Artikel Publikasi Putri Rahmasari

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Teacher's Role In Reproductive Health Education for Reproductive Health
of Students Teenage with Mild Mentally Retarded
in Extraordinary School Sleman Yogyakarta
Putri Rahmasari1), Ismi Dwi Astuti Nurhaeni2), Endang Sutisna Sulaeman3)
1) Faculty of Health Sciences, Universitas ‘Aisiyah Yogyakarta
2) Faculty of Social and Political Sciences Sebelas Maret University
3) Faculty of Medicine Sebelas Maret University
ABSTRACT
Background: Access to reproductive health information for intellectual adolescent girls are
still low. This was due to lack of capacity of teachers to provide guidance on sexuality. The
aim of research to analyze the factors that affect the teacher's role in reproductive health
education for young girls in the mild mental retardation SLB Sleman, Yogyakarta.
Subject and Methods: The study was a qualitative phenomenological approach. The
sampling technique purposive sampling sampling type criterion. Seven informants specialed
teacher and five key informant obtained the appropriate criteria. Data collection techniques
with in-depth interviews, observation and document review. Data were analyzed using an
interactive model of Miles and Hubberman.

Results: The seven teachers have contributed well in the provision of reproductive health
education. The behavior depends on predisposising factor, enabling factors, reinforcing
factors, and external support teachers. Perception that inhibits a teacher feels have not
mastered the material and views taboo in society. Lack of media, the infirmary is not
according to standards, not the integration of reproductive health into the curriculum tends to
weaken the intention to behave.
Conclusion: Teachers in special schools have attempted in the provision of reproductive
health education. But it would be better if: teachers improve mastery of the material; integrate
policies of reproductive health into the curriculum; school committee improve intersectoral
collaboration to support facility; and coaching the infirmary programs by Puskesmas.
Keywords: Role of Teachers, Reproductive Health Education, Mental Retardation

kehamilanmenjadi

PENDAHULUAN
Hak-hak seksualadalah hak asasi
manusiayang

berhubungan


denganseksualitas.

remaja

putri

berusia15

sampai 19tahun di seluruh dunia. Tak

remaja

hanya itu, dua-pertiga dari aborsidi seluruh

berhak untukmendapatkannya tetapi hal ini

duniadilakukan remaja putri dan banyak

sering kali dipungkiri dan diabaikan.


dari merekayang tidak aman. Keprihatinan

Akibatnya

infeksiHIV

(Human

lain adalah di beberapa negara 48% terjadi

Virus)baruterjadi

dari

pemaksaan hubungan seksual pertama kali

kalanganremaja, 10% kelahirandi seluruh

dialami oleh remaja putri (International


Immune

42%

Semuaanak

kematianbagi

penyebabutama

duniaadalahdari

ibuusia

masalah
kehamilanadalahdari

23%
Planned
and

Parenthood
user
penyakitakibatcommit to
Federation/IPPF,
2012).

remaja,

kalangan

remaja,

and

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Menurut World Health Statistics


remaja merupakan kelompok usia yang

2013 (World Health Organization/WHO,

paling

2013)

menularkan HIV dan AIDS. Dalam rangka

sekitar

16

juta

remaja

putri


berisiko

tinggi

tertular

dan

melahirkan setiap tahun. Bayi yang lahir

mengendalikanpenyebaran

dari ibu remaja mencapai sekitar 11% dari

menurunkan

semua kelahiran di seluruh duniadengan

HIV/AIDS,diperlukan upaya khususyang


95% dari kelahiran tersebut terjadi di

difokuskanpadakelompok remaja.

jumlah

dan
kasus

baru

Penelitian ini lebih menyoroti pada

negara-negara berkembang. Selain itu pada
tahun 2008 diperkirakan tiga juta aborsi

remaja

tidak aman dilakukan remaja putri. Di


dilatarbelakangi

kawasan Asia perkiraan kejadian aborsi

kekerasan seksual lebih di alami pada

per tahun sedikit lebih tinggi pada tahun

kaum perempuan dibandingkan laki-laki.

2003 dan 2008, dari 25,9 juta menjadi 27,3

Hal ini ditunjukkan dari laporan kejadian

juta. Kawasan Asia Tenggara memiliki

kekerasan

tingkat aborsi tertinggi pada tahun 2008


mengalami peningkatan. Berdasarkan data

(36 per 1.000). Sedangkan kasus aborsi

Forum Penanganan Korban Kekerasan

tidak aman 60-65% terjadi di Asia Selatan,

Perempuan dan Anak (PK2PA) DIY pada

Asia

Asia

tahun 2010 setidaknya ada 1.305 kasus

Barat(GuttmacherInstitute, 2012). WHO

kekerasan yang ditangani. Sementara pada


memperkirakan bahwa di Asia pada tahun

tahun 2011 meningkat menjadi 1.666

2008, 12% dari semua kematian ibu

kasus. Dari kasus tersebut 87% korban

disebabkan aborsi tidak aman (WHO,

dialami oleh perempuan (Budi, 2013).

