penetapan bagian lingkungan hunian perdesaan yang dibatasi dan yang
didorong pengembangannya;



Peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya perdesaan; dan



Pengurangan kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan.

Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah yang dimaksudkan untuk menghasilkan dokumen rencana
kawasan permukiman sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam
pembangunan kawasan permukiman.Pedoman ini digunakan untuk memenuhi
kebutuhan lingkungan hunian dan digunakan untuk tempat kegiatan pendukung
dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.Perencanaan
kawasan permukiman dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
setiap orang.Perencanaan kawasan permukiman harus mencakup peningkatan
sumber daya perkotaan atau perdesaan, mitigasi bencana, dan penyediaan atau
peningkatan

prasarana,

sarana,

dan

utilitas

umum.Perencanaan

kawasan

permukiman terdiri atas perencanaan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan
II-23

serta perencanaan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Perencanaan lingkungan hunian perkotaan dilakukan melalui perencanaan
pengembangan

lingkungan

hunian

perkotaan,

perencanaan

pembangunan

lingkungan hunian baru perkotaan, atau perencanaan pembangunan kembali
lingkungan hunian perkotaan. Perencanaan pengembangan lingkungan hunian
perkotaan mencakup:


Penyusunan rencana peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian
perkotaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan;



Penyusunan

rencana

peningkatan

pelayanan

lingkungan

hunian

perkotaan;


Penyusunan rencana peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan
utilitas umum lingkungan hunian perkotaan;



Penyusunan rencana pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh; dan



Penyusunan

rencana

pencegahan

tumbuh

dan

berkembangnya

lingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak teratur.

2.3.2 UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Undang undang tentang Bangunan Gedung mengatur fungsi bangunan gedung,
persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak
dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap
penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan
pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan
penutup.Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas
kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung
dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan
berkeadilan.
Masyarakat diupayakan untuk terlibat dan berperan secara aktif bukan hanya
dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk kepentingan
mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan bangunan
gedung dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya.
II-24

Perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran penyedia jasa
konstruksi berdasarkan peraturan perundang undangan di bidang jasa konstruksi
baik sebagai perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen konstruksi maupun
jasa jasa pengembangannya, termasuk penyedia jasa pengkaji teknis bangunan
gedung.Oleh karena itu, pengaturan bangunan gedung ini juga harus berjalan
seiring dengan pengaturan jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang
undangan.
Dengan diberlakukannya undang undang ini, maka semua penyelenggaraan
bangunan gedung baik pembangunan maupun pemanfaatan, yang dilakukan di
wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah, swasta,
masyarakat, serta oleh pihak asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang
tercantum dalam Undang undang tentang Bangunan Gedung.
Dalam menghadapi dan menyikapi kemajuan teknologi, baik informasi
maupun arsitektur dan rekayasa, perlu adanya penerapan yang seimbang dengan
tetap mempertimbangkan nilai nilai sosial budaya masyarakat setempat dan
karakteristik arsitektur dan lingkungan yang telah ada, khususnya nilai nilai
kontekstual, tradisional, spesifik, dan bersejarah.
Pengaturan

dalam

undang

undang

ini

juga

memberikan

ketentuan

pertimbangan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia yang
sangat beragam. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah terus mendorong,
memberdayakan

dan

meningkatkan

kemampuan

masyarakat

untuk

dapat

memenuhi ketentuan dalam undang undang ini secara bertahap sehingga jaminan
keamanan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat dalam menyelenggarakan
bangunan gedung dan lingkungannya dapat dinikmati oleh semua pihak secara adil
dan dijiwai semangat kemanusiaan, kebersamaan, dan saling membantu, serta
dijiwai dengan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.
Undang undang ini mengatur hal hal yang bersifat pokok dan normatif,
sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah dan/atau peraturan perundang undangan lainnya, termasuk Peraturan
Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam undang undang lain
yang terkait dalam pelaksanaan undang undang ini.
II-25

Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai
berikut :

a.

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan
lingkungannya

harus

mempertimbangkan

terciptanya

ruang

luar

bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan
selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, system penghawaan,
pencahayaan,

dan

mempertimbangkan

pengkondisian
prinsip-prinsip

udara

dilakukan

penghematan

energy

dengan
dalam

bangunan gedung (amanat green building).

b.

Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar
budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi
dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan,
serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya
dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter
cagar budaya yang dikandungnya.

c.

Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut
usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

2.3.3 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pola pengelolaan sumber daya air merupakan kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi
sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air
pada setiap wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan
air tanah. Pola pengelolaan sumber daya air disusun secara terkoordinasi di antara
instansi yang terkait, berdasarkan asas kelestarian, asas keseimbangan fungsi
sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi, asas kemanfaatan umum, asas keterpaduan
dan keserasian, asas keadilan, asas kemandirian, serta asas transparansi dan
akuntabilitas. Pola pengelolaan sumber daya air tersebut kemudian dijabarkan ke
dalam rencana pengelolaan sumber daya air.
Penyusunan pola pengelolaan perlu melibatkan seluas-luasnya peran
masyarakat dan dunia usaha, baik koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah maupun badan usaha swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis,
II-26

masyarakat tidak hanya diberi peran dalam penyusunan pola pengelolaan sumber
daya air, tetapi berperan pula dalam proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi,
operasi dan pemeliharaan, pemantauan, serta pengawasan atas pengelolaan
sumber daya air.
Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan rencana induk konservasi
sumber daya air, penda