CEMARAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PADA ORGAN DALAM SAPI BALI YANG DIBERI SAMPAH KOTA DENPASAR SEBAGAI PAKAN UTAM.

(1)

Bidang Ungulan:Ketahanan Pangan 216/Produksi Ternak

LAPORAN

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

CEMARAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PADA

ORGAN DALAM SAPI BALI YANG DIBERI SAMPAH KOTA

DENPASAR SEBAGAI PAKAN UTAMA

Tim Peneliti,

Drs. I Wayan Budiarta, M.Si (Ketua) NIDN: 0004055503

Dr. Ir.I Ketut Sukada,MS NIDN: 0021055712

Dibiayai Dari Dana PNBP Universitas Udayana Dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian

No: /UN14.2/PNL.01.03.00/2015, Tanggal 1 Juni 2015

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2015


(2)

(3)

RINGKASAN

Kualitas daging yangaman, sehat,utuh, dan halal (ASUH) merupakan salah satu produksi ternak yang dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Kesehatan daging yang berasal dari ternak yang sehat, termasuk daging yang bebas dari cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) yang masuk melalui makanan yang tercemar B3.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sampah yang berasal dari berbagai sumber diseputaran Kodya Denpasar dan sebagian daerah kota Mangupura (Kabupaten Tk.II Badung), terhadap tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3)pada organ dalam sapi sebabagi akibat dari pemberian sampah kota Denpasar sebagai sumber pakan utama selama pemeliharaan. Manejemen peternakan sapi bali, yang meliputi perkandangan, pemberikan pakan, maupun lingkungan yang memadai merupakan hal penting yang harus diperhatikan, sehingga proses produksi optimal dapat dipertanggung jawabkan. Pemeliharaan ternak sapi bali yang dilaksanakan oleh peternak di area tempat pembuangan akhir (TPA) di Banjar Pesanggaran- Desa Pedungan-Denpasar sangat jauh dari standar manejemen beternak sapi bali yang baik dan benar. Hal menarik adalah dugaan adanya bahan berbahaya dan beracun (B3) di dalam organ dalam sapi bali.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acal Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan yaitu sapi bali yang diberikan pakan sampah kota (T) dan sapi kntrol (K). Data dianalisa dengan Anova dan uji lanjut dengan “T test” Data yang yang diamati meliputi: Data postmortem yang dicari meliputi Jenis B3, cemaran B3, tingkat cemaran, dan cemaran B3 tertinggi diantara organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA yang diberi sampah kota sebagai pakan utama. Hasil penelitian menunjukkan cemaran B3 (Pb: 84%, Cd: 50%, Cu: 86%) pada saluran pencernaan nyata lebih tinggi dari kontrol. Pada Hati, Pb: 4,9%, Cd: 4,5%, Cu: 6% nyata lebih tinggi dari kontrol. Pada ginjal, Pb; 53%, Cd:44%, Cu; 38% nyata lebih tinggi dari kontrol. Pada jantung, Pb: 32,5%, Cd: 30%, Cu: 35,5% nyata lebih tinggi dari kontrol. Pada paru-paru, Pb:57%, Cd:42%, Cu: 36% nyata lebih tinggi dari kontrol. Semua data logam yang ditemukan pada setiap organ sapi (T) berada diatas LMR dari BPOM

Kesimpulan dari penelitian ini, semua organ dalam yang mulai dari saluran pencernaan, hati, ginjal, jantungn dan paru-paru sapi bali yang diberi pakan sampah kota sudah tercemar logam berbahaya dan beracun (B3), dan semua data berada di atas angka LMR (Limit Maksimal Rate) dari BPOM. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak, konsumen, dan pemerintah daerah yang berkompeten/pemegang kebijakan tentang dampak dari pemberian sampah kota Denpasar sebagai pakan di area TPA Suwung-Pesanggaran-Denpasar terhadap organ dalam sapi bali.


(4)

BAB I.

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Analisis keamanan pangan adalah sebagai bagian yag tidak terpisahkan dengan ketahanan pangan pada masyarakat itu sendiri. Berdasarkan Undang-Undang no. 18 Tahun 2012 tentang yang mengatur tentang keamanan pangan, dinyatakan bahwa kondisi dan upaya pencegahan pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Zat kimia yang tergolong berbahaya dan dinyatakan beracun jika ada di dalam bahan dengan dosis seperti, Mercury: 0,2 mg/L, Cupper: 10,0 mg/L, dan Cadmium (Cd): 1,0 mg/L (PP.no.85/1999). Kandungan timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) di dalambahan pangan tidak melebihi 1,0 ppm dan 0,3 ppm (BPOM.,2009).

Sumber pakan sapi bali yang digembalakan di area TPA Pesanggaran, desa Suwung-Denpasar adalah campuran sampah kota Denpasar yang mengandung berbagai macam bahan-bahan yang bersifat toksik. Sampah tersebut akan masuk ke dalam tubuh sapi bali sebagai ransum utama, yang selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh sapi. Dapat diasumsikan sapi bali tersebut memiliki resiko tinggi terpapar bahan toksik. Salah satu bahan toksik yang berpotensi menjadi faktor resiko adalah logam timbal (Frans PK, dkk.,2013). Tercemarannya daging, organ dalam, dan seluruh tubuh sapi bali oleh logam berat dapat menimbulkan bahaya kesehatan pada manusia (konsumen). Pengaruh logam berat terhadap kesehatan manusia tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yan terikat di dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh keracunan logam berat adalah anemia, gangguan pada berbagai organ tubuh, dan penurunan kecerdasan.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat-peternak di area TPA Pesanggaran menggebalakan ternak sapinya di lokasi tersebut dengan jumlah mencapai 1000 ekor dari berbagai umur dan seks. Hasil produksi peternakan sapi bali tersebut dijual ke pasar umum, yang selanjutnya dikonsumsi oleh masyarakat sebagai daging sapi. Disisi lain organ dalam ternak sapi masih dikonsumsi sebagai daging olahan. Sapi dengan berat 400 kg, memakan Pb 9 mg/kg/hari akan menyebabkan keracunan. Limbah logam berat yang menyatu dengan sampah sebagai pakan sapi


(5)

masuk ke saluran pencernaan, darah, organ dalam, dan jaringan tubuh sapi. Melihat fakta di area TPA, produksi organ sebagai daging konsumsi, dan adanya dugaan cemaran B3 pada organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA, maka sangat perlu diketahui kajian tingkat cemaran pada organ dalamnya.

1.2.Tujuan khusus penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Mengetahui jenis-jenis bahan berbahaya dan beracun (B3) yang ada didalam organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA.

b. Mengetahui tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) di dalam organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA.

c. Mengetahui dan menentukan tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tertinggi diantara organ dalam sapi bali yang dipelihara di TPA. d. Menghasilkan informasi ilmiah untuk peternak, konsumen, dan pemerintah

daerah yang berkompeten/pemegang kebijakan tentang pengaruh pakan sampah/limbah kota Denpasar di area TPA terhadap tingkat cemaran bahan berbhaya dan beracun (B3) pada organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA Pesangaran-Suwung-Denpasar.