Tenggara

dan

perempuan.
oleh

terhadap

Hal

ini

kerentanan

perempuan

yang

Dari beberapa masalah kesehatan

2011).
Isu kesehatan reproduksi remaja

reproduksi remaja di atas, ketersediaan

lainnya adalah tingginya kasus HIV/AIDS.

informasi

Menurut

kelompok

reproduksi seksualitas untuk para remaja

remaja di Indonesia yang pernah mendapat

dianggap penting. Hal tersebut dapat

pendidikan kesehatan reproduksi baru

memberi pengertian tentang risiko perilaku

25,1% dan untuk di Yogyakarta mencapai

seksual yang tidak aman, cara mencegah

57,1%.

kehamilan

Riskesdas

Sementara

(2010)

itu

pengetahuan

komprehensif terkait HIV dan AIDS yang

dan

yang

pendidikan

tidak

kesehatan

diinginkan,

penularan dan pencegahan HIV/AIDS,

dimiliki remaja pada kelompok umur 15pencegahan kekerasaan seksual serta
user
informasi
seputar perubahan fisiologis
24 tahun baru mencapai 11,4%. Dari datacommit to
tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa

masa remaja.Bentuk sosialisasi secara luas

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
mengenai

jelasnya informasi kesehatan, pendidikan

kesehatan reproduksi sangat diperlukan

dan pelayanan mengenai seksual dan

bagi

kesehatan

beserta

solusi

para

persoalan

remaja

Pemberdayaan

(Kementeriaan

Perempuan

dan

reproduksi

bagi

kaum

penyandang disabilitas (IPPF, 2013).
Pendidikan kesehatan bagi remaja

Perlindungan Anak RI, 2010).
Di kutip dari Young People’s

nondisabilitas dapat ditemui di sekolah

Rights dalam IPPF (2012),peranpositif dari

dalam

orang tua atau walisangat berpengaruh

Kesehatan)

dalam

Ini

nondisabilitas masih sulit didapatkan dan

mencakuppemberian

bimbingankepada

perlu keterampilan khusus sesuai jenis

remaja

tentangkesehatan

disabilitasnya.

kehidupanpara

remaja.

bentuk

PIK

(Pusat

Remaja

Informasi

sedangkan

Family

bagi

Planning

Namun,

Association

bimbinganinitidak bolehmencegah mereka

Berencana)

darimengaksesinformasi danlayanan yang

pendekatan komprehensif untuk pelatihan

mereka butuhkan. Hal ini dikarenakan

dan dukungan berkaitan dengan kesehatan

perkembangan

seksualmerupakan

dan hak-hak seksual dan reproduksi bagi

hidupsehingga

penyandang disabilitas. Pihak orang tua,

remaja.

wali siswa, sekolah dan petugas kesehatan

Sepertipertumbuhan dan perkembangan,

juga perlu mendapat dukungan dalam

cara

memberikan informasi tentang seksual dan

seksualdanreproduksi.

prosesseumur
sangatmempengaruhi

berpikir,

emosi,

keinginandan

(Asosiasi
di

Inggris

Keluarga
melakukan

kesehatan reproduksi dengan cara yang

kebutuhan remajajugaberubah.
Dikutip dari laporan tahunan IPPF

dipahami penyandang disabilitas. Pihak

(2013), 81% klien IPPF berasal dari

guru juga perlu mendapat pelatihan agar

kalangan tidak mampu dan kelompok

dapat

rentan.

seksual dan kesehatan reproduksi (IPPF,

Kaum

penyandang

disabilitas

adalah yang paling rentan dan kurang

memberikan

Pada tanggal 13 Desember 2006

mengenai hak-hak seksual dan reproduksi.

Majelis

Umum

Mereka

Bangsa

telah

mungkin

mengalami

tentang

2013).

mendapat pelayanan kesehatan reproduksi

lebih

informasi

Perserikatan

Bangsa-

mengeluarkan

Resolusi

kekerasan seksual dibandingkan rekan-

Nomor A/61/106 mengenai Convention on

rekan mereka yang normal, sedangkan

the Rights of Persons with Disabilities

kebutuhan

kesehatan

reproduksi

dan
(Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang
user
Disabilitas).
Resolusi tersebut memuat
seksual mereka sering dipungkiri dancommit to
diabaikan.

Hasilnya

adalah

kurang

hak-hak

penyandang

disabilitas

dan

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

menyatakan akan mengambil langkahlangkah untuk

menjamin pelaksanaan

Penyandang

disabilitas

dapat

digolongkan menjadi beberapa kelompok

konvensi ini. Pemerintah Indonesia telah

antara

lain:

tunanetra,

menandatangani konvensi tersebut. Hal ini

tunarungu/tunawicara,

tunagrahita,

menunjukkan

untuk

tunadaksa, tunalaras, Attention Deficit and

menghormati, melindungi, memenuhi, dan

Hyperactivity Disorder (ADHD), autisme

memajukan

penyandang

dan tunaganda. Masing-masing memiliki

disabilitas, tak terkecuali hak mendapatkan

karakteristik, penanganan dan pelayanan

pendidikan kesehatan reproduksi (UU RI

yang berbeda. SLB tunagrahita berada

Nomor 19 Tahun 2011).

pada urutan tertinggi ke tiga setelah SLB

kesungguhan

hak-hak

Berbagai

peraturan

di

atas

campuran

dan

SLB

mengatur pemenuhan hak penyandang

tunarungu/tunawicara(Kementerian

disabilitas

kesehatan

Kesehatan RI, 2010). Oleh karena itu,

reproduksi namun dalam implementasinya

penelitian ini lebih menyoroti pada jenis

tidaklah mudah. Menurut data Sensus

disabilitas tunagrahita.

termasuk

hak

Nasional Biro Pusat Statistik (2003)
jumlah
Indonesia

penyandang
sebesar

disabilitas

0,7%

dari

di

jumlah

Pembinaan program perlindungan
kesehatan bagi penyandang disabilitas
seperti

tunagrahita

perlu

mendapat

penduduk (1.480.000 jiwa). Dari jumlah

perhatian

tersebut sekitar 66.610 anak usia sekolah

mengurangi

(14,4%) terdaftar di Sekolah Luar Biasa

kesehatan dan psikososial yang dapat

(SLB).

