tinpus semhas

Menurut landasan teori bahan organik menyumbang muatan negatif tanah sangat
besar melalui luas permukaan jenisnya yang sangat tinggi sehingga pemberian bahan organik
diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pertukaran kation. Tetapi hasil penelitian
menunjukkan kapasitas pertukaran kation pada tanah yang dibudidaya dengan pertanian
organik lebih rendah dari yang non organik. Kiranya waktu 5 tahun belum cukup membuat
tanah meningkat kapasitas pertukaran kationnya.
Bahan organik mempunyai daya sangga (buffer capacity) yang besar sehingga apabila
tanah cukup mengandung komponen ini, maka pH tanah relatif stabil. Karbon merupakan
komponen paling besar dalam bahan organik sehingga pemberian bahan organik akan
meningkatkan kandungan karbon tanah. Tingginya karbon tanah ini akan mempengaruhi sifat
tanah menjadi lebih baik, baik secara fisik, kimia dan biologi. Karbon merupakan sumber
makanan mikroorganisme tanah,s ehingga keberadaan unsur ini dalam tanah akan memacu
kegiatan mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan juga reaksireaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme, misalnya pelarutan P, fiksasi N dan
sebagainya.
Secara umum, komposisi bahan organik tanah didominasi oleh fraksi humin yang
berat molekulnya sangat besar, fraksi asam humat yang berat molekulnya sedang, dan fraksi
asam fulfat yang berat molekulnya lebih rendah. Asam humat adalah fraksi yang larut dalam
alakali tetapi tidak larut dalam asam atau air. Asam humat mampu berinteraksi dengan ion
logam, oksida dan hidroksida mineral. Hal ini karena asam humat mengandung gugus
fungsional aktif seperti karboksil, fenol, karbonil, hidroksida, alkohol, amino, kuinon dan
metoksil, serta bentuknya yang berpori sehingga memiliki luas permukaan yang besar. Asam

ini berpengaruh kuat terhadap kapasitas penjerapan tanah (Stevenson, 1994). Hasil analisis
menunjukkan bahwa budidaya organik nyata meningkatkan kandungan asam humat dalam
tanah. Peningkatan ini berpengaruh terhadap daya memegang air (water holding capacity)
dan juga memperbaiki struktur tanah melalui penambahan koloid tanah.
Hasil analisis statistik dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan
bahwa terdapat beda nyata antar perlakuan. Budidaya organik nyata meningkatkan P tersedia
tanah. Peningkatan P tersedia ini dapat terjadi karena pelepasan P dari bahan organik yang
ditambahkan, juga karena terjadinya pengaruh tidak langsung bahan organik terhadap P yang
ada dalam kompleks jerapan tanah. Bahan organik diketahui dapat mengurangi jerapan P oleh
oksida besi dan Al dan juga koloid lempung yang terdapat dalam tanah ini. Pelapukan bahan
organik menghasilkan asam-asam organik seprti asam humat dan fulfat yang bersifat
polielektrolit. Kedua asam ini memegang peranan penting dalam pengikatan Al dan Fe

sehingga P menjadi tersedia. Keefektifan pengikatan tersebut dipengaruhi oleh struktur bahan
organik yang ditambahkan dan pH medium (Ruseel, 1978). Soepardi (1983) menyatakan
bahwa adanya senyawa organik yang cukup memungkinkan terjadinya khelat yaitu senyawa
organik yang berikatan dengan kation logam (Fe, Mn, Al). Terbentuknya khelat logam akan
mengurangi pengikatan P oleh oksida maupun lempung silikat sehingga P menjadi lebih
tersedia.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kandungan Karbon tanah,

diikuti peningkatan kandungan asam humat dan fulfat yang merupakan hasil dekomposisi
bahan organik. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa peningkatan P tersedia pada
perlakuan budidaya organik juga diakibatkan pelepasan P dari kompleks jerapan oleh asam
humat dan fulfat yang dihasilkan oleh pelapukan bahan organik.

