T1 132012003 Full text

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KETERBUKAAN
DIRI REMAJA SISWA KELAS X SMK NEGERI 02 SALATIGA
TAHUN AJARAN 2015/2016

ARTIKEL SKRIPSI

Oleh
Esti Purnamasari
132012003

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

PENDAHULUAN
Pada kenyataannya, manusia dalam
kehidupan sehari-harinya dituntut untuk
dapat berperan sebagai makhluk individu
dan sebagai makhluk sosial. Sebagai

makhluk individu dituntut untuk dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan demi
kelangsungan
hidupnya,
sedangkan
sebagai makhluk sosial dituntut untuk
dapat
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya dan memberi pertolongan
pada individu lain yang membutuhkan.
Namun dalam kenyataannya, pada masa
globalisasi saat ini masyarakat di kota-kota
besar sedikit demi sedikit mengalami
perubahan sebagai akibat dari modernisasi.
Jadi, tidaklah mengherankan apabila di
kota-kota besar nilai-nilai pengabdian,
kesetiakawanan dan tolong-menolong
mengalami penurunan sehingga yang

nampak adalah perwujudan kepentingan
diri sendiri dan rasa individualis. Hal ini
akan
mengganggu
dalam
tugas
perkembangan dan mengganggu tentang
komunikasi yang baik dengan teman
sebaya.
Pada masa sekarang jalinan
pertemanan itu tidak berjalan dengan
mulus terkadang ada banyak hal masalah
kecil yang mengganggu seperti: egois,
tidak peduli dengan perasaan temannya,
terlalu banyak memikirkan diri sendiri.
Keterbukaan Diri bermula dari diri sendiri
ketika diri sendiri tidak ingin menceritakan
diri terhadap teman-temannya sebagian
kecil
bisa

mengganggu
kesehatan
mentalnya karena akan menjadi orang
yang introvert, menjadi orang yang tidak
percaya diri, menjadi orang yang tidak bisa
percaya dengan temannya dan masih
banyak lagi yang akan mengganggu

individu tersebut
Dirinya rendah.

ketika

Keterbukaan

Menurut Hurlock (2005), manusia
dibentuk juga oleh lingkungannya, maka
dalam pembentukan disiplin diri individu
dituntut untuk mengenali setiap unsur yang
ada disekelilingnya. Tanpa mengenali

lingkungan akan mengakibatkan kesulitan
dalam Keterbukaan Diri, karena seseorang
akan terbuka dengan orang lain ketika ia
dapat menangkap kondisi diri dan
lingkungannya. Unsur lingkungan paling
dekat adalah dirinya sendiri dan keluarga.
Terkait
dengan
lingkungan
keluarga berarti melibatkan pola asuh
orang tua. Orang tua mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk
merawat anak-anaknya, mengajarkan cara
berinteraksi
dan
bersosialisasi,
mengajarkan bagaimana berperilaku yang
dapat diterima sesuai norma masyarakat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pola asuh merupakan pola interaksi dalam

pengasuhan orang tua kepada anak
(Hurlock, 2005)
Di dalam keluarga, orang tua
sebagai penanggung jawab keluarga
bertugas membentuk sikap kepribadian
dan perilaku yang baik, salah satunya
melalui membentuk keterbukaan diri anak
agar dapat menjadi pribadi yang mampu
bersosialisasi dan berguna bagi sekitarnya.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui signifikasi pengaruh pola asuh
orang tua terhadap keterbukaan diri
remaja.
LANDASAN TEORI
Johnson (dalam Supratiknya, 2016)
mengemukakan bahwa pembukaan diri
atau
self
disclosure
adalah


mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita
terhadap situasi yang sedang kita hadapi
serta memberikan informasi tentang masa
lalu yang relevan atau yang berguna untuk
memahami tanggapan kita dimasa kini
tersebut.Menurut
Morton
(dalam
Dayaksini 2009) mengemukakan bahwa
keterbukaan diri merupakan kegiatan
membagi perasaan dan informasi yang
akrab dengan orang lain. Informasi dalam
keterbukaan diri bersifat deskriptif dan
evaluatif. Deskriptif artinya individu
melukiskan berbagai fakta mengenai diri
sendiri yang mungkin untuk diketahui oleh
orang lain, misalnya seperti pekerjaan,
alamat, dan usia. Sedangkan evaluatif
artinya individu mengemukakan perasaan

pribadinya lebih mendalam kepada orang
lain, misalnya seperti tipe orang yang
disukai, hal-hal yang disukai maupun halhal yang tidak disukainya.
Menurut Brooks dan Emmert (dalam
Rakhmat,
2013)
sebagai
rujukan,
karakteristik orang yang bersikap terbuka
dikontraskan dengan karakteristik orang
bersikap tertutup (dogmatis) yaitu :
a. Menilaipesansecaraobjektifdenganm
engunakan data danlogika.
b. MampuMembedakandenganmudahd
anmelihatnuansa.
c. Berorientasipadaisi.
d. BerusahamencariInformasidariberba
gaisumber.
e. Lebihbersifatprofesionaldanbersedia
mengubahkeyakinan.

