Inventarisasi Bitumen Padat (Tarsand) Di Kabupaten Buton

(1)

INVENTARISASI BITUMEN PADAT (TARSAND) DI KABUPATEN BUTON

Oleh : Agus Subarnas

SARI

Bitumen padat didefinisikan sebagai suatu batuan sedimen klastik halus seperti serpih, lanau, batulempung ataupun batupasir yang kaya akan material organik dan mempunyai prospek untuk menghasilkan sejumlah minyak dan gas melalui proses geologi tertentu. Setelah mengalami pemanasan pada suhu tertentu material organik tersebut mengalami dekomposisi dan melepaskan hidrokarbon dalam bentuk uap dan setelah melalui proses pendinginan akan berubah menjadi minyak atau gas.

Bitumen padat merupakan energi fosil yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan sebagai salah satu energi alternatif untuk mensubtitusi energi fosil yang selama ini digunakan, karena endapan ini dapat terbentuk pada lingkungan danau, lagun, neritik sampai laut dangkal yang sangat mungkin terjadi di Indonesia.

Dalam menunjang program pemerintah untuk menginventarisir sumberdaya energi diseluruh wilayah Indonesia, maka telah dilakukan penyelidikan endapan bitumen padat/Tarsand didaerah Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Didaerah penyelidikan, endapan bitumen padat terbentuk pada 3 Formasi, yaitu pada satuan serpih berwarna abu abu- hitam Formasi Winto berumur Trias, pada satuan serpih abu abu – abu abu kehitaman Formasi Ogena berumur Jura dan pada satuan batupasir gampingan Formasi Sampolakosa berumur Pliosen. Tebal endapan berkisar antara 1 m sampai > 15 m dengan sebararan kearah lateral mencapai sampai 3 km. Secara hipotetik total Sumber Daya Bitumen padat/ Tarsand di Kab Buton 174.810.600,72 ton atau sekitar 90.951.917,34 barel minyak ton dengan kandungan minyak rata-rata pada conto yang dselidiki 104 l/ton.

Dari conto yang dianalisis mengindikasikan bahwa batuan induk didaerah buton didominasi oleh material organik yang bersifat oil prone.dimana Hidrokarbon yang dihasilkan telah mengalami biodegradasi.


(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya kebutuhan energi pada saat ini dan masa yang akan datang perlu diiringi dengan meningkatkan penemuan-penemuan sumber energi baru selain yang telah biasa digunakan selama ini yaitu minyak dan gas bumi serta batubara. Salah satu upaya tersebut adalah diversifikasi energi dari sumber energi fosil lainnya, untuk itu maka pada tahun–tahun belakangan ini dilakukan penyelidikan terhadap kemungkinan bitumen padat (Tarsand) yang mengandung minyak.

Penyelidikan pendahuluan bitumen padat merupakan upaya untuk menghimpun data potensi bitumen padat dari beberapa tempat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka meningkatkan ketersediaan data terbaru dan akurat, selain itu kegiatan ini terkait dengan penyusunan neraca sumber daya energi fosil sehingga diharapkan terjadi peningkatan investasi di bidang eksplorasi bitumen padat. Berdasarkan hal tersebut maka pada tahun 2009 ini melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Pusat Sumber Daya Geologi TA 2009 akan dilakukan kegiatan penyelidikan pendahuluan bitumen padat yang akan dilakukan di kabupaten Buton.

Secara khusus, penyelidikan bitumen padat (Tarsand) pada lokasi ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengetahui potensi sumber daya energi di wilayah Indonesia Bagian Timur, serta untuk menambah data potensi bitumen

padat pada bank data di Pusat Sumber Daya Geologi.

Kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Sumber Daya Geologi ini sesuai dengan tupoksi yang ada dan berdasarkan adanya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 0030 Tahun 2005, Pusat Sumber Daya Geologi (PMG) untuk melaksanakan kegiatan penelitian, penyelidikan dan pelayanan bidang sumber daya geologi.

Maksud dan Tujuan

Maksud dilakukannya penyelidikan endapan bitumen ini diantaranya adalah untuk mendapatkan data berupa lokasi sebaran formasi yang diduga mengandung bitumen padat, mendapatkan data kedudukan lapisan tersebut terhadap formasi batuan lainnya, arah jurus dan kemiringan lapisan, mengetahui karakteristik sebaran, ketebalan lapisan bitumen padat, menentukan lingkungan pengendapannya, kualitas dan potensi

sumber daya bitumen padat (Tarsand) di

daerah tersebut.

Sedangkan tujuannya untuk menentukan lokasi-lokasi singkapan bitumen padat dan daerah prospeksi temuan dilapangan dengan memplotkannya pada peta geologi dan sebaran endapan bitumen padat dengan sekala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000 sehingga tersedia data potensi sumber

daya bitumen padat (Tarsand) yang

diperlukan pemerintah, pemerintah daerah maupun pihak swasta dalam rangka pengembangan potensi lebih lanjut.


(3)

Lokasi Penyelidikan

Daerah peninjauan utama terletak didaerah Lasalimu dan sekitarnya dan berjarak lebih kurang 150 Km dari Kota Bau-Bau. Secara administratif lokasi tersebut termasuk kedalam wilayah Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan posisi Geografis terletak pada koordinat 123 00 00” BT - 123 15 00” BT dan 05 15 00” LS - 05 30 00” LS , akan tetapi berhubung pada daerah tersebut sebaran bitumen sangat minim maka penyelidikan dilakukan di lokasi-lokasi lainnya, sehingga dalam laporan ini ditampilkan peta sebaran dan Sumber Daya Bitumen Padat Kabupaten Buton yang dibatasi padsa koordinat 122 33 BT - 123 15 00” BT dan antara 05 09 LS - 05 45 LS (Gambar 1).

Waktu Penyelidikan

Pelaksanaan kegiatan lapapangan berlangsung pada bulan awal November sampai awal Desember 2009 selama 30 hari.

Pelaksana dan Peralatan Pelasana Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh 6 petugas yang berasal dari Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi DESM, dengan susunan sebagai berikut :

• Ahli Geologi 2 orang

• Surveyor 2 orang

• Teknisi 2 orang

Metode dan sistimatika pekerjaan

Metode dan sistimatika penyelidikan yang dilakukan terdiri dari tiga tahap :

• Pertama adalah tahap Persiapan yang

meliputi :

• Studi literatur mengenai daerah

yang dituju baik dari penulis terdahulu maupun dari informasi lisan.

• Evaluasi data sekunder.

• Membuat Rencana kerja

• Persiapan peta dan peralatan

survei.

• Kedua adalah eksplorasi langsung

dilapangan dimana kegiatan yang dilakukannya adalah :

• Mencari lokasi

singkapan-singkapan bitumen padat berdasarkan informasi yang pernah didapatkan, kemudian mengembangkan informasi tersebut berdasarkan temuan yang didapatkan dilapangan.

• Dilakukan pengukuran

kududukan dan tebal lapisan kemudian dilakukan pemerian terhadap singkapan tersebut, dan diplotkan pada peta dasar.

• Pengamatan pada formasi

lainya yang diduga sebagai formasi sekunder pengendapan bitumen padat.

• Dilakukan pengamatan

penampang terukur pada formasi-formasi yang dianggap penting.

• Dokumentasi singkapan

seperlunya.

• Dilakukan pengambilan conto

bitumen padat untuk keperluan analisis

• Analisis Laboratorium yang dilakukan

beberapa pengujian diantaranya :


(4)

• Pengujian TOC

• Pengujian Rock eval

• Analisis Petrografi

• Penyusunan laporan

• Evaluasi data potensi

• Pembuatan peta sebaran

GEOLOGI UMUM

Secara regional daerah penyelidikan termasuk dalam bagian peta geologi lembar Buton, Sulawesi Tenggara. Sejak lama daerah ini sangat dikenal dengan komoditas sumberdaya aspalnya yang dikenal dengan istilah aspal alam.

Keadaan umum daerah penyelidikan sebagian besar merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian yang sangat bervariasi antara 100 m sampai 700 m dari permukaan laut dan seringkali mempunyai kemiringan lereng yang sangat tajam, keadaan ini sangat dimungkinkan karena hampir sebagian besar daerah penyelidikan terdiri dari formasi-formasi batuan yang terdiri dari batugamping.

Daerah penyelidikan termasuk bagian dari AnjunganTukang besi-Buton, Anjungan Tukang besi-Buton ini sering bersentuhan dengan Mandala Sulawesi Timur yang dicirikan oleh gabungan batuan ultramafik, mafik dan malihan. Sedangkan Anjungan Tukangbesi-Buton dicirikan oleh kelompok batuan sedimen pinggiran benua serta oleh batuan malihan berumur Permo-Karbon sebagai batuan alasnya.

Daerah penyelidikan tersusun dari formasi

batuan yang mempunyai kisaran umur panjang yaitu antara Trias sampai Kuarter. Adapun urutan formasi tersebut dari tua ke muda adalah: Kompleks Ultrabasa Kapontori,Basal, Diorit, Formasi Mukito, Formasi Doole, Formasi Winto, Formasi Ogena,Formasi Rumu, Formasi Tobelo, Anggota Batugamping Formasi Tondo, Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa, Formasi Wapulaka dan Endapan Aluvium.

Batuan malihan Formasi Mukito yang berumur Pra Trias dan Formasi Doole berumur Trias Awal sampai Jura Akhir diperkirakan berada tidak selaras diatas batuan alas. Formasi Mukito terdiri atas Sekis plagioklas-hornblenda, Sekis klorit-epidot, filit terkersikan dan sekis silikat-gamping, sedangkan formasi Doole merupakan runtunan batuan malihan berderajat lemah yang terdiri atas kuarsit mikaan berselingan dengan filit dan batusabak.

