Klasifikasi dan morfologi Ikan Nila

1.

Klasifikasi dan morfologi Ikan Nila
a. Ikan nila
merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai konsumsi cukup tinggi.
Danau - danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke Negara - negara di lima
benua yang beriklim tropis dan subtropis. Di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila
tidak dapat hidup baik (Suyanto, 2003).
Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal seperti
daging ikan kakap merah (Sumantadinata, 1981). Terdapat tiga jenis ikan nila yang
dikenal, yaitu nila biasa, nila merah (nirah) dan nila albino (Suyanto, 2003).
Menurut Saanin (1986), ikan nila ( Oreochromis niloticus) mempunyai klasifikasi
sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata


Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Osteichtyes

Subkelas

: Acanthopterygii

Ordo

: Percomorphi

Subordo

: Percoidea


Famili

: Cichlidae

Genus

: Oreochromis

Spesies

: Oreochromis niloticus

Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin (1986), mempunyai
ciri-ciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor
(caundal fin) ditemukan garis lurus (vertikal). Pada sirip punggung ditemukan garis lurus
memanjang. Ikan Nila (oreochormis niloticus) dapat hidup diperairan tawar dan mereka
menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras
untuk mendukung badannya. Nila memiliki lima buah Sirip, yaitu sirip punggung (dorsal
fin), sirip data (pectoral fin) sirip perut (ventral fin), sirip anal (anal fin) dan sirip ekor
(caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup ingsang sampai bagian

atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil dan

sirip anus yang hanya satu buah berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip
ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat.
Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar,
terkadang ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau). Ikan nila
dikenal sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup pada kisaran salinitas yang
lebar). Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk saluran air yang dangkal,
kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi masalah sebagai spesies invasif pada
habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya pada daerah beriklim sedang karena
ketidakmampuan ikan nila untuk bertahan hidup di perairan dingin, yang umumnya
bersuhu di bawah 21 ° C (Rukmana, 2003).
Menurut Mudjiman, Ikan Nila (oreochormis niloticus) adalah termasuk campuran
ikan pemakan campuran(omnivora). Ikan nila mempunyai kemampuan tumbuh secara
normal pada kisaran suhu 14 - 38°C dengan suhu optimum bagi pertumbuhan dan
perkembangannya yaitu 25 - 30°C. Pada suhu 14°C atau pada suhu tinggi 38°C
pertumbuhan ikan nila akan terganggu. Pada suhu 6°C atau 42°C ikan nila akan
mengalami kematian. Kandungan oksigen yang baik bagi 4 pertumbuhan ikan nila
minimal 4mg/L, kandungan karbondioksida kurang dari 5mg/L dengan derajat keasaman
(pH) berkisar 5 - 9 (Cholik, 2005).

Menurut Santoso (1996), pH optimum bagi pertumbuhan nila yaitu antara 7 - 8
dan warna di sekujur tubuh ikan dipengaruhi lingkungan hidupnya. Bila dibudidayakan di
jaring terapung (perairan dalam) warna ikan lebih hitam atau gelap dibandingkan dengan
ikan yang dibudidayakan di kolam (perairan dangkal). Pada perairan alam dan dalam
sistem pemeliharaan ikan, konsentrasi karbondioksida diperlukan untuk proses
fotosintesis oleh tanaman air. Nilai CO2 ditentukan antara lain oleh pH dan suhu. Jumlah
CO2di dalam perairan yang bertambah akan menekan aktivitas pernapasan ikan dan
menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin sehingga dapat membuat ikan menjadi
stress. Kandungan CO2 dalam air untuk kegiatan pembesaran nila sebaiknya kurang dari
15 mg/liter (Cholik, 2005).

2.