85,6%

berakibat pada kondisi yang lebih parah

penyandang disabilitas yang berada di

dan menimbulkan beban bagi keluarga,

masyarakat di bawah pembinaan dan

masyarakat dan negara.

pengawasan orang tua dan keluarga dan

dapat

pada umumnya belum memperoleh akses

kesehatan, tetapi memerlukan pendekatan

pelayanan

kesehatan

reproduksi

multisektoral dan berbagai disiplin ilmu.

sebagaimana

mestinya

(Kementerian

Oleh karena itu, kerjasama dengan semua

Kesehatan

Ini

RI,

berarti

2010).

masih

Sementara

dari

berbagai

dan

dilakukan

pihak

mencegah

sendiri

untuk
dampak

Hal ini tidak
oleh

sektor

itu

unsur terkait dalam pelaksanaan sangat

Kurniasariet al. (2011) mengungkapkan

diperlukan (Kementerian Kesehatan RI,

banyak

2010). Penelitian mengenai sumber akses

penyandang disabilitas belum

secara optimal dapat mengakses pelayanan
informasi
seksualitas
pada
kaum
user
pendidikan dan pelayanan kesehatancommit to
disabilitas
(Oladunni, 2012), pemberian
termasuk kesehatan reproduksi.

pemahaman kesehatan reproduksi dari ibu

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

bagi tunagrahita (Kusumaningrum, 2012),

mencegah dampak kesehatan reproduksi

permasalahan ketimpangan kesehatan pada

siswa.

MenurutDjati (2010) ada tiga

orang

strategi

untuk

dewasa

dengan

disabilitas

menyikapi

tantangan

intelektual (Greenwood & Wilkinson,

tersebut yaitu adanya dukungan keluarga,

2013), dan dukungan bagi pasangan suami

pemberdayaan diri kelompok penyandang

istri disabilitas intelektual terhadap hak

disabilitas, dan memperbanyak publikasi.

reproduksi

(Llewellyn,

Salah satunya melalui diskusi dan cara-

dilakukan.

Sementara

mengenai

2013)
itu

bagaimana

telah

penelitian

cara

yang

pemberian

informasinya.

efektif
Hal

untuk
ini

diserap

tidak

dapat

pendidikan kesehatan reproduksi bagi

dilakukan guru sendiri dan memerlukan

remaja putri tunagrahita dari perspektif

pendekatan multisektoral dari berbagai

guru belum spesifik dilakukan.

disiplin ilmu. Oleh karena itu, kerjasama
dengan

Oladunni

dan

kapasitas

Orang

dewasa

sangat

terkait

dalam

diperlukan

(Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Daerah

pengelolaan bagi remaja disabilitas masih
rendah.

unsur

pelaksanaannya

(2012)mengungkapkanakses
informasiseksualitas

semua

Istimewa

Yogyakarta

(DIY) merupakan salah satu provinsi yang

dengandisabilitasintelektualmenghadapi

telah

berbagaiketimpangankesehatandan

inklusif.Dalam Peraturan Daerah DIY No.

tantanganuntukmengakseslayanan

4 tahun 2012 tentang perlindungan dan

kesehatan.

Sedikityangtelah

mereka

ketahuitentangkesehatanseksualdan

cara

kesehatanreproduksi

pemenuhan

perempuan

hak-hak

pendidikan

penyandang

disabilitas. bagian Kesehatan Reproduksi
Pasal

mengoptimalkanpelayanan

menjalankan

54

juga

disebutkan

bahwa

penyandang disabilitas mempunyai hak

(Greenwood dan Wilkinson, 2013). Oleh

dan

kesempatan

untuk

mendapatkan

karena itu,layanan konseling dan informasi

pendidikan

kesehatan

reproduksi.

mengenai kesehatan reproduksi seharusnya

Kabupaten Sleman adalah salah satu

tidak hanya tersedia namun juga dapat

kabupaten di DIY yang memiliki potensi

diakses serta tetap memperlakukan mereka

pendidikan

dengan rasa hormat, memberikan pilihan,

perguruan tinggi atau akademik berada di

dan tanggung jawab (Llewellyn, 2013).

wilayah ini. Di samping itu, Sleman

yang

baik

karena

35%

memiliki SLB swasta terbanyak untuk
Pembinaan oleh guru di sekolah
user DIY (25 SLB).
wilayah
berpotensi besar untuk mempengaruhicommit to
perilaku siswa dan mengurangi serta

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Kondisi kesehatan reproduksi di

reproduksi dari DIKPORA DIY. Berdasar

Sleman cenderung mengakhawatirkan. Hal

kriteria yang telah ditentukan, diperoleh

tersebut

korban

tujuh informan guru dari SLB yang

kekerasan seksual terhadap perempuan dan

berbeda-beda dan lima informan kunci dari

anak

DIKPORA DIY, Dinas Kesehatan Sleman

dilihat

pada

dari

tahun

jumlah

2015

mengalami

peningkatan lebih dari 100% dibanding

dan

tahun 2014 atau dari 51 korban menjadi

perwakilan.Teknik

116 korban (BPPM, 2016). Tingginya

dengan wawancara mendalam, observasi

kasus kekerasan seksual disebabkan oleh

dan kajian dokumen. Teknik analisis data

perkembangan IT yang mudah diakses

menggunakan model interaktif Miles and

termasuk

Hubberman.