Pada Trias Akhir hingga Jura Akhir berturut-turut diendapkan batuan sedimen Formasi Winto, Formasi Ogena dan Formasi Rumu. Formasi Winto diendapkan dalam lingkungan neritik hingga laut dalam. Batuannya tersusun atas perselingan serpih, batupasir, konglomerat dan batugamping., bercirikan klastika daratan dan karbonat, mengandung sisa tumbuhan, kayu terarangkan dan sisipan tipis batubara. Formasi Ogena tersusun atas batugamping pelagos bersisipan klastika halus dan batugamping pasiran, sebagian berbitumen atau diimpregnasi oleh aspal, Formasi Ogena diendapkan dalam lingkungan laut dalam. Sedangkan Formasi


(5)

Rumu merupakan perselingan batugamping merah, napal dan kalkarenit

Selanjutnya pada Kurun waktu antara Kapur Akhir sampai Paleosen diendapkan sedimen laut dalam Formasi Tobelo. Didalam lembar peta ini Formasi Tobelo diendapkan tidak selaras diatas Formasi-Formasi tersebut.

Pada Zaman Tersier kedalam cekungan Miosen diendapkan batuan sedimen dari beberapa Formasi diantaranya Anggota Batugamping Formasi Tondo, Formasi Tondo dan Formasi Sampolakosa. Anggota Batugamping Formasi Tondo terdiri atas batugamping terumbu dan kalkarenit, sedangkan Formasi Tondo terdiri atas konglomerat, batupasir kerikilan, batupasir dengan sisipan batulanau dan perselingan batupasir, batulanau dan batulempung. Kedua Formasi ini diduga mempunyai hubungan stratigrafi yang menjari-jemari satu terhadap yang lainnya dan diendapkan pada Zaman Miosen Pada Akhir Tersier diendapkan Formasi Sampolakosa dalam lingkungan pengendapan neritik – Batial. Batuan Formasi Sampolakosa didominasi oleh napal dengan sisipan kalkarenit pada bagian tengah dan atasnya.

Pengendapan pada cekungan Tersier didaerah ini diakhiri dengan diendapkannya Formasi Wapulaka dan Endapan Aluvium pada Zaman Kuarter. Formasi Wapulaka berumur Plistosen, terdiri atas Batugamping terumbu ganggang dan koral, memperlihatkan undak-undak pantai purba dan topografi karst, endapan hancuran terumbu, batugamping pasiran, batupasir

gampingan, batulempung dan napal kaya foraminifera plangton.

HASIL PENYELIDIKAN

Geologi Daerah Penyelidikan Morfologi Daerah Penyelidikan

Sebagian besar daerah penyelidikan merupakan dataran yang berbukit-bukit dengan kemiringan lereng rata-rata antara 20 sampai 50 dan pada beberapa tempat seringkali mencapai 80. Kenampakan morfologi tersebut didaerah penyelidikan terbentuk sebagian besar oleh batugamping, konglomerat, batuan ultrabasa dan batuan pra tersier lainnya dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas struktur geologi didaerah itu. Pada beberapa tempat kenampakan morfologinya membentuk ciri yang khusus dimana batugamping terlihat sebagai plateau.

Ketinggian rata-rata didaerah penyelidikan sekitar 100 m sampai 400 m dari permukaan laut, namun pada daerah tertentu ada yang mencapai ketinggian sampai 750 m dari permukaan laut.

Pola aliran sungai yang berkembang didaerah penyelidikan pada umumnya memberikan ciri aliran sungai Sub dendritik, pola aliran sungai ini dikontrol oleh litologi dan struktur geologi yang terjadi. Stadium erosi sungai dapat diklasifikasikan sebagai perpaduan antara stadium muda dan stadium dewasa, dimana pada umumnya pada tahap stadium dewasa sungai tersebut sudah berada antara 5 km sampai 15 km dari garis pantai.


(6)

Pada umumnya sungai-sungai kecil didaerah penyelidikan tidak berair dan hanya sungai – sungai utama yang berair dimusim kemarau, kemungkinan keringnya air sungai diakibatkan karena kurangnya daya serap tanah terhadap air akibat tidak adanya vegetasi yang dapat menyerap air hujan. Kemungkinan lain keringnya air sungai adalah akibat banyaknya aliran sungai bawah tanah dan membentuk rongga-rongga atau gua-gua dalam tanah. Aliran sungai yang ada didaerah penyelidikan bermuara pada 3 tempat, sungai-sungai yang berada dibagian Baratlaut bermuara di Selat Buton, sungai-sungai dibagian Timurlaut bermuara di Teluk Lawele dan sungai-sungai dibagian Selatan daerah penyelidikan bermuara di Teluk Pasarwajo.

Starigrafi Daerah Penyelidikan

Susunan stratigrafi daerah inventarisasi terdiri atas batuan dengan kisaran umur dari Yura hingga Kuarter. Satuan batuan tertua adalah Fm. Ogena berumur Yura, yang ditutup secara tidak selaras oleh satuan batuan dari Fm. Tobelo yang berumur Kapur Atas. Kemudian di atas Fm. Tobelo diendapkan satuan batuan berumur Tersier, terdiri atas: Anggota Batugamping Tondo, Fm. Tondo, Fm. Sampolakosa dan Fm. Wapulaka serta Endapan Aluvium (Gambar 2 ).

Formasi Ogena

Formasi ini di daerah inventarisasi tersingkap di bagian Timur laut dan sedikit di bagian Barat dan Tengah. Litologinya terdiri dari batugamping berlapis yang kadang-kadang diselingi dengan napal.

Batugamping berwarna coklat abu-abu, keras, dengan ketebalan perlapisan 0,20 m hingga 0,30 m. Sedangkan napal berwarna abu-abu terang, kompak, tebal perlapisan antara 0,10 m hingga 0,20 m. Total ketebalan Fm. Ogena di daerah inventarisasi berkisar antara 75 - 100 m.

Formasi Tobelo

Formasi Tobelo tersingkap di bagian Timur laut dan Barat daerah inventarisasi yang menutupi Fm. Ogena secara tidak selaras. Ciri litologi formasi ini didominasi oleh kalsilutit dengan sisipan rijang. Ketebalan Fm. Tobelo di daerah inventarisasi antara 50 - 75 m, berumur Yura.

Anggota Batugamping Formasi Tondo

Anggota batugamping Fm. Tondo tersingkap di aliran S. Lano Tompano, S. Minanga Kambowa, S. Lawele dan Umala Taruku. Formasi ini dicirikan oleh batugamping terumbu, mengandung banyak foraminifera bentos dan koral.

Di bagian selatan daerah inventarisasi, anggota Batugamping Fm. Tondo ini berbatasan dengan Fm. Wapulaka dan Batuan Ultrabasa Kapontori, dimana kontak antar formasi berupa sesar naik dan sesar normal. Di bagian utara daerah inventarisasi Anggota Batugamping Fm. Tondo menempati inti antiklin, atau muncul dengan batas antar formasi berupa sesar mendatar/normal. Anggota ini menempati bagian paling bawah dari Fm. Tondo yang kemudian ditutup oleh batupasir kerikilan.

Formasi Tondo


(7)

menempati bagian tengah yang tersingkap sebagai inti antiklin dengan arah Utara – Selatan. Batuan penyusun Fm. Tondo terdiri atas konglomerat dan batupasir kerikilan serta batupasir kasar - halus, batulanau hingga batulempung, dimana konglomerat menempati bagian paling bawah dengan ketebalan lebih dari 100 m. Kemudian batupasir kerikilan dan batupasir kasar menutupi konglomerat secara selaras, dan pada beberapa lapisan batupasir kasar ditemukan rembesan aspal.

Konglomerat umumnya disusun oleh fragmen batuan beku dengan matriks berukuran pasir kasar yang terelaskan dan tidak menunjukkan sruktur perlapisan. Singkapan konglomerat sangat baik ditemukan di sepanjang aliran S. Batuawu membentuk air terjun yang bersusun dengan ketebalan mencapai 100 m.

Batupasir, berwarna abu-abu terang hingga coklat kehitaman, umumnya membentuk perlapisan dengan ketebalan 0,20 m hingga 1,00 m, berbutir halus – kasar, terpilah sedang, kadang dijumpai rembesan aspal yang mengisi pori-pori batupasir dengan ketebalan 0,10 m hingga 0,20 m.

Batulanau, berwarna abu-abu kecoklatan, kompak sampai mudah hancur, berlapis tipis agak menyerpih dengan ketebalan perlapisan antara 2 m - 3 m.

Batulempung, berwarna abu-abu kehitaman, agak kompak dengan ketebalan perlapisan 1 m hingga 2 m.

Singkapan batuan Fm. Tondo cukup baik ditemukan di sepanjang aliran S. Batuawu,

S. Minanga Kambowa, S. Minanga Lahantoko, S. Suandala, S. Mawonpenga dan S. Lawele.

Ketebalan Fm. Tondo di daerah ini mencapai lebih dari 150 m, dengan umur formasi Miosen Awal – Miosen Tengah.

Formasi Sampolakosa

Formasi ini di daerah inventarisasi terutama terdiri atas napal dan batupasir gampingan dengan sisipan kalkarenit berlapis tipis.

Napal berwarna abu-abu terang, kompak dan umumnya masif sampai berlapis yang dipisahkan oleh sisipan tipis kalkarenit, dengan ketebalan perlapisan 2 m hingga lebih dari 5 m.

Batupasir gampingan berwarna abu-abu terang hingga coklat kehitaman, berbutir halus, kompak, terpilah baik, pada beberapa tempat mengandung rembesan aspal. Singkapan batupasir gampingan dengan rembesan aspal cukup baik ditemukan di Desa Suandala, Desa Lawele dan Kelurahan Kamaru, dengan ketebalan lapisan batupasir mencapai 2 m hingga >10 m.

Batugamping kalkarenit, berwarna kuning kecoklatan, kompak, dengan ketebalan perlapisan 0,10 m hingga 0,30 m.

Penyebaran Fm. Sampolakosa di daerah inventarisasi menempati bagian Utara - Barat, bagian tengah dan bagian tenggara. Akan tetapi berdasarkan hasil inventarisasi diketahui bahwa formasi ini tidak seluruhnya mengandung aspal, sehingga


(8)

lapisan batuan yang diperkirakan mengandung bitumen hanya dijumpai di Teluk Lawele bagian timur sekitar Desa Lawele, Desa Suandala dan Desa Kamaru.

