"BATANDANG" SEBAGAI WAHANA PEMBELAJARAN: Studi Kasus Pembelajaran Wanita Nelayan dengan Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.

"BATANDANG" SEBAGAI WAHANA
PEMBELAJARAN
(Studi Kasus Pembelajaran Wanita Nelayan dengan
Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir Kandang,
Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang)

T

E S

I S

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan dalam
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

01 eh:

WISRONI
NIM: 979693


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG

2000

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul:
"BATANDANG SEBAGAI WAHANA PEMBELAJARAN (Studi Kasus
Pembelajaran Wanita Nelayan dengan Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir
Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang)" ini beserta seluruh
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-carayang tidak sesuai dengan etika
yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap
menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian
ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini,
atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Me i 2000

Yang membuat pernyataan,

W

I S R O N

I

LEMBARAN PENGESAHAN

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:

Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak. M.Pd.

Pembimbing I

/?*.« tU*

/


Dr. H. Zainudin Arif. M.Pd.

Pembimbing II

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2000

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul "Batandang Sebagai Wahana Pembelajaran (Studi
Kasus Pembelajaran Wanita Nelayan dengan Wanita Pendatang di Kelurahan Pasir
Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang)".
Masalah mutu pendidikan di Indonesia masih dan akan tetap menjadi isu
sangat krusial. Salah satu penyebabnya berpangkal dari pengartian dan pengimplementasian konsep pendidikan secara sempit, yang seakan-akan hanya terbatas pada
sistem persekolahan. Padahal sistem pendididikan luar persekolahan juga tidak
kalah pentingnya dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik

melalui kegiatan yang dilembagakan (nonformal) maupun melalui kegiatan' yang


tidak melembaga (informal). Proses pendidikan (belajar) dapat terjadi di mana saja
dan kapan saja. Proses belajar dapat berlangsung dalam kehidupan sehari-hari,
yakni melalui upaya mengamati diri dan lingkungan, terutama lingkungan manusianya. Karenanya, pada setiap masyarakat tertentu selalu terdapat sistem belajar, baik
yang asli (indigenous) maupun yang bukan. Salah satu bentuk sistem belajar
berlatar informal pada masyarakat Minang adalah batandang, yakni berkunjungnya
seseorang ke rumah tetangganya untuk keperluan tertentu, akan tetapi selanjutnya
lebih banyak untuk maota. Maota adalah percakapan dua orang atau lebih yang
tidak mempunyai topik tertentu, yang kadangkala menjurus ke arah pergunjingan.
Dalam peristiwa maota terjadi proses pembelajaran, yang ditandai dengan
pertukaran informasi yang sering bermuatan pengetahuan, keterampilan, dan nilainilai tertentu. Dari grand tour observation terlihat bahwa kegiatan batandang yang
dilakukan oleh wanita nelayan di Kelurahan Pasir Kandang tidak hanya dengan
sesamanya, akan tetapi juga melalui interaksi mereka dengan wanita pendatang.
Sebagai wahana pembelajaran, batandang merupakan sesuatu yang bersistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang berinteraksi satu sama lain pada
situasi atau setting naturalistik. Sementara itu, belum diperoleh gambaran tentang
berbagai komponen pembelajaran yang terdapat di dalam kegiatan batandang
wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang.
Sehubungan dengan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengungkap data tentang (1) nan manjua (pengajar), (2) nan mambali
(pelajar), (3) galeh dan tujuan (bahan dan tujuan belajar), (4) kiek (metode belajar),


dan (5) panilaian (evaluasi belajar) dari proses pembelajaran dalam kegiatan
batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang,
Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis
penelitiannya studi kasus. Subjek penelitian adalah wanita nelayan dan wanita

pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, informan dijaring dengan teknik bola salju
atau show ball sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, observasi

partisipasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Data dianalisis dengan model
analisis tiga langkah, yakni (1) reduksi data, (2) display data, dan (3) penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Deskripsi dan paparan disajikan dengan memadukan
perspektif etic dan emic.