pornografi

namun

tidak

dua

Puskesmas

sebagai

pengumpulan

data

diimbangi dengan kematangan psikologis
dan religi remaja. Pemicu lainnya adalah

HASIL PENELITIAN

lekatnya

1. Faktor PredisposisiPeran Guru

anggapan

masyarakat

yang

menilai pendidikan kesehatan reproduksi

a. Pengetahuan

merupakan hal tabu dan bukan sebagai

Informan

menyampaikan

upaya preventif. Dari wawancara di kedua

bahwa perubahan yang dialami remaja

SLB

Sleman

tersebut sama seperti remaja non

menunjukkan ada perbedaan upaya dan

difabel. Perbedaan dengan non difabel

kendala dalam

adalah dalam kemampuan memahami

swasta

di

kabupaten

pendidikan kesehatan

reproduksi. Hal ini mendorong peneliti

kondisi

psikologis

tertarik untuk meneliti bagaimana peran

dialami,

sehingga

guru

pengendalian

dalam

pendidikan

reproduksi

bagi

siswi

tunagrahita

tingkat

kesehatan

remaja

ringan

di

diri

yang

sedang

mempengaruhi
dan

cara

putri

mengekspresikan perasaan tersebut.

SLB

Kemampuan

Kabupaten Sleman.

pengendalian

diri

terhadap adanya perubahan psikologis
dinilai lemah. Menurut pengamatan

SUBJEK DAN METODE
Jenis penelitian ini adalah kualitatif

informan

perbedaan

pengendalian

antara nondifabel dengantunagrahita

dengan pendekatan fenomenologi. Teknik

adalah

pengambilan sampel dengan purposive

kemampuan memahami konsekuensi

adanya

rasa

malu

dan

sampling jenis criterion sampling. Kriteria
perbuatan. Hal tersebut tidak mudah
informan penelitian ini adalah guru SLBcommit to user
dimiliki remaja tunagrahita karena
yang telah mengikuti pelatihan kesehatan

dipengaruhi oleh faktor kognitif.

perpustakaan.uns.ac.id
Materi

digilib.uns.ac.id

yang

disampaikan

kesehatan

reproduksi

meliputi

(1)

meliputi menstruasi, personal hygiene,

adanya penilaian negatif di masyarakat

pengenalan

tentang tunagrahita tidak mempunyai

perbedaan

organ
organ

reproduksi

reproduksi,

dan

antara

fungsi

laki-laki

alat

libido,

dan

masyarakat, (3) persepsi tabu

(2)

persepsi

tabu

dari
dari

perempuan, perubahan masa pubertas,

orang tua siswa, (4) persepsi tabu

pengaruh pubertas dalam pergaulan,

siswa, (5) karakteristik tunagrahita.

proses

dan

Penilaian individu ini akan mendorong

pencegahan pelecehan seksual. Materi

seseorang untuk bersikap dan sebagai

yang

modal dalam niat perilaku.

reproduksi

belum

manusia,

disampaikan

adalah

mengenai narkoba dan gender.

c. Sikap

Terdapat empat informan yang

Sikap positif guru meliputi

menilai materi KRRtidak tabu dan

adanya rasa kepedulian guru untuk

justru penting diberikan karena perlu

memberikan

diketahui siswa. Sedangkan informan

reproduksi

lainnya

dipandang perlu bagi tunagrahita. Guru

menilai

sebabnya

tabu,

salah

satu

adalah

karena

faktor

yang

menilai

seksual

lingkungan

merasa

pendidikan
karena

siswa

kesehatan

materi

tunagrahita

tersebut

perlu

diberikan pendidikan tersebut lebih

reproduksi tidak pantas diajarkan.

dini sebagai upaya preventif. Selain itu

b. Norma Subjektif

tersirat sikap guru tidak setuju akan

Norma subjektif terdiri dari

adanya anggapan keliru orang tua yang

aspek internal dan eksternal. Aspek

menilai jika tunagrahita tidak memiliki

internal tersebut meliputi (1) informan

libido. Sikap negatif informan meliputi

meyakini bahwa materi yang diberikan

adanyakekhawatiran apabila nantinya

itu

untuk

dianggap telah mengajarkan hal yang

disampaikan; (2) pendidikan kesehatan

tidak baik ke siswa. Guru juga

reproduksi

khawatir

penting

bagi

dan

baik

tunagrahita

wajib

apabila

siswa

tidak

diberikan, (3) persepsi guru tentang

memahami secara utuh materi yang

tabu atau tidak tabu mengenai materi

diberikan.

kesehatan reproduksi, dan (4) informan
menilai

belum

kompeten

untuk

Semakin
subjektif

positif

banyak

norma

yang

diyakini

individu maka akan berbanding lurus
Sedangkan
dengan sikap positif yang dimilikinya.
aspek eksternal yang diyakini olehcommit to user
menyampaikan

materi.

informan dalam pemberian pendidikan

Begitu juga sebaliknya dengan norma

perpustakaan.uns.ac.id
subjektif

negatif.

memberikan
pemberian

digilib.uns.ac.id
Hal

ini

kecenderungn
pendidikan

akan

fungsinya

untuk

melainkan

kesehatan

bukan

sebagai

UKS

untuk

kelasdikarenakan

ruang

keterbatasan

ruangan.

reproduksi.

b. Media, Kurikulum dan Bahan Ajar
Terdapat
d. Pengalaman

dua

media

yang

disediakan yaitu celemek kesehatan

Usia termuda adalah 38 tahun

reproduksi

dan

boneka

kesehatan

dan usia tertua adalah 51 tahun

reproduksi keluarga. Dari tujuh SLB

sedangkan rata-rata usia informan

hanya SLB 7yang telah memiliki

adalah 46 tahun. Pendidikan terkahir

celemek

informan adalah S1 PLB 6 guru (86%)

sedangkan

dan S1 PKN 1 guru (14%). Lama

reproduksi keluarga di DIY baru ada di

bekerja sebagai guru SLB tertua 25

3 SLB yang memiliki. Informan lebih

tahun, sedangkan termuda 8 tahun.