Penyelidik terdahulu menyebutkan bahwa Fm. Sampolakosa berumur Miosen Atas hingga Pliosen Bawah, dengan ketebalan terukur di daerah ini mencapai 80 m hingga 100 m.

Formasi Wapulaka

Formasi Wapulaka merupakan formasi termuda yang tersingkap di daerah inventarisasi. Litologi formasi ini terutama merupakan batugamping terumbu, yang di bagian bawahnya terdiri atas napal dan batugamping pasiran.

Batugamping terumbu berwarna putih kekuningan, yang disusun oleh ganggang atau koral membentuk undak-undak pada pinggiran pantai daerah inventarisasi.

Napal, menempati bagian bawah, berwarna putih kekuningan kompak yang berselingan dengan batupasir gampingan, berwarna abu-abu kekuningan, kompak serta tidak menunjukkan aroma bitumen.

Penyebaran Fm. Wapulaka di daerah inventarisasi umumnya mengikuti pola pantai saat ini, dimana hubungan dengan formasi di bawahnya menunjukkan selaras, hanya di beberapa tempat menunjukkan hubungan tidak selaras, seperti di Desa Mataompana dan Desa Labundobundo.

Berdasarkan hasil inventarisasi sebelumnya, formasi ini diketahui berumur Plistosen.

Endapan Aluvium

Aluvium merupakan endapan termuda terdiri atas kerakal, kerikil, pasir dan lumpur. Endapan ini masih terus berlangsung sebagai hasil dari pengikisan sungai saat ini. Di daerah inventarisasi endapan aluvium umumnya menempati garis pantai seperti di Desa Mataompana, Desa Todanga, Desa Kambowa dan di bagian Selatan sekitar Sampolawa.

Struktur Geologi Daerah

Penyelidikan

Struktur geologi yang terdapat didaerah penyelidikan umumnya berupa struktur lipatan dan patahan. Sumbu lipatan didaerah penyelidikan pada umumnya Timurlaut – Baratdaya, lipatan tersebut berupa Sinklin dan Antiklin. Struktur lipatan tersebut hampir mempengaruhi semua formasi yang ada didaerah penyelidikan terutama intensif dibelahan Tenggara daerah penyelidikan mulai dari Utara sampai ke Selatannya.

Struktur patahan utama mempunyai arah Timurlaut – Baratdaya dan nampaknya mengikuti arah memanjangnya tubuh batuan Pra Tersier dan Sumbu cekungan Miosen Anjungan Buton-Tukangbesi. Patahan Utama ini umumnya berupa sesar naik dan sesar normal. Salah satu patahan utama yang sangat penting adalah sesar naik Winto, sesar ini mengangkat Formasi Winto kepermukaan dan diperkirakan berpotensi sebagai jalur rembesan minyak serta munculnya endapan aspal murni kepermukaan, selain itu jalur sesar ini memunculkan beberapa mata air panas. Selain patahan utama, terdapat juga


(9)

patahan –patahan ikutan atau sekunder yang mempunyai arah Baratlaut – Tenggara dan Utara – Selatan. Patahan sekunder ini didaerah penyelidikan umumnya berupa sesar normal atau sesar geser. Patahan Utama dan sekunder didaerah penyelidikan memotong hampir semua formasi batuan yang berumur Tersier dan Pra Tersier, oleh karenanya sangat umum jika batas litologi didaerah penyelidikan kebanyakan merupakan kontak sesar.

Pembahasan Hasil Penyelidikan

Data Lapangan dan Interpretasi

Lapisan batuan mengandung bitumen padat terdapat pada Formasi Wintodan Formasi Ogena. Kandungan Bitumen padat pada kedua Formasi tersebut terdapat pada lapisan serpih berwarna abu-abu, abu-abu kehitaman dan serpih berwarna hitam. Tebal serpih bervariasi antara 10 cm sampai 15 m. Diantara lapisan serpih kadang-kadang terdapat sisipan-sisipan tipis batupasir dan batugamping setebal 1 hingga 10 cm dan sering dijumpai sisa-sisa tumbuhan berwarna coklat-hitam , berlembar pada bagian atas atau bawah lapisan serpih. Akan tetapi penyebaran terluas endapan Bitumen padat terdapat pada lapisan batupasir gampingan Formasi Sampolakosa

Endapan Bitumen Padat di Blok

Gonda

Pada Blok 2 terdapat 4 singkapan batuan

yang mengandung tarsand, yaitu pada

lokasi singkapan L-01, L-01 B, L-02, L-02C, LA-09 dan LG-01

L-01

Singkapan yang dijumpai merupakan batupasir gampingan, besar butir halus-sedang, berwarna coklat-abu abu kehitaman, kurang kompak, perlapisan kurang jelas, mengandung bitumen, terdapat rembesan aspal yang keluar melalui rekahan-rekahan batuan.

Pengukuran arah Strike/Dip N 40○ E/27○,

tebal lapisan mengandung bitumen 3,50 m. Pelamparan lapisan kearah lateral yang dapat ditelusuri di permukaan sejauh150 m.

L-01 B

L-01 B ditemukan sekitar 100 m dari L-01. Litologinya berupa lapisan batupasir gampingan yang terimpregnasi aspal. Batupasir berwarna abu-abu kehitaman-hitam, besar butir halus-sedang, pada bagian tertentu rembesan aspal yang keluar melalui rekahan batuan cukup besar. Pengukuran arah Strike/Dip hampir sama

dengan lokasi L-01 yaitu N 40○ E/21○.

L-02

Singkapan terdapat di S. Manciritapa. Litologinya merupakan perlapisan batupasir gampingan berwarna coklat, besar butir halus, kompak, terdapat kandungan

tarsand, tebal lapisan yang terukur 2 m.

Arah pengukuran N 40○ E/51○. .

L-02 C

Singkapan terdapat dibagian utara. Litologinya merupakan batuan konglomerat, berwarna abu abu–hitam, matriks batugamping pasiran dengan komponen batuan beku berukuran kerikil-kerakal, pemilahan buruk. Terdapat rembesan aspal yang keluar melalui rekahan batuan, tebal


(10)

lapisan 3.50 m. Perlapisan kurang jelas, pengukuran tidak dapat dilakukan.

LG 01

Singkapan batugamping, sangat keras, abu abu, kekar-kekar terisi oleh urat aspal,

Arah jurus/kemiringan lapisan N 2o N/25o,

LA-09

Singkapan LA-09 terdapat dibagian selatan Blok, tersingkap sepanjang 15 m. Litologinya merupakan batugamping klastik, berwarna abu-abu, massif, sangat keras, terdapat rekahan-rekahan yang terisi oleh urat-urat aspal (tebal 1-3 mm) sering meleleh sampai kepermukaan tanah. Conto LA-09

Interpretasi lapisan Bitumen Padat Blok Gonda

Lapisan A.

Berdasarkan data singkapan yang ada pada lokasi Blok ini, maka dapat direkonstruksikan sebaran batupasir yang

berpotensi mengandung tarsand. Sebaran

batupasir tersebut mengarah hampir utara-selatan.

Dari kesamaan litologi dan arah jurusnya, maka singkapan batupasir gampingan pada lokasi L-01, L-01B, L-02 dan LA-09 dapat dikorelasikan dan diientifikasi sebagai satu lapisan batupasir gampingan mengandung bitumen yang disebut sebagai lapisan A yang miring kearah utara-timur laut dengan tebal lapisan terukur rata-rata 3.50 m. Sebaran kearah lateral lapisan A diyakini masih menerus sejauh 150 m dari singkapan terluar, sehingga panjang lapisan batupasir gampingan mengandung

tarsand yang akan dimasukan dalam perhitungan sumber daya pada lapisan A tersebut mempunyai adalah 1000 m.

Lapisan A ini diperkirakan masih menerus didalam permukaan tanah sejauh 3 km kearah utara yakni sampai singkapan L-02 C, sedangkan kearah selatan diperkirakan masih menerus sejauh 6 km yakni sampai singkapan LG-01

Endapan Bitumen Padat di Blok Gunung sejuk

Didaerah Gunung Sejuk terdapat singkapan

batupasir gampingan mengandung tarsand,

yaitu singkapan 03, 04, 04A, 05, L-06, L-08 dan L-11.

L-03

Singkapan berupa batupasir gampingan berwarna hitam, terdapat kekar-kekar, kandungan bitumen diperkirakan > 20 %, tebal terukur 2.50 m. Kearah lateral singkapan tersebut masih menerus sepanjang 150 m. Arah jurus/kemiringan

lapisan N 205○ E/21○..

L-04

Singkapan batupasir gampingan dijumpai dengan tebal >4.20 m, Batupasir gampingan berlapis, ukuran butir halus, berwarna coklat, kurang kompak, diperkirakan mengandung bitumen sekitar 10-20 %. Pada bagian atas dan bawah sekitar 20-30 cm berupa lapisan batugamping berwarna putih-abu abu, tidak mengandung bitumen. Singkapan ini masih terlihat sepanjang 100 m. Arah jurus dan


(11)

L-04A

Batupasir gampingan, tersingkap sepanjang 150 m, berwarna hitam, ukuran butir halus, kurang kompak, kandungan bitumen sekitar 15-20 %. Tebal batupasir

yang mengandung Tarsand 3.20 m. Arah

jurus dan perlapisan N 197○ E/5○.

L-05

Litologi berupa napal, berwarna putih- abu

abu, perlapisan N 198○E/72○. Terdapat

sisipan batupasir gampingan, tebal 3,20 m, berwarna hitam, bitumen padat dijumpai sebagai urat-urat dengan tebal antara 15-20 cm yang mengisi rekahan batuan.

L-06

Litologi berupa napal, berwarna putih- abu abu. Terdapat sisipan batupasir gampingan, tebal 3,00 m, berwarna hitam, aspal dijumpai sebagai urat-urat dengan tebal sekitar 10 cm yang mengisi rekahan batuan. Pengukuran jurus dan kemiringan

lapisan N 200○ E/72○.