1.3.Urgensi (keutamaan) Penelitian

Sapi bali yang digembalakan di area TPA Pesanggaran, desa Suwung-Denpasar memakan campuran sampah kota Suwung-Denpasar yang mengandung berbagai macam bahan-bahan yang kemungkinan bersifat toksik. Sampah tersebut akan masuk ke dalam tubuh sapi bali sebagai ransum utama, yang selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh sapi. Dapat diasumsikan sapi bali tersebut memiliki resiko tinggi terpapar bahan toksik. Salah satu bahan toksik yang berpotensi menjadi faktor resiko adalah logam timbal (Frans PK, dkk.,2013). Tercemarannya daging, organ dalam, dan seluruh tubuh sapi bali oleh logam berat dapat menimbulkan bahaya kesehatan pada manusia (konsumen). Pengaruh logam berat terhadap kesehatan manusia tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yan terikat di dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh keracunan logam berat adalah anemia, gangguan pada berbagai organ tubuh, dan penurunan kecerdasan.


(6)

Disisi lain konsumen sangat memperhatikan kualitas daging yang baik dalam arti luas, seperti kualitas fisik, kimia, keamanan pangan yang baik. Konsumen tidak mengetahui secara pasti tentang faktor-foktor yang berkontribusi langsung maupun tidak langsung terhadap parameter tersebut. Manajemen peternakan sapi sangat menentukan produksi yang dicapai, seperti (a) pakan, (b) faktor lingkungan misalnya, kepadatan kandang, penanganan yang kasar, temperatur lingkungan yang ekstrem), dan (c) faktor fisik (Soeparno, 2011). Secara umum kegiatan tersebut termasuk penanganan ternak sebelum pemotongan (preslaugter treatment). Dari aspek produksi, kualitas daging dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik beserta interaksi antara kedua faktor tersebut. Faktor intrinsik yang berpengaruh terhadap kualitas daging adalah bangsa (genetik), jenis kelamin, dan umur, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi ransum dan penanganan ternak sebelum dipotong serta penanganan daging pascamati (Lawrie, 2003; Forrest, 2011). Jadi faktor penanganan sebelum pemotongan ternak sangat perlu diperhatikan untuk menjaga atau meningkatkan kualitas hasil.

Kandungan logam jenis Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) didalam jaringan tubuh sapi bali akan meningkat setelah Timbal dan Cadmium yang ada pada sampah masuk ke dalam tubuh sapi sebagai pakan,dan berlangsung dalam jangka waktu lama. Toksisitas logampada hewan komersial biasanya berpengaruh pada produksi, juga menimbulkan residu pada jaringan tubuh, dan organ dalam sapi. Jika sapi makan makanan yang tercemar bahan berbahaya seperti logam Timbal, Cadmium, dan logam lainnya, dalam jangka waktu yang lama maka akumulasi akan terjadi pada jaringan tubuh, seperti organ dalam sapi. Jika organ sapi tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka manusia akan mengkonsumsi logam tersebut dan secara langsung akan mempengaruhi kesehatan sebagai efek negatif dari logam tersebut (McDowell, 1992).


(7)

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Sampah Kota dan TPA

Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola makan, dan perubahan gaya hidup terutama prilak masyarakat di kota besar seperti kota Denpasar telah meningkatkan secara langsung volume tumpukan sampah kota dan di tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung-Pesanggraran-Denpasar. Peningkatan volume sampah diikuti dengan peningkatan jenis, keberagaman, dan karakteristik sampah. Peningkatan jumlah sampah tersebut tidak diikuti dengan perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana untuk pengelolalaan sampah. Hal tersebut menyebabkan permasalahan sampah menjadi kompleks, tertundanya pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, dan selanjutnya terjadi pembuangan sampah liar (Selintung M. dkk.,2013).

2.2.Limbah

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 19 tahun 1994 tentang pengolahan limbah berbahaya dan beracun (B3), dinyatakan Limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi; Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemari lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan manusia; dan seterusnya, seperti yang tercantum pada Bab.I ayat 1. Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi (Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang : Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun):

1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik; 2. Limbah B3 dari sumber spesifik;

3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.


(8)

Penyediaan pangan yang bermutu, aman, dan layak dikonsumsi telah diatur dengan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Khusus untuk pangan asal hewan (daging, susu, dan telur) diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kemudian dijadikan kebijakan pemerintah terhadap daging yang harus memenuhi konsep penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Pemkot Semarang pun telah menerbitkan Perda Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Kesehatan masyarakat veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.

Beberapa penyakit hewan yang bersifat zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan kepada manusia) dapat ditularkan melalui daging (meat-borne disease). Selain itu, daging juga dapat mengandung residu obat hewan dan hormon, cemaran logam berat, pestisida atau zat-zat berbahaya lain, sehingga daging juga dapat dikategorikan sebagai pangan yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia (potentially hazardous food/PHF). Agar daging tetap bermutu baik, aman, dan layak untuk dikonsumsi, maka perlu penanganan daging yang aman dan baik mulai dari peternakan sampai dikonsumsi. Konsep tersebut dikenal sebagai safe from farm to table concepts.

Proses keamanan pangan daging ini harus dilakukan sedini mungkin, mulai peternakan (farm) hingga daging dikonsumsi (di meja makan). Jadi, salah satu permasalahan cukup penting dalam proses panjang ini adalah pola pemeliharaan ternak apakah membawa penyakit yang bersifat zoonosis atau mengandung cemaran logam berat yang dapat berakibat penyakit bagi yang mengonsumsinya. Sapi merupakan ternak herbivora sehingga secara wajar sapi diberi makan hijauan pakan ternak berupa rumput dengan makanan tambahan kosentrat sesuai potensi yang ada di wilayah. Sapi yang dipelihara di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah merupakan pemanfaat sampah organik yang terdapat di lokasi tersebut. Namun perlu kita ketahui bahwa sampah di TPA merupakan kumpulan dari berbagai jenis sampah, dan sapi tidak dapat memilah mana yang harus dikonsumsi dan mana yang mengandung logam berat.


(9)

2.3.Sapi Bali

Eksistensi dan potensi ternak sapi sebagai produsen daging sampai saat kini masih diperhitungkan. Peningkatan kearah produksi/kualitas karkas dan daging terus dilakukan, baik dari segi teknis pemeliharaan ataupun peningkatan kualitas pakannya (Anon, 2012). Kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak relatif terhadap suatu kondisi pemasaran. Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan, dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak yang menghasilkan karkas, umur atau kedewasaan ternak, dan jumlah lemak intramuskular atau marbling di dalam otot. Faktor nilai karkas dapat diukur secara obyektif atau absolut, misalnya berat karkas dan daging, dan secara subjektif, misalnya dengan pengujian organoleptik atau metode panel (Soeparno, 2009). Berat hidup dan berat masing-masing komposisi tubuh akan berubah selama penanganan sebelum pemotongan hingga pemotongan berlangsung, tetapi yang terpenting adalah berat karkasnya. Parameter non karkas (offals), terutama hati perlu diperhatikan sebagai efek dari penanganan ternak sebelum pemotongan (Saka, 1983).