menggunakan

Sumber informasi informan mengenai

gambar dalam buku pelajaran lalu

pendidikan

dikaitkan dengan kesehatan reproduksi.

kesehatan

reproduksi

diperoleh dari pelatihan kesehatan

kesehatan

reproduksi,

boneka

tubuh

kesehatan

sendiri

Pendidikan

atau

kesehatan

reproduksi (Binaan Teknis Kesehatan

reproduksi bagi remaja tunagrahita

Reproduksi), pengalaman sehari-hari

belum terintegrasi ke dalam kurikulum

dalam menemui kasus atau masalah,

pendidikan di bangku sekolah. Dalam

dan pengamalan pribadi guru ketika

pelaksanaannya

masa remaja.

secara tidak terstruktur pada mata

2. Faktor PemungkinPeran Guru

ketujuh

memberikan

pelajaran tertentu sekiranya relevan

a. Ruang Konseling dan UKS
Dari

guru

sekolah1

dengan tema. Bahan ajar semacam
modul untuk pedoman memberikan

SLByang bisa menunjukkan ruang

pendidikan

kesehatan

konseling. SLB lainnya menyebutkan

belum

bahwa ruang konseling menjadi satu

menggunakan

dengan ruang UKS atau dilakukan di

dan bahan dari pelatihan.

ruang guru. Berdasar hasil observasi ke

3. Faktor Pendorong Peran Guru

dimiliki

reproduksi

guru.

pengalaman

Mereka
individu

Faktor-faktor
yang
menjadi
ruang UKS didapatkan semua SLB
pendorong guru dalam pemberian
sudah memiliki ruang UKS, namun dicommit to user
SLB 2, SLB 3, SLB 4 dan SLB 5

pendidikan KRR bagi siswi remaja

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

tunagrahita ringan meliputi (a) adanya

kesehatan

Surat

maupun psikolog untuk mendeteksi

Keputusan

Bersama

(SKB)

di

SLB

seperti

dokter

Empat Menteri tentang Pembinaan dan

permasalahan

Pengembangan UKS; (b) pembinaan

mekanisme

dan pelatihan guru tentang kesehatan

Puskesmas masih sebatas pemeriksaan

reproduksi dan UKS untuk memenuhi

kesehatan

SDM

mencukupi

penanganan KRR belum; serta (c)

kebutuhan; (c) belum adanya kebijakan

perhatian dari dinas kesehatan dan

internalisasi kesehatan reproduksi ke

puskesmas

dalam

pendidikan KRR.

yang

baik

dan

kurikulum;

Puskesmas

(d)

dalam

kontribusi

kesehatan;
koordinasi

gigi

dan

masih

(b)
dengan

BIAS,

untuk

rendah

dalam

pendidikan

kesehatan reproduksi belum merata;

PEMBAHASAN

dan (e) dukungan dari kepala sekolah

1. Faktor PredisposisiPeran Guru
a. Pengetahuan

dan rekan sesama guru.

Pemahaman

4. Kendala Guru dalam Pendidikan

guru

mengenai

perubahan-perubahan yang terjadi pada

Kesehatan Reproduksi
Kendaladari guru sendiri adalah

remaja putri tunagrahita dikalangan

(a) keterbatasan jumlah SDM yang

guru

telah mendapat pelatihan dan mampu

menjelaskan

memberikan materi KRR; (b) kesulitan

psikologis yang dialami oleh remaja

guru dalam menyampaikan materi

tunagrahita. Informan menyampaikan

dengan bahasa yang sesuia dengan

bahwa perubahan fisik yang mendasar

anak

dialami remaja putri adalah adanya

tunagrahita;

(c)

pemilihan

sudah

bagus.

Guru

perubahan

dan

menstruasi

dalam satu rombongan kelas terdiri

sekunder seperti pertumbuhan rambut

dari latar belakang usia dan level

di area ketiak maupun kemaluan,

ketunaan

(d)

muncul jerawat, dan pertumbuhan

pengetahuan dan kolaborasi dengan

payudara. Menurut guru perubahan

orang tua masih rendah mengenai

fisik terutama pengalaman menstruasi

KRR; dan (e) pandangan masyarakat

pada tunagrahita baik level berat

(sosial budaya) yang menilai tabu

dikatakan sama seperti nondifabel.

berbeda;

mengenai pendidikan KRR.
Kendala

dari

eksternal

diikuti

fisik

pendekatan atau strategi dikarenakan

yang

lalu

mampu

perubahan

Namun
informan
menyampaikan
bahwa ada perbedaan pertumbuhan
gurucommit to user

yaitu: (a) belum tersedianya tenaga

pada tunagrahita level berat. Secara

perpustakaan.uns.ac.id
detail

guru

digilib.uns.ac.id

tidak

menjelaskan

dilakukan

oleh

Tunagrahita

perbedaannya.

tunagrahita.

di

samping

Pernyataan guru di atas diperkuat

pengetahuannya kurang, mereka juga

oleh adanya hasil-hasil penelitian yakni

kurang mampu membedakan antara

sebagian besar wanita muda dengan

yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

kesulitan belajar berat berada di jalur

Hal

perkembangan yang normal, hal ini

kemampuan kognitif yang terbatas

menurut Mel McMahon et al. (2008

untuk menganalisis informasi.