L-08

Singkapan batupasir gampingan dijumpai dengan tebal > 0,50 m, Batupasir gampingan berlapis, ukuran butir halus, berwarna coklat, kurang kompak, diperkirakan mengandung bitumen sekitar 10-20 %. Pada bagian atas dan bawah berupa lapisan batugamping berwarna putih-abu abu, tidak mengandung bitumen.

Arah jurus dan perlapisan N 350○ E/12○.

L-11

Singkapan yang dijumpai merupakan batupasir gampingan, besar butir halus-sedang, berwarna coklat-abu abu

kehitaman, kurang kompak, perlapisan kurang baik, mengandung bitumen, terdapat rembesan aspal yang keluar melalui rekahan-rekahan batuan.

Pengukuran arah Strike/Dip N 350○ E/12○,

tebal lapisan mengandung bitumen >3,00 m.

Interpretasi lapisan Bitumen Padat/Tarsand blok Gunung sejuk

Berdasarkan data singkapan yang ada di daerah Jampi, maka dapat

direkonstruksikan sebaran Tarsand

sebagai batupasir yang berpotensi mengandung aspal. Sebaran batupasir tersebut mengarah hampir utara-selatan.

Dari kesamaan litologi dan arah jurusnya, maka singkapan batupasir gampingan pada lokasi L-03, L-04, L-04A, L-05, L-06, L-08 dan L-11 dapat dikorelasikan dan

diidentifikasi sebagai 3 lapisan tarsand

(lapisan B, C dan D) yang miring kearah barat laut dengan tebal lapisan antara 2.30 m-3.20 m.

Lapisan B

Lapisan B diinterpretasikan berdasarkan singkapan L-03 dan kemungkinan masih memanjang ke bagian timur laut sampai ke lokasi L-11 dan ke bagian Barat daya sampai ke lokasi L-08. Perhitungan sumber daya pada lapisan B hanya dihitung antara singkapan L-03 dan L-11. Panjang kearah lateral dihitung sampai 250 m kearah kiri dan mkanan dari masing-masing singkapan. Total panjang lapisan B adalah 1000 m dengan kemiringan lapisan kearah

barat laut 16○, sedangkan tebal lapisan


(12)

Lapisan C

Lapisan C diinterpretasikan berdasarkan

singkapan L-04 dan L-04A, panjang lapisan kearah lateral yang diyakini kontinuitasnya sejauh 400 m dari singkapan ke bagian kiri dan 400 m kearah kanan. Jarak antara L-04 dan L-04A adalah 200 m sehingga total panjang lapisan C kearah jurus yang dihitung sumber dayanya adalah 1000 m dengan kemiringan lapisan kearah barat

laut 4○, sedangkan tebal lapisan rata-rata

adalah 3.70 m.

Lapisan D

Lapisan D diinterpretasikan berdasarkan

korelasi dari singkapan L-05 dan L-06, panjang lapisan kearah lateral yang masih diyakini kontinuitasnya adalah sejauh 150 m dari singkapan ke bagian kiri dan 150 m kearah kanan. Jarak antara L-05 dan L-06 adalah 300 m sehingga total panjang lapisan D kearah jurus yang dihitung sumber dayanya adalah 600 m dengan

kemiringan lapisan kearah barat laut 72○,

sedangkan tebal lapisan rata-rata adalah 3.10 m.

Endapan Bitumen Padat di Blok Jampi

Pada Blok Gunung Sejuk terdapat 6 singkapan batuan yang mengandung bitumen padat, yaitu pada lokasi singkapan L-07, L-09, L-10, LA-08, LA-10 dan LA-11.

L-07

Singkapan L-07 ditemukan sekitar 300 m

dari L-10. Bitumen padat/tarsand dijumpai

dalam lapisan batupasir gampingan berwarna coklat kehitaman dengan tebal >2,0 m. Arah jurus/kemiringan lapisan N

105○ E/25○.

L-09

Batupasir gampingan diindikasikan sebagai

tarsand, tebal lapisan terukur 3 m, kadar bitumen yang terkandung dalam batuan tersebut diperkirakan sekitar 30-40%. Batupasir gampingan berwarna hitam, besar butir halus-sedang. Arah

jurus/kemiringan lapisan N 55○ E/21○.

L-10

Pada lokasi ini aspal dijumpai dalam lapisan batupasir gampingan berwarna hitam, kompak, kadar aspal diperkirakan lebih dari 30 %. Tebal lapisan mengandung

tarsand >2 m dengan arah

jurus/kemiringan lapisan N 100○ E/25○.

LA-08

Singkapan batupasir gampingan dijumpai dengan tebal > 3,00 m, Batupasir gampingan berlapis, ukuran butir halus, berwarna coklat kehitaman, pejal, diperkirakan mengandung bitumen sekitar >20 %. Pada bagian atas dan bawah berupa lapisan batugamping berwarna putih-abu abu, tidak mengandung bitumen.

Arah jurus dan perlapisan N 40○ E/51○.

Conto LA-08

LA-10

Batupasirgampingan, mengandung bitumen, coklat kehitaman, keras, tebal lapisan bitumen 2,1 m. Arah

jurus/kemiringan lapisan N 200○ E/51○.

Conto LA-10

LA-11

Batupasir gampingan, berwarna hitam, ukuran butir halus, kurang kompak, mengandung bitumen, tebal lapisan bitumen >7 m. Arah jurus/kemiringan


(13)

lapisan N 205○ E/3○

Interpretasi lapisan Bitumen PadatTarsand Blok Jampi

Berdasarkan data singkapan yang ada pada lokasi Blok Jampi, maka dapat direkonstruksikan sebaran batupasir yang berpotensi sebagai tarsand. Sebaran batupasir tersebut mengarah hampir Barat-Timur.

Terdapat 6 lapisan, E, F, G, H, I dan J, ke 6 lapisan ini terpotong oleh sesar yang mengarah hampir utara-selatan.

Lapisan E

Lapisan E interpretasikan berdasarkan singkapan L-07, panjang lapisan kearah lateral yang diyakini kontinuitasnya sejauh 250 m dari singkapan ke bagian barat dan kearah timur sekitar 250 m, diperkirakan penyebaran lapisan E di bagian timur ini terpotong oleh sesar. Total panjang lapisan E kearah jurus yang dihitung sumber dayanya adalah 500 m dengan kemiringan

lapisan 25○ relatif kearah Selatan,

sedangkan tebal lapisan terukur 2.0 m.

Lapisan F

Lapisan F diinterpretasikan berdasarkan singkapan LA-08, panjang lapisan kearah lateral yang diyakini kontinuitasnya sejauh 300 m kearah barat dan 300 m kearah timur. Dibagian barat lapisan F terpotong oleh sesar.. Total panjang lapisan F kearah jurus yang dihitung sumber dayanya adalah

600 m dengan kemiringan lapisan 51○

kearah selatan. Tebal lapisan rata-rata adalah 3.00 m.

Lapisan G

Lapisan G diinterpretasikan berdasarkan singkapan L-09, panjang lapisan kearah lateral yang diyakini kontinuitasnya sejauh 250 m dari singkapan ke bagian barat dan kearah timur sekitar 250 m, diperkirakan penyebaran lapisan G di bagian timur ini terpotong oleh sesar.. Total panjang lapisan G kearah jurus yang dihitung sumber dayanya adalah 500 m dengan kemiringan

lapisan 21○ relatif kearah Selatan,

sedangkan tebal lapisan terukur 3.0 m.

Lapisan H

Lapisan H diinterpretasikan berdasarkan singkapan L-10, panjang lapisan kearah lateral yang diyakini kontinuitasnya sejauh 150 m kearah timur dan 100 m kearah barat. Dibagian barat lapisan H terpotong oleh sesar.. Total panjang lapisan F kearah jurus yang dihitung sumber dayanya adalah

500 m dengan kemiringan lapisan 25○

kearah selatan. Tebal lapisan yang terukur 2.00 m.

Lapisan I

Lapisan I diinterpretasikan berdasarkan

singkapan LA-11, panjang lapisan kearah lateral yang diyakini kontinuitasnya sejauh 250 m dari singkapan ke bagian barat dan kearah timur sekitar 250 m, diperkirakan penyebaran lapisan I di bagian barat terpotong oleh sesar. Total panjang lapisan I kearah jurus yang dihitung sumber dayanya adalah 500 m dengan kemiringan

lapisan 3○ relatif kearah Selatan,

sedangkan tebal lapisan terukur 7.0 m.

Lapisan J


(14)

singkapan LA-10, panjang lapisan kearah lateral yang diyakini kontinuitasnya sejauh 250 m dari singkapan ke bagian barat dan kearah timur sekitar 250 m, diperkirakan penyebaran lapisan J di bagian timur terpotong oleh sesar. Total panjang lapisan J kearah jurus yang dihitung sumber dayanya adalah 500 m dengan kemiringan

lapisan 51○ relatif kearah Selatan,

sedangkan tebal lapisan terukur 2.1 m.

Endapan Bitumen Padat di Blok Kamaru 1

Didaerah perhitungan blok Kamaru 1 Endapan Bitumen padat terdapat pada singkapan batupasir gampingan

mengandung tarsand, yaitu Singkapan

LA-01, LA-04 dan LA-05.

LA-01

Singkapan batupasir gampingan dijumpai di s. sulewe dengan tebal 3.6 m, Batupasir gampingan berlapis, ukuran butir sedang-kasar, berwarna coklat kehitaman, kompak, diperkirakan mengandung bitumen sekitar 10-20 %. Pada bagian atas dan bawah sekitar 20-30 cm berupa lapisan batugamping berwarna putih-abu abu, tidak mengandung bitumen. Arah jurus dan

perlapisan N 6○ E/14○. Conto LA-01

LA-04

Pengamatan dilakukan dalam lobang galian. Litologi berupa napal, berwarna putih- abu abu, perlapisan tidak jelas. Terdapat sisipan batupasir gampingan, berwarna hitam, bitumen padat dijumpai sebagai sisipan dengan tebal terukur 2,10 m yang mengisi rekahan batuan. Pengukuran jurus dan kemiringan lapisan

tidak bisa dilakukan. Conto LA-04.

LA-05

Singkapan yang dijumpai merupakan batupasir gampingan, besar butir halus-sedang, berwarna coklat-abu abu kehitaman, kurang kompak, perlapisan kurang jelas, mengandung bitumen.