Evaluasi yang mencerminkan kualitas daging bertujuan untuk mengidentifikasi, menerangkan, dan segmentasi karkas sesuai dengan keinginan pasar. Disamping itu, evaluasi karkas bertujuan untuk pemberian peringkat karkas dan mengembangkan teknik-teknik yang diperlukan untuk menaksir secara objektif hasil daging relatif dari karkas. Dua faktor utama yang menentukan kualitas karkas adalah proporsi karkas yang dapat dimakan, serta indikator kualitas dan palatabilitas bagian-bagian yang dapat dimakan. Jadi, nilai akhir individu karkas adalah hasil dari perbedaan-perbedaan observasi dua nilai yang menentukan karakteristik yaitu : (a) karakteristik kualitas daging (lean) sebagai suatu ukuran palatabilitas yang diharapkan, dan (b) kombinasi hasil potongan-potongan eceran karkas. Panjang karkas rata-rata, ketebalan lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk (UDMR) otot Longssimus dorsi (LD) pada urutan antara rusuk ke 10 dan 11, adalah beberapa pengukuran yang biasa dilakukan untuk menjelaskan dan menentukan karakteristik


(10)

karkas. Nilai perkiraan terutama dipengaruhi oleh jumlah lemak yang dapat dipisahkan dari karkas dan perototan ( Soeparno, 2005 ).

Jumlah lemak pada sapi atau tingkat perlemakan pada karkas sapi sering disebut “ finish “. Faktor tunggal terbesar yang menentukan nilai potongan karkas adalah rasio daging terhadap lemak yang dapat dipisahkan (diiris). Satu cara yang banyak digunakan untuk mengukur tingkat perlemakan karkas adalah rata-rata dari tiga pengukuran ketebalan lemak subkutan (punggung) yang diukur pada rusuk ke 1 (satu), rusuk terakhir, dan vertebrae lumbar terakhir. Variasi tingkat perlemakan merupakan faktor yang paling penting yang mempengaruhi hasil daging. Ketebalan lemak punggung yang umumnya sekitar 1,0 inci (2,54 cm) dianggap optimum untuk karkas dengan berat kira-kira 140 pound (kira-kira 65,3 kg). Lemak sebaiknya padat dan tidak berminyak, terutama pada ujung loin atau pada paha .

Perkembangan perototan sapi, terutama pada paha, loin mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesukaan konsumen. Ukuran luas daging mata rusuk (UDMR) merupakan petunjuk yang berguna dalam menentukan jumlah daging atau perototan. Di samping ukuran mata loin/UDMR, beberapa aspek bentuk karkas perlu dipertimbangkan. Setelah perlemakan, ketebalan, kepenuhan, dan kemontokan karkas yang berhubungan dengan perkembangan perototan perlu dipertimbangkan. Ketebalan dan kemontokan ham, kepenuhan loin, ketebalan bahu adalah beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam mengevaluasi perototan. Ham/paha yang baik adalah ham yang luas, dalam , panjangnya moderat, dan berkembang penuh. Ham yang berkualitas tinggi seharusnya : (a) mempunyai potongan permukaan dinding yang padat keras, (b) bertekstur halus, (c) warnanya merah jambu keabu-abuan yang uniform, (d) daging (lean) nya mempunyai marbling yang uniform dan ekstensif dengan lemak putih padat, (e) lemak eksterior yang menyelimutinya adalah padat, putih, dan kering, (f) kulitnya halus dengan bagian dagingnya juga halus, dan (g) shanknya relatif halus dan bersih. Sebaliknya, ham yang relatif kurang baik berwarna abu-abu sampai merah gelap, otot yang berdekatan dengan tulang berwarna lebih gelap daripada lainnya, dan bertekstur kasar dengan sedikit atau tanpa marbling. Ham yang jelek berwarna pucat, sangat lunak, dan berair / basah (Judge,1989).


(11)

Daging merupakan bahan pangan yag mengandung nilai gizi tinggi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein, mineral, dan vitamin. Nilai suatu daging ditentukan oleh kandungan protein yang terdapat di dalamnya, sebab protein merupakan komponen bahan yang terdapat dalam daging. Di samping itu, nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino yang lengkap dan seimbang. Berdasarkan kondisi fisik, daging dapat diklasifikasikan menjadi 7, yaitu daging segar, daging segar layu, daging dingin, daging beku, daging masak, produk daging olahan, dan daging organ (Forrest et al. 1975; Soeparno, 2009). Jaworska et al. (2009) melaporkan korelasi antara kualitas penerimaan konsumen dengan teknik pemotongan dan nilai fisik karkas perlu dipertimbangkan. Kualitas visual daging (warna dan marbling ) yang tepat berasal dari karkas dengan meatiness (perdagingan) di atas 56,7 %.

Kriteria kualitas daging meliputi komposisi fisik, komposisi kimia, dan nilai organoleptik (aroma, keempukan, dan cita rasa) (Lawrie, 1979). Sementara itu, menurut Larmond (1982), penilaian kualitas daging secara objektif meliputi pH, dan komposisi kimia daging serta penilaian secara subjektif (uji sensoris ) oleh anggota panelis yang terlatih dengan mempergunakan panca indra, yaitu penglihatan, penciuman, perabaan, dan pencicipan daging yang sudah matang terhadap parameter yang telah ditentukan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Soeparno (2009) bahwa faktor yang menentukan kelezatan dan keterterimaan daging yang dikonsumsi adalah warna, daya ikat air oleh protein, kadar jus atau cairan daging, tekstur, keempukan, bau serta citarasa, dan pH daging. Penilaian kualitas daging dapat diukur secara objektif maupun subjektif. Penilaian kualitas daging secara obyektif meliputi pH daging, keempukan, daya ikat air, kadar air, dan susut masak, sedangkan penilaian kualitas daging secara subjektif meliputi warna daging, tekstur, aroma, dan citarasa.

Terdapat kaitan antara kontraksi otot dengan produksi daging, termasuk kualitas dagingnya. Bila ternak ada pada kondisi cekaman (stress), banyak bergerak, maka kontraksi otot meningkat. Untuk itu, diperlukan banyak energi, sehingga bila ternak disembelih ototnya akan sedikit pucat, sehingga warna daging yang dihasilkannya juga akan kurang baik, mudah rusak, dan daya simpannya berkurang. Dianjurkan agar hewan ditenangkan dahulu, cara penyembelihannya sesuai dengan


(12)

peraturan yang telah ditentukan oleh agama dan peraturan pemerintah, agar ternak mati dalam kondisi otot yang tenang. Bila ternak mati dalam kondisi otot berkontraksi, oksigen pada myoglobin menurun dan metabolisme oksidatif sangat berkurang. Tanpa metabolisme oksidatif, maka pH otot meningkat, warna daging (otot) lebih merah tua dan dengan pH yang tinggi sehingga otot/daging mudah membusuk. Hal ini harus menjadi perhatian para jagal dan pengelola RPH dalam menangani pemotongan ternak. Pada pomotongan ternak yang dilakukan di luar RPH yang sudah ditentukan oleh peraturan pemerintah, sering terjadi perlakuan-perlakuan yang kasar terhadap ternak sebelum dipotong (Adriani et al., 2010).

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik beserta interaksi antara kedua faktor tersebut. Faktor intrinsik yang berpengaruh terhadap kualitas daging adalah bangsa (genetik), jenis kelamin, dan umur, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi ransum dan penanganan ternak sebelum dipotong dan penanganan daging pascamati (Lawrie, 1995; Forrest, 2011). Menurut Soeparno (2009), peningkatan atau penurunan konsumsi pakan dapat mempengaruhi kualitas daging. Pengaruh pakan terhadap kualitas daging sangat bervariasi, karena adanya faktor lain yang berkontribusi terhadap kualitas daging antara lain umur, spesies/jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, bahan aditif, berat potong, laju pertumbuhan, tipe ternak, serta perlakuan-perlakuan sebelum dan sesudah dipotong.


