FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI DI IRNA BEDAH RSUP DR. M.DJAMIL PADANG TAHUN 2014 - Repositori Universitas Andalas

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera
atau pembedahan (Agustina, 2009). Luka adalah rusaknya kesatuan atau
komponen jaringan dimana secara spesifik terdapat subtansi jaringan yang rusak
atau hilang ( Widhiastuti, 2008). Berdasarkan sifat kejadian, luka dibagi menjadi
dua yaitu luka disengaja dan luka tidak disengaja. Luka disengaja misalnya luka
terkena radiasi atau bedah, sedangkan luka tidak disengaja contohnya adalah luka
terkena trauma. Luka yang tidak disengaja (trauma) juga dapat dibagi menjadi
luka tertutup dan luka terbuka. Disebut luka tertutup jika tidak ada robekan,
sedangkan luka terbuka jika terjadi robekan dan keliatan seperti luka abrasio (luka
akibat gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan), dan hautration (luka akibat
alat perawatan luka) (Hidayat, 2006).
Berdasarkan pembagian luka operasi, tindakan bedah laparatomi
merupakan jenis luka operasi bersih terkontaminasi, yaitu jenis operasi yang
membutuhkan proses penyembuhan yang lebih lama (Hidayat, 2006). Proses
penyembuhan luka adalah salah satu hal terpenting dalam pelaksanaan pasien
pasca pembedahan yakni meyatukan kedua tepi luka berdekatan dan saling
berhadapan, jaringan yang dihasilkan sangat sedikit biasanya dalam waktu 10
sampai 14 hari, repitalisasi secara normal sudah sempurna dan biasanya hanya

menyisahkan jaringan paruh tipis yang dengan cepat memudar dengan warna
merah muda menjadi putih (Morison, 2004).

Penyembuhan luka adalah suatu proses yang terjadi secara normal.
Artinya, tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatkan aliran darah ke daerah yang rusak,
membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal proses penyembuhan.
Meskipun demikian, terdapat beberapa perawatan yang dapat membantu untuk
mendukung proses penyembuhan luka. Seperti melindungi area yang luka
terbebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan untuk membantu meningkatkan
penyembuhan jaringan (Maryunani, 2013)
Lama penyembuhan luka berdasarkan fase penyembuhan luka adalah fase
inflamasi (berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4), fase proliferasi
(berlangsung 3-24 hari), fase maturasi dimulai pada minggu ke-3 setelah
perlukaan dan memerlukan waktu lebih dari 1 tahun (Perry & Potter, 2006). Jika
lama hari rawatan pasien post laparatomi memanjang, maka akan timbul berbagai
komplikasi yang paling serius adalah infeksi dan dehiscence luka. Infeksi luka
bedah merupakan bentuk infeksi nosokomial yang besar, dan paling diperhatikan
karena dapat meningkatkan angka kematian. Dari beberapa laporan menunjukkan
angka kematian setinggi 44% (Abbot, 2007).

Lama penyembuhan luka laparatomi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti nutrisi, sirkulasi, oksigenasi, obesitas, iskemia, benda asing, penyakit
kronis, kebiasaan merokok, dan obat-obatan (Sjamsuhidayat, 2005). Menurut
Portland Hospital, lama hari rawat pasca laparatomi berkisar antara 4-7 hari.
Lubin (2010) juga menjelaskan bahwa lama rawat pasca laparatomi diharapkan 5
sampai 7 hari.

Selain itu, lama penyembuhan luka yang menyebabkan hari rawatan
memanjang juga sangat membebani pasien, keluarga, dan pasien lainnya
(kontaminasi silang dan akibat kontaminasi silang), staf rumah sakit (peningkatan
perawatan dan kebutuhan hospitalisasi), serta masyarakat secara keseluruhan
(peningkatan hospitalisasi, biaya asuransi dan dapat kehilangan pekerjaan)
(Brunner & Suddarth, 2002).
Morizon (2004) juga menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik
terdiri dari faktor yang merugikan pada tempat luka ( kurangnya suplai darah dan
pengaruh hipoksia, berlebihan, benda asing, hematoma, dan trauma berulang),
faktor-faktor patofisiologi umum (status nutrisi, gangguan kardiovaskuler,
anemia, penurunan daya tahan terhadap infeksi, gangguan metabolik dan
endokrin), dan faktor usia. Sementara itu faktor ekstrinsik terdiri dari