Setelah analisis data dilakukan, diperoleh temuan bahwa : (1) wanita penda
tang relatif sering bertindak sebagai nan manjua (pengajar) karena mereka memang
lebih kaya dengan wawasan dan pengalaman; (2) wanita nelayan relatif sering


bertindak sebagai nan mambali (pelajar); (3) Galeh dan tujuan (bahan dan tujuan
belajar) merupakan satu kesatuan terpadu, galeh muncul seketika dengan tujuan

yang tidak terencana, yang bermuatan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan;
(4) Terdapat empat kiek (metode) pembelajaran yang menonjol, yaitu: (a) dialog

berebutan, (b) percontohan, (c) demonstrasi dengan ciri: spontanitas yang tinggi,
kesukarelaan, dan keswaarahan; dan (4) Panilaian (evaluasi belajar) berupa
judgement dari salah satu pihak kepada pihak lain dalam bentuk langsung berupa
pujian dan kritikan, dantidak langsung berupa tindakan.

Berdasarkan temuan-temuan penelitian dikemukakan rekomendasi sebagai
berikut: (1) Kepada para praktisi pendidikan dan pengembangan masyarakat, baik
dari instansi pemerintah maupun swasta, agar tidak hanya mengandalkan pendi
dikan formal dan nonformal saja dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat,
terutama masyarakat kelas sosial bawah seperti wanita nelayan Kelurahan Pasir

Kandang. Karena temuan penelitian menunjukkan bahwa melalui kegiatan belajar
informal, seperti dalam batandang cukup efektif untuk menimbulkan perubahan
tingkah laku, karena secara sadar atau tidak wanita nelayan sering dibelajarkan oleh

wanita pendatang. Kegiatan tersebut mereka rasakan sebagai suatu kebutuhan

karena berhubungan langsung dengan masalah kehidupan yang mereka hadapi.
Agar kegiatan belajar-membelajarkan dalam latar batandang lebih efektif lagi bagi
peningkatan kualitas hidup wanita nelayan, maka intervensi yang dapat dilakukan
adalah dengan ikut terlibat ke dalam peristiwa batandang sambil memberikan
penguatan terhadap pesan-pesan yang positif dan melemahkan pesan-pesan yang
negatif Akan lebih efektif lagi jika yang ikut terlibat ke dalam peristiwa tersebut
adalah agen pembaharu yang berasal dari latar belakang budaya yang sama; (2)
Kepada penglelola LSM yang bergerak dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia, sebaiknya menggunakan wanita pendatang sebagai saluran guna menyampaikan pesan-pesan pembaharuan, karena temuan penelitian menunjukkan bahwa
wanita pendatang lebih sering bertindak sebagai pengajar dalam proses belajarmembelajarkan pada peristiwa batandang, (3) Kepada wanita nelayan dan tokoh
informal Kelurahan Pasir Kandang. Wanita nelayan, agar tidak menjadikan kegiatan
batandang sebagai suatu kegiatan untuk bercengkrama saja, namun bagaimana
menjadikan peristiwa tersebut sebagai tempat untuk bertukar dan menimba
pengetahuan, keterampilan, dan bahkan memperoleh pandangan baru bagi
peningkatan kualitas hidup. Para tokoh informal, agar memberikan dorongan dan

dukungan supaya kegiatan batandang lebih bermanfaat bagi peningkatan wawasan
kehidupan warga masyarakatnya; (4) Kepada pakar pendidikan untuk mengembangkan wahana pembelajaran batandang ke dalam bentuk kegiatan saling kunjung

lain, yang di dalamnya terjadi pertukaran pesan yang bermuatan positif bagi
pendidikan dan pengembangan masyarakat. Pengembangan bentuk pembelajaran
tersebut berpeluang besar guna mewujudkan pemerataan kesempatan pendidikan
sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia; dan (5) Kepada peneliti
lainnya, untuk dapat melakukan penelitian pilot proyek ke dalam setting di luar
etnis Minangkabau, karena temuan penelitian menunjukkan bahwa wanita nelayan
diKelurahan Pasir Kandang dapat saling belajar-membelajarkan dengan pihak yang
heterogen (wanita pendatang) dengan mereka. Temuan penelitian tersebut dapat
memperkaya khasanah pengetahuan pendidikan luar sekolah tentang bentuk
pembelajaran tradisional yang strategis sesuai dengan ragam latar sosial budaya
masyarakatnya.
VI