f. Mencaripengertianpesan
yang
tidaksesuaidengankepercayaan.
Selanjutnya menurut Brooks dan
Emmert (dalam Rakhmat 2013) tentang
karakteristik orang yang bersikap
tertutup sebagai berikut:

a. MenilaiPesanBerdasarkan
Motifmotif pribadi
b. BerpikirSimplistis,
artinyaberpikirhitam-putih
c. Bersandar lebih banyak pada sumber
pesan daripada isi pesan.
d. MencariInformasitentangkepercayaa
n orang lain darisumbernyasendiri,
e. Secarakakumempertahankandanmem
egangteguhsistemkepercayaannya.
f. Menolak, mengabaikan, mendistorsi,
danmenolakpesan

yang
tidakkonsistendengansistemkepercay
aannya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
keterbukaandiri
Menurut
Devito
(2011),
mengidentifikasi beberapa faktor yang
mempengaruhi keterbukaan diri. Ke tujuh
faktor tersebut adalah :
a. Besar Kelompok
Keterbukaan diri lebih banyak terjadi
dalam kelompok kecil daripada
kelompok besar. Diad (kelompok
yang terdiri atas dua orang)merupakan
lingkungan yang paling cocok untuk
pengungkapan diri. Dengan satu
pendengar, pihak yang melakukan
pengungkapan diri dapat meresapi

tanggapan dengan cepat. Sebaliknya
bila lebih dari satu orang pendengar,
pemantauan seperti ini menjadi sulit,
karena tanggapan yang muncul pasti
berbeda dari pendengar yang berbeda.
b. Perasaan Menyukai
Menurut Derlega (dalam Devito,2011)
mengatakan kita membuka diri
kepada orang-orang yang kita sukai
atau cintai, dan kita tidak akan
membuka diri kepada orang yang
tidak kita sukai. John Berg dan
Richard Archer (dalam Devito Ed.5th)
melaporkan bahwa tidak saja kita

c.

d.

e.


f.

membuka diri kepada mereka yang
kita sukai, kita juga tampaknya
menjadi suka kepada mereka terhadap
siapa kita membuka diri.
Efek Diadik
Keterbukaan diri dilakukan bila orang
yang bersama kita juga melakukan
keterbukaan diri. Efek diadik ini
barangkali membuat kita merasalebih
aman dan nyatanya memperkuat
perilaku keterbukaan diri kita sendiri.
Kompetensi
Orang yang kompeten lebih banyak
melakukan dalam keterbukaan diri
daripada
orang
yang
kurang
kompeten. “Sangat mungkin,” kata
James McCroskey dan Lawrence
Wheeles (dalam Devito, 2011),
“bahwa mereka yang lebih kompten
juga merasa diri mereka memang
lebih kompeten dan karenanya
mempunya rasa percaya diri yang
diperlukan untuk lebih memanfaatkan
keterbukaan diri.” Atau, lebih
mungkin lagi, orang yang kompeten
barangkali memiliki lebih banyak hal
positif tentang diri mereka sendiri
untuk diungkapkan daripada orangorang yang tidak kompeten.
Kepribadian
Orang-orang yang pandai bergaul
(sociable) dan ekstrover melakukan
pengungkapan diri lebih banyak
daripada mereka yang kurang pandai
bergaul dan lebih introver. Rasa
gelisah adakalanya meningkatkan
keterbukaan diri kita dan kali lain
menguranginya
sampai
batas
minimum. Orang yang kurang berani
bicara pada umumnya juga kurang
mengungkapkan diri daripada mereka
yang merasa lebih nyaman dalam
berkomunikasi.
Topik