Efek merkuri terhadap ikan nila
Merkuri masuk ke dalam tubuh organisme hidup terutama melalui makanan yang

dimakannya, karena hampir 90% logam berat (merkuri) masuk kedalam tubuh melalui jalur
makanan. Logam merkuri masuk pada jalur tersebut melalui dua cara, yaitu lewat air (minuman)
dan tanaman (bahan makanan). Sisanya akan masuk secara difusi atau perembesan lewat
jaringan dan melalui pernafasan (insang) (Palar, 1994). Merkuri anorganik di perairan akan

mengalami metilasi oleh bakteri anaerob sebagai methyl merkuri dan membebaskannya
keperairan. FAO (1971) dalam Budiono (2003) mengemukakan, bahwa merkuri yang dapat
diakumulasi oleh ikan atau shellfish adalah berbentuk methyl merkuri. Methyl merkuri yang
terbentuk, bersifat tidak stabil sehingga mudah dilepaskan ke dalam perairan yang kemudian
masuk ke hewan maupun tumbuhan air dan mengalami akumulasi.
Makanan yang telah terkontaminasi merkuri akan dikonsumsi makhluk perairan termasuk
ikan dan akan masuk dalam alur pencernaan. Dari alur pencernaan (gastrointestinal) melalui
dinding-dindingnya akan menuju ke cairan sirkulatori. Bahan-bahan kimia setelah dari cairan
sirkulatori ada yang di metabolisme dan ada yang bertemu dengan kebanyakan jaringan badan
dan selanjutnya ditimbun dalam jaringan lemak. Bahan-bahan kimia (senyawa merkuri) dalam
cairan sirkulatori akan teroksidasi menjadi Hg2+ dan akan terakumulasi dalam hati. Di hati akan
dimetabolisme, merkuri dalam hati akan diinaktifkan oleh enzim-enzim di dalam hati sehingga
terjadi biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemudian
diekskresikan oleh ginjal dan mengalami pertukaran (Connel, 1995).
Senyawa-senyawa kimia selain masuk melalui saluran pencernaan, juga bisa masuk melalui
saluran pernafasan (insang). Senyawa kimia tersebut akan masuk melalui insang yang langsung
bersentuhan dengan lingkungan air. Setelah melewati insang, bahan-bahan kimia termasuk
merkuri akan ikut ke dalam sistem pernafasan sampai akhirnya akan menembus sel epitel
endothelial kapiler darah untuk masuk ke dalam darah. Selanjutnya akan terikut ke dalam aliran
darah dan akhirnya ikut dalam proses metabolisme (Connel, 1995).

Beberapa pengaruh toksisitas logam pada ikan yang telah terpapar logam berat yaitu pada
insang, alat pencernaan dan ginjal (Dinata, 2004). Jumlah merkuri yang terakumulasi pada tubuh
ikan tergantung dari ukuran, umur dan kondisi ikan. Distribusi dan akumulasi logam tersebut
sangat berbeda-beda untuk organisme air. Hal ini tergantung pada spesies, konsentrasi logam
dalam air, pH, fase pertumbuhan dan kemampuan untuk pindah tempat (Darmono, 1995).
Lu (1996) menyatakan bahwa hati merupakan salah satu organ target toksikan dan
terganggunya hati berpengaruh terhadap proses metabolisme. Hati merupakan pusat metabolisme

tubuh, didalam organ hati glikogen dan lemak disimpan, menghasilkan cairan empedu sebagai
emulsifikator lemak yang berperan penting dalam proses pencernaan makanan sehingga lemak
dapat diserapoleh dinding usus (Lagler et al., 1997) dan berfungsi sebagai metabolism
karbohidrat, lemak dan protein (Affandi dan Tang, 2002). Kerusakan jaringan hati dan ginjal
pada ikan perlakuan mengakibatkan ikan sakit dan kehilangan nafsu makan sehingga
menyebabkan berat badan menurun. Jika kesehatan ikan menurun maka ikan akan mengalami
stress sehingga menurunkan kemampuannya untuk mempertahankan diri dari serangan penyakit.
Stress dapat mengganggu sistem imunitas yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan
kelangsungan hidup.
Pada uji akut ini, kematian ikan nila diduga karena tubuh ikan menyerap air yang
mengandung Hg yang menyebabkan pecahnya sel dan berinteraksi dengan protein dan
membrane semi permiabel. Selain itu, kematian dapat pula diakibatkan adanya Hg yang pada