(13)

BAB III.

METODE PENELITIAN 3.1. Materi dan Metode

Materi penelitian adalah ternak sapi bali dengan berat ± 270 kg umur 3-4 tahun (I2-I3) sebanyak ± 6 ekor, selanjutnya diambil rgan dalamnya (hati, ginjal, jantung, parum dan limpa) yang merupakan sampling dari jumlah sapi yang digembalakan di area TPA. Semua materi penelitian dipelihara oleh peternak di area tempat pembuangan akhir (TPA) desa Pesanggaran-Denpasar. Ternak sapi yang telah ditentukan sebagi sampel, selanjutnya diberi tanda/kode pada telinganya dengan “Ear Tag”.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), pengambilan sampel menggunakan metode purposive random sampling, yaitu mengambil sampel dari jumlah materi pada masing-masing grup yang dipergunakan pada peneletian. Tahapan pengambilan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1). Ternak sapi sebelum dipotong dilakukan pemuasaan selama 18-24 jam. 2). Setelah proses pemotongan, dilakukan pengambilan sampel organ dalam dan karakteristik organ dalam.

3). Pengambilan sampel organ dalam untuk uji laboratorim terhadap kandungan logam berbahaya pada masing-masing organ.

Peubah yang diamati adalah:

a. Menentukan jenis-jenis bahan berbahaya dan beracun (B3) yang ada didalam organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA.

b. Menentukan tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) di dalam organ dalam sapi bali yang digembalakan di area TPA.

c. Menentukan tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tertinggi diantara organ dalam sapi bali yang dipelihara di area TPA. Data yang diperoleh dari masing-masing parameter selanjutnya ditabulasi, kemudian dianalisa secara deskriptif. Untuk melihat tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun ada masing organ dalam sebagai akibat dari pemeliharaan ternak sapi bali dilakukan perbandingan dengan nilai standar kandungan B3 dari BPOM dan


(14)

WHO.dan hasil-hasil penelitian, selanjut uji lanjutan dilakukan dengan Uji T (T-test) untuk dua sampel yang independent (bebas) (Steel dan Torie, 1989).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengamatan dan pengukuran terhadap penampilan ternak sapi bali dilakukan di area TPA selama 4 (empat). Pengukuran dan evaluasi karkas dilakukan di rumah potong hewan (RPH) di Pesanggaran, Denpasar selatan-Denpasar. Pengujian kualitas dan cemaran kandungan B3 pada organ dalam dilakukan di Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Bukit Jimbara Badung-Bali. Penelitian dilakukan selama 8 (delapan).

3.3. Luaran Penelitian

Target luaran kegiatan penelitian di tahun kedua adalah: 1. Laporan penelitian.

2. Publikasi di Jurnal/Majalah nasional atau internasional terakreditasi.

3. Informasi penting untuk peternak, konsumen daging sapi, dan data bagi pemerintah daerah/instansi pemegang kebijaksanaan tentang mamfaat sampah di area TPA untuk pakan sapi bali serta dampaknya bagi kesehatan dan keamanan pangan dari daging yang dihasilkan.

4. Buku Ajar “Pemanfaatan sampah di area TPA sebagai makanan utama sapi bali serta dampaknya terhadap Organ Dalam sapi bali”.


(15)

BAB. IV

HASIL PENELITIAN

Data antemortem/sebelum pemotongan merupakan data yang diambil pada saat ternak sapi sebelum dipotong. Data tersebut ditampilkan pada tabel 1. Materi penelititian menggunakan 6 (enam) ekor sapi sebagai kontrol (K.1 – K.6) dan 6 (enam) ekor sapi yang berasal dari TPA) (T.1 – T.6). Parameter yang diukur seperti : Bobot badan (kg), Tinggi gumba (cm), Lingkar dada (cm), Panjang badan (cm), Lebar dada (cm), dan lebar pinggul (cm). Rataan data yang diperoleh pada setiap parameter selanjutnya dibandingkan seperti materi dan metode yang telah diuraikan di depan.

Tabel 1. Data Antemortem (sebelum pemotongan) Sapi bali sebagai Kontrol (K) dan Sapi yang Berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA): (T).

Keterangan: K: Sapi Kontrol, T: Sapi TPA

Rekapitulasi data cemaran logam berbahaya dan beracun (B3) yang ada pada organ saluran pencernaan, hati, ginjal, jantung, dan paru seperti yang ditampilkan

NO KOD

E

SEX I /Gigi Umur

(Thn)

Bobot Badan

Tinggi Gumba

Lingka r Dada

Panjang Badan

Lebar Dada

Lebar Pinggu

l

Kg Cm Cm Cm Cm Cm

1 K.1 Ϙ I2 2,5 278 119 170 119 40 45

2 K.2 Ϙ I3 3,5 290 120 173 120 41 45

3 K.3 Ϙ I2 2,5 289 118 172 118 40 44

4 K.4 Ϙ I2 2,5 285 117 170 119 39 44

5 K.5 Ϙ I3 2,5 291 122 175 122 41 46

6 K.6 Ϙ I3 3,5 270 110 165 117 42 45

7 T.1 Ϙ I3 3,5 289 119 170 118 40 44

8 T.2 Ϙ I3 3,5 284 118 174 120 41 43

9 T.3 Ϙ I3 3,5 280 122 169 115 39 40

10 T.4 Ϙ I2 2,5 270 119 165 115 38 41

11 T.5 Ϙ I3 3,5 275 120 173 118 41 41


(16)

pada Tabel 2. Selanjutnya data rataan dari masing-masing parameter ang diukur ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 2. Uji Kandungan Logam Berbahaya pada Daging dan Organ Sapi Kontrol (K) dan TPA (T). (Masing-masing sampel diulang sebanyak 3 kali).

NO Kode Sampel

Analisa (mg/Kg) *) Timbal

(Pb)

Rataan Kadmium (Cd)

Rataan Tembaga (Cu)

Rataan

1 ISP.K1 1,075 0,784 0,721 0.762 2,475 2,484

2 ISP.K2 1,043 0,698 2,555

3 ISP.K3 0,234 0,877 2.423

4 ISP.T1 4,461 4,938 1,427 1,549 2,745 3,507

5 ISP.T2 4,987 0,654 3,988

6 ISP.T3 5,365 2,566 3,789

7 HT.K1 0,492 O,608 0,607 0,795 1,291 1,726

8 HT.K2 0,787 1,322 1,889

9 HT.K3 0,545 0,455 1,999

10 HT.T1 1,913 2,043 1,922 1,530 2,901 3,264

11 HT.T2 2,673 1,345 3,233

12 HT.T3 1,544 1,322 3,657

13 GJ.K1 1,021 0,922 0,987 0,949 2,228 2,157

14 GJ.K2 0,890 0,855 1,988

15 GJ.K3 0,855 1,006 2,256

16 GJ.T1 1,922 1,978 1,340 1,704 3,289 3,473

17 GJ.T2 1,990 1,782 3,345

18 GJ.T3 2,023 1,990 3,786

19 JT.K1 0,789 0,896 0,546 0,546 1,890 1,786

20 JT.K2 0,877 0,912 1,456

21 JT.K3 1,023 1,023 2,012

22 JT.T1 1,099 1,329 1,223 0,778 2,786 2,770

23 JT.T2 1,345 0,992 3,009

24 JT.T3 1.544 0,679 2,546

25 PR.K1 0,589 0,648 0,987 0,977 2,346 2,017

26 PR.K2 0,457 1,035 2,134

27 PR.K3 0,987 0,909 1,555

28 PR.T1 1,034 1,500 1,346 1,688 2,998 3,142

29 PR.T2 1,899 1,990 3,456

30 PR.T3 1,567 1,729 2.972

Keterangan: *) Analisa Lab. Analitik Unud. 2015


(17)

Tabel 3. Nilai Rataan Uji Kandungan Logam Berbahaya pada Daging dan Organ Sapi Kontrol dan TPA.