tersebut

disebabkan

karena

dalam Yaacob et al., 2012). Sedangkan

Hasil penelitian Swanson (2015)

untuk pengalaman fisik, emosional,

menyebutkan bahwa individu dengan

psikologis, dan perubahan perilaku

kecacatan

selama fase pramenstruasi, wanita

tunagrahita terkendala pada kapasitas

dengan cacat intelektual sama seperti

working memory otak.

wanita

tanpa

cacat

Pemahaman

intelektual

tujuan

(Lumbantobing, 2001).
Berdasarkan informasi di atas

intelektual

seperti

guru

pendidikan

pada

mengenai
kesehatan

reproduksi bervariasi dari: memberikan

berarti secara fisik dan psykologis pada

pengetahuan

remaja tunagrahita adalah sama seperti

kesadaran

remaja yang tidak mengalami difabel.

reproduksi, melatih kebiasaaan sehat,

Namun pada level berat secara fisik

agar

berbeda dengan nondifabel karena ada

reproduksi, melatih kemandirian, dan

keterlambatan

3-4

memiliki

menarche-nya

sehingga

tahun

untuk

dan

membangun

pentingnya

bisa

menjaga

pergaulan

kesehatan

kesehatan

sehat.

Pada

perubahan

prinsipnya tujuan informan tersebut

pubertas sekunder pun akan ikut

adalah untuk membekali remaja secara

terlambat.

komprehensif

Berkaitan perubahan psikologis

tentang

pengetahuan,

keterampilan, dipadukan dengan nilai-

adalah

nilai terkait dengan seksualitas dan

adanya ketertarikan dengan lawan

kesehatan reproduksi. Selain itu siswa

jenis. Secara umum remaja tunagrahita

agar dapat mengambil keputusan yang

mengalami

tepat dan bertanggung jawab terkait

yang

dialami

tunagrahita

perubahan-perubahan

tersebut sama halnya dengan remaja

dengan

kehidupan

seksual

dan

sosialnya.Pernyataan di atas sesuai
pengendalian
dengan tujuan dari ICPD (1994) yakni
terhadap pelampiasan rasa ketertarikancommit to user
nondifabel.

itu

dianggap

Namun

guru

paling

sulit

memungkinkan remaja untuk

dapat

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

berperilaku seksualitas dengan cara

perilaku

yang positif dan bertanggung jawab.

kesehatan reproduksi.

Materi yang belum disampaikan

dan

Narkoba.

pendidikan

b. Norma Subjektif

adalah gender, hak asasi manusia,
HIV/AIDS,

pemberian

Norma
terhadap

subjektif
pendidikan

informan
kesehatan

faktor

reproduksi dipisahkan antara norma

dalam

subjektif internal dan norma subjektif

menangkap materi, strategi pemberian

eksternal. Norma subjektif internal

yang selanjutnya dibenahi, alternatif

meliputi keyakinan materi tersebut

kolaborasi dengan orang tua bisa

penting dan baik, kewajiban guru

menjadi pertimbangan. Atau apabila

untuk menyampaikan, penilaian tabu

permasalahan guru adalah kendala

atau

penguasaan materi maka guru bisa

Permasalahan

guru

ketidakmampuan

adalah
siswa

tidak

tabu,

dan

keyakinan

penguasaan

materi

untuk

meningkatkan kapasitas materinya atau

menyampaikan.

Sedangkan

norma

bekerja sama dengan pihak Puskesmas

subjektif ekternal adalah faktor di luar

atau swasta sesuai dengan kepakaran

guru

materi.

tunagrahita tidak mempunyai libido

akan

adanya

anggapan

Pandangan tabu adalah perspektif

padahal ada, serta persepsi tabu dari

guru yang merasa kikuk atau kurang

masyarakat baik sesama guru, orang

lazim untuk menyampaikan materi

tua dan siswa. Adapun yang sering

kesehatan reproduksi. Tidak semua

menjadi anggapan adalah faktor tabu.

informan

beranggapan

materi

ini

Tabu

atau

tidaknya

materi

adalah hal tabu.Anggapan tabu tersebut

kesehatan reproduksi juga dipengaruhi

lebih cenderung pada tema pengenalan

oleh pengetahuan, pengalaman dan

organ

lingkungan

reproduksi

reproduksi

manusia.

dan

dalam

hal

ini

latar

takut

belakang budaya sehingga membentuk

menyampaikan karena di lingkungan

norma subjektif seseorang. Dalam

guru

umum

TRA menurut Martin Fishbein dan

menilai materi tersebut adalah hal

Icek Ajzen (1980 (dalam Priyoto2014)

“saru” sehingga kurang pantas untuk

menyebutkan bahwa norma subjektif

disampaikan. Hal ini didukung oleh

akan mendorong seseorang untuk dapat

maupun

Guru

proses

masyarakat

menerima perilaku tertentu. Oleh
penelitian Kusumaningrum, Tanjung
karena itu, ketika norma subjektif
A.I. (2012) yakni faktor tabu menjadicommit to user
masalah sosial yang mempengaruhi

informan itu cenderung mendorong ke

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pemberian

pendidikan

reproduksi

maka

kemungkinan

kesehatan

Semakin banyak norma subjektif

menutup

positif yang diyakini informan maka

akan

akan berbanding lurus dengan sikap

tidak
informan

mengikutinya.