Pengukuran arah Strike/Dip N10○/29○, tebal

lapisan mengandung bitumen >0,75 m. Lapisan bagian atas bitumen berupa tanah penutup/soil sedangkan bagian bawah tidak dapat diamati (masuk kedalam tanah). Conto No. LA-05.

Interpretasi lapisan Bitumen PadatTarsand Blok Kamaru 1

Lapisan K

Lapisan K diinterpretasikan berdasarkan singkapan L-05, panjang lapisan kearah lateral yang diyakini kontinuitasnya sejauh 250 m dari singkapan ke bagian kiri dan 250 m kearah kanan. Total panjang lapisan K kearah jurus yang dihitung sumber dayanya adalah 500 m dengan kemiringan

lapisan kearah barat laut 29○, sedangkan

tebal lapisan > 1.00 m.

Lapisan L

Lapisan L diinterpretasikan berdasarkan

korelasi dari singkapan LA-01 dan LA-04, panjang lapisan kearah lateral yang masih diyakini kontinuitasnya adalah sejauh 250 m dari singkapan ke bagian kiri dan 250 m kearah kanan. Jarak antara 01 dan LA-04 adalah 1000 m sehingga total panjang lapisan L kearah jurus yang dihitung sumber dayanya adalah 1500 m dengan


(15)

tebal lapisan rata-rata adalah 2.85 m.

Endapan Bitumen Padat di Blok Kamaru 2

Pada Blok Kamaru 2 terdapat 4 singkapan

batuan yang mengandung tarsand, yaitu

pada lokasi singkapan LA-02, LA-03, LA-06 dan LA-07.

LA-02

Batupasir gampingan, besar butir halus-sedang, berwarna coklat-abu abu kehitaman, kurang kompak, perlapisan kurang jelas, mengandung bitumen, terdapat rembesan aspal yang keluar melalui rekahan-rekahan batuan.

Pengukuran arah Strike/Dip N 198○E/16○ ,

tebal lapisan mengandung bitumen 2.9 m. Conto No. LA-02

LA-03

Bitumen padat tersingkap di S. Wenseren, terhampar di dasar sungai sepanjang 30 m. Endapan tarsand terdapat sebagai nodul-nodul dan sisipan dalam batunapal.

Arah jurus dan perlapisan N 270○ E/15○.

Tebal lapisan bitumen terukur 1.0 m. Lapisan atas bitumen berupa tanah penutup sedangkan bagian bawahnya tidak dapat dideskripsi karena masuk kedalam sungai. Conto LA-03

LA-06

Batupasir gampingan, besar butir halus-sedang, berwarna coklat-abu abu kehitaman, kurang kompak, perlapisan kurang jelas, mengandung bitumen, tebal >1 m, terdapat rembesan aspal yang keluar melalui rekahan-rekahan batuan. Pengukuran tebal dan arah perlapisan tidak

dapat dilakukan, Conto No. LA-06.

LA-07

Batupasir gampingan, besar butir halus-sedang, berwarna hitam, kurang kompak, perlapisan kurang jelas, mengandung bitumen, terdapat rembesan aspal yang keluar melalui rekahan-rekahan batuan.

Pengukuran arah Strike/Dip N 29○E/12○,

tebal lapisan bitumen 7 m. Conto No. LA-07

Interpretasi lapisan Bitumen PadatTarsand Blok Kamaru 2

Lapisan M

Lapisan M diinterpretasikan berdasarkan

korelasi dari singkapan 02, 03, LA-06 dan LA-07. Panjang lapisan kearah lateral yang masih diyakini kontinuitasnya yang dapat dihitung sumber dayanya adalah 3000 m dengan kemiringan lapisan

14○kearah barat laut, tebal lapisan rata-rata

adalah 2.85 m.

Endapan Bitumen Padat di Blok Mantowu

Blok Mantowu terdapat 2 singkapan batuan

yang mengandung tarsand, yaitu pada

lokasi singkapan LA-12 dan LA-13.

LA-12

Singkapan bitumen padat dijumpai disekitar dusun Mantowu, arah jurus/kemiringan

lapisan N 225○ E/20○, tebal lapisan

mengandung bitumen terukur 3 m.

LA-13

Singkapan bitumen padat terdapat disekitar dusun Mantowu jaya pada lapisan batupasir gampingan dengan ukuran butir halus-sedang, berwarna coklat tua


(16)

kehitaman, pejal, setempat setempat terlihat urat aspal. Arah jurus/kemiringan

lapisan N 220○ E/21○, tebal lapisan bitumen

terukur 3 m.

Interpretasi lapisan Bitumen PadatTarsand Blok Manowu

Lapisan N

Lapisan N diinterpretasikan berdasarkan

korelasi dari singkapan LA-12 dan LA-13. Panjang lapisan kearah lateral yang masih diyakini kontinuitasnya dan dapat dihitung sumber dayanya adalah 1500 m dengan

kemiringan lapisan 20○ kearah barat laut,

tebal lapisan rata-rata adalah 3.00 m.

Kualitas Bitumen Padat/Tarsand di daerah Penyelidikan.

Megaskopis

Seperti telah disebutkan di atas bahwa secara megaskopis pengambilan conto di lapangan akan sangat menentukan terhadap kadar dan kualitas bitumen padat yang dihasilkan. Oleh karena itu peranan yang cukup penting dan akan menentukan hasil yang optimal diantaranya adalah pangamatan secara megaskopis di lapangan, dimana endapan bitumen padat ini dapat diketahui keberadaannya dengan cara membakar conto batuan yang akan diambil, dan apabila menimbulkan aroma bitumen conto tersebut layak untuk dianalisa.

Secara megaskopis batuan yang mengandung bitumen di daerah Buton Selatan berupa batupasir gampingan dan batugamping pasiran yang terisi oleh rembesan aspal, sehingga kenampakan di lapangan merupakan batupasir berwarna

coklat kehitaman.

Analisa Laboratorium

Conto batuan sebagai hasil inventarisasi lapangan kemudian dipilih beberapa conto yang selanjutnya dilakukan analisa laboratorium

seperti analisa retorting dan analisa petrografi.

Dalam penyelidikan ini telah dilakukan anlisis terhadap 10 conto batuan yang dianggap mewakili endapan Bitumen

Padat/ Tarsand di daerah penyelidikan.

(No. Conto LA-01, LA-02, LA-03, LA-04, 05, 06, 07, 08, 09 dan LA-10).

Analisa Retorting

Untuk mengetahui kuantitas minyak yang terkandung di dalam batuan harus melalui proses analisa retorting. Sebagai hasilnya paling tidak dapat mengetahui kandungan minyak dalam satuan liter/ton, kandungan air dalam satuan liter/ton dan berat jenis minyak dalam satuan gram/ml.

Hasil pengujian terhadap 10 conto batuan yang umumnya terdiri dari batupasir gampingan yang mengandung rembesan aspal, hasilnya dapat dilihat seperti pada Tabel 3

Berdasarkan hasil analisa retorting diketahui bahwa di daerah inventarisasi batuan yang mengandung endapan bitumen padat adalah Fm. Tondo dan Fm. Sampolakosa. Kandungan minyak yang dihasilkan oleh conto tersebut di atas menunjukkan kisaran angka antara 28


(17)

hingga 256 liter/ton atau rata-rata 104 l/ton

Analisa Petrografi

Analisa petrografi dilakukan dengan tujuan sebagai data pendukung analisa retorting batuan. Hasil analisa ini dapat digunakan antara lain untuk mengetahui jenis kandungan organik dan membantu dalam penentuan tingkat kematangan batuan melalui reflektan vitrinit.

Berdasarkan hasil analisa petrografi terhadap conto batuan dari daerah penyelidikan umumnya merupakan batuan sedimen klastik halus yang terdiri dari batuan karbonat dan mengandung banyak aspal ‘impregnated’.

Pada umumnya kandungan maseral Vitrinit>Liptinit>Inertinit. Pada kenampakan dibawah mikroskop terdapat adanya sporinit, resinit dan kutinit, hadirnya maseral tersebut mengindikasikan bahwa kandungan organik berasal dari lingkungan darat atau paling tidak antara darat sampai transisi. Dari reflektan vitrinit diketahui bahwa tingkat kematangan material organik berkisar antara 0,1256-0,1971 %, secara umum dapat dikatakan bahwa kematangan kandungan organik tersebut masih rendah.

Pengujian TOC (Total Organic Carbon) Pengujian Rock-Eval Pyrolisis (REP)

dilakukan di Laboratorium Lemigas Jakarta

Pengujian Rock-Eval Pyrolisis adalah

analisa pengujian terhadap senyawa hidrokarbon batuan induk dengan melakukan pemanasan bertahap terhadap conto batuan dalam keadaan tanpa oksigen

pada kondisi atmosfer inert dengan temperatur yang terprogram.

Pemanasan ini memisahkan komponen organik bebas (bitumen) dan komponen organik yang masih terikat dalam batuan induk (kerogen) (Espitalie et al., 1977).