Lebih cenderung membuka topik
tertentu daripada topik lain. Dalam
Jourard (1968,1971a) mengemukakan
kita lebih cenderung mengungkapkan
informasi diri tentang pekerjaan atau
hobi daripada tentang kehidupan seks
atau situasi keuangan. Lebih cepat
mengungkapkan
informasi
yang
bagus lebih cepat daripada informasi
yang kurang baik. Umumnya, makin
pribadi dan makin negatif suatu topik,
makin kecil kemungkinan kita
mengungkapkannya.
g. Jenis Kelamin
Faktor terpenting dalam keterbukaan
diri adalah jenis kelamin. Umumnya,
pria kurang terbuka daripada wanita.
h. MitradalamHubungan
Denganmeningkatkantingkatkeakraba
nsebagaipenentutingkatkedalamankete
rbukaandirimakalawankomunikasiata
umitradalamhubunganakanmenentuka
nketerbukaandiriitu.
Kita
melakukanketerbukaandirikepadamer
eka yang kitaanggapsebagai orang
yang
dekatmisalnyasuami/istri,
anggotakeluargadantemandekat.
Di
sampingitukitajugaakanmemandangba
gaimanaresponmereka.
Apabilakitapandangitu orang yang
hangatdanpenuhperhatianmakakitakita
akanmelakukanketerbukaandiri,
apabilasebaliknya
yang
terjadimakakitaakanmemilihuntukmen
utupdiri.
Menurut Brooks (2008), pola
asuhorang tua adalah sebuah proses yang
melibatkan aksi dan interaksi antara orang
tua dan anak, dan dalam proses ini kedua
belah pihak berubah satu sama lain, dan
hal ini berlangsung hingga anak-anak
berkembang menjadi dewasa. Proses
interaksi yang dimaksud yaitu melibatkan

proses
melahirkan,
melindungi,
memelihara, dan mengarahkan anak.
Seluruh proses tersebut pada akhirnya
bertujuan untuk menjamin kelangsungan
hidup dan perkembangan seorang anak
dari kecil hingga dewasa (Brooks,
2008).Menurut
Sumardjono
(2013)
mengemukakan pola asuh anak adalah
cara, bentuk, strategi pendidikan keluarga
yang dilakukan orang tua kepada anak.
Pembentukan pribadi anak yang positif
tidak terlepas dari pola asuh anak yang
diterapkan orang tua di dalam keluarga.
Orang tua sebagai kepala keluarga
mempunyai peran penuh untuk mengatur
dan mendidik anaknya. Diana Baumirnd
(dalam Sumardjono, 2013) mendefinisikan
pola asuh adalah perlakuan orang tua
dalam memenuhi kebutuhan, memberi
perlindungan dan mendidik anak dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam rumah
tangga diperlukan aturan yang dibedakan
sebagai aturan yang tegas dan fleksibel.
Aturan yang tegas tidak dapat diuabh
meski
remaja
sependapat
atau
bersebrangan, sedangkan aturan fleksibel
bersifat terbuka untuk dinegoisasikan,
dapat dilonggarkan atau diubah jika ada
alasan yang mantap.
Model Pola Asuh Orang Tua
Hurlock (2015) menyatakan ada
tiga macam cara yang digunakan oleh
orang tua dalam mendidik putra-putrinya
yaitu,
1. Pola asuh otoriter
Adanya kontrol yang ketat dari orang
tua, aturan dan batasan dari orang tua
harus ditaati oleh anak, anak harus
bertingkah laku sesuai aturan yang
ditetapkan orang tua, orang tua tidak
mempertimbangkan pandangan atau
pendapat anak dan orang tua

memusatkan
perhatian
pada
pengendalian secara otoriter yaitu
berupa hukuman fisik. Tipe pola asuh
otoriter
anak mempunyai sifat
submitif, anak tidak mempunyai
inisiatif
karena
takut
berbuat
kesalahan, anak menjadi penurut, tidak
mempunyai kepercayaan diri, dan tidak
mempunyai tanggung jawab. Pada tipe
ini kontrol orang tua ketat. Namun
dipihak lain orang tua menuntut agar
anak lebih bertanggung jawab sesuai
dengan perkembangannya, tetapi anak
merasa terkekang dalam
mencari
kemandirian.
2. Pola asuh demokratis
Aturan yang dibuat bersama oleh
seluruh anggota keluarga, orang tua
memperhatikan
keinginan
dan
pendapat anak, selalu mengadakan
diskusi
atau
mengambil
suatu
keputusan, anak mendapat kesempatan
untuk mengemukakan pendapatnya
dan diberi kepercayaan serta ada
bimbingan dan kontrol dari orang tua.
Anak tidak takut akan membuat
kesalahan, dengan demikian rasa
percaya diri pada anak akan
berkembang dengan baik dan anak
mempunyai tanggung jawab.
3. Pola asuh permisif
Tidak adanya bimbingan dan aturan
dari orang tua, tidak ada tuntutan
kepada anak, tidak ada pengendalian
atau pengotrolan dari orang tua. Anak
yang diasuh dan dididik dengan pola
asuh ini biasanya anak kurang
mempunyai tanggung jawab dan
biasanya anak sulit dikendalikan serta
berbuat hal-hal yang sebenarnya tidak
dibenarkan. Perilaku sering melanggar
norma-norma masyarakat karena itu
akan terbentuk sikap penolakan dari
lingkungan dan akibatnya kepercayaan