penatalaksanaan luka (perawatan luka) yang tidak tepat (pengkajian luka yang
tidak akurat, penggunaan agens topikal dan produk balutan luka primer yang tidak
sesuai, teknik penggantian balutan yang ceroboh (cuci tangan, pemakaian sarung
tangan, penggunaan masker, teknik ganti balutan, dan peralatan steril), sikap
negatif staf terhadap pengobatan dan penyembuhan), efek merugikan dari terapi
lain (kemoterapikanker, dosis steroid tinggi yang berkepanjangan, dan terapi
radiasi), serta faktor lain yang mempengaruhi penyembuhan luka yaitu mobilisasi,
pekerjaan atau aktivitas dan keadaan sosial yang buruk.
Wong (1995) dalam Mahyunani (2013) menyebutkan beberapa faktor
yang menghambat penyembuhan luka, yaitu : defesiensi nutrisi, gangguan
sirkulasi, stress, radiasi. Menurut Suriadi (2007), faktor umum yang dapat

mengganggu penyembuhan luka adalah usia, perfusi oksigen, malnutrisi,
meningkatnya bakteri mikroba, jaringan luka yang tua karena tertekan, stres
psikologis, efek samping dari terapi, dan kebiasaan merokok. Terkait dengan
faktor-faktor penyembuhan luka menurut Suriadi (2007) pada pasien menderita
luka untuk mempercepat penyembuhan luka adalah masukan nutrisi yang adekuat.
(Morison, 2004).
Perawatan luka yang tepat dapat mencegah terjadinya infeksi silang dan
dapat mempercepat proses penyembuhan luka, dengan demikian hari rawat akan

lebih pendek. Dalam perawatan luka, frekuensi perawatan luka perlu diperhatikan
untuk meminimalkan kejadian infeksi, kasa penutup luka harus diganti lebih awal
jika basah, karena kasa basah meningkatkan kemungkinan kontaminasi bakteri
pada luka operasi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian Noer (2008) di RSUD Labuang Baji
Makassar, didapatkan bahwa pasien pasca operasi laparatomi yang frekuensi
perawatan lukanya 1 kali sehari sebanyak 11 (35%) dan frekuensi perawatan
lukanya 2 kali sehari sebanyak 20 (64%), serta didapatkan adanya hubungan
frekuensi perawatan luka dengan lama hari rawat pada pasien pasca operasi
laparatomi.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka adalah kadar
hemoglobin. Hemoglobin adalah protein pertama pengikat oksigen dalam tubuh
yang merupakan parameter untuk menetapkan prevalensi anemia. Nilai normal
yang paling sering dinyatakan adalah 14-18gr% untuk pria dan 12-16gr% untuk
wanita (Marks, 2000).

Spiliotis (2009) dalam Annisa (2013) dijelaskan salah satu kondisi yang
berhubungan dengan peningkatan resiko penyembuhan luka pada tindakan bedah
laparatomi adalah anemia (Kadar Hb rendah). Keadaan anemia dapat
memperlambat proses penyembuhan luka karena perbaikan sel memerlukan kadar

protein yang cukup. Oleh sebab itu orang yang mengalami kekurangan kadar Hb
dalam darah akan mengalami proses penyembuhan yang lebih lama.
Dari hasil penelitian Ernawati (2010) di Puskesmas Brangsong dan
Kaliwungu Kabupaten Kendal terdapat hubungan yang signifikan antara nilai
kadar Hb ibu pasca persalinan dengan penyembuhan luka. Menurut hasil
penelitian Sulastri (2006) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan bahwa
ada ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara kadar hemoglobin dengan
kesembuhan luka post sectio caesarea. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan
pemberian nutrisi pada pasien pasca laparatomi karena pentingnya nutrisi sebagai
penunjang Hb sehingga dapat menunjang penyembuhan luka.
Selain itu, mobilisasi dini juga merupakan faktor penting karena dapat
mencegah komplikasi pasca operasi dan mempercepat penyembuhan luka operasi
sehingga perawatan lebih singkat (Brunner & Suddarth, 2002). Carpenito (2000)
juga menjelaskan bahwa mobilisasi merupakan faktor utama dalam mempercepat
pemulihan dan pencegahan terjadinya komplikasi pasca bedah, mobilisasi sangat
penting dalam percepatan hari lama rawat dan mengurangi resiko karena tirah
baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot
diseluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan pernafasan, dan gangguan
peristaltik maupun berkemih.