Hal ini sesuaidengan literatur Hanafiah, et al (2009) yang menyatakan bahwa
kecepatan metabolisme bahan organik tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya ketersedian nitrogen Kecepatan dekomposisi bahan organik sebanding dengan bahan
nitrogen yang ditambahkan.
Musthofa (2007) menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk COrganik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen agar kandungan bahan
organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi.
Maka sewaktu pengolahan tanah, penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap

tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (kapasitas
tukar kation) serta dapat meningkatkan KTK tanah.
Nitrogen (N) merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar
untuk seluruh proses pertumbuhan. Di dalam tanaman, nitrogen berfungsi sebagai komponen
utama protein, hormon, klorofil, vitamin, dan enzim enzim essensial untuk kehidupan
tanaman. N2 atmosfer harus diubah bentuk menjadi tersedia bagi tanaman agar dapat
digunakan oleh tanaman. Pada umumnya kandungan N total pada tanah di lapisan 0–20 cm

adalah antara 2000–4000 kg/ha. Namun yang tersedia bagi tanaman adalah kurang dari 3%
dari keseluruhan jumlah tersebut. Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah
(halus dan kasar), pengikatan oleh mikroorganisme dari N di udara, pupuk, dan air hujan.
Unsur Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan, dan
mineral-mineral di dalam tanah. P-organik dan P-anorganik merupakan jenis unsur P yang
terdapat di dalam tanah. Agar unsur P di dalam tanah bisa tersedia biasanya pada tanah
masam dilakukan penambahan kapur sehingga pH tanah menjadi meningkat dan P dapat
dilepas dari agen pengikatnya seperti Fe dan Al. Bentuk yang tersedia bagi tanaman adalah
berupa ion fosfat (Hardjowigeno 2003). Menurut Hanafiah (2007) jika dibandingkan dengan
N, unsur P lebih cepat menjadi tersedia akibat terikat oleh kation tanah serta terfiksasi pada
permukaan positif koloidal tanah. Ketersediaan unsur P optimum terdapat pada kisaran pH
6,00–7,00.
Menurut RAM (2007) manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulubulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan,
membantu pembelahan sel, dan membantu aktivitas beberapa enzim. Hanafiah (2007)
menyatakan bahwa peranan unsur Ca bagi tanaman diantaranya adalah mempertahankan
integritas sel-sel, mempertahankan permeabilitas membran, pembentukan dan peningkatan
kandungan protein dalam mitokondria, serta berperan dalam menghambat pengguguran atau
proses penuaan daun. Defisiensi Ca biasanya dijumpai pada kondisi masam dengan
kejenuhan Ca rendah. Ca tersedia pada pH 7,00–8,50. Kekurangan Ca dapat menyebabkan
terhentinya pertumbuhan tanaman akibat terganggunya pembentukan pucuk tanaman dan

ujung-ujung akar serta jaringan penyimpan yang disebabkan terhambatnya pembelahan sel.
Fosfor berperan dalam menangkap dan mengubah energi matahari menjadi senyawasenyawa yang selanjutnya akan dimanfaatkan tanaman. Dari hasil analisis contoh tanah yang
telah dilakukan, menginformasikan bahwa kandungan fosfor di hutan pinus termasuk dalam
kategori sedang yakni sebesar 25,40 ppm. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan

kandungan fosfor di lahan terbuka yang hanya sebesar 15,80 ppm dan termasuk dalam
kategori rendah.
Hal tersebut disebabkan oleh hilangnya tutupan lahan akibat pemanenan pohon,
sehingga kation-kation basah pada tanah akan sangat mudah mengalami pencucian di saat
hujan. Munawar (2011) menyatakan bahwa curah hujan yang berlebihan merupakan
penyebab efektif hilangnya kation-kation basa seperti Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+ dari larutan
tanah yang digantikan dengan H+ dan Al3+ yang bersifat masam.
Penurunan jumlah N Total di lahan terbuka pasca perambahan hutan pinus
dipengaruhi oleh hilangnya tutupan lahan. Karena di saat hujan potensi terjadinya aliran
permukaan semakin besar yang mengakibatkan nitrogen dalam bentuk NO3 akan sangat
mudah tercuci bersama dengan mengalirnya air. Leiwakabessy et al. (2003) menyatakan
bahwa ketersediaan Mg dipengaruhi oleh pH, kejenuhan Mg, tipe liat, dan perbandingan
dengan kation yang terutama Ca dan K.
Penurunan sebagian besar kadar unsur hara essensial (N, P, Ca, Mg) di lahan terbuka
pasca perambahan diikuti juga oleh penurunan kapasitas tukar kation (KTK). Menurut