positif yang dimilikinya. Begitu juga
sebaliknya dengan norma subjektif
negatif. Akhirnya akan melahirkan

c. Sikap

kecenderungan untuk bertindak dalam

Sikap guru terhadap pendidikan

mendukung

pemberian

pendidikan

kesehatan reproduksi tidak terlepas

kesehatan reproduksi.Menurut Azwar

dari konsep norma subjektif yang

(2005) apabila individu memiliki sikap

dibangun

pada

yang positif terhadap suatu obyek, ia

penelitian

ini

individu.
sikap

Dalam
di

akan siap membantu, memperhatikan,

kategorikan menjadi sikap postif dan

berbuat sesuatu yang menguntungkan

negatif.

meliputi

obyek itu. Sebaliknya, bila ia memiliki

kebutuhan

sikap yang negatif terhadap suatu

mendapatkan

obyek, maka dia akan mengecam,

Sikap

kesadaran

positif

guru

tunagrahita

informan

akan

untuk

pendidikan kesehatan reproduksi. Guru

mencela,

merasa

membinasakan obyek itu.

siswa

tunagrahita

perlu

diberikan pendidikan tersebut lebih

menyerang,

bahkan

d. Pengalaman

dini sebagai upaya preventif. Selain itu

Pengalaman informan meliputi

tersirat sikap guru tidak setuju akan

usia, pendidikan terakhir, lama bekerja,

adanya anggapan keliru orang tua yang

dan

menganggap jika tunagrahita tidak

reproduksi yang didapat dalam hal ini

memiliki libido. Sikap positif lainnya

juga

adalah adanya kepedulian guru untuk

kesehatan reproduksi. Dari segi usia

membantu

tunagrahita.Sikap

rata-rata berusia 46 tahun, pendidikan

meliputi

terakhir

negatif

siswa

informan

merasa

sumber

informasi

termasuk

semua

kesehatan

Bimbingan

informan

Teknis

telah

khawatir apabila nantinya dianggap

menempuh jenjang S1, sedangkan

telah mengajarkan hal yang tidak baik

lama bekerja bervariasi dari 8 tahun

ke siswa. Kekhawatiran yang lain

hingga 25 tahun. Semua informan juga

adalah apabila nanti siswa tidak tuntas

telah

dalam

memahami

mengikuti

pembinan

teknis

maka

justru
kesehatan reproduksi dari DIKPORA
melakukan hal yang tidak seharusnya. commit to user
DIY. Pengalaman yang dimiliki
informan tersebut bisa dikatakan sudah

perpustakaan.uns.ac.id
baik,

namun

digilib.uns.ac.id

pengalaman

ketika

dan

peningkatan

kualitas

SDM,

mereka mengalami fase remaja tidak

fasilitas dan peralatan penunjang serta

peneliti kaji.

kurikulum

Penelitian Timmerman (2009)

yang

diharapkan.

Disamping

itu

mengatakan bahwa keyakinan pribadi

kesehatan

juga

dan

guru

kontribusi dalam pembinaan program

pendidikan kesehatan reproduksi juga

UKS di SLB. Hal tersebut didukung

mempengaruhi

oleh hasil penelitian yakni orang tua,

pengalaman

pribadi

praktik

mengajar

penyedia
bisa

layanan

memberikan

pendidikan seks mereka. Pengalaman

sekolahdan

yang terkait hal ini seperti bagaimana

kesehatanmempunyai

dulu guru mendapatkan pendidikan

pentingdalam

kesehatan reproduksi,

apakah dari

kesehatan reproduksi serta jasa untuk

sekolah, guru, pendidikan di keluarga

mempromosikan sehat seksual dan

atau melalui pelatihan.

kehidupan reproduksi (Mustapaaet al.,

2. Faktor PemungkinPeran Guru

penyedia

layanan
peranan

pemberian

informasi

2015).

Semua sekolah memiliki ruang

3. Faktor Pendorong Peran Guru

UKS, namun program UKS belum

Faktor pendorong peran guru

berjalan, fasilitas ruangan UKS belum

dam pendidikan kesehatan reproduksi

memadai,

ruangan

dari DIKPORA DIY sudah bagus

berfungsi ganda untuk ruang kelas dan

namun dari Dinas Kesehatan maupun

belum

Puskesmas masih kurang. Selain itu

ketersediaan

tersedianya

SDM

yang

memadai. Ruang konseling secara

dorongan sekolah

khusus baru tersedia di satu sekolah

seperti upaya penggalangan kemitraan

saja.

dengan berbagai sektor terkait belum

Materi

kesehatan

reproduksi

memang belum dintegrasikan ke dalam

terjalin.
Oleh sebab itu, Kementerian

mata pelajaran tertentu baik secara
dokumen

pembelajatan

maupun

Kesehatan RI (2011) menyebutkan
bahwa pendidikan kesehatan yang

aplikasi di kelas.
Pelaksanaan

masih kurang,

pendidikan

merupakan

bagian

dari

pelayanan

pada remaja

kesehatan akan berjalan baik apabila

tunagrahita tidak hanya bergantung

melibatkan pihak sekolah, keluarga

kesehatan

reproduksi

dan masyarakat. Pihak-pihak tersebut
juga
harus diberi bimbingan secara khusus
bagaimana kontribusi sekolah dancommit to user
pada

guru

saja,melainkan

pemerintah setempat untuk penyediaan

agar

mampu

melakukan

tindakan

perpustakaan.uns.ac.id
sederhana

dan

digilib.uns.ac.id

bermanfaat

sesuai

kekurangan akses informasi kesehatan
seksual. Kurangnya akses terhadap

kondisi dan kebutuhan tunagrahita.

