T1 802009139 Full text

Perbedaan Kelelahan Kerja (Burnout) Antara
Perawat Laki-Laki dan Perawat Perempuan di RSUD
Kota Soe

Oleh:
Juan Arturo Djara
802009139

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi
Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Psikologi
Program Studi: S1 Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2013

1


PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Juan Arturo Djara
NIM
: 802009139
Program Studi : Psikologi
Fakultas
: Psikologi,
Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :
“PERBEDAAN KELELAHAN KERJA (BURNOUT)
ANTARA PERAWAT LAKI-LAKI DAN PERAWAT
PEREMPUAN DI RSUD KOTA SOE”
Yang dibimbing oleh :
1. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.
2. S. A. Kristianingsih, Psi.,M. Si
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau

sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan
cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau
gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya
sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber
aslinya.
Salatiga, 27 Agustus 2013
Yang memberi pernyataan,

Juan Arturo Djara

2

3

4

ABSTRACT
THE DIFFERENCES IN JOB BURNOUT BETWEEN MALE
AND FEMALE NURSES AT THE SOE CITY GENERAL
HOSPITAL

Juan Arturo Djara
Sutarto Wijono, S. A. Kristianingsih
Faculty of Psychology Satya Wacana Christian University
This research aimed to determine differences in job burnout
between male and female nurses at the Soe City General Hospital.
Subjects in this research amounted to 54 people who were
determined using Random purposive sampling techniques. The
Used Data collection instrument is the burnout scale Likert scale
model consisting of four alternate answer choices. The used
Burnout scale was adapted and translated by 3 aspects of burnout
according to Maslach and Jackson (1981), namely: emotional
exhaustion, depersonalization, and personal accomplishment
reduce. Data analysis methods used are Independent Sample Test.
The results of these calculations are t-test with significance at2.3820. 021 or p 0.05. It shows that there are significant
differences in job burnout between male and female nurses att he
Soe City General Hospital.
Keywords: Burnout, Sex, Nurse, Soe City General Hospital.

5


PERBEDAAN KELELAHAN KERJA (BURNOUT)
ANTARA PERAWAT LAKI-LAKI DAN PERAWAT
PEREMPUAN DI RSUD KOTA SOE
PENGANTAR
Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu organisasi yang
bergerak di bidang kesehatan yang memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Pelayanan
yang diberikan rumah sakit akan maksimal manakala didukung
oleh sumber daya yang berkualitas. Sumber daya yang
dibutuhkan rumah sakit untuk mencapai pelayanan yang
maksimal pun beraneka ragam, salah satunya adalah sumber daya
manusia. Sumber daya manusia merupakan unsur penting karena
merupakan aset utama dalam memberikan tenaga, pelayanan,
potensi, kreativitas,dan usaha terhadap kemajuan rumah sakit
tersebut (Hariyono, Dyah & Yanuk, 2009).
Profesi sebagai perawat berkaitan dengan keselamatan
pasien oleh karena itu, perawat dituntut untuk dapat memberikan
pelayanan terbaik bagi kesehatan pasien setiap saat. Selain itu,
perawat harus menjadi figur yang dibutuhkan oleh pasien, dapat

bersimpati kepada pasien, selalu menjaga perhatiannya, fokus,
dan hangat kepada pasien (Parker & Kulik dalam Prawasti &
Windayanti, 2007).
Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di
Indonesia, perawat rumah sakit sering mengalami tingkat

6

kejenuhan kerja. Beberapa perilaku yang menunjukkan bahwa
perawat mengalami kejenuhan saat bekerja seperti seringnya
melihat jam pada saat bekerja, menunda-nunda atau bahkan
mempersingkat waktu kerja, keluhan pegal dan rasa capek,
menggunakan handphone yang berlebihan pada saat jam kerja
(Maharani & Triyoga, 2012). Ditambahkan pula oleh Tawale,
dkk (2011) bahwa berkaitan dengan kelelahan kerja, perawat
sering mengeluhkan beban kerja, bertindak semaunya, bertindak
ogah-ogahan pada saat bekerja dan selalu datang terlambat saat
bekerja.
Adanya berbagai tanggung jawab dan tuntutan yang harus
dijalani oleh perawat menunjukkan bahwa profesi perawat rentan