Supardi (1983) setengah dari KTK tanah biasanya berasal bahan organik dan merupakan
pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Liat memiliki daya jerapan berkisar 8–100 me
tiap gram, sedangkan humus memiliki kapasitas tukar kation sebesar 150–300 me tiap 100
gram. Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan
kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara
lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah (Hardjowigeno 2003). Dari pernyataan
tersebut dapat diketahui bahwa KTK juga turut berperan dalam penurunan kandungan unsur
hara pada lahan terbuka pasca perambahan.
Ketersediaan K di dalarn tanah dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pH tanah (Hakirn,
dkk, 1986). Pada tanah yang masam kekurangan K akan semakin besar yang berarti
ketersediaan K di dalarn tanah sernakin menurun. Oleh karena pada lahan revegetasi maupun
lahan HTI pH tanahnya tergolong rendah, maka pada kedua lahan tersebut kandunagn K nya
relatif sarna rendahnya.
unsur N berada pada kisaran rendah sampai sedang. Unsur nitrogen (N) merupakan
unsur hara yang berperan penting bagi pertumbuhan vegetatif tanaman. Zubachtirodin dan
Subandi (2008) menyatakan, tanaman tidak dapat melakukan metabolisme jika kekurangan
unsur hara N.
Meningkatnya kemasaman pada lahan pertanian dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti: 1) pegunaan pupuk komersial khususnya pupuk NH4+ yang menghasilkan H+ selama


nitrifikasi, 2) pengambilan kation-kation oleh tanaman melalui pertukaran dengan H+, 3)
pencucian kation-kation yang digantikan oleh H+ dan Al3+, 4) dekomposisi residu organik
(Damanik, dkk., 2011).
Reaksi tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pada reaksi
tanah yang netral, yaitu pH 6,5-7,5, maka unsur hara tersedia dalam jumlah yang cukup
banyak (optimal). Pada pH tanah kurang dari 6,0 maka ketersediaan unsur-unsur fosfor,
kalium, kalsium, magnesium, dan molibdenum menurun dengan cepat. Sedangkan pH tanah
lebih besar dari 8,0 akan menyebabkan unsur-unsur nitrogen, besi, mangan, borium, tembaga,
dan seng ketersediaannya relatif menjadi sedikit (Sarief, 1986).
Tanah berkadar bahan organik rendah berarti kemampuan tanah mendukung
produktivitas tanaman rendah. Hasil dekomposisi bahan organik berupa hara makro (N, P,
dan K), makro sekunder (Ca, Mg, dan S) serta hara mikro yang dapat meningkatkan
kesuburan tanaman.
Bahan organik akan menghasilkan humus (koloid organik) yang mempunyai
permukaan yang dapat menahan unsur hara dan air sehingga kemampuan tanah untuk
mengikat unsur-unsur hara meningkat (Nugroho dan Istianto, 2009).
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot
tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein. Unsur ini bersifat labil karena
mudah berubah bentuk dan mudah hilang baik lewat volatilisasi (gas N2) maupun lewat
pencucian (NO3-).

Di atmosfer unsur N merupakan unsur dominan karena merupakan 80 % dari gas
yang ada, tetapi bentuk gas ini tidak secara langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Pemanfaatannya hanya dapat dilakukan lewat bantuan mikrobia pengikatnya (fiksasi), yang
mengubah bentuk N2 menjadi ammonium (NH4+) yang tersedia bagi tanaman, baik lewat
mekanisme simbiotik maupun non simbiotik. N dalam bentuk NO3- mudah dicuci oleh air
hujan, banyak hujan sehingga N menjadi rendah dan tanah yang memiliki tekstur pasir
mudah melepaskan air sehingga N menjadi rendah daripada tanah liat.
Tanaman menyerap hara fosfor dalam bentuk ion orthofosfat yakni H2PO4-, HPO42-,
dan PO43-, dimana jumlah masing-masing bentuk sangat tergantung pada pH tanah. Pada
tanah-tanah yang bereaksi masam lebih banyak dijumpai bentuk H2PO4- dan pada tanah
alkalis adalah bentuk PO43-.
Ketersediaan kalium bagi tanaman tergantung aspek tanah, tanaman, dan variabel
iklim. Aspek tanah antara lain meliputi: jumlah dan jenis mineral liat, kapasitas tukar kation
(KTK), daya sangga tanah terhadap K, kelembaban, suhu, aerasi dan pH tanah.