Berdasarkan hasil penelitian Inayati (2006) di RS Roemani Semarang,
didapatkan bahwa responden yang dilakukan mobilisasi dini waktu kesembuhan
luka cepat 17 (85%) dan kesembuhan lambat 12 (60%), sementara mobilisasi
lambat waktu kesembuhan cepat 8 (40%), dan kesembuhan lambat 12 (60%),
kemudian dari hasil uji statistik bivariat ada pengaruh antara mobilisasi dini
dengan waktu kesembuhan luka fase proloferasi. Selain itu dari hasil penelitian
Sulistiyawati (2012) di RS Pekanbaru, didapatkan hasil adanya perbedaan yang
signifikan proses penyembuhan luka antara klien yang dengan pemberian
mobilisasi dini dengan tanpa pemberian mobilisasi dini.
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang merupakan rumah sakit
rujukan untuk Sumatera bagian Tengah dan Barat yang memiliki fasilitas operasi
yang lebih lengkap, dimana sebagian besar bedah mayor dilakukan di rumah sakit
ini. Berdasarkan data tabulasi Nasional Departemen Kesehatan RI tahun 2011,
tindakan bedah laparatomi meningkat 20% dari 1.320 kasus menjadi 1.567 kasus.
Berdasarkan data pencatatan Rakam Medis RSUP Dr. M. Djamil tindakan
laparatomi pada tahun 2012 sebanyak 216 kasus dan pada tahun 2013 dari bulan
Januari sampai Agustus sudah mencapai 208 kasus (Medical Record RS Dr. M.
Djamil, 2013).
Penulis tertarik untuk meneliti variabel frekuensi perawatan luka, kadar
Hb, mobilisasi karena 3 variabel tersebut adalah faktor penting yang dapat

mempengaruhi penyembuhan luka namun jarang diperhatikan, sesuai dengan
studi pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 18-19 November 2013 di
IRNA Bedah RSUP Dr. M. Jamil Padang, terdapat 5 orang pasien post laparatomi,
2 wanita yaitu Ny B ( 32 tahun) dengan indikasi Ca. Gaster hari rawat ke 5 dan

Ny. I (42 tahun) dengan indikasi obstructive ileus, hari rawat ke 4, serta 3 laki-laki
yaitu Tn. A ( 40 tahun) dengan indikasi hernia insisional, 9 jam post op, Tn. D (43
tahun) dengan indikasi Ca. Recti, hari rawat ke 6, dan Tn. K (30 tahun) dengan
indikasi appendisitis kronis, 6 jam post op.
Penulis melakukan observasi terhadap frekuensi perawatan luka yang
dilakukan perawat, frekuensi perawatan luka dilakukan sama untuk semua kondisi
luka (luka basah atau kering) yaitu 1x dalam sehari, padahal seharusnya dalam
kondisi luka basah, balutan diganti minimal 2x sehari dan pada kondisi luka
kering balutan diganti cukup 1x dalam 2 atau 3 hari (Sjamsuhidayat, 2011). Saat
melakukan perawatan luka penulis juga mengobservasi keadaan luka 3 orang
pasien, yaitu pada Ny. B luka berwarna pink dan sudah kering, pada Ny. I luka
juga tampak masih kemerahan, belum kering, dan sedikit edema dan pada Tn. B
luka tampak agak kehitaman, ada sedikit pus (belum kering), dan pasien
mengatakan masih terasa nyeri.
Selanjutnya penulis melakukan observasi terhadap hasil pengukuran Hb

terhadap 3 pasien yang sudah ada hasil labornya, dari 3 orang tersebut semuanya
mempunyai kadar Hb dibawah normal yaitu Tn. B dengan kadar Hb 11,4 gr%,
Ny. B 10,5 gr%, Ny. I 10 gr%. Dari hasil pengamatan penulis, semua pasien post
operasi laparatomi diberikan telur rebus pada pukul 11.00 Wib, namun 2 dari 4
orang pasien tidak memakan telur tersebut dengan alasan takut lukanya akan lama
sembuh karena menurut mitos telur dapat membuat luka sukar sembuh. Padahal
telur merupakan salah satu sumber protein yang dapat meningkatkan kadar Hb.

