B1J010201 11.

I. PENDAHULUAN
Salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] merupakan tanaman hortikultura asli
Indonesia yang dapat berbuah sepanjang tahun. Sebagai salah satu buah tropis,
tanaman ini dibudidayakan karena memiliki daging buah tebal, rasa manis, biji kecil,
buahnya besar-besar, rasanya manis, kulitnya mudah dikupas dan tidak cepat busuk
serta tersedia di pasar sepanjang waktu. Salak mempunyai nilai ekonomis dan peluang
pasar yang cukup luas, baik di dalam maupun luar negeri seperti Eropa dan Amerika
(Fatimah & Sucipto, 2011). Pusat keragaman salak yang mempunyai potensi cukup
besar untuk menghasilkan kultivar unggul bernilai ekonomis dan kompetitif tersebar
di beberapa daerah Pulau Jawa. Keragaman ini akan terus berkembang sejalan dengan
sistem perkembangbiakan salak secara kawin silang dan penggunaan biji. Salah satu
pendeteksi keragaman adalah pencirian kultivar berdasarkan atas asal daerah, warna
kulit buah, warna daging buah, aroma dan rasa (Nandariyah et al., 2004).
Banyaknya kultivar salak merupakan akibat adanya keragaman genotipe dan
lingkungan. Triyono (2013) mengatakan bahwa keanekaragaman hayati telah
terancam punah oleh perubahan lingkungan akibat penggunaan lahan di luar sektor
pertanian, sehingga menyebabkan kultivar lokal kehilangan tempat tumbuh. Begitu
juga dengan semakin meluasnya tanaman kultivar unggul yang lebih disukai petani
dan konsumen.
Kultivar yang ditanam di Kabupaten Banyumas terdiri dari S. zalacca ‘Kedung
Paruk’, S. zalacca ‘Kalisube’, dan S. zalacca ‘Candinegara’. Penamaan plasma nutfah

dari genus Salacca yang dibudidayakan didasarkan pada karakter morfologi ditinjau
dari jumlah tongkol bunga dan karakter buah serta daerah asal tempat tumbuhnya.
Pada S. zalacca ‘Kedung Paruk’ mempunyai bentuk buah segitiga dengan warna sisik
buah matang coklat kekuningan dan rasanya sedikit sepat, S. zalacca ‘Kalisube’
mempunyai bentuk buah bulat telur terbalik dengan warna sisik buah matang coklat

bio.unsoed.ac.id

kekuningan dan rasanya manis sedikit sepat, S. zalacca ‘Candinegara’ mempunyai
bentuk buah lonjong agak bulat dengan warna sisik buah matang coklat kehitaman dan
rasanya manis (Efiliyanah, 2013).
Studi mengenai karakteristik morfologi tiga kultivar salak lokal Banyumas
telah dilakukan. Tetapi saat ini belum ada penelitian yang mengkaji tentang anatomi
daun, sehingga perlu dilakukan untuk melengkapi data ciri antar kultivar yang dimiliki

1

serta sebagai upaya pelestarian plasma nutfah yang terancam punah karena sudah
jarang ditemukannya kultivar lokal.
Karakter anatomi banyak digunakan dalam berbagai penelitian karena

sederhana dalam proses pemeriksaannya (Hariyani et al., 2013). Karakter-karakter ini
cukup stabil dan dapat bersifat diagnostik. Secara anatomi, daun sangat bervariasi dan
menyediakan banyak karakter. Karakter-karakter yang sering digunakan adalah
ketebalan kutikula, ketebalan epidermis, ketebalan mesofil, ukuran stomata, kerapatan
stomata, dan kerapatan trikoma. Hal ini penting untuk membedakan beberapa kultivar
yang satu dengan yang lainnya berdasarkan ciri anatominya (Rahayu & Handayani,
2008).
Irawan et al. (2013) menyatakan bahwa seluruh bagian dari tanaman pada
berbagai tahap perkembangannya dapat menggambarkan karakter taksonomi.
Penggunaan karakter morfologi, anatomi, dan molekuler dapat memberikan kontribusi
yang besar dalam menunjukkan tingkat keragaman serta kemudahan dalam proses
identifikasi.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh rumusan masalah bagaimana
struktur dan karakter anatomi daun pada ketiga kultivar salak tersebut. Adapun tujuan
penelitian yaitu untuk mengetahui struktur dan karakter anatomi daun tiga kultivar
salak lokal di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai keragaman karakter anatomi sehingga dapat digunakan sebagai
data dalam proses identifikasi selain itu berguna juga untuk kepentingan pemuliaan
tanaman kultivar unggul.


bio.unsoed.ac.id

2