Kejenuhan basa merupakan perbandingan antara jumlah basa yang dapat dipertukarkan
dengan kapasitas tukar kation tanah yang dinyatakan dalam persen. Basa-basa yang
dipertukarkan antara lain K+, Ca2+, Mg2+, dan Na+ (Mukhlis dkk., 2011).
Bentuk ion fosfat pada tanah-tanah masam akan bereaksi dengan Fe, Al, dan Mn
membentuk senyawa tidak larut (terfiksasi atau teradsorpsi secara kuat dan mengendap) dan

tidak tersedia bagi tanaman. Sebaliknya pada tanah-tanah alkalin (pH tinggi), Ca dan Mg
bereaksi dengan P, sehingga P juga kurang tersedia (Tisdale et al, 1985). Tanaman sebagian
besar menyerap hara fosfat dalam bentuk ion orthofosfat primer yaitu H2PO4- dan
orthofosfat sekunder (HPO42-).
mengalami penurunan berdasarkan umur tanaman. Kapasitas tukar kation (KTK)
tanah ditakrifkan sebagai kapasitas/kemampuan tanah untuk menjerap dan menukar atau
melepaskan kembali ke dalam larutan tanah. Kation-kation tanah dijerap pada permukaan
koloid mineral dan ataupun organik dengan ikatan elektrostatik yang tidak terlalu kuat,
sehingga dapat dilepaskan ataupun dipertukarkan.
Koloid tanah adalah bahan organik dan bahan mineraltanah yang sangat halus
sehingga mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan berat. Koloid tanahterdiri
dari liat (koloid anorganik) dan humus (kolod organik).
Kation adalah ion-ion yang bermuatan positif di dalam tanah, misalnya H+, Al3+,
Ca++, Mg++, dll. Kation-kation ini dijerap pada permukaan koloid mineral dan ataupun
organik dengan ikatan elektrostatik yang tidak terlalu kuat, sehingga dapat dilepaskan
ataupun dipertukarkan.
Menurut Boon dan Tideman (1950 yang dikutip oleh Soerianegara dan Indrawan,
1978) untuk kelompok hutan yang luasnya 1.000 ha atau lebih intensitas sampling yang
digunakan sebaiknya 2 %, sementara itu jika kurang dari 1.000 ha maka intensitas sampling
sebaiknya digunakan 5 % – 10 %.


Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca2+, Mg2+, K+, NH4 +, Na+ dan
sebagainya. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan
berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas tukar kation (KTK). KTK tanah sangat
erat dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan
unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Nilai KTK tanah sangat beragam
dan tergatung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri, yakni sebagai berikut: (1) reaksi tanah, (2)
tekstur atau jumlah liat, (3) jenis mineral liat, (4) bahan organik dan (5) pengapuran serta
pemupukan (Hardjowigeno 2003).
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan
dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam
tanah, makin tinggi nilai kadar ion H+ dalam tanah, makin masam tanah tersebut. Nilai pH
berkisar dari 0−14 dengan pH 7 disebut netral sedang pH kurang dari 7 disebut masam dan
pH lebih dari 7 disebut alkalis. Tanah yang terlalu masam dapat dinaikkan pHnya dengan
menambahkan kapur ke dalam tanah sedangkan tanah yang terlalu alkalis dapat diturunkan
pHnya dengan penambahan belerang. Dalam tanah pH sangat penting dan erat hubungannya
dengan hal-hal berikut
ini:
1. Menunjukkan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman, pada umumnya unsur
hara mudah diserap tanaman. Pada pH sekitar netral, unsur hara mudah diserap akar tanaman

karena pada pH tersebut mudah larut dalam air. Pada tanah masam unsur P diikat (difiksasi)
oleh Al, sedangkan pada tanah alkalis unsur P diikat oleh Ca sehingga unsur tersebut tidak
dapat diserap tanaman.
2. Menunjukkan kemungkinan adanya unsur beracun. Pada tanah masam, unsur mikro (Fe,
Mn, Zn, Cu, Co) mudah terlarut sehingga ditemukan unsur mikro berlebih sedangkan
pemakaiannya dalam jumlah kecil sehingga menjadi racun.
Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan
jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan
tanah. Termasuk kation-kation basa adalah Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+, sedang yang termasuk
kation-kation asam adalah H+ dan Al3+. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah
menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut. Kejenuhan basa
berhubungan erat dengan pH tanah, tanah dengan pH rendah umumnya memiliki kejenuhan
basa rendah begitupun sebaliknya. Tanah- tanah dengan kejenuhan basa rendah, berarti
kompleks jerapan lebih banyak diisi oleh kation-kation asam yaitu Al3+ dan H+ . Apabila

jumlah kation asam terlalu banyak terutama Al3+, dapat merupakan racun bagi tanaman.
Keadaan seperti ini terdapat pada tanah-tanah masam (Hardjowigeno 2003).
Foth (1994) menjelaskan akibat meningkatnya perpindahan air melalui tanah maka
kation basa seperti Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+ akan hilang dari tanah kemudian H+ mulai
menjenuhi kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa pun menurun. Selama pencucian terus