mengalami burnout dalam bekerja. Beban kerja yang berlebihan
dan kejenuhan kerja pada diri perawat akan menurunkan kualitas
kerja perawat, dan apabila kualitas kerja perawat menurun maka
tidak hanya pasien yang dirugikan tetapi yang pertama pekerja itu
sendiri, institusi dan yang paling penting adalah dapat
memperburuk kondisi pasien yang akhirnya menuju kepada
penurunan mutu asuhan keperawatan (Rice, 2002).
Burnout merupakan istilah populer yang digunakan untuk

menggambarkan sindrom kelelahan emosional, depersonalisasi,
dan berkurangnya penghargaan terhadap diri sendiri yang secara
spesifik dihubungkan dengan stres yang kronis dan ditandai
dengan kelelahan fisik, emosional, dan mental (Maslach dan
Jackson dalam Lailani, 2012).

7

Kecenderungan

burnout


yang

dialami

perawat

akan

berakibat buruk bagi hubungan mereka dengan lingkungan kerja
secara normal. Akibatnya kinerja mereka menjadi buruk dan
secara tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja organisasi di
mana mereka bekerja (Andarika, 2004). Suatu hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa burnout berdampak pada rendahnya
komitmen kerja yang berakibat pada kerugian yang besar bagi
sebuah organisasi. Hal ini diperjelas oleh Golembiewsky, dkk
(dalam Andarika, 2004) yang mengatakan bahwa akibat dari
burnout dapat muncul dalam bentuk berkurangnya kepuasan

kerja, memburuknya kinerja, dan produktivitas rendah.

Permasalahan terkait fenomena burnout di kalangan perawat
juga terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Soe yang
merupakan barometer lembaga kesehatan di kota tersebut.
kelalahan kerja yang dialami para perawat di RSUD Kota Soe
ternyata dirasakan langsung oleh pasien dan juga keluarga pasien.
Bentuk dari kelelahan kerja perawat berimbas pada menurunnya
kualitas pelayanan di rumah sakit tersebut.
Data kesan pasien di RSUD Kota Soe (Oktober 2011Oktober 2012) menunjukkan berbagai kritikan muncul dari
anggota keluarga pasien berkaitan dengan interaksi perawat
dengan pasien. Keluhan yang sering disampaikan berkaitan
dengan perawat yang kurang cekatan, kurang ramah, dan sering
terlihat tidak bersemangat dalam menangani pasien. Ini jelas
merupakan bentuk kinerja perawat yang kurang baik terhadap

8

pasien dalam pemberilan pelayanan kesehatan masyarakat.
Terkait dengan permasalahan tersebut maka penulis menemukan
bahwa adanya penurunan kualitas kinerja perawat yang
menyebabkan ikut berkurangnya kualitas pelayanan kesehatan

yang diberikan kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan
pendapat Maslach (dalam Hariono, 2012) yang menyatakan
bahwa perubahan sikap negatif dari si pemberi pelayanan ternyata
berdampak negatif terhadap kondisi penerima pelayanan.
Fenomena burnout karyawan menjadi penting untuk diteliti
karena apabila karyawan mengalami burnout, maka bukan hanya
dirinya saja yang terkena dampak yang ditimbulkan, melainkan
lingkungan sekitarnya pun akan ikut terkena dampaknya, seperti
keluarga dan perusahaan tempat ia berkerja (Andarika, 2004).
Suatu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa burnout
berdampak pada rendahnya komitmen kerja yang berakibat pada
kerugian yang besar bagi sebuah organisasi. Hal ini diperjelas
oleh Golembiewsky, dkk (dalam Andarika, 2004) yang
mengatakan bahwa akibat dari burnout dapat muncul dalam
bentuk berkurangnya kepuasan kerja, memburuknya kinerja, dan
produktivitas rendah. Akibat dari kejenuhan kerja itu sendiri
dapat muncul dalam bentuk berkurangnya kepuasan kerja,
memburuknya kinerja, dan produktivitas yang rendah. Apapun
penyebabnya, munculnya kejenuhan kerja berakibat kerugian di
pihak pekerja maupun organisasi.