DAFTAR ISI
Halaman

PERNYATAAN

u'


LEMBARAN PENGESAHAN

iii

MOTTO

1V

ABSTRAK

v

KATA PENGANTAR

vii

UNGKAPAN TERIMA KASIH.

IX


DAFTAR ISI

xiii

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

BAB I

PENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang Masalah


1

B. Rumusan Masalah

7

C. Pertanyaan Penelitian

7

D. Tujuan Penelitian

9

E. Definisi Operasional

11

F. Kerangka Alur Penelitian

12

KAJIAN TEORITIS

14

A. Pendidikan Wanita dalam Jalur Pendidikan Luar Sekolah

14

BAB II

1. Struktur Masyarakat

14

2. Kondisi Pendidikan Masyarakat Kelas Sosial Bawah

16

3. Pendidikan Wanita dalam Jalur Pendidikan Luar Sekolah

21

B. Sistem Pembelajaran Batandang

26

1. Makna Batandang dalam Kaitannya dengan Anjang Sana

26

2. Konsep tentang Sistem Pembelajaran
3. Belajar Informal Sebagai Alternatif.

27
35

4. Batandang Sebagai Sistem Belajar Asli Masy. Minangkabau 38

BAB III

5. Belajar Bagi Orang Dewasa

47

6. Masyarakat Kelas Sosial Bawah dan Pendidikan

49

C. Kajian Penelitian yang Relevan

51

PROSEDUR PENELITIAN

55

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

55

xiii

1. Pendekatan Penelitian
2. Jenis Penelitian

55
56

B. Jenis dan Sumber Data, Subjek Penelitian, dan Teknik Penjaringan Informan

57

1. Jenis dan Sumber Data

57

2. Subjek Penelitian

57

3. Teknik Penjaringan Informan

58

C. Teknik Pengumpulan dan Perekaman Data
1. Teknik Pengumpulan Data
2. Teknik Perekaman Data

63

D. Pemeriksaan Keabsahan Data

64

E. Analisis dan Penarikan Kesimpulan

65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BABV

59
60

67

A. Deskripsi Keadaan Demografi Kelurahan PasirKandang

67

B. Hasil Analisis Data

71

1. Nan Manjua

74

2. Nan Mambali

81

3. Galeh dan Tujuan

89

4. Kiek

102

5. Panilaian

115

C. Pembahasan

120

1. Gambaran Komponen Nan Manjua dan Nan Mambali
2. Gambaran Komponen Galeh dan Tujuan
3. Gambaran Komponen Kiek.

121
123
126

4. Gambaran Komponen Panilaian

129

D. Temuan dan Implikasi Hasil Penelitian

130

1. Temuan Penelitian

130

2. Implikasi Penelitian

136

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

142

A. Kesimpulan

142

B. Rekomendasi

145

DAFTAR KEPUSTAKAAN

148

Lampiran-lampiran

153

XIV

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1

Kerangkka Alur Penelitian

13

Gambar 2.1

Konsep Sistem Pembelajaran

28

Gambar 2.2

Paradigma Keterselenggaraan Pendidikan

36

Gambar 4.1

Hasil Analisis Data

120

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

APENDIKS

153

Lampiran 2

SURAT-SURAT IZIN PENELITIAN

155

Lampiran 3

SURAT KETERANGAN DARI KELURAHAN

160

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dua indikator penting kemampuan pendidikan nasional menurut Buchori

(1994) menyangkut tentang: (1) kepuasan umum masyarakat terhadap pelayanan
yang diberikan oleh lembaga pendidikan, dan (2) kemampuan masyarakat secara
keseluruhan untuk memahami sekaligus merespon tuntutan-tuntutan zaman.