menerus pH tanah akan menurun berdasarkan reduksi dari pH bahan organik. Pada kondisi
masam, alumunium akan tertarik ke luar struktur liat dan menduduki muatan-muatan negatif
yang kosong. Aluminium dapat ditukar (Aldd) ini diadsorpsi sangat kuat oleh koloid dan
ketika terjadi hidrolisis Al, hal ini menjadi sumber utama ion-ion H+. Faktor-faktor lain yang
kadangkala mempengaruhi pH tanah terutama di daerah industri gas, antara lain adalah sulfur
jika bereaksi dengan air akan menghasilkan asam sulfur dan asam nitrit yang secara alamiah
merupakan komponen dari air hujan.
Pada bahan organik tersimpan unsur-unsur hara seperti N total, hara essensial, mineral
tanah dan sebagainya. Secara biologis merupakan sumber energi dan karbon bagi organisme
hidup dan mikrobia heterotrofik. Berkurangnya jumlah kandungan N Total seiring dengan
berkurangnya bahan organik tanah. Hardjowigeno (2003) menjelaskan nitrogen dalam tanah
berasal dari bahan organik tanah dan pengikatan mikroorganisme N di udara. Rendahnya nilai
kandungan N total sangat dipengaruhi oleh pH masam dan jenis bahan organik. Nilai pH
yang semakin masam di lahan terbuka menyebabkan proses dekomposisi bahan organik
sangat lambat juga bahan organik yang berasal dari pinus sulit dihancurkan sehingga fiksasi
N dalam tanah terhambat. Nitrogen dalam tanah dikenal dengan istilah humus dan dapat
berbentuk protein, senyawa amino, ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Hilangnya N dari
tanah juga disebabkan penggunaan untuk metabolisme tanaman dan mikrobia selain itu juga
N dalam bentuk nitrat sangat mudah tercuci oleh air hujan (Hanafiah 2005).
Pembahasan sebelumnya menyebutkan bahwa reaksi tanah pada kedua lokasi baik
hutan pinus maupun lahan terbuka pH tanah tergolong masam. Peningkatan kemasaman
tanah ini diperlihatkan dengan lebih rendahnya pH tanah di lahan terbuka berdampak pada
hilangnya kation-kation basa seperti Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+. Kation basa lainnya yaitu
kalium dan natrium, unsur K merupakan unsur hara makro kedua setelah N yang paling
banyak diserap oleh tanaman. Ketersediaan K dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti tipe koloid tanah, temperatur, kondisi basah-kering pH tanah dan tingkat pelapukan
(Hanafiah 2005). Ion-Ion K dengan valensi satu tidak terikat secara kuat dibandingkan Ca
dan Mg yang bervalensi dua.

Uraian di atas menjelaskan kation atau unsur-unsur hara tersebut terlarut dalam air
tanah atau di jerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang
dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas
tukar kation (KTK) (Hardjowigeno 2003). Persentase selisih perubahan KTK tanah 16,02%
atau sebesar 6,88 me/100g lebih rendah dibandingkan di hutan pinus. Besarnya nilai pH,
kandungan C-Organik dan kation basa (Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+) sangat erat kaitannya
dengan KTK tanah. KTK tanah di hutan pinus sebesar 42,95 me/100g sedangkan di lahan
terbuka sebesar 36,07 me/100g. Sebagian besar tanah, bahan organik merupakan komponen
dengan kapasitas tukar kation paling besar. Perubahan pH tanah juga menentukkan besarnya
nilai KTK tanah. KTK merupakan sifat kimia tanah yang sangat erat hubungannya dengan
kesuburan tanah yakni sebanding dalam kemampuan menjerap dan menyediakan unsur hara
tanaman (Hardjowigeno, 2003).
Nilai KTK efektif sering disebut sebagai kejenuhan basa (% KB). Besarnya jumlah
kation basa di atas, kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara essensial bagi
tanaman dan sangat mudah tercuci oleh air hujan. Penyebab menurunnya nilai perbandingan
kejenuhan basa pada lahan terbuka adalah disebabkan oleh faktor pencucian hara akibat air
hujan dan pembukaan lahan. Tanah-tanah dengan KB rendah berarti kompleks jerapan lebih
banyak diisi oleh kation asam yaitu Al3+ dan H+ . ditandai dengan pH tanah menjadi lebih
masam seperti pada penelitian ini. Persentase selisih perubahan KB tanah sebesar 13,09%.
a. Nitrogen Peranan utama Nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang
pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Selain itu, Nitrogen
pun berperan penting dalam pembentukkan hijau daun yang sangat berguna dalam proses
fotosintesis. Fungsi lainnya ialah membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawaan
organik lainnya. b. Fosfor Unsur fosfor (P) bagi tanaman untuk merangsang pertumbuhan
akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor berfungsi sebagai bahan
mentah untuk pembentukkan sejumlah protein tertentu; membantu asimilasi san pernapasan;
serta mempercepat pembuangan, pemasakan biji, dan buah. c. Kalium Fungsi utama Kalium
(K) ialah membantu pembentukkan protein dan karbohidrat. Kalium pun berperan dalam
memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Yang tak biasa
dilupakan ialah Kalium pun merupakan sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi
kekeringan dan penyakit.
Koloid tanah adalah bagian tanah yang sangat berperan dalam penyediaan unsur hara
bagi tanaman. Koloid tanah bermuatan negatif, sehingga dapat menarik dan memegang ionion bermuatan positif (kation), seperti Ca2+,H+ , Mg2+,K+ , Na+ , Al3+, dan NH4 + . Daya