9

Faktor-faktor penyebab burnout sendiri sangat bervariasi.
Menurut Pines dan Aronson (dalam Prawasti & Windayanti,
2007)

terdapat

faktor

yang

saling

berinteraksi

dalam

menimbulkan burnout, yaitu faktor lingkungan kerja dan

individu. Faktor lingkungan kerja meliputi kurangnya hak
otonomi pada profesinya, bertransaksi atau membuat perjanjian
dengan umum, konflik peran, ketidakjelasan peran, kurangnya
hasil kerja atau prestasi individu, kurangnya masukan yang
positif, tidak berada pada situasi yang berpihak, beban kerja yang
berlebihan, dan adanya pemicu stres di lingkungan fisik tempat
bekerja. Lingkungan kerja yang banyak menuntut tanggung
jawab yang besar seperti lingkungan rumah sakit dapat menjadi
salah satu sumber yang menimbulkan burnout pada perawat.
Faktor lain yang menimbulkan burnout adalah faktor yang
disebabkan oleh individu. Faktor individu meliputi individu
dengan idealisme yang tinggi, perfeksionis, komitmen yang
berlebihan, singlemindedness, dan faktor demografi seperti usia,
pekerjaan, dan jenis kelamin.
Perbedaan individu dalam organisasi sering menjadi
permasalahan yang sering muncul dalam dunia kerja. Salah satu
permasalahan perbedaan individual yang sering dikaitkan adalah
perbedaan jenis kelamin (Munandar, 2006). Pria dan wanita tidak
hanya berbeda secara fisik saja, tetapi berbeda pula dari segi
psikologis dan sosiologisnya.

10

Hasil penelitian yang dilakukan Prawasti & Windayanti
(2007) menunjukan pria dan wanita berbeda dalam hal dimensi
emosi

dan

depersonalization

yang

berpengaruh

terhadap

kelelahan kerja mereka. Namun pada dasarnya semua pekerja
dapat mengalami burnout

yang dikarenakan berbagai situasi

menekan yang dialami.
Sihotang (2004) yang meneliti tentang burnout dan jenis
kelamin menemukan hasil bahwa terdapat perbedaan burnout
antara pekerja laki-laki dan perempuan wanita. Secara jelas hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa wanita memperlihatkan
frekuensi lebih besar untuk mengalami burnout daripada pria,
yang disebabkan karena seringnya wanita merasakan kelelahan
emosional. Pendapat berbeda dikemukakan Gibson, dkk (dalam
Sihotang, 2004) yang menyatakan bahwa secara umum pria lebih
mudah mengalami burnout daripada wanita yang dikarenakan
wanita tidak mengalami peningkatan tekanan seperti yang
dihadapi seorang pria.
Berangkat dari fenomena yang ada di RSUD Kota Soe,
perbedaan pandangan dan hasil penelitian ilmiah yang dilakukan
oleh peneliti sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk mengkaji
perbedaan kelelahan kerja (burnout) antara perawat laki-laki dan
perawat perempuan di RSUD Kota Soe.

11

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan yang signifikan antara kelelahan kerja (burnout)
perawat laki-laki dan perawat perempuan di RSUD Kota Soe.
TINJAUAN PUSTAKA
Burnout

Burnout berkaitan dengan sindrom psikologis yang

muncul ketika karyawan atau orang yang bekerja mengalami
kelelahan

emosional,

depersonalisasi,

dan

pengurangan

sosialisasi juga penghargaan diri sendiri. Ungkapan tersebut
dijelaskan oleh Maslach & Jackson (1981), sebagai berikut “ a
syndrome of emotional exhaustion, depersonalization and
reduced personal accomplishment taht occur among individuals

who do ‘people work’ of some kind”.
Berikut merupakan penjelasan aspek-aspek burnout menurut
Maslach & Jackson (1981):
1. Kelelahan emosi (emosional exhaustion): pada kondisi ini,
rasa lelah muncul begitu saja tanpa sebelumnya didahului
oleh pengeluaran energi yang berarti. Selain itu, rasa lelah ini
tidak dapat hilang, meskipun individu tersebut sudah
melakukan istirahat selama beberapa hari. Kelelahan emosi
ditandai dengan munculnya rasa marah, depresi, dan mudah
tersinggung

12

2. Depersonalisasi: merupakan suatu kondisi kecenderungan
individu untuk menjauh atau menghilang dari lingkungannya,
bahkan tidak memperdulikan orang-orang di sekitarnya dan
bersikap negatif.
3. Rendahnya

hasrat

pencapaian

diri

(reduced

personal

accomplishment): suatu kondisi ketika individu merasa bahwa

dirinya tidak mampu atau tidak puas melakukan tugas yang
dibebankan padanya secara tepat.
Jenis Kelamin
Secara umum jenis kelamin diartikan sebagai pembedaan pria
dan wanita (Badudu & Zein, 1994 dalam kamus besar bahasa
indonesia).