Memperhatikan kedua indikator tersebut sehubungan dengan kondisi empirik

pendidikan di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa masalah mutu pendidikan di
Indonesia masih dan akan tetap menjadi isu yang sangat krusial. Hal tersebut

ditandai dengan keresahan oleh berbagai pihak, baik masyarakat maupun
pemerintah dan para pakar pendidikan (Darwis, 1993). Sementara kebutuhan akan

sumber daya manusia yang berkualitas di berbagai bidang kehidupan tidak dapat

ditawar-tawar lagi, karena daya saing SDM kita di lingkungan negara-negara Asia
menurut Surya Darma dalam Sudjana (1997) berada pada urutan ke-45 atau
terakhir.

Mencermati masalah tersebut, maka salah satu penyebabnya berpangkal dari
pengartian dan pengimplementasian konsep pendidikan secara sempit, yang seakan-

akan hanya terbatas pada sistem persekolahan (Darwis, 1993 dan Buchori, 1994).

Padahal perubahan yang mendasar dan revolusionir di dunia pendidikan

beranggapan bahwa pendidikan tidak lagi dianggap hanya terbatas di sekolah saja
(Adiwikarta, 1988). Meskipun secara legalistik sistem pendidikan kita telah
mensejajarkan pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah (bab I pasal 1

butir 4 dan bab II tentang satuan, jalur dan jenis pendidikan dari UU RI No. 2
Tahun 1989 tentang Sisdiknas), akan tetapi sampai saat ini kedua sistem pendidikan

tersebut belum secara sadar diperlakukan sebagai satu sistem yang utuh dan terpadu
(Buchori, 1994). Berdasarkan perlakuan tersebut, Trisnamansyah (1997) berpandangan bahwa jika dikaitkan dengan upaya penciptaan masyarakat gemar belajar di
Indonesia, kesejajaran kedua sistem pendidikan tersebut baru pada taraf tatanan
konseptual dan belum merealita dalam praktek pendidikan. Di masa depan kedua
sistem pendidikan tersebut semestinya dipandang dan diperlakukan sebagai bagian
yang sentral dari pendidikan nasional serta saling terhubungkan secara fungsional.
Perubahan pandangan yang mendasar dan revolusioner di bidang pendidikan
menyebabkan proses pendidikan (baca: belajar) dapat terjadi di mana saja dan

kapan saja (Axin, 1976), sehingga pada dasarnya proses belajar dapat berlangsung
dalam

kehidupan

sehari-hari,

yakni

dalam

interaksi

seseorang

dengan

lingkungannya. Sejalan dengan itu, Abdulhak (1995) mengemukakan bahwa
kemampuan hasil pendidikan atau belajar dapat diperoleh setiap individu dari hasil
mengamati diri dan lingkungannya, melalui pengamatan, mendengar, membaca,

bertanya, membicarakan secara lebih mendalam, sampai kepada mencobakannya
dalam kasus-kasus tertentu.

Bahwa proses belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, sebagai

hasil mengamati diri dan lingkungan, sesuai dengan pepatah Minang yang
mengatakan:

Alam takambang jadi guru,
satitiak jadikan lawik,
sakapa jadikan gunuang.

(Alamjagad raya adalah sumber belajar,

setetes jadikan laut,
sekepal jadikan gunung)
(Dt. Rajo Penghulu, 1997: 16)

Pepatah ini memesankan tentang terdapatnya sumber-sumber belajar yang
tidak terhingga di alam semesta bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Bahkan
dalam kitab suci Al'Quran terdapat ayat yang di antaranya bahwa: "banyak ayatayat Tuhan terdapat pada alam, bagi siapa yang pandai membacanya" (Nasroen:
1971: 24). Satitiak jadikan lauik, sakapa jadikan gunuang mengandung pesan,
bahwa jika suatu proses belajar sudah dijalani, maka hasil belajar tersebut
hendaknya dijadikan bekal untuk belajar lebih lanjut atau yang lebih luas.