NO Kode

Sampel Analisa (mg/Kg)*) Timbal (Pb) Standar (BPOM) Kadmium (Cd) Standar (BPOM) Tembaga (Cu) Standar (BPOM)

1 ISP.K 0,784a

1,0

0.762a

1,0

0,484a

10,0

ISP.T 4,938b 1,549b 3,507b

2 HT.K 1,941c

1,0

1,461c

1,0

3,060c

10,0

HT.T 2,043d 1,530d 3,264d

3 GJ.K 0,922e

1,0

0,949e

1,0

2,157e

10,0

GJ.T 1,978f 1,704f 3,473f

4 JT.K 0,896g

1,0

0,546g

1,0

1,786g

10,0

JT.T 1,329h 0,778h 2,770h

5 PR.K 0,648i

1,0

0,977i

1,0

2,017i

10,0

PR.T 1,500j 1,688j 3,142j

Keterangan:

Nilai dengan subskrip yang berbeda pada kolom yang sama dan pada parameter yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05).

*). Analisa Laboratorium Analitik Universitas Udayana (2015). ISP:isi sal.pencernaan. HT:hati, GJ:ginjal, JT:jantung, PR:paru, K:sapi kontrol, T:sapi TPA

Sapi bali yang diberi pakan sampah kota sebagai pakan utama diemukan kandungan logam Pb, Cd, dan Cu pada isi saluran pencernaan masing-masing 84%, 50%, dan 86% nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol (P<0,05). Nilai tersebut berada di atas LRM (Limit Residu Maksimum) yang direkomendasikan BPOM. Hal tersebut/ tingginya cemaran logam berbahaya pada isi saluran pencernaan disebabkan pakan yang dimakan sapi sudah tercemar oleh lgam tersebut. Sehingga kandungan lgamtertinngi ditemukan pada isi saluran pencernaan. Pada organ hati ditemukan kandungan logam Pb, Cd, dan Cu masing-masing 4,9%, 4,5%, dan 6% nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol (P<0,05). Kandungan logam yang nyata lebih tinggi dari kontrol, karena hati merupakan organ kedua setelah makanan dicerna dan diserap oleh usus. Proses keamanan pangan daging ini harus dilakukan sedini mungkin, mulai peternakan (farm) hingga daging dikonsumsi (di meja makan). Jadi, salah satu permasalahan cukup penting dalam proses panjang ini adalah pola pemeliharaan ternak apakah membawa penyakit yang bersifat zoonosis atau


(18)

mengandung cemaran logam berat yang dapat berakibat penyakit bagi yang mengonsumsinya. Sapi merupakan ternak herbivora sehingga secara wajar sapi diberi makan hijauan pakan ternak berupa rumput dengan makanan tambahan kosentrat sesuai potensi yang ada di wilayah. Sapi yang dipelihara di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah merupakan pemanfaat sampah organik yang terdapat di lokasi tersebut. Namun perlu kita ketahui bahwa sampah di TPA merupakan kumpulan dari berbagai jenis sampah, dan sapi tidak dapat memilah mana yang harus dikonsumsi dan mana yang mengandung logam berat.

Ginjal merupakan organ internal yang memfiltrasi semua sisa metabolism. Mungkin karena fungsi fisilogis dari ginjal menyebabkan ditemukan kandungan logam seperti Pb, Cd, dan Cu masing-masing 53%, 44%, dan 38% yang nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol (P<0,05). Jumlah lemak pada sapi atau tingkat perlemakan pada karkas sapi sering disebut “ finish“. Faktor tunggal terbesar yang menentukan nilai potongan karkas adalah rasio daging terhadap lemak yang dapat dipisahkan (diiris). Satu cara yang banyak digunakan untuk mengukur tingkat perlemakan karkas adalah rata-rata dari tiga pengukuran ketebalan lemak subkutan (punggung) yang diukur pada rusuk ke 1 (satu), rusuk terakhir, dan vertebrae lumbar terakhir. Variasi tingkat perlemakan merupakan faktor yang paling penting yang mempengaruhi hasil daging. Ketebalan lemak punggung yang umumnya sekitar 1,0 inci (2,54 cm) dianggap optimum untuk karkas dengan berat kira-kira 140 pound (kira-kira 65,3 kg). Lemak sebaiknya padat dan tidak berminyak, terutama pada ujung loin atau pada paha .

Perkembangan perototan sapi, terutama pada paha, loin mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesukaan konsumen. Ukuran luas daging mata rusuk (UDMR) merupakan petunjuk yang berguna dalam menentukan jumlah daging atau perototan. Di samping ukuran mata loin/UDMR, beberapa aspek bentuk karkas perlu dipertimbangkan. Setelah perlemakan, ketebalan, kepenuhan, dan kemontokan karkas yang berhubungan dengan perkembangan perototan perlu dipertimbangkan. Ketebalan dan kemontokan ham, kepenuhan loin, ketebalan bahu adalah beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam mengevaluasi perototan. Ham/paha yang baik adalah ham yang luas, dalam , panjangnya moderat, dan berkembang penuh. Ham


(19)

yang berkualitas tinggi seharusnya : (a) mempunyai potongan permukaan dinding yang padat keras, (b) bertekstur halus, (c) warnanya merah jambu keabu-abuan yang uniform, (d) daging (lean) nya mempunyai marbling yang uniform dan ekstensif dengan lemak putih padat, (e) lemak eksterior yang menyelimutinya adalah padat, putih, dan kering, (f) kulitnya halus dengan bagian dagingnya juga halus, dan (g) shanknya relatif halus dan bersih. Sebaliknya, ham yang relatif kurang baik berwarna abu-abu sampai merah gelap, otot yang berdekatan dengan tulang berwarna lebih gelap daripada lainnya, dan bertekstur kasar dengan sedikit atau tanpa marbling. Ham yang jelek berwarna pucat, sangat lunak, dan berair / basah (Judge,1989).

Pada organ paru-paru juga ditemukan kandungan logam Pb, Cd, dan Cu yangcukup tinggi, yaitu 57%, 42%, dan 36% nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol (P<0,05). Kalau dikaji dari aspek fungsi fisiologi dari paru-paru merupakan penyuplai oksigin keseluruh tubuh, begitu sebaliknya membuang Co2 dari tubuh ke lingkungan. Dimungkinkan Co2 dari dalam tubuh sudah tercemar oleh logam-logam tersebut. Hal lain mungkin udara sekitar ternak sapi digembalakan sudar mengandung lgam berbahaya, selanjutnya masuk ke dalam tubuh melaluirespirasi.


(20)

BAB V.