Kemudian

menurut

Baron

&

Byrne

(2003)

mendefinisikan jenis kelamin sebagai istilah biologis berdasarkan
perbedaan anatomi dan fisik antara laki-laki dan perempuan.
Sears (1999) menambahkan bahwa perbedaan jenis kelamin
salah satunya dipengaruhi oleh faktor biologis yang nampak pada
perbedaan fisik seperti tinggi badan, kemampuan melahirkan dan
juga menyusui anak, serta perbedaan hormon.
Mengacu pada pengertian-pengertian jenis kelamin di atas
maka dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin berkaitan dengan
pembedaan pria dan wanita berdasarkan ciri-ciri fisik dan
anatomis.

13

METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah perawat Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Soe. selanjutnya total sampel yang diambil sebagai objek
penelitian berjumlah 54 orang. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling purposive

sampling atau dengan memilih sampel dengan didasarkan pada

karakteristik atau ciri-ciri tertentu yang sudah ditetapkan
(Sugiyono, 2011). Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan
mengacu pada rumus penentuan sampel yang dikemukakan
Yamare (dalam Supramono, 2003) yakni sebagai berikut:

Keterangan:
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
D2 : Taraf kepercayaan
1 : Angka konstan



n = �� 2 +

1

Dengan tingkat kepercayaan 10%, maka jumlah sampel
minimum yang diambil dalam penelitian ini adalah 51 perawat.
Namun pada akhirnya peneliti mengambil sampel sebanyak 54
orang dengan memperhitungkan jumlah total perawat laki-laki di
RSUD Kota Soe yang hanya berjumlah 27 orang.
Untuk memperoleh data dari penelitian

ini, peneliti

menggunakan skala burnout. Skala burnout yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan skala burnout berdasarkan dimensi-dimensi
burnout menurut Maslach dan Jackson (1981) yang diterjemahkan dan

dimodifikasi ke dalam Bahasa Indonesia serta disesuaikan dengan

14

situasi tempat penelitian. Dalam skala tersebut terdapat tiga dimensi
yang digunakan, yaitu: emosional exhaustion , reduced personal

accomplishment, Depersonalization.

Skala tersebut dikenal dengan nama Maslach Burnout
Inventory (MBI) yang tersusun sebanyak 22 item pertanyaan

dalam bentuk skala Likert dengan empat pilihan jawaban berkisar
dari sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Pernyataan

mendukung

(favorable)

menggunakan

urutan

penilaian jawaban 4 untuk Sangat sesuai, 3 untuk Sesuai, 2 untuk
Tidak sesuai, dan penilaian 1 untuk pernyataan Sangat Tidak
sesuai.

Sebaliknya

untuk

pernyataan

tidak

mendukung

(unfavorable) menggunakan urutan penilaian jawaban 1 untuk
pernyataan Sangat sesuai, 2 untuk Sesuai, 3 untuk Tidak sesuai,
dan 4 untuk pernyataan Sangat tidak sesuai.
Hasil

pengujian

validitas

dan

reliabilitas

alat

ukur

menunjukan bahwa jumlah item valid dalam skala MBI sebanyak
17 item dengan nilai reliabilitas sebesar 0,846. 5 item dalam skala
tersebut memiliki nilai validitas < 0,25 sehingga tidak digunakan
dalam penelitian ini.
HASIL PENELITIAN
Pengujian validitas dan reliabilitas menggunakan teknik
korelasi Product Moment yang diuji dengan menggunakan
program SPSS for Windows 20. Pada pengujian validitas dan
reliabilitas skala burnout yang digunakan dalam penelitian ini
dari total 22 item penyataan terdapat 5 item pernyataan yang
15

tidak valid dengan koefisien korelasi > 0,25 (Azwar, 2012)
sehingga kelima item tersebut tidak dapat digunakan dalam
penelitian ini. Nilai validitas skala burnout bergerak dari angka
0,251 sampai dengan 0,757, dengan nilai reliabilitas sebesar α =
0, 846.
Penelitian ini juga menggunakan uji normalitas dan
homogenitas data untuk mengetahui normal atau tidaknya data
dalam penelitian ini, serta untuk mengetahui apakah data
penelitian ini berasal dari satu variasi populasi yang homogen.
Pengujian normalitas data menggunakan rumus one sample
Kolmogorov-Smirnov

normalitas

sebesar

dan
0,935

diketahui
(>0,05).