Adat Minangkabau memang bersumber dari ajaran-ajaran yang mengambil
i'tibar dari ketentuan-kententuan alam semesta. Sementara agama Islam yang dianut
oleh masyarakat Minangkabau menyebabkan adat itu sendiri bemuansa religius
yang amat kental (Dt. Rajo Penghulu, 1997), seperti tertuang dalam kaidah adat
yangberbunyi:

Adat basandi syarak,
syarak basandi kitabullah,
Syarak mangato,
adat mamakai

(Adat bersendikan agama (Islam),
agama bersendikan kitabullah (Al-Quran)
Agama berisi ketentuan-ketentuan,
adat mengimplementasikan)
(Dt. Rajo Penghulu, 1997: 16)

Oleh karena pengalaman belajar dapat diperoleh manusia melalui upaya
mengamati diri dan lingkungan, maka pada setiap masyarakat tertentu selalu

terdapat sistem belajar atau sistem belajar masyarakat, baik yang asli (indigenous)
maupun yang bukan. Sistem belajar dimaksud adalah suatu sistem di mana

4

pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai tertentu ditularkan melalui pembelajaran
di satu pihak, dan belajar di pihak lain, baik dalam latar formal, non formal maupun
informal (Soedomo, 1989).

Salah satu bentuk sistem belajar masyarakat yang berlatar informal pada
masyarakat Minangkabau adalah batandang. Batandang adalah berkunjungnya
seseorang (perempuan) ke rumah tetangganya untuk keperluan tertentu, akan tetapi

selanjutnya lebih banyak untuk keperluan maota. Maota adalah percakapan dua
orang atau lebih yang tidak mempunyai topik tertentu, yang kadangkala menjurus
ke arah bagunjiang (Solfema, dkk; 1998). Dalam peristiwa maota terjadi proses
pembelajaran, yang ditandai dengan pertukaran informasi yang sering bermuatan

pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai tertentu bagi pengembangan sumber daya
mereka yang terlibat di dalamnya. Pengembangan kualitas sumber daya manusia
atau pembelajaran tersebut tentunya ke arah yang positif atau bersifat normatif

sesuai dengan nilai-nilai dan pandangan kelompok masyarakatnya.
Karena kemampuan hasil pendidikan dapat diperoleh setiap individu dari

hasil mengamati diri dan lingkungannya, melalui pengamatan, mendengar,
membaca, bertanya, membicarakan, mencobakan, dan seterusnya, maka kehadiran

kompleks perumahan di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah,

Kotamadia Padang sejakenam tahun terakhir akanmendorong terjadinya proses apa
yang disebut dengan asimilasi pendidikan. Proses tersebut akan berdampak positif,
terutama bagi pengembangan masyarakat nelayan di kelurahan tersebut. Jika

mereka saling berinteraksi, maka secara tidak langsung warga nelayan dengan

sendirinya akan ditulari oleh kebiasaan, pandangan, wawasan, dan sebagainya dari
warga pendatang yang notabene dianggap lebih maju.

5

Dari grand tour observation terlihat bahwa interaksi antara warga nelayan
dengan warga pendatang tersebut salah satunya adalah melalui kegiatan batandang.
Kegiatan batandang yang dilakukan oleh wanita nelayan di kelurahan Pasir

Kandang tidak hanya dengan sesama wanita nelayan, akan tetapi juga melalui
interaksi mereka dengan wanita pendatang. Seperti telah dikemukakan sebelumnya,
dalam peristiwa batandang terjadi lontaran-lontaran informasi yang sering
bermuatan positif bagi pengembangan sumber daya manusia yang terlibat di
dalamnya.