SIMPULAN DAN SARAN 5.1.Simpulan

Dari uraian hasil dan pembahasan dan mengacu pada tujuan penelitian, maka dapat diambil simpulan:

1. Jenis logam berbahaya dan beracun yang ditemukan pada organ dalam sapi adalah jenis Pb (timbal), Cd (Cadmium), dan Cu (tembaga).

2. Cemaran logam berbahaya dan beracun (B3) yang tertinggi ditemukan pada isi saluran pencernaan, selanjutnya pada pada rgan ginjal

3. Kadar cemaran logam berbahaya dan beracun pada organ sapi bali berada diatas MRL (maksimum residu limit) dari BPOM.

5.2. Saran

Dari hasil pembahasan dan simpulan di atas, dapat disarankan untuk menurunkan kandungan cemaran logam berbahaya dan beracun di dalam organ dalam, sebaiknya sapi diberi pakan yang seimbang dan tidak diberi pakan sampah kota selama 1 bulan sebelum pemtongan.

Ucapan Terima Kasih

Atas terselenggaranya penelitian ini, diucapkan terima kasih kepada Rektor/LPPM Universitas Udayana melalui dana PNBP-Univ. Udayana dengan Nomor Kontrak pelaksanaan penelitian : /UN.142/PNL.01.03.00/2015. Tanggal 1 Juni 2015.


(21)

DAFTAR PUSTAKA

Adriani. L., L.,E, Hermawan, K. A. Kamil dan A. Mushawwir. 2010. Fisiologi Ternak. Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada Hewan. Penerbit Widya Padjadjaran. Bandung

BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).2009. Penetapan Batas Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan.

Anonymous. 2012. Informasi Data Peternakan Provinsi Bali Tahun 2011. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Provinsi Bali 2011. Denpasar

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Penetapan Batas Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan

Badan Standarisasi Nasional, 2004. Standar Nasional Indonesia 06-6989.16-2004 Tentang Cara Uji Kadmium (Cd) dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)-Nyala. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional, 2009. Standar Nasional Indonesia 6989.8:2009 Tentang Cara Uji Timbal (Pb) dengan Metode SpektrofotometriSerapan Atom (AAS)-Nyala. Jakarta.

Bahar, B. 2002. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoran Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Forrest, J. 2011. Meat Quality and Safety. Ag.ansc.purdue. edu/meat_qualty/maf _stress.html- Amerika Serikat.

Jaworska, D., W. Przybylski, K. Kajak-Siemaszko. and E. Czarniecka-Skubina. 2009. Sensory Quality of Culinary Pork Meat in Relation to Slaughter and Tecnological Value. Food Science and Technology Reserch. Vol. 15

(2009), No. 1 pp.65-74.

Kafier, F.P., P. Setyono, A.R. Handono. 2013. Analisis Cemaran Logam Berat (Pb dan Cd) pada Sapi Potong di TPA. Sampah Putri Cempo Surakarta. J. Ekosains. Vol. V/no.2/ Juli2013.

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. (Aminudin Parakasi) Edisi ke-5. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta


(22)

McDowell L.R. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. Academic Press,. New York

McGlone, J.J., J.L. Lumpkin, R.L. Nicholson, M. Gibson and R.L. Norman. 1993. Shipping Stress and Social Status Effects on Pig Oerformance, Plasma Cortisol, Natural Killer Cell Activity, and Leukocyte Numbers. J. Animal Science, Vol. 71.

Mudita, I M., T.I. Putri, T.G.B. Yadnya, dan B. R. T. Putri. 2010. Penurunan Emisi Polutan Sapi Bali Penggemukan Melalui Pemberian Ransum Berbasis Limbah Inkonvensional Terfermentasi Cairan Rumen. Prosiding Seminar Nasional, Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. ISBN: 978-979-25-9571-0

Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999. Tentang : Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya Dan Beracun

Putri, T. I., T.G.B. Yadnya, I M. Mudita, dan Budi Rahayu T.P. 2009. Biofermentasi Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah Inkonvensional dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Universitas Udayana, Denpasar

Selintung, M., Achmad Zubair, dan Ellen Anneka. 2013. Studi Karakteristik Sampah pada Tempat Pembuangan Akhir di Kabupaten Maros. Jur. Teknik Sipil. Unhas. Makasar.

Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Gadjah Mada University Press. Cetakan Pertama. Yogyakarta.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1989. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia. Jakarta.

Tirta A.IN.,AA.Oka, Gd.Suranjaya. 2014. Penampilan Produksi dan Keamanan Pangan pada Daging Sapi bali yang Dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir Desa Pesanggaran, Denpasar-Bali. Senastek.LPPM.Unud. Denpasar

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Tentang Pengelolaan Sampah. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012. Tentang Pangan.

WHO. 2000. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan, alih bahasa: Palup Widyastuti, Editor Edisi Bahasa Indonesia: Monica Ester.Jakarta.


(23)

Lampiran 1. Jastifikasi Anggaran Penelitian 1.Honor

Honor Honor/Jam (Rp)

Waktu (jam/mgg

Minggu Honor (Rp)

Ketua 3.901,- 20 32 2.500.000,-

Anggota 1 2,343,- 20 32 1.500,000,-

Pajak (15%) - - - 600.000,-

SUB TOTAL (Rp) 4.600.000,- 2. Peralatan Penunjang

Material Justifikasi Pemakaian

Kuantitas Harga Satuan (Rp) Harga Peralatan Penunjang (Rp) Konstruksi Kandang Fiksasi-lengkap Untuk pengukuran dimensi tbh

1 unit 1.000.000,- 1.000.000,-

Sewa RPH selama

pemotongan

Untuk pemotongan ternak

1 unit 1.000.000,- 1.000.000,-

Kontribusi Alat ukur

Pengukuran dan penimbangan

6 unit 167.000,- 1.000.000,-

Kontribusi Laboratorium

Fasilitas Uji sampel

1 unit 500.000,- 500.000,-

Lain-lain: ear tag, tato, tali, dll

Penandaan ternak

10 unit 50.000,- 500.000,-

SUB TOTAL (Rp) 4.000.000,- 3. Bahan Habis Pakai

Material Justifikasi Pemakaian

Kuantitas Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

ATK (kertas, bolpoin, dll)

Untk pencatatan data

9 unit 250.000 500.000,-

Flasdish Penyimpanan data

5 buah 150.000,- 750.000,-

Sampel organ dalam

Untuk uji

laboratorium

20 100.000,- 2.000.000,-

Analisa Lab. Uji kualitas daging, frofil mikroba,


(24)

frofil lipida, kand.

Logam berat

pd.daging Konsumsi Persiapan

penelitian dan selama penelitian

50 15.000,- 750.000,-

Analisis data Biaya analisis data - - 500.000,-

Tambahan dana sampel 2

- 10 250.000,- 2.500.000,-

Tambahan analisa Lab.2

- 10 250.000,- 2.500.000,-

SUB TOTAL (Rp) 11.000.000,- 4. Perjalanan

Kegiatan Justifikasi Perjalanan

Kuantitas Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

Perjalanan I Ke lokasi penelitian

(persiapan-pemntauan)

5 bulan 100.000,- 500.000,-

Perjalanan II Untuk persiapan pemotongan-pemotongan,dll.