memiliki

koefisien

Sedangkan

pengujian

homogenitas data menggunakan uji Oneway Anova dan diketahui
memiliki koefisen korelasi sebesar 0,732 (>0,05). Dengan kriteria
penerimaan >0,05 maka dapat dikatakan data dalam penelitian ini
berdistribusi normal dan berasal dari satu variasi populasi yang
homogen.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kelelahan
kerja (burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan
di RSUD Kota Soe, maka digunakanlah rumus Independent
Sample Test. Analisis data mengenai perbedaan kelelahan kerja

(burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di
RSUD Kota Soe, dengan bantuan SPSS 20,0 for windows,
menemukan hasil aka diperoleh hasil sebagai berikut (lihat tabel
1):

16

Tabel. 1
Mean dan Standar Deviasi Burnout pada Perawat Laki-laki
dan perawat Perempuan di RSUD Kota Soe

Burnout

sex
1
2

Group Statistics
N
Mean
Std. Deviation Std. Error Mean
27
35.44
5.191
.999
27
30.56
5.041
.970
Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of
Variances
F
Sig.

Burnout

Equal
variances
assumed
Equal
variances not
assumed

.118

.732

t-test for Equality of Means

t

df

3.511

Sig. (2tailed)

Mean
Std.
Differen
Error
ce
Differen
ce

95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper

52

.001

4.889

1.393

2.095

7.683

3.511 51.955

.001

4.889

1.393

2.094

7.683

Hasil perhitungan Independent Sample Test pada tabel 1
menunjukan bahwa nilai signifikansi untuk perbedaan kelelahan
kerja (burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan
memiliki nilai t-test sebesar 3,511 dengan signifikansi 0,001 atau
p < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan kelelahan kerja
(burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di
RSUD Kota Soe karena p > 0,05. Merujuk pada hasil perhitungan
Independent Sample Test diatas maka disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan kelelahan kerja (burnout) yang signifikan
antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di RSUD Kota
Soe dengan penjelasan bahwa perawat laki-laki lebih mengalami

17

kelelahan

kerja

(burnout)

(35,44)

dibandingkan

perawat

perempuan (30,56).

PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian tentang Perbedaan Kelelahan Kerja
(burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di
RSUD Kota Soe, didapat hasil perhitungan Independent Sample
Test sebesar 3,511 dengan signifikasi 0,001 atau p < 0,05. Hasil

ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan kelelahan kerja
(burnout) yang signifikan antara perawat laki-laki dan perawat
perempuan di RSUD Kota Soe. Di mana burnout yang dialami
perawat laki-laki lebih tinggi dibanding perawat perempuan di
RSUD Kota Soe. Dengan demikian maka hasil penelitian ini
sejalan dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan kelelahan kerja (burnout) antara perawat lakilaki dan perawat perempuan di RSUD Kota Soe.
Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Pertama,
perbedaan strategi coping stress antara laki-laki dan perempuan.
Ketika menghadapi masalah perempuan lebih lentur dan lebih
mampu mengatasi tekanan-tekanan besar dalam pekerjaan
sedangkan laki-laki lebih kaku dan serius dalam menghadapi
masalah-masalah pekerjaan. Perbedaan strategi coping stress
akan berdampak pada kecenderungan burnout yang dialami
individu. Kedua, perawat yang bekerja pada situasi kerja yang
kaku dan kurang baik sangat rentan terhadap burnout. Burnout

18

dapat terjadi apabila individu merasa tidak nyaman dengan
lingkungan kerjanya dan merasa diperlakukan tidak adil. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Rosyid (1996)
yang menemukan bahwa kelelahan kerja yang dialami pakerja
sering dipicu oleh kondisi internal yang ditunjang oleh faktorfaktor lingkungan berupa tekanan yang berlarut-larut. Pekerja
akan merasakan burnout karena kondisi lingkungan kerja yang
menyiratkan bahwa apa yang telah karyawan kerjakan itu sia-sia,
tidak berguna, dan tidak dihargai serta adanya prosedur atau
aturan-aturan yang kaku, tidak fleksibel sehingga karyawan
merasa terjebak dalam sistem yang tidak adil. Baron dan
Greenberg