diri goyah serta penghargaan diri
sendiri kurang baik.
Penelitian Relevan
Pada penelitian yang dilakukan J.
Elizabeth Norrell (1984) berdasarkan hasil
penelitian tentang “Self-Discolsure :
Implications for the study of parentadolescent interaction” Keterbukaan diri
remaja kepada orangtua dapat berubah
sebagai akibat dari perkembangan kognitif,
fisik dan konsep diri pada remaja tersebut.
Implikasi dari perubahan keterbukaan diri
ada kaitannya dengan interaksi antara
orang tua dan remaja.
Pada penelitian yang dilakukan
Sweta Pethak (2012) berdasarkan hasil
penelitian tentang “Parental Monitoring
and Self-Disclosure of Adolescents”
menunjukan bahwa remaja yang dimonitor
dengan baik oleh orang tua lebih sedikit
melakukan kenakalan remaja dan perilaku
melanggar norma. Kemajuan dalam
teknologi, media masa, dan internet telah
meningkatkan tantangan pemantauan
orangtua yang efektif. Dampak dari
keterbukaan diri dapat meningkatkan
bermacam-macam hal. Kerelaan untuk diri
anak memungkinkan orang tua untuk tahu
lebih banyak tentang anak tersebut dan
membantu
membangun
atmosfir
kepercayaan dan kejujuran satu sama lain.
METODE PENELITIAN
Penelitianinimenggunakanpendekat
anKuantitatif,
mengatakan
penelitian
dengan
pendekatan
kuantitatif
menekankan analisisnya pada data-data
numerikal (angka) yang diolah dengan
metode statistikaAzwar (2010).Analisis
regresi digunakan untuk memprediksikan
seberapa jauh perubahan nilai variabel

dependen, bila nilai variabel independen
dimanipulasi / dirubah-rubah atau dinaik
turunkan. Analisis yang digunakan pada
penelitian ini adalah regresi linier
sederhana didasarkan pada hubungan
fungsional ataupun kausal satu variabel
independen
dengan
satu
variabel
dependenSugiyono (2014). Pada penelitian
ini, analisi regresi digunakan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh yang
signifikan antara pola asuh orang tua
terhadap keterbukaan diri remaja.
Padapenelitianinimenggunakantek
nikprobability
sampling.DenganmenggunakantabelNomo
gramHerry King, bilajumlahpopulasi 615
siswa, kesalahan 5% makajumlah sampel
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas X SMK Negeri
02 Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016
yang berjumlah 221siswa.
Teknikpengumpulan
data
menggunakanskalapolaasuh
orang
tuadanketerbukaandiri,
skalapolaasuh
orang tuaberdasarkanteori Hurlock (2015)
sedanganskalaketerbukaandiriberdasarkant
eoriDevito (2011).

HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini dianalisis ini
berdasarkan
fakta
polaasuh
orang
tuadanketerbukaandirikelas
X
SMK
Negeri 02, adapun hasilnya adalah sebagai
berikut :

KeterbukaanDiri
Kategori
SangatT

Interval
200 – 226

F
27

(%)
12.2

inggi
Tinggi

173 – 199

Sedang

146 – 172

Rendah
SangatR
endah

35.3

119 – 145

78
10
0
13

92 – 118

3

1.4

45.2
5.9

22
100
1
92.00
229.00
173.6
22.49

Total
Minimun
Maksimum
Mean
Std. Deviation

PolaAsuh Orang Tua
JenisPolaAsuh
Orang Tua
Otoriter
Demokratis
Permisif
TOTAL

Siswa
14
195
12
221

Model Summary

Model R
1

Std. Error
R
Adjusted of
the
Square R Square Estimate

.326a .107

.102

21.30906

a. Predictors: (Constant), PolaAsuhOrangtua
Tabel diatas menjelaskan besarnya
nilai korelasi (R) yaitu sebesar 0,326 dan
dijelaskan besarnya prosentase pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat
yang disebut koefesien determinasi yang
merupakan hasil dari penguadratan R. Dari
output tersebut diperoleh koefesien
determinasi (R2) sebesar 0,107 yang
mengandung pengertian bahwa pengaruh
variabel bebas (Pola Asuh Orangtua)