Sebagai sistem belajar asli (indigeneous learning system) yang berlatar
budaya Minangkabau, batandang merupakan peristiwa unik. Dikatakan unik karena

di samping mengandung segi positif (baca: aspek pembelajaran), batandang juga
punya sisi negatif bila mana ota menjurus ke arah pergunjingan.
Berangkat dari keunikan tersebut, maka batandang merupakan bahan kajian
pendidikan yang manarik. Kemenarikan tersebut sekurangnya disebabkan oleh tiga

hal. Pertama, masalah pendidikan merupakan masalah sosial budaya yang tumbuh
dalam latar budaya bangsa, sehingga permasalahan tersebut seyogianya dianalisis
berhampiran dengan akar budaya bangsa. Dengan penghampiran analisis demikian

dimungkinkan untuk pencarian alternatif peningkatan peran pendidikan yang
strategis dan memiliki daya dukung budaya bangsa (Darwis, 1993). Kedua, sebagai

sistem belajar masyarakat yang asli, batandang tennasuk ke dalam kategori
pendidikan tradisional yang menjadi cikal bakal bertumbuhnya pendidikan luar

sekolah, khususnya bagi masyarakat Minangkabau. Di mana, pendidikan tersebut
terbukti dapat melestarikan dan mewariskan kebudayaan masyarakat secara turun
temurun (Sudjana, 1996). Ketiga, meskipun pendidikan (belajar) informal tidak

terorganisir dan kurang sistematis, pendidikan jenis ini merupakan sumber terbesar

dalam pengembangan sumber daya manusia sepanjang hidup, karena pendidikannya
berlangsung dalam latar kehidupan sehari-hari dan dalam latar pekerjaan (Coombs
dan Ahmed, 1984).

Pendidikan merupakan modal yang terbesar dan teramat penting bagi
kehidupan (Ishak; 1995 dan Schumacher dalam Hasanuddin, dkk; 1995). Dalam
kaitannya dengan pengembangan kualitas sumber daya wanita nelayan di Kelurahan
Pasir Kandang, maka alternatif pendidikan yang tepat bagi mereka adalah melalui

belajar informal yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, karena hampir
mustahil untuk mengembangkan kualitas pendidikan mereka melalui kegiatan
pendidikan yang terorganisir dan melembaga melalui pendidikan formal dan non
formal (Solfema, dkk; 1998).

Karena interaksi dalam peristiwa batandang sering bermuatan positif bagi

pengembagan sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya, maka batandang

merupakan salah satu alternatif wahana pembelajaran informal yang strategis bagi

peningkatan kualitas pendidikan wanita nelayan Kelurahan Pasir Kandang.
Alasannya adalah karena kegiatannya menyaru di dalam hidup keseharian mereka,
dan secara sosial budaya batandang menjadi kebiasaan dan kebutuhan tersendiri

bagi sebagian besar wanita Minangkabau pada umumnya dan bagi sebagian wanita
nelayan dan wanitapendatang khususnya.

Berdasarkan pemikiran-pemikiran yang telah dikemukakan tersebut,

menarik sekali untuk mengamati dan memahami kegiatan batandang sebagai

wahana pembelajaran antara wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan
Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.

B.

Rumusan Masalah

Mengingat strategisnya batandang sebagai salah satu bentuk pembelajaran
wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, maka
dibutuhkan suatu kajian yang memadai tentang batandang sebagai suatu wahana
pembelajaran informal. Sebagai wahana pembelajaran, batandang dapat dipandang

sebagai suatu hal yang bersistem, yang di dalamnya terdapat berbagai komponen
yang berinteraksi antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka masalah penelitian ini berkenaan dengan
komponen-komponen pembelajaran yang terdapat di dalam kegiatan batandang
wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang.
Secara terumus, maka masalah penelitian ini ialah: "Bagaimanakah
deskripsi mengenai komponen-komponen pembelajaran yang terdapat di dalam
kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir
Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?"