(dalam

Rahman,

2007)

menambahka

apabila

lingkungan kerja dan sistem kerja seorang karyawan kurang baik
maka akan mempermudah munculnya kelelahan kerja.
Ketiga, tuntutan dan beban kerja yang berlebihan sehingga
mengakibatkan perawat mengalami kelelahan. Dalam penelitian
yang dilakukan Hariyono, Dyah & Yanuk (2009) menemukan
bahwa lonjakan pasien di rumah sakit membuat beban kerja
perawat semakin bertambah, sehingga sering memicu terjadi
burnout dikalangan perawat. Hasil pengamatan (observasi) di

RSUD Kota Soe ditemukan bahwa para perawat sering terlihat
sangat sibuk ketika lonjakan pasien meningkat. Hal tersebut
membuat waktu perawat untuk beristirahat menjadi berkurang.
Sementara itu, perbedaan kelelahan kerja antara perawat laki-laki
dan perawat perempuan di RSUD Kota Soe juga kemungkinan

19

terjadi karena perbedaan tuntutan pekerjaan dan beban kerja.
Pada beberapa jenis pekerjaan yang memerlukan kekuatan fisik
lebih, perawat laki-laki dituntut untuk lebih aktif dibandingkan
perawat perempuan. Beberapa contoh perbedaan beban kerja
antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di RSUD kota
Soe seperti, ketika memindahkan pasien

dan menyiapkan

oksigen perawat laki-laki yang lebih aktif. Sedangkan perawat
perempuan lebih kepada pemberian asuhan keperawatan dan
jarang terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan
kerja fisik berlebihan. Penelitian yang dilakukan Sihotang (2004)
memperjelas hal tersebut. Sihotang (2004) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa perbedaan tuntutan pekerjaan dan beban kerja
antara perawat laki-laki dan perawat perempuan mempengaruhi
kelelahan

kerja

yang

dialami.

Sihotang

(2004)

juga

menambahkan bahwa faktor peran gender juga mempengaruhi
perbedaan kelelahan kerja yang dialami perawat laki-laki dan
perawat perempuan. Secara umum pria lebih mudah mengalami
burnout daripada wanita. Hal ini dikarenakan wanita tidak

mengalami peringkat tekanan seperti yang dihadapi oleh seorang
pria, yang dapat disebabkan karena adanya perbedaan peran,
misalnya dalam hal kerja, bagi seorang pria ‘bekerja’ adalah
suatu hal mutlak untuk menghidupi keluarganya, namun tidaklah
demikian bagi seorang wanita, wanita boleh bekerja atau tidak,
jadi bukan merupakan suatu keharusan.

20

Hasil penelitian yang menunjukan perbedaan kelelahan kerja
(burnout) antara perawat laki-laki dan perawat perempuan sejalan
dengan penelitian Hariono (2012) yang menyebutkan bahwa lakilaki memiliki kecenderungan burnout yang lebih besar daripada
perempuan. Jika dibandingkan dengan pria, wanita lebih lentur
dalam menghadapi masalah dan lebih mampu mengatasi tekanan
besar dalam pekerjaan. Ketika menghadapi masalah dalam
pekerjaan laki-laki cenderung lebih kaku dan serius dibandingkan
dengan perempuan. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan
Sihotang (2004) menenukan hasil yang berbeda di mana hasil
penelitian

tersebut

menunjukkan

bahwa

wanita

yang

memperlihatkan frekuensi lebih besar untuk mengalami burnout
daripada pria. Hal tersebut disebabkan karena seringnya wanita
merasakan kelelahan emosional dalam bekerja. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Sihotang (2004), penelitian yang
dilakukan Maharani (2011) menemukan hasil yang berbeda di
mana burnout yang dialami laki-laki lebih rendah dibandingkan
dengan

burnout

yang

dikarenakan perbedaan
dibandingkan

dialami

perempuan.

self-efficacy laki-laki

perempuan.