Analisis Rock-Eval

Pyrolisis menghasilkan 4 parameter

penting yaitu S1, S2, S3 dan Tmax. Kombinasi parameter yang dihasilkan

oleh Rock-Eval Pyrolisis dapat

dipergunakan sebagai indikator jenis dan kualitas batuan induk serta menentukan tipe kerogen.

a. S1

S1 disebut dengan free hydrocarbon,

menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas yang dapat diuapkan tanpa melalui proses

pemecahan kerogen. nilai

S1 mencerminkan jumlah hidrokarbon

bebas yang terbentuk insitu (indigeneous hydrocarbon) karena kematangan termal maupun karena adanya akumulasi hidrokarbon dari tempat lain (migrated hydrocarbon)

b. S2

S2 disebut dengan (pyrolisable hydrocarbon), menunjukkan jumlah hidrokarbon yang dihasil melalui proses pemecahan kerogen yang mewakili jumlah hidrokarbon yang dapat dihasilkan batuan selama proses pematangan secara

alamiah. Nilai S2 menyatakan potensi

material organik dalam batuan yang dapat berubah menjadi petroleum. Harga S1 dan

S2diukur dalam satuan mg


(18)

c. S3

S3 menunjukkan jumlah kandungan

CO2 yang hadir di dalam batuan. Jumlah CO2 ini dapat dikorelasikan dengan jumlah oksigen di dalam kerogen karena menunjukkan tingkat oksidasi selama diagenesis.

d. Tmax

Nilai Tmax ini merupakan salah satu parameter geokimia yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan batuan induk. Harga Tmax yang terekam sangat dipengaruhi oleh jenis material organik. Kerogen Tipe I akan membentuk hidrokarbon lebih akhir dibanding Tipe III pada kondisi temperatur yang sama. Harga Tmax sebagai indikator kematangan juga memiliki beberapa keterbatasan lain misalnya tidak dapat digunakan untuk batuan memiliki TOC rendah (<0,5) dan HI < 50. Harga Tmax juga dapat menunjukkan tingkat kematangan yang lebih rendah dari tingkat kematangan sebenarnya pada batuan induk yang mengandung resinit yang umum terdapat dalam batuan induk dengan kerogen tipe II.

Interpretasi Hasil Analisis Laboratorium

Berdasarkan hasil pengujian TOC dan Rock eval Pyrolisis yang dilakukan tetrhadap 10 conto batuan di daerah Buton adalah sebagai berikut.

Hasil analisis TOC menunjukan nilai TOC bitumen di daerah penyelidikan berkisar antara 1.45 % - 36.18 % sedangkan jumlah hidrokarbon bebas yang terbentuk insitu (indigeneous hydrocarbon) antara 0.61-46.47 mg/g. Nilai pyrolisable hydrocarbon

berkisar antara 2.72-161.01mg/g, sementara jumlah kandungan CO2 yang hadir di dalam batuan sekitar 0.3-0.98 mg/g. Nilai Tmax yang merupakan salah satu parameter geokimia yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan batuan induk didaerah

penyelidikan 416-435oC. Adapun jumlah

hidrokarbon dalam batuan, baik yang berupa komponen volatil (bebas) maupun yang berupa kerogen (Potential Yield) menunjukan nilai antara 3.33 – 202.64

mg/g. Hydrogen Index menunjukan nilai

antara 187-472, namun sebagian besar lebih cenderung mengindikasikan bahwa batuan induk didaerah buton didominasi

oleh material organik yang bersifat oil

prone.

Dari grafik antara HI-Tmax pada (Gambar.6) menunjukan bahwa berada pada tipe 2, sedangkan pada grafik OI-Tmax (Gambar.7) menunjukan bahwa

material organik bersifat oil prone. Data

TOC dan Rock eval Pyrolisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Diskripsi batuan dari 10 perconto teranalisis menunjukkan karakter impregnasi aspal yang jelas bukan merupakan produk

indigenous. Kandungan hidrokarbon bebas (S1) yang tinggi dan kematangan termal rendah (Tmax) menunjukkan adanya fluida

hidrokarbon non indigenous

(migrated/impregnated hidrokarbon) yang cukup signifikan.

Hidrokarbon terkandung di dalam aspal telah mengalami biodegradasi sampai level-8 untuk 01 dan level-7 untuk


(19)

LA-12. Pengaruh dari biodegradasi ditunjukkan oleh hilangnya senyawa senyawa C27, C28 dan C29 sterana seperti pada perconto LA-01 serta keberadaan dari

senyawa senyawa 10-desmethyl-hopane

pada keduanya yang merupakan indikasi kuat pengaruh biodegradasi.

Sumber Daya Bitumen Padat/

Tarsand

Sumber Daya Hasil Penyelidikan

Atau setara dengan 6.054.798,96 barel minyak (Kandungan minyak rata-rata 104 l/ton)

Sumber Daya data Sekunder

• Daerah Kabungka dan sekitarnya

(Pasarwajo dan sekitarnya: Agus Subarnas, 2001)

- Koordinat : 122 45 BT - 123 00 BT dan antara 5 15 LS - 5 30 LS

- Potensi sumberdaya bitumen padat pada klasifikasi hipotetik sebesar

40.591.858,9 tonatau setara dengan

25.529.471,006 barrel minyak

• Sumber Daya Bitumen padat daerah

Lawele dan sekitarnya (Asep Suryana, 2002)

- Koordinat : 122o45’00’’ - 123o00’00’’

BT dan 05o00’00’’ - 05o15’00’’ LS

- Potensi Sumber Daya bitumen padat pada klasifikasi hipotetik sebesar 60.991.554,38 ton atau setara

dengan 24.352.833,07 barrel minyak

• Sumber Daya Bitumen padat daerah

Sampolawa (Asep Suryana, 2003)

- Koordinat : 05o 30’ 00’’ - 05o 45’ 00’’

LS dan 122o 30’ 00’’ -122o 45’ 00’’ BT

- Potensi Sumber Daya bitumen padat pada klasifikasi hipotetik sebesar 7.688.113,50 ton atau setara dengan 8.461.760,14 barel minyak

• Sumber Daya Bitumen padat daerah

Sampolawa (SM Tobing, 2004)

• Koordinat : 122 30 00” BT - 122 45

00” BT dan 05 30 LS - 5 45 LS

• Potensi Sumber Daya Bitumen

Padat pada klasifikasi hipotetik sebesar 4.510.136,32 ton batuan atau setara dengan 504.208,11 barel minyak.

• Sumber Daya Bitumen padat daerah

Kamaru (PT. Putindo Bintech, 2008)

• Koordinat : 123 00 30”-123 01 42”

BT dan 05 09 58” LS-5 1102” LS

• Potensi Sumber Daya Aspal

(Bitumen Padat) sebesar 16.497.920 ton atau setara dengan 8.300.840,25 barel minyak.

• Sumber Daya Bitumen padat daerah

Desa Lasembangi (PT. Sultra Raya Tambang, 2009)

• Koordinat : 122 59 54”-123 03 00”

BT dan 05 12 00” LS-5 1453” LS

• Potensi Sumber Daya Aspal

(Bitumen Padat) sebesar 34.320.000 ton atau

setara dengan 17.267.924,53 barel minyak.

• Bitumen padat daerah Desa

Suandala (PT. Karya Megah Buton, 2006).


(20)

• Koordinat : 122 58 25.68”-123 01 40.44” BT dan 05 10 12” LS-5 1314” LS

• Potensi Sumber Daya Aspal

(Bitumen Padat) sebesar 917.463 m3 atau sekitar

954.161,52 ton atau setara dengan 480.081,27 barel minyak.

Sumber Daya Bitumen Padat di Kabupaten Buton berdasarkan data primer penyelidikan langsung dilapangan pada kegiatan inventarisasi Tarsand tahun 2009 dan data sekunder yang didapat dari laporan terdahulu dan dari laporan eksplorasi beberapa perusahaan sebesar 174.810.600,72 ton atau sekitar 90.951.917,34 barel minyak.

Prospek dan Kendala pemanfaatan Bitumen Padat

Bitumen Padat di Kabupaten Buton sampai saat ini masih merupakan Row Material untuk kepentingan pembuatan jalan. Sejak tahun 2003 investasi untuk penambangan aspal di Kabupaten Buton makin meningkat, hal ini disebabkan antara lain karena adanya kebutuhan aspal nasional makin yang tinggi. Kebutuhan aspal nasional yakni untuk pembangunan jalan mencapai 1.2 Juta ton/tahun sementara produksi aspal dari Buton kurang dari 20 ribu ton/tahun.

Investasi yang menarik dalam penambangan aspal tersebut dipicu dengan

naiknya harga aspal minyak (import) yang

selama ini digunakan. Kenaikan aspal minyak tersebut seiring dengan naiknya harga minyak bumi.

Sementara pengolahan Bitumen Padat (Tarsand) sebagai energi alternatif

memerlukan investasi dan teknologi yang lebih rumit dan mahal sehingga masih diperlukan kajian dan penelitian yang lebih

mendalam apabila potensi Tarsand yang

ada akan digunakan sebagai salah satu

energi alternatif.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

• Di daerah penyelidikan terdapat 3

Formasi yang bertindak sebagai Formasi pembawa bitumen padat, yaitu Formasi Winto, Formasi Ogena dan Formasi Sampolakosa. Akan tetapi sebagai batuan reservoir terakumulasinya bitumen adalah batu gamping pasiran dari Formasi Sampolakosa yang mempunyai penyebaran yang lebih luas mulai dari bagian Timur Laut sampai ke bagian Selatan Barat Daya wilayah Kabupaten Buton.

• Berdasarkan perhitungan sumber Daya

hasil penyelidikan terdapat sumber Daya

bitumen Padat (Tarsand) sebesar

9.256.856,1 Ton, sedangkan apabila ditambahkan dengan Sumber Daya berdasarkan data sekunder pada daerah lain yang pernah diteliti terdapat total

sumber Daya Bittumen Padat (Tarsand)

di Kabupaten Buton 174.810.600,72 ton atau sekitar 90.951.917,34 barel minyak

• Potensi Sumber Daya tersebut besar

kememungkinan akan jauh lebih besar dan diperkirakan dapat mencapai lebih dari 500 Juta Ton. Sebagian besar


(21)

daerah potensi tersebut sebagian sudah merupakan area KP Aspal milik swasta yang sedang melakukan penambangan sehingga sulit untuk dapat melakukan penyelidikan di daerah tersebut.

• Secara kualitas dapat disimpulkan

bahwa kandungan minyak (hasil pengujian di laboratorium), kandungan minyak rata-rata sekitar sekitar 104 l/ton.

• Dari analisis TOC dan REP kesimpulan

sementara bahwa minyak di Buton dihasilkan dihasilkan dari Formasi

Sampolakosam dimana menunjukan

bahwa material organik berada pada tipe 2 atau menunjukan bahwa material organik bersifat oil prone.

• Hasil analisis menunjukan bahwa

endapan bitumen atau Tarsand yang terakumulasi pada litologi batupasir gampingan Formasi Sampolakosa merupakan proses impregnasi aspal yang berasal dari batuan atau Formasi lainnya, hal ini juga ditunjukan dengan tingginya nilai Hidrokarbon bebas dan secara umum juga oleh rendahnya kematangan termal pada batuan yang diuji.