tarik-menarik ini dapat dianalogikan seperti kutub negatif magnet-magnet menarik dan
memegang kutub positif magnet lainnya. Kation yang telah melekat pada koloid tanah tidak
mudah tercuci oleh aliran air. Namun, kation atau anion yang berada pada larutan tanah
sangat mudah hanyut terbawa air.
Pertumbuhan ialah suatu proses pertambahan ukuran, baik volume, bobot, jumlah sel
atau protoplasma yang bersifat irreversible ( tidak dapat kembali ke asal ). Misalnya pohon
yang bertambah tinggi atau diameter batang pohon yang bertambah besar. Sedangkan
perkembangan ialah proses menuju tahap dewasa. Dengan kata lain berkembang ialah
penyempurnaan atau perubahan struktur dan fungsi organ yang menyertai proses
pertumbuhan. Misalnya berkembangnya fungsi alat kelamin pada tumbuhan.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil interaksi antara faktor-faktor
didalam dan diluar. Faktor yang terdapat dalam tubuh organism antara lain sifat genetic yang
ada didalam gen dan zat pengatur tumbuh yang merangsang pertumbuhan. Adapun factor
lingkungan merupakan faktor dari luar yang memengaruhi pertumbuhan.
Organ tumbuhan seperti akar, batang, dan daun, semuanya tersusun atas berbagai
jaringan. Susunan jaringan ini, mirip pada berbagai kelompok tumbuhan. Perlu diketahui,
bahwa semua jaringan pada tumbuhan berasal dari satu jaringan, yaitu jaringan meristem.
Bagaimanakah sel jaringan meristem berubah menjadi sel-sel jaringan lain? Pada
perkembangan tumbuhan, terdapat mekanisme yang menyebabkan sel-sel muda berkembang
menjadi bermacam-macam sel atau jaringan dewasa, mekanisme ini disebut diferensiasi.
Dengan kata lain, diferensiasi adalah proses beratur yang menyebabkan sel dengan struktur
dan fungsi sama, menjadi berbeda. Hal tersebut terjadi selama hidup tumbuhan dan selalu
diikuti oleh perubahan fisiologis yang kompleks.
Xilem berfungsi sebagai tempat untuk mengangkut air beserta zat mineral mulai dari
akar hingga menuju bagian daun. Adapun susunan xilem tersebut adalah sebuah jaringan
pengangkut kompleks, terdiri dari berbagai macam bentuk sel. Di samping itu, sel-selnya
tersebut ada yang sudah mati maupun yang masih tetap hidup, namun umumnya sel yang
menyusun xilem sendiri sudah mati beserta membran sel lebih tebal serta memiliki
kandungan lignin. Dengan begitu fungsi dari xilem ini yaitu sebagai jaringan untuk penguat.
Unsur-unsur utama dari xilem adalah Trakeid, Trakea, dan Parenkim Xilem. Trakeid
sendiri terdiri dari susunan sel-sel sempit, dimana penebalan-penebalan dalam dindingnya
berlangsung menjadi lebih tebal bila dibandingkan yang sudah terjadi dalam trakea. Adapun
sel-sel pada trakea itu sendiri kebanyakan terjadinya penebalan sekunder, dimana lumen
selnya tak memiliki kandungan protoplas lagi. Sementara trakea sendiri merupakan