Tingginya

Hal

tersebut

lebih tinggi

self-efficacy

laki-laki

mempengaruhi rendahnya burnout yang dialami.
Temuan empiris lain dalam penelitian menunjukan tingkat
kelelahan kerja (burnout) pada perawat di RSUD Kota Soe baik
itu laki-laki maupun perempuan, memiliki persentase yang
tertinggi dan terbanyak pada kategori rendah, dengan nilai

21

persentase sebesar 66,6% (36 perawat; 20 orang perawat laki-laki
dan 16 orang perawat perempuan). Pada kategori sangat rendah
memiliki nilai persentase sebesar 20,3% (11 perawat; 1 orang
perawat laki-laki dan 10 orang perawat perempuan). Pada
kategori sedang memiliki nilai persentase sebesar 11,1% (6
perawat ; 6 perawat laki-laki dan 0 perawat perempuan).
Sementara itu, pada kategori burnout tinggi memiliki presentasi
1,8% (1 orang perawat laki-laki) dan presentasi sangat tinggi 0%
atau dengan kata lain tidak ada perawat (laki-laki dan perempuan)
yang mengalami burnout pada tingkatan sangat tinggi. Kelelahan
kerja perawat RSUD Kota Soe yang sebagian besar tergolong
dalam

kategori

rendah

mengindikasikan

bahwa

kondisi

lingkungan kerja dan sistem kerja di RSUD Kota Soe tergolong
baik sehingga kecenderungan perawat untuk mengalami burnout
rendah. Selain itu, rendahnya tingat kekelahan kerja perawat juga
mengindikasikan bahwa beban kerja di RSUD Kota Soe tidak
berlebihan sehingga perawat tidak begitu mengalami kelelahan
akibat beban kerja yang berlebihan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
kelelahan kerja (burnout) yang signifikan antara perawat laki-laki
dan perawat perempuan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Soe.
Artinya hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa

22

terdapat perbedaan kelelahan kerja (burnout) yang signifikan
antara perawat laki-laki dan perawat perempuan di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Soe diterima.
Hasil analisis data menunjukan rata-rata tingkat kelelahan
kerja (burnout) yang dialami perawat di RSUD Kota Soe
tergolong dalam kategori rendah. Selain itu, persentasi terbesar
pada kelelahan kerja (burnout) yang dialami perawat adalah pada
dimensi emotional exhaustion.

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta
mengingat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini,
maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:
a. Bagi Pimpinan Rumah Sakit
1. Memberikan penghargaan atau reward (imbalan) kepada
perawat yang memiliki kinerja baik, berupa materi
(kenaikan tunjangan dan bonus), maupun psikologis
(berupa

piagam

penghargaan

kepada

karyawan

berprestasi). Dengan merasa kinerja dan pengabdiannya
dihargai maka kecenderungan burnout yang dialami akan
semakin menurun.
2. Memberlakukan strategi pertukaran shift setiap minggu
agar mengurangi kejenuhan dan kelelahan kerja akibat
pekerjaan yang monoton dan tekanan akibat pekerjaan.

23

3. Mengadakan rekreasi dan outbond bagi perawat. Rekreasi
dan outbond bertujuan sebagai media refresing bagi
perawat yang mengalami kelelahan dan kejenuhan akibat
pekerjaan.
4. Memberikan program pelatihan berjenjang bagi perawat
agar

terus

memberikan

mengembangkan
pelayanan.

kompetensinya
Dengan

dalam

meningkatnya

kemampuan pemberian pelayanan maka perawat akan
semakin profesional dalam menghadapi masalah-masalah
kesehatan dan kelelahan akibat tekanan-tekanan pekerjaan
semakin menurun.
b. Bagi Perawat
1. Mengerjakan pekerjaan dengan beban kerja yang moderat
sehingga mengurangi kecenderungan
disebabkan

oleh

kelebihan

beban

burnout

yang

kerja

serta

ketidakpuasan dalam melakukan tugas yang dibebankan
secara tepat. Hal tersebut berlaku baik bagi perawat lakilaki maupun perawat perempuan.
2. Adanya pembagian tugas yang jelas dan seimbang agar
tidak membebani salah satu di antara perawat laki-laki
dan perawat perempuan.
3. Perawat dapat menyampaikan pendapat, pikiran dan
keinginannya kepada pihak rumah sakit dengan cara
pertemuan rutin 1 bulan sekali, sehingga bukan hanya di
antara perawat yang dapat tercipta relasi sosial yang baik,

24

akan tetapi di antara semua elemen dalam rumah sakit
juga tercipta hal yang sama, yakni kerjasama yang saling
menguntungkan. Dengan begitu salah satu sumber
burnout yakni depersonalisasi sudah dapat ditanggulangi.