C. Pertanyaan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka pertanyaan
yang ingin dijawab dalam penelitian ini mengacu kepada rumusan masalah tersebut,

yakni: Bagaimanakah deskripsi tentang komponen-komponen pembelajaran yang

terdapat di dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di

Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto tangah, Kotamadia Padang?".
Komponen-komponen pembelajaran tersebut meliputi komponen pengajar, pelajar,

bahan dan tujuan belajar, metode belajar, dan evaluasi belajar, yang akan digali

melalui pendekatan penelitian kualitatif Karena peristiwa batandang merupakan

peristiwa alamiah yang tidak dapat dipisahkan dari konteks di mana peristiwa itu
terjadi, maka penggunaan nama atau istilah untuk masing-masing komponen

pembelajaran tersebut disesuaikan dengan penamaan yang lazim menurut ungkapan
di setting penelitian, yakni nan manjua untuk komponen pengajar, nan mambali

untuk komponen pelajar, galeh dan tujuan untuk komponen bahan dan tujuan
belajar, kiek untuk komponen metode belajar, dan panilaian untuk komponen
evaluasi belajar. Dengan demikian, secara rinci pertanyaan yang ingin dijawab
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah deskripsi tentang nan manjua (pengajar) dari proses pembelajar
an dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di
Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?
2. Bagaimanakah deskripsi tentang nan mambali (pelajar) dari proses pembelajar
an dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di

Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?

3. Bagaimanakah deskripsi tentang galeh dan tujuan (bahan dan tujuan belajar)

dari proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan
wanita pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah,
Kotamadia Padang?

4. Bagaimanakah deskripsi tentang kiek (metode belajar) dari proses pembelajaran
dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di

Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?

5. Bagaimanakah deskripsi tentang panilaian (evaluasi belajar) dari proses pem
belajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di
Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memahami permasalahan dan
selanjutnya mencoba menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam rumusan

masalah dengan deskripsi dan paparan tentang komponen-komponen pembelajaran
yang terdapat di dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita
pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia
Padang. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengungkap data tentang nan manjua (pengajar) dari proses pembelajaran

dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di
Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.
2. Mengungkap data tentang nan mambali (pelajar) dari proses pembelajaran

dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di
Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.
3. Mengungkap data tentang galeh dan tujuan (bahan dan tujuan belajar) dari
proses pembelajaran dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita

pendatang di Kelurahan Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia
Padang.

4. Mengungkap data tentang kiek (metode belajar) dari proses pembelajaran dalam
kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di Kelurahan Pasir
Kandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.

5. Mengungkap data tentang panilaian (evaluasi belajar) dari proses pembelajaran

dalam kegiatan batandang wanita nelayan dengan wanita pendatang di
Kelurahan PasirKandang, Kecamatan Koto Tangah, Kotamadia Padang.

10

E. Manfaat Penelitian

Temuan empiris melalui penelitian ini diharapkan bermanfaat baik untuk
kepentingan akademik maupun untuk kepentingan praktik. Secara akademik,

temuan penelitian ini diharapkan memperkaya khasanah pengetahuan di bidang
pendidikan luar sekolah tentang suatu bentuk pembelajaran informal secara
bersistem yang berlatar sosial budaya Minangkabau.
Secara praktik, temuan penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi

masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya pemberdayaan wanita
nelayan, terutama bagi:

1. Pengelola Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengupayakan
peningkatkan kualitas sumber daya manusia, khususnya wanita nelayan
Kelurahan Pasir Kandang melalui kegiatan pembelajaran informal.
2. Para agen pembaharu seperti penyuluh pertanian/perikanan, bidan desa,

penyuluh KB, dan sebagainya bagi kemungkinan intervensi mereka terhadap
batandang sebagai wahana atau kendaraan pembelajaran.

3. Pemerhati dan semua orang yang peduli terhadap kegiatan pembelajaran
informal, sebagai masukan untuk dapat ditransferkan ke dalam konteks lain
yang sama atau hampir bersamaan dengan setting penelitian ini.