3 bulan 500.000,- 1.000.000,-

SUB TOTAL (Rp) 1.500.000,- 5.Lain--lain

Kegiatan Justifikasi Kuantitas Harga Satuan (Rp)

Jumlah (Rp)

Sewa komputer

Tabulasi data & penyusunan laporan

2 500.000,- 1.000.000,-

Jilid laporan Penggandaan laporan

20 25.000,- 500.000,-

Seminar Desiminasi hasil penelitian

1 900.000,- 900.000,-

Publikasi Desiminasi hasil penelitian

1 1 500.000,-

Sewa kamera digital,


(25)

handycam, cetak foto Cetak buku ajar

Pembuatan buku ajar

- - -

Sub Total 3.400.000,- TOTAL 25.000.000,00


(26)

Lampiran 2.

CATATAN HARIAN PELAKSANAAN PENELITIAN (LOGBOOK)

CEMARAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PADA ORGAN DALAM SAPI BALI YANG DIBERI SAMPAH KOTA DENPASAR


(27)

CATATAN HARIAN PELAKSANAAN PENELITIAN (LOGBOOK)- 2015

NO TANGGAL.2015 U R A I A N KETERANGAN

1 3 Maret Finalisasi Proposal Tim Peneliti

2 5 Maret Konsolidasi dengan peternak di

area TPA, Rumah Potong Hewan

Tim Peneliti, mahasiswa, ketua kelompok peternak

3 7 Maret - Koordinasi dengan

peternak tentang maksud dan tujuan penelitian di area TPA. Permohonan ijin untuk melakukan penelitian di area TPA Pesanggaran Denpasar melalui Dinas Kebersihan Kota (DKP) Denpasar dan Badung. - Sembahyang (atur piuning

kehadapan pemilik Nis di Pura area TPA.

Tim Peneliti, peternak dan petugas Dinas DKP di area TPA

4 10 Maret Sewa 1 unit kandang fiksasi :

Rp. 500.000,-

Sewa mobil untuk trasnportasi ke TPA: Rp. 150.000,-/rate

Bengkel besi. Transport

5 12 Maret Pemasangan kandang fiksasi/jepit Tim peneliti

7 13 Maret Pinjam/sewa 1 uni timbangan sapi

kap. 1000 kg : Rp. 200.000,-

UPT.Pembibitan ternak Baturiti-Tabanan

8 15 Maret Pendataan ternak sapi yang dibagi

menurut lakasi menjadi 3 kelompok (A, B, C). dengan berat badan: 200-300 kg/ umur: 2-3 tahun.

Tim peneliti bersama peternak

9 16 Maret Pendataan ternak sapi yang dibagi

menurut lakasi menjadi 3 kelompok (A, B, C).

Tim peneliti bersama peternak

10 17 Maret

Pk.9-10.00

Penimbangan ternak sapi dari kelompok A: 2 ekor, B: 2 ekor, dan C: 2 ekor

Tim peneliti dan peternak

11 20 Maret Pengamatan tingkah laku makan

dan aktivitas lainnya pada sapi selama sehari

Tim peneliti

12 26 Maret-20 Juni Pengamatan rutin dan penentuan sampel ternak untuk pengangbilan data selanjutnya

Timpeneliti dan peternak

13 25 Juni Persiapan pengambilan data

dimensi tubuh dan penimbangan


(28)

berat badan sapi. Pemberian kontribusi/sewa ternak sapi kepada peternak

14 26 Juni Penimbangan ternak sapi dan

pengukuran dimensi tubuh sapi dari kelompok A: 2 ekor, B: 2 ekor, dan C: 2 ekor

Tim peneliti dan peternak

15 26 Juni Penimbangan dan pengukuran

dimensi ternak sapi dari kelompok A: 2 ekor, B: 2 ekor, dan C: 2 ekor

Tim peneliti dan peternak

16 27 Juni Penimbangan ternak sapi dari

kelompok A: 2 ekor, B: 2 ekor, dan C: 2 ekor

Tim peneliti dan peternak

17 28 Juni Persiapan pemindahan materi

penelitian dari TPA ke RPH-Darmasaba Kab. Badung

Tim Peneliti

18 15-20 Juli Pemotonan ternak sapi dilakukan,

selanjutnya persiapan pengambilan sampel organ dalam

Tim Peneliti

19 21 Juli Pengambilan sampel organ dalam sapi untuk dibawa ke Labratorium Analitik Unud. Untuk uji

kandungan logam berbahaya.

Tim Peneliti

20 22 Juli-5 Agustus Menunggu hasil uji Laboratorium -

21 5 Agustus- Tabulasi data sementara Peneliti

Denpasar, 28 Nopember 2015 Ketua Peneliti,


(29)

Abstrak Paper Senastek II

CEMARAN BAHAN B3 PADA ORGAN DALAM SAPI BALI

YANG DIGEMBALAKAN DI AREA

TEMPAT SAMPAH

Budiarta IW1., I K. Sukada1

PS.Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana Hp.085338488285, E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sampah yang berasal dari berbagai sumber diseputaran Kodya Denpasar dan sebagian daerah kota Mangupura (Kabupaten Tk.II Badung), terhadap tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) pada organ dalam sapi sebabagi akibat dari pemberian sampah kota Denpasar sebagai sumber pakan. Rancangan penelitian menggunakan RAL dengan dua macam perlakuan, yaitu membandingkan antara data sampel dengan kontrol. Data yang yang diamati meliputi: Jenis B3, cemaran B3, tingkat cemaran, dan cemaran B3 tertinggi diantara organ dalam sapi bali yang digembalakan di area tempat sampah. Analisis data dilakukan dengan Uji “T”, selanjutnya dilakukan perbandingan dengan standar nasional.

Hasil penelitian menemukan kandungan logam Pb, Cd, dan Cu nyata lebih tinggi pada isi saluran pencernaan sapi yang diberi pakan sampah jika dibandingkan dengan kontrol. Kandungan tersebut ada diatas ambang batas standar BPOM, kecuali kandungan Cu masih berada dibawah standar BPM. Pada organ hati, jantung, dan organ paru-paru pada kedua perlakuan ditemukan kandungan logam Pb, Cd, dan Cu yang hampir sama (P> 0,05), namun pada sapi yang maka n sampah kandungan logam berada di atas standar BPOM. Untuk organ ginjal ditemukan kandungn logan Pb dan Cd yang lebih tinggi pada sapi yang diberi pakan sampah. Nilai tersebut berada diatas standar dari BPOM. Ditemukan pula logam Cu yang lebih tinggi pada ginjal sapi yang makan sampah dibandingkan dengan kontrol, namun nilai tersebut masih aman. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, sapi bali yang diberi sampah kota sebagai pakan utama menyebabkan cemaran logam Pb, Cd, dan Cu pada organ saluran pencernaan, jantung, ginjal, paru, dan hati. Yang paling tinggi tingkat cemarannya terjadi pada organ saluran pencernaan dan ginjal.

Kata kunci: Sapi bali, sampah, organ dalam, dan B3

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effect of sewage coming from various sources from Denpasar municipality and most areas of the city Mangupura (Tk.II Badung regency), the level of contamination of hazardous materials and toxic (B3) in the internal organs of cattle as a result of the provision of Denpasar municipa l waste as a source of feed. The study design used RAL with two kinds of treatment, comparing the sample data with the control. Data were observed: type B3, B3 contamination, the level of contamination, and contamination of the highest among the B3 organ in Bali cattle grazing in the area of trash. Data analysis was performed with the "T" Test, then compared with national standards.