• Akumulasi endapan Bitumen

Padat/tarsand menunjukkan bahwa

hidrokarbon dihasilkan dari batuan sumber karbonat dengan lingkungan marin dengan kontribusi utama pembentuk bahan organiknya adalah ganggang dan biota marin .

SARAN

• Agar diperoleh Sumber Daya Bitumen

Padat (Tarsand) Kabupaten Buton yang

lebih akurat, disarankan untuk melakukan penyelidikan yang lebih detail dengan melakukan kerja sama dengan Dinas Pertambangan setempat.

• Berdasarkan hasil analisa TOC dan

Rock Eval Pyrolisis yang dihasilkan di daerah penyelidikan, menerangkan bahwa daerah ini menjadi daerah yang menarik untuk diselidiki kembali secara ilmiah dan lebih detail untuk menjawab dari Formasi apa source minyak itu berasal.

DAFTAR PUSTAKA

• Agus Subarnas., 2001, Inventarisasi

endapan Bitumen Padat Daerah Pasarwajo dan sekitarnya, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.

• Asep Suryana., 2002, Inventarisasi

endapan Bitumen Padat daerah Kapontori dan sekitarnya, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara

• Asep Suryana., 2003, Inventarisasi

endapan Bitumen Padat daerah Kapontori dan sekitarnya, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.

• SM Tobing., 2004, Inventarisasi

Bitumen padat daerah Sampolawa dan Sekitarnya, Kabupate Buton Provinsi Sulawesi Tenggara.

• Sikumbang, N., Sanyoto, P.,

Supandjono, R.J.B dan Gafoer, S., 1995, Peta Geologi Lembar Buton, Sulawesi Tenggara sekala 1 : 250.000. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi.


(22)

• Yen, The Fu., and Chilingarian 1976, Oil Shale, Development in Petroleum Science,5. Elsevier Science Publishing

Company, Amsterdam – Oxford

New York 1976 S., 1976, Oil Shale,

Developmensin Petroleum Science, Elsevier Scientific Publishing Company


(23)

Gambar 1. Peta lokasi Penyelidikan

5°15'LS

5°30' LS

5°45' LS 123°15'BT 123° 00' BT

123°45'BT 122°33'BT

PASARWAJO BA U B AU

KABUPATEN BUTON

Lokasi Rencana Penyelidikan Lokasi Penyelidikan


(24)

(25)

Tabel 3. Hasil ”RETORT EXTRACTION” Bitumen daerah penyelidikan

No Sampel Formasi

Minyak yang dihasilkan

Air yang dihasilkan Liter/ton

LA-01 Sampolakosa 136 48

LA-02 Sampolakosa 52 40

LA-03 Sampolakosa 40 160

LA-04 Sampolakosa 28 112

LA-05 Sampolakosa 88 192

LA-07 Sampolakosa NIL 44

LA-08 Sampolakosa NIL NIL

LA-09 Sampolakosa NIL NIL

LA-11 Sampolakosa 128 48

LA-12 Sampolakosa 256 20

Tabel 4. Hasil analisis Petrografi conto Bitumen Padat daerah Penyelidikan

No Sampel Jenis Batuan Rvmean

(%) Pemerian

LA-01 Batupasirgampingan,

mengandung bitumen 0,1364

V>L>I. Vitrinit dominant, liptinit sparse, inertinit rare. Sporinit, resinit, kutinit sparse

LA-02 Batupasir gampingan,

mengandung bitumen 0,1968.

V>L>I. Vitrinit sparse, liptinit sparse, inertinit rare. Sporinit, resinit, kutinit sparse

LA-03 Batupasir gampingan,

mengandung bitumen 0,1256

V>L>I. Vitrinit sparse, liptinit sparse, inertinit rare. Sporinit, resinit, kutinit sparse

LA-04 Batupasir gampingan,

mengandung bitumen 0,1971

V>L>I. Vitrinit sparse, liptinit sparse, inertinit rare. Sporinit, resinit, kutinit sparse

LA-05 Batupasir gampingan,

mengandung bitumen 0,1583

V>L>I. Vitrinit sparse, liptinit sparse, inertinit rare. Sporinit, resinit, kutinit sparse

LA-07 Bitumen/aspal - Bitumen rich rock

LA-08 Bitumen/aspal - Bitumen rich rock

LA-09 Bitumen/aspal - Bitumen rich rock

LA-11 Bitumen/aspal - Bitumen rich rock


(26)

(27)

Gambar-4. Grafik Pyrolisable hydrocarbon-TOC


(28)

(29)

(30)

Table-7. Saturate Biomarker Data


(31)

Tabel 9. Perhitungan Sumber Daya Bitumen Padat daerah Penyelidikan

Blok Lapisa

n

Kemiringa n

Panjang( m)

Lebar(m )

Tebal(m

) BJ

Sumber Daya (ton)

Gonda a 33 1000 45,9 3,5 1,7 273.105,0

Jampi

b 16 1000 90,7 2,75 1,7 424.022.5

c 4 1000 358,4 3,7 1,7 2.254.336,0

d 72 600 26,2 3,1 1,7 82.844,4

i 3 500 477,7 7 1,7 2.842.315,0

j 51 500 32,2 2.1 1,7 57.477,0

G Sejuk

e 25 500 53,2 2,0 1,7 90.440,0

f 51 600 32,2 3,0 1,7 98.838,0

g 21 500 69,7 3,0 1,7 177.735,0

h 25 500 59,1 2,0 1,7 100.470.0

KAMARU 1 k 29 500 51,6 1,0 1,7 43.860,0

l 14 1500 103,3 2,85 1,7 750.732,7

KAMARU 2 m 14 3000 103,3 2,85 1,7 1.501.465,5

MANTOWU n 20 1500 73,1 3 1,7 559.215,0


(32)

Tabel 10. Potensi Sumber Daya Bitumen (Tarsand) di Kabupaten Buton

N

o Lokasi

Koordinat

Penulis

Sumber Daya (juta)

BT LS

Ton Batua

n

Barrel Minya k

1

Pasarwaj

o 122 45 00”- 123 00 00

05 15 00” -05 3000”

Agus Subarnas dkk,

2001 40.59 25.53

2 Lasalimu

122o 45 ’ 00”- 123o 00

00’’

05o 00 ’00’’ -

05o15’ 00’’

Asep Suryana dkk,

2002 60.99 24.35

3

Sampola wa

122o 30’ 00’’ -122o 45’

00’’

05o 30’ 00’’ - 05o

45’00’’ Asep Suryana, 2003 07.69 08.46

4

Sampola wa

122 30 00” - 122 45 00”

05 30 00” - 5 45

00” SM. Tobing, 2004 04.51 00.50

5 Kamaru 123 00 30”-123 01 42”

05 09 58”-05 1102”

PT. Putindo Bintech,

2008 16.50 08.30

6

Lasemba

ngi 122 59 54”-123 03 00” 05 12 00”-5 1453”

PT. Sultra Raya

Tambang, 2009 34.32 17.27

7

Suandala 122 58 25.7”-123 01

40.44”

05 10 12” -5 1314”

PT. Karya Megah Buton,

2006

00.95 00.48

8 Buton

Agus Subarnas, dkk

2009 09.26 06.05

Jumlah 174.8


(33)

B L O K J A M PI

Q pw T mps

T mtl

KT t Q pw Q pw Q p w Q p w Q pw Q pw Q pw Q p w Q pw Q p w

Q pw Q p w Q pw Q p w Q p w Q pw T rw

T mtc T mtc T mtc

Tm tc

Tm tc T mtc

Tm tc Tm tc Tm tc

T mtc

T mtc T mtc

Q al Q al Q al Q al Tu ke T uke

T mp s

T mps

Tm ps Tm ps Tm p s

T m ps Tm p s

T mp s

Tm ps

Tm p s

T mps Tm ps Tm

p s

T mp s T mp s

T m tl

K Tt KTt Tm tl KTt K Tt Jo KT t Trw Trw T m tl

Tm t l Tm tl

T mtl

T uke Tu ke Q pw KT t KTt J r Q pw Jo Tm tc T mtc

Q pw

KABUPATEN BUTO N Q

p w

Q p w

Q pw

T mtc

T mtc

Q pw Tm t l Trw Tr w T rw Q p w Jo a b c d e f g h

LG -0 1

L -0 3L -04 L- 06

L -0 5

L -07 L A- 08 L -09

L -10 L -0 4A

L -0 8 372

253

LA -0 3

LA -0 6

L A- 01 L A -02

L A- 04

LA -0 7

Tm ps

L A- 12 L A- 13

L 1 1 L -0 1 L -02

L -0 2c

L A- 10 LA -0 9

1 2 Q al

Q al

B A U BA U

P AS AR W A JO

Q pw Q pw Tm ps Tm tc Tm ps

Q p w

Q p w Q pw Q a l i j Q al Q al

B LO K G S EJ UK B L OK G O ND A B AR U

k

l

m

L A -05

n

Prm D i

B L OK M A NT O WU

L A -11

B LO K K AM A RU 1 B LO K K A MA R U 2

A

B

A

B

a b c d j

i f h

122 45' BT 123 0' B0T 123 15' BT5 45' LS

5 3

0' LS

5 15' LS

T m

tl Tmtc TmtcTmpsP EN A MP A NG M E LIN T AN G Qpw

S E KA LA :H

V1

C D

QalQpwTmpsTmtc KTt Tmtc Qwp m0001 m0080006 m004 m02 m0 m

- 200 m

- 400 m

- 600 m

- 800 m

- 1000 m

0 m

200 m

400 m

600 m

800 m

1000 m

- 200 m

- 400 m

- 600 m

- 800 m

- 1000 m

0 m

200 m

400 m

600 m

800 m

1 000 m

- 200 m

- 400 m

- 600 m

- 800 m

- 1 000 m

0 m

200 m

400 m

600 m

800 m

1000 m

- 200 m

- 400 m

- 600 m

- 800 m

- 1000 m

C m D

lk Q p w Tm tc Tuk e Q p wQ pw Q p w Q pw

T ukeT uke

Tm tc

S ka la 1 : 10 0. 000

U

DE PART EME N ENE RGI D AN SUM BE RDA YA MI NER AL BAD AN G EOLOG I PU SA T SU MB ER DA YA G EO LO GI

P ETA G EO LO G I DA N SU M BE R DA YA B IT UM EN

K AB U PAT EN B UT ON PR OV IN SI S UL AW E SI TE NG G AR A

Dig am bar : Ag us Su bar nas Dis usu n : Ir. Ag us Sub arn as

N o. P eta: 1 Dip erik sa : Ir. Ded i A ma rula h Ta hu n: 200 9 D ise tuju i : Ir. Ase p S ur yan a