4. Mengadakan ibadah bersama, olahraga bersama dan juga
diskusi bersama yang semakin mengakrabkan hubungan
antar perawat, sehingga suasana di tempat kerja tetap
terjaga dengan baik.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Melihat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini
maka peneliti selajutnya disarankan untuk:
1. Dapat mengembangkan penelitian ini menggunakan teoriteori dan dimensi-dimensi yang lebih khusus untuk
melihat kelelahan kerja dikalangan perawat.
2. Peneiliti selanjutnya dapat memanfaatkan hasil penelitian
secara maksimal serta meningkatkan kualitas penelitian,
khususnya yang berhubungan kelalahan kerja (burnout).
3. Memperluas orientasi kancah penelitian tidak hanya pada
pelayanan kesehatan, tetapi juga pada pelayanan pendidikan,
perbankan, dan organisasi yang bergerak di bidang industri.

4. Meneliti

variabel-variabel

lain

yang

berkaitan

langsungdengan burnout seperti usia, harga diri, tingkat
pendidikan, masa kerja, karakteritik kepribadian, strategi
coping stress.

25

DAFTAR PUSTAKA
Andarika, R. (2004). Burnout Among Semarang St. Elisabeth
Hospital Female Nurses. Jurnal PSYCHE. Vol. 1. No. 1
Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Baron, R. A & Byrne, D. (2003). Psikologi Sosial, ed 10. Jakarta:
Erlangga
Gibson, J. L., John, I. M & James, D. H. (1996). Organisasi.
Jakarta: Binarupa Aksara
Hadi, S. 2000. Statistik jilid 2. Jogjakarta: Andi
Hariono, F. A. (2012). Burnout Pada Agen Call Center. e-journal
psikologi repository Gunadarma University. Diakses pada
tanggal
8
Februari
2012
dari
https:/repository.gunadarma.ac.id/10505069.pdf
Hariyono, W., Dyah, S & Yanuk, W. (2009). Hubungan Antara
Beban Kerja, Stres Kerja Dan Tingkat Konflik Dengan
Kelelahan Kerja Perawat Di Rumah Sakit Islam Yogyakarta.
Jurnal KesMas UAD. Vol. 3, no 3. Hal. 186-197
Lailani, F. (2012). Burnout Pada Perawat Ditinjau Dari Efikasi
Diri dan Dukungan Sosial. Talenta Psikologi. Vol 1. No 1.
Maharani, D. R. (2011). Hubungan Antara Self Efficacy Dengan
Burnout Pada Guru Sekolah Dasar Negeri X Di Kota Bogor.
Diakses
pada
tanggal
15
Maret
2013
dari
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1177/
1/10507050.pdf.

26

Maharani. P,A & Triyoga, A. (2012). Job Burnout (Burnout) with
Performance by Nurses in Nursing Care Provision. Jurnal
STIKES. Vol. 5, No. 2. Hal. 167
Maslach, C & Jackson, S. E. (1981). The measurement of
experienced burnout. Journal of Occupational Behaviour .
Vol. 2.99-113.
Munandar, A. S. (2006). Psikologi Industri dan Organisasi.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Pines, A. M. & Aronson, E. (1988). Career Bumout: Causes and
Cures. New York: Free Press.
Prawasti, C. Y & Windayanti. (2007). Burnout pada Perawat
Rumah Sakit Pemerintah dan Perawat Rumah Sakit Swasta.
Jurnal Psikologi. Vol. 13. No 2. Hal 127-139
Rahman, U. (2007). Mengenal Burnout Pada Guru. Jurnal
Lentera Pendidikan, edisi X, No. 2. Hal 216-227
Rice. (2002). Kualitas Dan Mutu Pelayanan Organisasi. Jakarta:
ECG
Rosyid, H.F. 1996. Burnout: Penghambat Produktivitas Yang
Perlu Dicermati. Bulletin Psikologi. Vol. IV (1). Hal. 19-25.
Sears, D. O & Peplau, L. A. (1999). Psikologi Sosial. Ed 5. Jilid
2. Alih Bahasa. Jakarta: Erlangga
Sihotang, I. N. (2004). Employees’ Burnout in Relation to
Perception toward Psychological Work Environment adn Sex.
Jurnal PSYCHE Vol 1. No 1. Hal 10-16
.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Administrasi. Bandung:
Alfabeta

27

Tawale, E. N., Widjajaning, B., & Gartinia, N. (2011). Hubungan
antara Motivasi Kerja Perawat dengan Kecenderungan
mengalami Burnout pada Perawat di RSUD Serui–Papua.
INSAN. Vol. 13 No. 02. Hal. 74-83

28