4. Universitas negeri Padang, khususnya dosen Jurusan PLS FIP UNP untuk

mengkaji agar potensi batandang sebagai kendaraan pembelajaran dapat

bermanfaat bagi peningkatan sumber daya manusia wanita nelayan, khususnya
wanita nelayan Kelurahan Pasir Kandang.

5. Masyarakat nelayan dan pemimpin-pemimpin informal di Kelurahan Pasir

Kandang sebagai masukan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya

11

manusianya, terutama wanita nelayanmelalui kegiatan batandang.
F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kesalahtafsiran tentang judul
penelitian, perlu dikemukakan penjelasan terhadap beberapa istilah yang dianggap
penting sebagai berikut.
1. Batandang

Batandang adalah berkunjungnya seseorang ke rumah tetangganya untuk
keperluan tertentu, akan tetapi selanjutnya lebih banyak untuk keperluan maota,
yang kadangkala menjurus ke arah pergunjingan (Solfema, dkk; 1998). Maota

berasal dari kata benda ota yang berarti percakapan dan mendapat awalan ma,

sehingga menjadi maota, yakni percakapan dua orang atau lebih yang tidak mempunyai topik tertentu. Yang dimaksud dengan batandang dalam penelitian ini adalah

kunjungan seorang wanita nelayan ke rumah wanita pendatang atau sebaliknya
untuk maksud tertentu, namun selanjutnya lebih banyak untuk memperbincangkan

berbagai topik di seputar kehidupan. Di mana, dalam perbincangan tersebut terjadi
pertukaran informasi yang sering bermutan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
serta nilai-nilai bagi mereka yang terlibat di dalamnya.
2.

Wahana

Wahana berarti kendaraan dan sarana atau alat untuk mencapai suatu
tujuan (Depdikbud, 1995). Dalam penelitian ini, wahana diartikan sebagai

kendaraan atau kesempatan, yakni kesempatan untuk pembelajaran. Batandang

dipandang sebagai kesempatan untuk pembelajaran karena di dalam peristiwa
tersebut berlangsung pertukaran informasi yang sering bermutan pengetahuan,

12

keterampilan, dan sikap serta nilai-nilai bagi mereka yang terlibat di dalamnya.
3. Pembelajaran

Istilah pembelajaran berasal dari kata belajar, yang berarti perubahan
tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Selanjutnya kata

belajar mendapat konfik pe-an sehingga menjadi pembelajaran, yang berarti
proses, cara, dan upaya menjadikan seseorang belajar (Depdikbud, 1995). Secara
etimologis istilah pembelajaran berarti proses yang menjadikan seseorang bcrubah
tingkah lakunya ke arah perbaikan berdasarkan pengalaman yang diperolehnya.
Secara konsep, belajar menurut Winkels (1996) adalah suatu aktivitas men-

tal/psikhis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, di mana
perubahan tersebut relatif konstan dan berbekas. Yang dimaksud dengan

pembelajaran dalam penelitian ini adalah proses yang menyebabkan berubahnya
tingkah laku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) wanita nelayan sebagai akibat
dari interaksinya dengan wanita pendatang dan dengan sesamanya di Kelurahan
Pasir Kandang, Kecamatan Koto Tangah Kotamadia Padang melalui peristiwa
batandang.

G. Kerangka Alur Penelitian

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, sebagai sistem belajar asli

(indigenous learning system), batandang merupakan wahana pebelajaran yang
bersistem dan bersifat naturalistik sesuai dengan konteks settingnya.. Kerangka alur
penelitian ini dapat digambarkan seperti pada halaman berikut.

One to one learn

ing pada setting
naturalistik

GALEH
DAN
TUJUAN

BANTANDANG
SEBAGAI WAHA
NA PEMBEL
AJARAN

T
REKOMENDASI

Lembaga
Swadaya
Masyarakat

Pakar dan

Wanita Nelayan

Praktisi
Pendidikan

dan Tokoh

Informal

Gambar 1.1

Kerangka Alur Penelitian

Penelitian

Selanjutnya

^DID/j^
5