terhadap variabel terikat (Keterbukaan
Diri) adalah sebesar 10,7% (dibulatkan
menjadi
11%),
sedangkan
sisanya
dipengaruhi oleh variabel yang lain.
PEMBAHASAN
Hasil
penelitian
menunjukan
besarnya pengaruh pola asuh orang tua
terhadap keterbukaan diri remaja. Besar
koefesien determinasi R(Square) adalah
0,11 yang artinya pola asuh orang tua
memiliki kontribusi sebesar 11% terhadap
keterbukaan diri remaja sedangkan 89%
dipengaruhi factor lain. Menurut teori
Devito
(2011)
factor
lain
yang
mempengaruhi keterbukaan diri selain pola
asuh orang tua ialah faktor besar kelompok
jadi keterbukaan diri lebih banyak terjadi
dalam kelompok kecil daripada kelompok
besar, dengan satu pendengar, pihak yang
melakukan pengungkapan diri dapat
meresapi tanggapan dengan cepat. Faktor
perasaan menyukai menurut Derlega
(dalam Devito, 2011) mengatakan kita
membuka diri kepada orang-orang yang
kita sukai atau cintai, dan kita tidak akan
membuka diri kepada orang yang tidak
kita sukai. Faktor efek diadik, keterbukaan
diri dilakukan bila orang yang bersama
kita juga melakukan keterbukaan diri.
Faktor kompetensi yang dimaksud ketika
orang yang kompeten lebih banyak
melakukan dalam keterbukaan diri
daripada orang yang kurang kompeten.
Atau lebih mungkin lagi, orang yang
kompeten barangkali memiliki lebih
banyak hal positif tentang diri mereka
sendiri untuk diungkapkan daripada orangorang yang tidak kompeten. Faktor
kepribadian, orang-orang yang pandai
bergaul
(sociable)
dan
ekstrovert
melakukan pengungkapan diri lebih
banyak daripada mereka yang kurang

pandai bergaul dan lebih introvert. Orang
yang kurang berani bicara pada umumnya
juga kurang mengungkapkan diri daripada
mereka yang merasa lebih nyaman dalam
berkomunikasi. Faktor topik ini lebih
cenderung membuka topik tertentu
daripada topik lain. Lebih cepat
mengungkapkan informasi yang bagus
lebih cepat daripada informasi yang
kurang baik. Umumnya, makin pribadi dan
makin negatif suatu topik, makin kecil
kemungkinan kita mengungkapkannya.
Selanjutnya faktor
jenis kelamin,
umumnya, pria kurang terbuka daripada
wanita. Tabel tersebut juga menunjukan
nilai Sig = 0,00 ˂ 0,05 yang berarti data
tersebut mempunyai pengaruh yang
signifikan dan uji linearitasnya diterima.
Dalam penelitian ini
Berdasarkan data skala sikap
keterbukaan diri remaja dan pola asuh
orang tua. Dari hasil skor keterbukaan diri
diperoleh hasil sebesar diperoleh hasil
sebesar 12,2% dengan jumlah 27 siswa
pada kategori sangat tinggi. Sebesar 35,3%
dengan jumlah 78 siswa pada kategori
tinggi. Sebesar 45,2% dengan jumlah 100
siswa pada kategori sedang. Sebesar 5,9%
dengan jumlah 13 siswa pada kategori
rendah dan sebesar 1,4% dengan jumlah 3
siswa berada pada kategori sangat rendah.
Pada hasil pola asuh orang tua diperoleh
hasil sebesar 14 siswa menunjukan jenis
pola asuh orang tua otoriter, sebanyak 195
siswa menunjukan pola asuh demokratis
dan sebesar 12 siswa menunjukan pola
asuh permisif.
Penulis
mengakui
terdapat
kelemahan dalam penelitian ini yang
terlihat pada besar pengaruh pola asuh
orang tua dengan keterbukaan diri yang
sangat kecil, memiliki kontribusi sebesar