Results of the study found levels of Pb, Cd and Cu markedly higher on the contents of the digestive tract of cattle fed with waste than controls. The content is above a threshold BPOM standards, except for the Cu content is below the standard BPM. In the liver, heart, and lungs in both treatment found metal content of Pb, Cd and Cu were almost the same (P> 0.05), but the cattle are eating waste with metal content is above the standard BPOM. For kidney was found that the content of Pb and Cd were higher in cows fed garbage. This value is above the standard of BPOM. Cu also found that higher in the kidneys cows fed with waste than controls, but the value is still safe. The conclusion of this study is Bali cattle which are given municipal waste feed as the main cause metal contamination of Pb, Cd


(30)

and Cu in the organs of the digestive tract, heart, kidneys, lungs, and liver. The highest level of pollutant occurs in the digestive tract and kidney organs.

Keywords: Bali cattle, waste, internal organs, and B3

Lampiran 3.


(1)

handycam,

cetak foto

Cetak

buku

ajar

Pembuatan

buku ajar

-

-

-

Sub Total

3.400.000,-

TOTAL

25.000.000,00


(2)

Lampiran 2.

CATATAN HARIAN PELAKSANAAN PENELITIAN

(LOGBOOK)

CEMARAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PADA ORGAN

DALAM SAPI BALI YANG DIBERI SAMPAH KOTA DENPASAR


(3)

CATATAN HARIAN PELAKSANAAN PENELITIAN

(LOGBOOK)- 2015

NO

TANGGAL.2015

U R A I A N

KETERANGAN

1

3 Maret

Finalisasi Proposal

Tim Peneliti

2

5 Maret

Konsolidasi dengan peternak di

area TPA, Rumah Potong Hewan

Tim Peneliti,

mahasiswa, ketua

kelompok peternak

3

7 Maret

-

Koordinasi dengan

peternak tentang maksud

dan tujuan penelitian di

area TPA. Permohonan ijin

untuk melakukan penelitian

di area TPA Pesanggaran

Denpasar melalui Dinas

Kebersihan Kota (DKP)

Denpasar dan Badung.

-

Sembahyang (atur piuning

kehadapan pemilik Nis di

Pura area TPA.

Tim Peneliti,

peternak dan

petugas Dinas DKP

di area TPA

4

10 Maret

Sewa 1 unit kandang fiksasi :

Rp. 500.000,-

Sewa mobil untuk trasnportasi ke

TPA: Rp. 150.000,-/rate

Bengkel besi.

Transport

5

12 Maret

Pemasangan kandang fiksasi/jepit

Tim peneliti

7

13 Maret

Pinjam/sewa 1 uni timbangan sapi

kap. 1000 kg : Rp. 200.000,-

UPT.Pembibitan

ternak

Baturiti-Tabanan

8

15 Maret

Pendataan ternak sapi yang dibagi

menurut lakasi menjadi 3 kelompok

(A, B, C). dengan berat badan:

200-300 kg/ umur: 2-3 tahun.

Tim peneliti

bersama peternak

9

16 Maret

Pendataan ternak sapi yang dibagi

menurut lakasi menjadi 3 kelompok

Tim peneliti

bersama peternak


(4)

berat badan sapi. Pemberian

kontribusi/sewa ternak sapi kepada

peternak

14

26 Juni

Penimbangan ternak sapi dan

pengukuran dimensi tubuh sapi dari

kelompok A: 2 ekor, B: 2 ekor, dan

C: 2 ekor

Tim peneliti dan

peternak

15

26 Juni

Penimbangan dan pengukuran

dimensi ternak sapi dari kelompok

A: 2 ekor, B: 2 ekor, dan C: 2 ekor

Tim peneliti dan

peternak

16

27 Juni

Penimbangan ternak sapi dari

kelompok A: 2 ekor, B: 2 ekor, dan

C: 2 ekor

Tim peneliti dan

peternak

17

28 Juni

Persiapan pemindahan materi

penelitian dari TPA ke

RPH-Darmasaba Kab. Badung

Tim Peneliti

18

15-20 Juli

Pemotonan ternak sapi dilakukan,

selanjutnya persiapan pengambilan

sampel organ dalam

Tim Peneliti

19

21 Juli Pengambilan sampel organ dalam

sapi untuk dibawa ke Labratorium

Analitik Unud. Untuk uji

kandungan logam berbahaya.

Tim Peneliti

20

22 Juli-5 Agustus

Menunggu hasil uji Laboratorium

-

21

5 Agustus-

Tabulasi data sementara

Peneliti

Denpasar, 28 Nopember 2015

Ketua Peneliti,


(5)

Abstrak Paper Senastek II

CEMARAN BAHAN B3 PADA ORGAN DALAM SAPI BALI

YANG DIGEMBALAKAN DI AREA

TEMPAT SAMPAH

Budiarta IW

1

., I K. Sukada

1

PS.Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana

Hp.085338488285, E-mail:

[email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sampah yang berasal dari berbagai sumber diseputaran Kodya Denpasar dan sebagian daerah kota Mangupura (Kabupaten Tk.II Badung), terhadap tingkat cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) pada organ dalam sapi sebabagi akibat dari pemberian sampah kota Denpasar sebagai sumber pakan. Rancangan penelitian menggunakan RAL dengan dua macam perlakuan, yaitu membandingkan antara data sampel dengan kontrol. Data yang yang diamati meliputi: Jenis B3, cemaran B3, tingkat cemaran, dan cemaran B3 tertinggi diantara organ dalam sapi bali yang digembalakan di area tempat sampah. Analisis data

dilakukan dengan Uji “T”, selanjutnya dilakukan perbandingan dengan standar nasional.

Hasil penelitian menemukan kandungan logam Pb, Cd, dan Cu nyata lebih tinggi pada isi saluran pencernaan sapi yang diberi pakan sampah jika dibandingkan dengan kontrol. Kandungan tersebut ada diatas ambang batas standar BPOM, kecuali kandungan Cu masih berada dibawah standar BPM. Pada organ hati, jantung, dan organ paru-paru pada kedua perlakuan ditemukan kandungan logam Pb, Cd, dan Cu yang hampir sama (P> 0,05), namun pada sapi yang maka n sampah kandungan logam berada di atas standar BPOM. Untuk organ ginjal ditemukan kandungn logan Pb dan Cd yang lebih tinggi pada sapi yang diberi pakan sampah. Nilai tersebut berada diatas standar dari BPOM. Ditemukan pula logam Cu yang lebih tinggi pada ginjal sapi yang makan sampah dibandingkan dengan kontrol, namun nilai tersebut masih aman. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, sapi bali yang diberi sampah kota sebagai pakan utama menyebabkan cemaran logam Pb, Cd, dan Cu pada organ saluran pencernaan, jantung, ginjal, paru, dan hati. Yang paling tinggi tingkat cemarannya terjadi pada organ saluran pencernaan dan ginjal.

Kata kunci: Sapi bali, sampah, organ dalam, dan B3

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effect of sewage coming from various sources from Denpasar municipality and most areas of the city Mangupura (Tk.II Badung regency), the level of contamination of hazardous materials and toxic (B3) in the internal organs of cattle as a result of


(6)

and Cu in the organs of the digestive tract, heart, kidneys, lungs, and liver. The highest level of pollutant occurs in the digestive tract and kidney organs.

Keywords: Bali cattle, waste, internal organs, and B3

Lampiran 3.