komponen pembuluh yang terdiri dari sel-sel berbentuk silinder dimana sesudah dewasa pun
akan mati dengan ujungnya semakin bersatu untuk membentuk tabung penghantar untuk air
yang bersel banyak dinamakan juga sebagai pembuluh. Sementara Parenkim Xilem sendiri
umumnya tersusun atas sel-sel hidup. Biasa dijumpai dalam xilem sekunder dan primer.
Adapun xilem sekunder sendiri ditemukan 2 macam parenkim, yakni parenkim jari-jari
empulur dan parenkim kayu.
Jaringan floem sendiri berfungsi menyebarkan dan mengangkut zat makanan sebagai
hasil fotosintesis pada bagian-bagian yang lainnya yang terletak dibawahnya. Adapun
jaringan floem memiliki susunan jaringan dengan sifatnya yang sangat kompleks, dan terdiri
dari beraneka ragam bentuk sel. Dimana diantaranya ada sel-sel yang sudah mati maupun selsel hidup yang masih aktif. Sel penyusun dari floem sendiri yaitu sel penyerta, sel tapis, kulit
kayu, sel parenkim kulit kayu dan sel serabut. Dalam proses mencangkok sendiri, biasanya
bagian jaringan floem harus dikelupas dengan habis. Adapun hal tersebut dikarenakan agar
zat-zat makanan dapat tertimbun di bagian tersebut dengan begitu bisa terbentuk banyak akar
di media cangkoknya.
Jaringan floem sendiri terdiri dari unsur-unsur tapis, sel albumin, sel pengantar,
parenkim floem, dan serat-serat floem. Masing-masing unsur tersebut memiki fungsi yang
berbeda-beda yang terdapat pada jaringan floem. Di samping itu, berdasarkan dari letak
jaringan xilem dan jaringan floem, berkas pengangkut bervariasi terdiri atas kolateral,
konsentris, dan radial
Pada tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi, epidermis adalah lapisan jaringan, biasanya
setebal satu lapis sel saja, yang menutupi permukaan organ, seperti daun, batang, akar,
dan bunga. Epidermis biasanya tipis, tidak memiliki klorofil, dan pada permukaan yang
menghadap ke luar terlapisi oleh kutin yang menghasilkan kutikula atau
lapisan malam (wax).
Tumbuh-tumbuhan yang mengandung selulosa cukup melimpah di Indonesia dan
merupakan sumber alam yang dapat diperbaharui dengan pembudidayaan.Selulosa
merupakan komponen yang mendominasi karbohidrat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
hampir mencapai 50%, karena selulosa merupakan unsur struktural dan komponen utama
bagian yang terpenting dari dinding sel tumbuh-tumbuhan. Selulosa merupakan β-1,4 poli
glukosa, dengan berat molekul sangat besar. Unit ulangan dari polimer selulosa terikat
melalui ikatan glikosida yang mengakibatkan struktur selulosa linier. Keteraturan struktur
tersebut juga menimbulkan ikatan hidrogen secara intra dan intermolekul.

Hemiselulosa merupakan suatu polisakarida lain yang terdapat dalam tanaman dan
tergolong senyawa organik. Casey (1960) menyatakan bahwa hemiselulosa bersifat nonkristalin dan tidak bersifat serat, mudah mengembang karena itu hemiselulosa sangat
berpengaruh terhadap bentuknya jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih
mudah larut dalam pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam.
Lignin adalah komponen penyusun utama dari dinding sel tumbuhan dan beberapa
algae. Lignin juga masih berikatan erat dengan selulosa dan hemiselulosa. Komponen ini
merupakan komponen rantai atau cabang panjang yang terbentuk di dalam dinding sel.
Keberadaan lignin sangat melimpah di alam yang mana merupakan komponen polimer
organic kedua terbanyak di bumi setelah selulosa. Struktur dari lignin adalah kompleks, tidak
teratur, acak, dan penyusun utamanya dari senyawa aromatic, yang mana menambah
elastisitas matrik selulosa dan hemiselulosa. Akibat dari kekompleksan inilah lignin
merupakan komponen linoselulosa yang sulit untuk dipecah. Hal ini dikarenakan struktur
kristal pada lignin lebih tinggi daripada selulosa dan hemiselulosa.
Zat ekstraktif adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti: eter, alcohol, bensin
dan air. Jumlah zat ekstraktif rata-rata 3 – 8%, dari berat kayu karing tanur. Termasuk di
dalamnya minyak-minyakan,resin,lilin,lemak,tannin,gula,pati dan zat warna. Zat ekstraktif
tidak merupakan bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel.
otosintesis berasal dari kata foton yang berarti cahaya dan sintesis yang berarti
penyusunan. Jadi fotosintesis adalah proses penyusunan dari zat organik H2O dan
CO2menjadi senyawa organik yang kompleks yang memerlukan cahaya. Fotosintesis hanya
dapat terjadi pada tumbuhan yang mempunyai klorofil, yaitu pigmen yang berfungsi sebagai
penangkap energi cahaya matahari (Kimball, 2002).
Tumbuhan terutama tumbuhan tingkat tinggi, untuk memperoleh makanan sebagai
kebutuhan pokoknya agar tetap bertahan hidup, tumbuhan tersebut harus melakukan suatu
proses yang dinamakan proses sintesis karbohidrat yang terjadi di bagian daun suatu
tumbuhan yang memiliki klorofil, dengan menggunakan cahaya matahari. Cahaya matahari
merupakan sumber energi yang diperlukan tumbuhan untuk proses tersebut. Tanpa adanya
cahaya matahari tumbuhan tidak akan mampu melakukan proses fotosintesis, hal ini
disebabkan klorofil yang berada didalam daun tidak dapat menggunakan cahaya matahari
karena klorofil hanya akan berfungsi bila ada cahaya matahari (Dwidjoseputro, 1986).
Sebagai makhluk hidup yang tergolong pada organisme autotrof, yaitu makhluk yang
dapat mensintesis sendiri senyawa organik yang dibutuhkannya. Senyawa organik yang baku
adalah rantai karbon yang dibentuk oleh tumbuhan hijau dari proses fotosintesis. Dalam