11%. Hal ini terjadi disebabkan oleh
kesalahan penulis dalam penyusunan
angket, penentuan indicator, dan analisa
data yang kurang baik.
KESIMPULAN
Ada pengaruh yang signifikan antara
Pola Asuh Orangtua terhadap keterbukaan
diri remaja siswa kelas X SMK Negeri 02
Salatiga tahun ajaran 2015/2016.Besar
koefesien determinasi R (Square) adalah
0,11 yang artinya pola asuh orang tua
memiliki kontribusi sebesar 11% terhadap
keterbukaan diri remaja sehingga masih
terdapat 89% dipengaruhi oleh factor lain
yang dapat mempengaruhi keterbukaan
diri diluar variable pola asuh orang tua
yaitu besar kelompok, perasaan menyukai,
efek diadik, kompetensi, kepribadian,
topik dan jenis kelamin.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,

Mohamad.
1984.
Penelitian
Kependidikan:
Prosedur
dan
Strategi. Bandung: Angkasa.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktik. Jakarta: Bina Aksara
Azwar,
Saifuddin.
2010.
Penelitian. Yogyakarta
Pelajar

Metode
:Pustaka

Brooks, J. (2011). The process of
parenting (7th ed). New York : McGrawHill.
Dayaksini, Tri. 2006. Psikologi Sosial.
Malang. UMM Press.
Devito,
J.A.
2011.
Komunikasi
Antarmanusia .
Translated
by
Maulana, Agus. Tangerang :
Karisma Publishing Group

Hunter, Sally.B. Barber, Brian.K. Olsen.
Joseph, A. McNeely. Clea.A, Bose.
Krishna. (ttt). Adolescents SelfDisclosure to Parents Across
Culture : Who Discloses an Why
Hurlock E. B (2015). Perkembangan Anak.
Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Krisbiantara,
W.
2005.
Perbedaan
Kemandirian Ditinjau dari Pola Asuh
dan Jenis Kelamin Siswa Kelas XI
SMA Negeri 1 Pabelan Kabupaten
Semarang.
Skripsi
(tidak
diterbitkan).
Salatiga:
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Progdi Bimbingan dan Konseling:
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga.
Nasir, Mohammad. 2003. Metodologi
Penelitian. Cetakan Keempat, Penerbit
Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Norrel, J.Elizabeth. 1984. Self-Discolsure :
Implications for the study of parentadolescent interaction.
Padmomartono,Sumardjono.
2013.
Konseling Remaja. Salatiga: UKSW
Papini, Dennis R. Farmern, Frank F. Clark,
Steven M. Micka, Jill C. Barnett,
Jawanda K. 1990. Early Adolescent
Age and Gender Differences In
Patterns
of
Emotional
SelDisclosure to Parents and Friends
Pethak, Sweta. 2012. Parental Monitoring
and Self-Disclosure of Adolescents
Pratiwi,
Purwandini.Sakti.
2016.
Pendidikan Seks Cegah Remaja
Pacaran
Kebablasan.
Kompas.

Diperoleh 02
Kompas.com

April

2016,

dari

Rachma,Elieen. Savitri,Sylvina. 2012.
Menjadi Transparan dengan Elegan.
Kompas. Diperoleh 02 April 2016,
dari Kompas.com
Rakhmat,Jalaluddin.2013.Psikologi
Komunikasi.Bandung:Remaja Rosdakarya
Shochib,Moh. 2010. Pola Asuh Orang Tua
Dalam
Membantu
Anak
Mengembangkan
Disiplin
Diri.
Jakarta : Rineka Cipta
Soenens,Bart.
Vansteenkiste,Maarten.
Luyckx,Koen.2006. Parenting and
Adolescent Problem Behavior: An
Integrated Model With Adolescent
Self-Disclosure
and
Perceived
Parental Knowledge as Intervening
Variables. Development Psychology,
Vol. 42, No. 2, 305-218
Sugiyo. 2005. KomunikasiAntarpribadi.
Semarang: UNNES PRESS
Sugiyono. 2014.
Statistika untuk
Penilitian. Bandung : Alfabeta
Sugiono.
2006.
Metode
penelitian
kuantitatif dan kualitatif dan R n D .
Bandung:Alfabeta
Slameto. (2003). Metodologi Pendidikan.
Program Studi Bimbingan dan
Konseling, FIP – UKSW Salatiga
Supratiknya,
A.2016.
Komunikasi
Antarpribadi Tinjauan Psikologi.
Yogyakarta: Kanisius