informasi dan miskin pengetahuan

4. Kendala Guru dalam Pendidikan

kesehatan

Kesehatan Reproduksi

seksual

pengetahuan

Kendala guru dalam pendidikan

kesehatan di kalangan remaja ini dapat

kesehatan reproduksi dapat diuraikan

dikaitkan dengan rendahnya kapasitas

dari a) kualitas dan ketersedian guru

guru dan orang tua untuk mengajar

yang

materi

pendidikan seksualitas, tidak adanya

kesehatan reproduksi dan menjalankan

kurikulum yang relevan, bahan ajar

program

dan sumber daya lain yang dapat

mampu

memberikan

UKS

masih

kurang;

b)

terbatasnya ketersediaan media yang

meningkatkan

representatif untuk proses pendidikan

pembelajaran yang efektif pendidikan

kesehatan

seksualitas (Oladunni, 2012).

reproduksi;

c)

belum

pengajaran

dan

berjalannya program UKS di SLB bagi
siswa tunagrahita;
sarana

prasarana

d)

ketersediaan
UKS

yang

mendukung program masih kurang; e)
belum ada pedoman khusus untuk
pemberian

pendidikan

kesehatan

reproduksi bagi remaja tunagrahita di
SLB;

f)

rendahnya

perhatian

pemerintah daerah kabupaten terhadap
pelayanan kesehatan reproduksi siswa

DAFTAR PUSTAKA
Azwar. 2005. Penyusunan Skala Psikologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Greenwood, N.W. & Wilkinson, J. 2013.
Review Article Sexual and
Reproductive Health Care for
Women
with
Intellectual
Disabilities: A Primary Care
Perspective.Hindawi
Publishing
Corporation International Journal
of Family Medicine, Volume 2013,
Article ID 642472.

tunagrahita di SLB; g) kerja sama
lintas

sektoral

kesehatan

dalam

menangani

reproduksi

remaja

tunagrahita di SLB masih belum
terjalin

dengan

pelaksanaan

baik

UKS;

h)

termasuk
tingkat

pengetahuan orang tua yang kurang
mengenai

pendidikan

kesehatan

Guttmacher Institute. Dalam Kesimpulan,
Aborsi di Indonesia. New York:
Guttmacher Institiute, Sery 2008,
No. 2.
_________________. In Brief, Facts on
Abortion in Asia. New York:
Guttmacher Institute, January
2012.

(International
Planned
and
Parenthood and Federation). 2012.
reproduksi bagi remaja tunagahita.
Young
People’s Rights. (Online) (
Beberapa studi mengungkapkancommit to user
http://www.ippf.org, diakses 20
Januari 2015).
bahwa remaja penyandang cacat
IPPF

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

________________.
2013.
Annual
Performance Report 2013-2014.
(Online)
(http://www.ippf.org/resource/Ann
ual-Performance-Report-2013-14,
diakses 20 Januari 2015).
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Riset
Kesehatan Dasar 2010. Jakarta:
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Kesehatan RI.
______________________.
2010.
Pedoman Pelayanan Kesehatan
Anak di Seklah Luar Biasa (SLB)
bagi Petugas Kesehatan. Jakarta :
Direktorat Bina Kesehatan Anak
Kementerian Kesehatan RI.
Kurniasari, T.W., Propiona, J., & Marzuki,
M.A. 2011. Implementasi Hak
Asasi Manusia di Indonesia: Hak
Pendidikan dan Kesehatan bagi
Anak Penyandang Disabilitas.
Jakarta:LIPI.
Kusumaningrum, Tanjung A.I. 2012.
Perilaku Ibu Terhadap Pemberian
Pemahaman Kesehatan Reproduksi
Pada
Anak
Tuna
Grahita.
Prosiding
Seminar
Nasional
Dalam Rangka Dies Natalis
UNDIP Ke-55 “World Fit With
Children”. Fakultas Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Diponegoro Semarang, 6 Oktober
2012, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Llewellyn, G. 2013.
Parents With
Intellectual Disability and Their
Children: Advances in Policy and
Practice. Journal of Policy and
Practice
in
Intellectual
Disabilities, Volume 10, Number
2, pp 82–85.

Lumbantobing. 2006. Anak dengan Mental
Terbelakang.
Jakarta:
Balai
Penerbit FKUI.
Oladunni, Taiwo M. 2012. Access to
Sexuality
Information
among
Adolescents with Disability. Ife
PsychologIA, 20(2), September,
2012.
Priyoto. 2014. Teori Sikap dan Perilaku
dalam Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Swanson, H. Lee. 2015. Intelligence,
Working Memory, and Learning
Disabilities.
Cognition,
Intelligence, and Achievement,
2015, Pages 175-196.
Timmerman, Greetje. 2009. Teaching
Skills and Personal Characteristics
of
Sex Education Teachers.
Teaching and Teacher Education
25, Elsevier, (2009), 500–506.
Undang-Undang
Republik
Indonesia
Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pengesahan Convention On The
Right Of Persons With Disabilities
(Konvensi Mengenai Hak-Hak
Penyandang Disabilitas), 2011.
World Health Organization (WHO). 2011.
Unsafe Abortion: Global and
Regional
Estimates
of
the
Incidence of Unsafe Abortion and
Associated Mortality in 2008, sixth
ed. Geneva: WHO.

Yaacob, N., Nasira, N.M., Jalila, S. N.,
Ahmada, R., Raidah, N.A.,
Rahima, Yusofa, A.N.M. &
Ghanib, A.A.A. 2012. Parents or
Caregivers’
Perception
on
Menstrual Care in Individuals with
Down Syndrome. Procedia - Social
and Behavioral Sciences 36 (2012)
commit to user 128 – 136. 2012 Published by
Elsevier

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user