proses ini energi radiasi diubah menjadi energi kimia dalam bentuk ATP dan NADPH + H
yang selanjutnya akan digunakan untuk mereduksi CO2menjadi glukosa.
Fotosintesis merupakan proses sintesis senyawa organik (glukosa) dari zat anorganik
(CO2 dan H2O) dengan bantuan energi cahaya matahari. Dalam proses ini energi radiasi
diubah menjadi energi kimia dalam bentuk ATP dan NADPH + H yang selanjutnya akan
digunakan untuk mereduksi CO2 menjadi glukosa.
6CO2 + 6H2O

C6H12O6 + 6O2

Respirasi merupakan reaksi oksidasi senyawa organik untuk menghasilkan energi
yang digunakan untuk aktifitas sel dan kehidupan tumbuhan dalam bentuk ATP atau senyawa
berenergi tinggi lainnya (Jukri & Heru : 2004). Jadi, respirasi merupakan proses
pembongkaran molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana. Respirasi sel-sel
tumbuhan berupa oksidasi molekul organik oleh oksigen dari udara akan membentuk karbon
dioksida dan air. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :
C6H12O6 + 6O2 6H2O + 6CO2 + 675 kal
Beberapa reaksi respirasi yang menghasilkan energi bergabung untuk membentuk
ATP dan penggabungan inilah yang memungkinkan penyimpanan sebagian energi yang
timbul selama respirasi, tidak hanya hilang sebagai panas. Jadi fungsi utama respirasi adalah
menghasilkan molekul-molekul ATP. Berdasarkan kebutuhan oksigen, respirasi dibagi
menjadi dua macam yaitu respirasi aerab danrespirasi anaerob. Untuk membandingkan
perbedaan dari kedua jenis respirasi tersebut.
Pengertian karbohidrat. Karbohidrat merupakan salah satu senyawa organik yang
melimpah di bumi. Karbohidrat sendiri terdiri dari karbon, hidrogen, serta oksigen.
Karbohidrat memiliki berbagai fungsi untuk makhluk hidup, terutama sebagai sumber bahan
bakar (misalnya glukosa), cadangan makanan, dan materi pembangun (seperti selulosa pada
tumbuhan, kitin pada hewan serta jamur).
Pada proses fotosintesis, tumbuhan hijau dapat mengubah karbon dioksida menjadi
karbohidrat. Karbohidrat mengandung gugus fungsi karbonil serta banyak juga mengandung
gugus hidroksil. Istilah karbohidrat pada awalnya digunakan pada golongan senyawa yang
memilikirumus (CH2O)n.

Pada Undang - Undang RI No. 41 Tahun 1999 mencantumkan Hutan adalah kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan.
Pendapat lain mendefinisikan Hutan sebagai lapangan yang ditumbuhi pepohonan
yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam
lingkungannya atau ekosistem (Kadri dkk., 1992).
Kehutanan dapat di artikan sebagai sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan
hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Dalam arti lain
kehutanan juga dapat didefenisikan sebagai ilmu yang membahas hal-hal yang berkenaan
dengan praktik pembangunan hutan, pengelolaan, dan pengonservasikan hutan secara
berkelanjutan.