Alu vi um

Fo rm as i W a pu lak a

F o rm as i S am p ola ko sa

A n gg ota B at ug am pi ng F orm a si To nd o

F or m as i T on do

F or m as i W in to F or m as i O ge na Ba tua n Ul tra B as a K a po nto ri

F o rm as i R um u

Fo rm as i M uk ito F o rm as i T ob elo Dio rit

B a tas F orm a si

S um b u Sin kl in

S es ar D ipe rk ira ka n

Se sa r

P en ye ba ra n Bit um en P ad at Ju rus d an K em iri ng an La pi sa n

L A-1 5

L -0 1B

Trw Pr m Jo Jr KT t Di Tm ps Q al

T m tl

Su mb u An tik lin

3 P er hi tun ga n Su m be r D ay a Bi tum e n P a da t/la pis an K ot a/I bu ko ta Ka bu pa te n

K ot a K e ca ma ta n/D e sa

Ka m ar u

L as ali mu K ap on to ri

L aw el e

Sa m po la wa

T elu k Pa s arw a jo

Teluk Sampolawa

T eluk

Lawele

L a u t

B a n

d a S e

l a t M

u n a

1 21° 12 2° 12 3°

1 21° 12 2° 12 3° 0 4° 0 5°

04 ° 05 °

K en dari Ko lak a

L A U T F L O R ES

L A U T B U R U R ahaP.WowErekeoni P. Muna P. Kabaena P. Wangiwangi

D aerah penyelidikan Bau BauP. Buton


(1)

(2)

507 Prosiding Hasil Kegiatan Lapangan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2009


(3)

Table-7. Saturate Biomarker Data


(4)

509 Prosiding Hasil Kegiatan Lapangan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2009

Tabel 9. Perhitungan Sumber Daya Bitumen Padat daerah Penyelidikan

Blok Lapisa

n

Kemiringa n

Panjang( m)

Lebar(m )

Tebal(m

) BJ

Sumber Daya (ton)

Gonda a 33 1000 45,9 3,5 1,7 273.105,0

Jampi

b 16 1000 90,7 2,75 1,7 424.022.5

c 4 1000 358,4 3,7 1,7 2.254.336,0

d 72 600 26,2 3,1 1,7 82.844,4

i 3 500 477,7 7 1,7 2.842.315,0

j 51 500 32,2 2.1 1,7 57.477,0

G Sejuk

e 25 500 53,2 2,0 1,7 90.440,0

f 51 600 32,2 3,0 1,7 98.838,0

g 21 500 69,7 3,0 1,7 177.735,0

h 25 500 59,1 2,0 1,7 100.470.0

KAMARU 1 k 29 500 51,6 1,0 1,7 43.860,0

l 14 1500 103,3 2,85 1,7 750.732,7

KAMARU 2 m 14 3000 103,3 2,85 1,7 1.501.465,5

MANTOWU n 20 1500 73,1 3 1,7 559.215,0


(5)

Tabel 10. Potensi Sumber Daya Bitumen (Tarsand) di Kabupaten Buton

N

o Lokasi

Koordinat

Penulis

Sumber Daya

(juta)

BT LS

Ton Batua

n

Barrel Minya k

1

Pasarwaj

o 122 45 00”- 123 00 00

05 15 00” -05 3000”

Agus Subarnas dkk,

2001 40.59 25.53

2 Lasalimu

122o 45 ’ 00”- 123o 00

00’’

05o 00 ’00’’ - 05o15’ 00’’

Asep Suryana dkk,

2002 60.99 24.35

3

Sampola wa

122o 30’ 00’’ -122o 45’ 00’’

05o 30’ 00’’ - 05o

45’00’’ Asep Suryana, 2003 07.69 08.46

4

Sampola wa

122 30 00” - 122 45 00”

05 30 00” - 5 45

00” SM. Tobing, 2004 04.51 00.50

5 Kamaru 123 00 30”-123 01 42”

05 09 58”-05 1102”

PT. Putindo Bintech,

2008 16.50 08.30

6

Lasemba

ngi 122 59 54”-123 03 00” 05 12 00”-5 1453”

PT. Sultra Raya

Tambang, 2009 34.32 17.27

7

Suandala 122 58 25.7”-123 01 40.44”

05 10 12” -5 1314”

PT. Karya Megah Buton,

2006

00.95 00.48

8 Buton

Agus Subarnas, dkk

2009 09.26 06.05

Jumlah 174.8


(6)

511 Prosiding Hasil Kegiatan Lapangan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2009

B L O K J A M PI Q pw

T mps T mtl

KT t Q pw Q pw Q p w Q p w Q pw Q pw Q pw Q p w Q pw

Q p w

Q pw Q p w Q pw Q p w Q p w Q pw T rw

T mtc T mtc T mtc

Tm tc

Tm tc T mtc

Tm tc Tm tc Tm tc

T mtc T mtc T mtc

Q al Q al Q al Q al Tu ke T uke

T mp s

T mps

Tm ps Tm ps Tm p s

T m ps Tm p s

T mp s

Tm ps

Tm p s

T mps Tm ps Tm

p s

T mp s T mp s

T m tl

K Tt KTt Tm tl KTt K Tt Jo KT t Trw Trw T m tl

Tm t l Tm tl

T mtl

T uke Tu ke Q pw KT t KTt J r Q pw Jo Tm tc T mtc

Q pw

KABUPATEN BUTO N

Q p w

Q p w

Q pw

T mtc

T mtc Q pw Tm t l Trw Tr w T rw Q p w Jo a b c d e f g h

LG -0 1 L -0 3L -04 L- 06

L -0 5

L -07 L A- 08 L -09

L -10 L -0 4A L -0 8

372

253

LA -0 3 LA -0 6

L A- 01 L A -02

L A- 04 LA -0 7

Tm ps

L A- 12 L A- 13

L 1 1 L -0 1 L -02

L -0 2c

L A- 10 LA -0 9

1 2

Q al Q al

B A U BA U

P AS AR W A JO

Q pw Q pw Tm ps Tm tc Tm ps

Q p w

Q p w Q pw Q a l i j Q al Q al

B LO K G S EJ UK B L OK G O ND A B AR U

k

l

m

L A -05

n Prm

D i

B L OK M A NT O WU

L A -11

B LO K K AM A RU 1 B LO K K A MA R U 2

A

B

A

B

a b c d j

i f h

122 45' BT 123 0' B0T 123 15' BT5 45' LS

5 3

0' LS

5 15' LS

T m

tl Tmtc TmtcTmpsP EN A MP A NG M E LIN T AN G Qpw

S E KA LA :H V1

C D

QalQpwTmpsTmtc KTt Tmtc Qwp m0001 m0080006 m004 m02 m0 m - 200 m

- 400 m

- 600 m

- 800 m

- 1000 m

0 m 200 m 400 m 600 m 800 m 1000 m - 200 m - 400 m - 600 m - 800 m - 1000 m 0 m

200 m

400 m

600 m

800 m

1

000 m

- 200 m

- 400 m

- 600 m

- 800 m

- 1

000 m

0 m 200 m 400 m 600 m 800 m 1000 m - 200 m - 400 m - 600 m - 800 m - 1000 m

C m D

lk Q p w Tm tc Tuk e Q

p wQ pw

Q p w

Q pw

T ukeT uke

Tm tc

S ka la 1 : 10 0. 000 U

DE PART EME N ENE RGI D AN SUM BE RDA YA MI NER AL BAD AN G EOLOG I PU SA T SU MB ER DA YA G EO LO GI

P ETA G EO LO G I DA N SU M BE R DA YA B IT UM EN

K AB U PAT EN B UT ON PR OV IN SI S UL AW E SI TE NG G AR A

Dig am bar : Ag us Su bar nas Dis usu n : Ir. Ag us Sub arn as

N o. P eta: 1 Dip erik sa : Ir. Ded i A ma rula h Ta hu n: 200 9 D ise tuju i : Ir. Ase p S ur yan a

Alu vi um

Fo rm as i W a pu lak a

F o rm as i S am p ola ko sa

A n gg ota B at ug am pi ng F orm a si To nd o

F or m as i T on do

F or m as i W in to F or m as i O ge na Ba tua n Ul tra B as a K a po nto ri

F o rm as i R um u

Fo rm as i M uk ito F o rm as i T ob elo Dio rit

B a tas F orm a si

S um b u Sin kl in

S es ar D ipe rk ira ka n

Se sa r

P en ye ba ra n Bit um en P ad at Ju rus d an K em iri ng an La pi sa n L A-1 5

L -0 1B

Trw Pr m Jo Jr KT t Di Tm ps Q al

T m tl

Su mb u An tik lin

3 P er hi tun ga n Su m be r D ay a Bi tum e n P a da t/la pis an K ot a/I bu ko ta Ka bu pa te n

K ot a K e ca ma ta n/D e sa Ka m ar u

L as ali mu K ap on to ri

L aw el e

Sa m po la wa

T elu k Pa s arw a jo

Teluk Sampolawa

T eluk

Lawele

L a u t

B a n

d a S e

l a t M

u n a

1 21° 12 2° 12 3°

1 21° 12 2° 12 3°

0 4°

0 5°

04 °

05 ° K en dari Ko lak a

L A U T F L

O R ES L A U T B U R U

R

ahaP.WowErekeoni

P. Muna P. Kabaena P. Wangiwangi D