Dari hasil obeservasi yang penulis lakukan terhadap mobilisasi dini, 2
orang pasien masing-masing Tn. K (6 jam post op) dan Tn. A (9 jam post op)
hanya berbaring ditempat tidur dan tidak berani untuk bergerak, karena pasien
merasa kesakitan saat bergerak, disamping itu pasien juga merasa khawatir jahitan
lukanya akan meregang atau terbuka jika melakukan mobilisasi dini, kemudian
observasi terhadap Ny. B (4 hari post op) sudah bisa duduk di tempat tidur, namun
belum berani untuk berdiri, Ny. I (5 hari post op) sudah bisa berjalan ke kamar
mandi tapi dengan bantuan keluarga atau perawat, dan Tn. D (6 hari post op) juga
sudah bisa berjalan ke kamar mandi dengan bantuan keluarga dan perawat.
Dari hasil wawancara dengan 5 orang pasien dan keluarganya, informasi
tentang mobilisasi dini yang diberikan oelh perawat ruangan tidak secara detail,
hanya dianjurkan miring kiri-kanan dan banyak bergerak, selain itu dari hasil

wawancara dengan perawat dan melihat langsung SOP untuk ruangan bedah, SOP
untuk mobilisasi dini di bangsal bedah belum ada yang baku, namun ada SOP
yang dibuat berdasarkan modifikasi dari teori yang ada dibeberapa buku, namun
jarang dilakukan oleh perawat sehingga pasien jarang mendapatkan informasi
tentang mobilisasi dini.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti faktorfaktor yang berhubungan dengan lama penyembuhan luka pada pasien post
operasi laparatomi di IRNA Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah “Faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan lama
penyembuhan luka pada pasien post operasi laparatomi di Irna Bedah RSUP DR.
M. Djamil Padang Tahun 2013?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan lama
penyembuhan luka pada pasien post operasi laparatomi di Irna Bedah
RSUP DR. M. Djamil Padang.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi lama penyembuhan luka post operasi
laparatomi di Irna Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang.
b. Mengetahui distribusi faktor frekuensi perawatan luka di Irna
Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang.
c. Mengetahui distribusi faktor kadar Hb di Irna Bedah RSUP DR. M.
Djamil Padang.
d. Mengetahui distribusi faktor mobilisasi dini di Irna Bedah RSUP
DR. M. Djamil Padang
e. Mengetahui hubungan faktor frekuensi perawatan luka dengan
lama penyembuhan luka pasien post op laparatomi di Irna Bedah
RSUP DR. M. Djamil Padang

f. Mengetahui hubungan faktor kadar Hb dengan lama penyembuhan
luka pasien post op laparatomi di Irna Bedah RSUP DR. M. Djamil
Padang
g. Mengetahui hubungan faktor mobilisasi dini dengan lama
penyembuhan luka pasien post op laparatomi di Irna Bedah RSUP
DR. M. Djamil Padang
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam
merumuskan kebijakan pelayanan keperawatan medik dan sebagai bahan
informasi terkait dengan lama penyembuhan luka yang efisien pada
pasien post operasi laparatomi.
2. Bagi Tenaga Keperawatan
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
profesi keperawatan tentang pentingnya pengetahuan tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan lama penyembuhan luka pada pasien
post

operasi

laparatomi

serta

sebagai

bahan

referensi

untuk

pengembangan penelitian lebih lanjut tentang lama penyembuhan luka
yang efesien bagi pasien dengan luka post operasi laparatomi.

Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI DI IRNA BEDAH RSUP DR. M.DJAMIL PADANG TAHUN 2014.

1 6 13

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PENYULUHAN MOBILISASI DINI PADA PASIEN PRE OPERASI DI IRNA B BEDAH RSUP Dr. M.DJAMIL PADANG.

0 1 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PASCA OPERASI DI IRNA BEDAH RSUP DR.M.DJAMIL PADANG TAHUN 2010.

0 0 13

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PENYULUHAN MOBILISASI DINI PADA PASIEN PRE OPERASI DI IRNA B BEDAH RSUP Dr. M.DJAMIL PADANG.

0 0 16

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN LUKA POST OPERASI LAPAROTOMI YANG INFEKSI DI IRNA B BEDAH RSUP DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2010.

0 0 6

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI DI IRNA BEDAH RSUP DR. M.DJAMIL PADANG TAHUN 2014 - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI DI IRNA BEDAH RSUP DR. M.DJAMIL PADANG TAHUN 2014 - Repositori Universitas Andalas

0 0 2

PENGARUH LATIHAN LIMA JARI TERHADAP KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI LAPARATOMI DI IRNA BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

PENGARUH LATIHAN LIMA JARI TERHADAP KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI LAPARATOMI DI IRNA BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG - Repositori Universitas Andalas

0 0 2

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST OPERASI HERNIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MENGGALA TAHUN 2013

0 0 6