konsentrasi tinggi akan menyebabkan terjadinya peningkatan frekuensi pernapasan dua sampai
tiga kali dari keadaan normal karena adanya kerusakan epithelium insang (Metelev et al., 1971
dalam Heat, 1987).
Rendahnya tingkat kelangsungan hidup pada ikan perlakuan dapat disebabkan juga oleh
keadaan ikan yang stress akibat paparan Hg. Dalam upaya pemulihan diri dari keadaan stres,
ikan akan memproduksi kortisol (Fletcher,1986 dalam Affandi dan Tang, 2002). Namun untuk
jangka panjang kadar kortisol yang tinggi akan berdampak negatif terhadap kesehatan ikan.
Anderson et al. (1982) dalam Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa kortisol adalah
hormon yang diketahui mempunyai efek menekan terbentuknya tanggap kebal ikan, kondisi ini
pada akhirnya ikan semakin lemah.
Hemoglobin berfungsi mengikat oksigen yang kemudian akan digunakan untuk proses
katabolisme sehingga dihasilkan energi (Lagler et al, 1997 dalam Bastiawan dkk, 2001).
Kemampuan mengikat oksigen dalam darah tergantung pada jumlah hemoglobin yang terdapat
dalam sel darah merah. Bastiawan dkk, (2001) menulis bahwa rendahnya kadar Hb
menyebabkan laju metabolism menurun dan energi yang dihasilkan menjadi rendah. Hal ini
membuat ikan menjadi lemah dan tidak memiliki nafsu makan serta terlihat diam di dasar atau
menggantung di bawah permukaan air. Penurunan kadar hematokrit dan hemoglobin dalam darah
ikan nila dengan bertambahnya konsentrasi dipengaruhi oleh kontaminasi, absorbsi dan
akumulasi Hg yang menyebabkan anemia pada ikan nila. Fungsi utama sel darah merah adalah
dalam pengangkutan oksigen. Wedemeyer dan Yasutake (1977) menyatakan bahwa menurunnya


kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein, defisiensi
vitamin atau ikan mendapatkan infeksi.
3.
Efek merkuri di lingkungan perairan
Kadar merkuri yang tinggi pada perairan umumnya diakibatkan oleh buangan industri
(industrial wastes) dan akibat sampingan dari penggunaan senyawa-senyawa merkuri di bidang
pertanian. Merkuri dapat berada dalam bentuk metal, senyawa-senyawa anorganik dan senyawa
organic. Terdapatnya merkuri di perairan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama oleh
kegiatan perindustrian seperti pabrik cat,kertas, peralatan listrik, chlorine dan coustic soda; kedua
oleh alam itu sendiri melalui proses pelapukan batuan dan peletusan gunung berapi. Namun
pencemaran merkuri yang disebabkan kegiatan alam pengaruhnya terhadap biologi maupun
ekologi tidak significant. Di antara beberapa sumber polutan yang menyebabkan penimbunan
merkuri dilingkungan laut, yang terpenting adalah industri penambangan logam, industri biji
besi, termasuk metal plating, industry yang memproduksi bahan kimia, baik organic maupun
anorganik, dan offshore dumping sampah domestik, lumpur dan lain-lain (Edward, 2008).
Telah lama diketahui bahwa merkuri dan turunannya sangat beracun, sehingga
kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia karena
sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air. Selain itu pencemaran
perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh

sifatnya yang stabil dalam sendimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya
diserap dan terkumpul dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioaccumulation
maupun biomagnifications yaitu melalui food chain (Assa, 2003).
Dikatakan pula bahwa fluktuasi merkuri di lingkungan laut, terutama di daerah estuarin
dan daerah pantai ditentukan oleh proses precification, sedimentation, flocculation dan reaksi
adsorpsi desorpsi. Akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, yaitu phytoplankton (Chlorella
sp), Mussel (genus Vivipare) dan ikan herbivore Gyrinocheilus aymonieri (fam. Gyrinochelidae)
karena up take rate merkuri olehorganisme air lebih cepat dibandingkan proses eksresi
(Budiono,2002).
Merkuri di alam umumnya terdapatsebagai methyl merkuri (CH3-Hg), yaitu bentuk
senyawa organic dengan daya racuntinggi dan sukar terurai dibandingkan zat asalnya. FAO
(1971) mengemukakan bahwa merkuri yang dapat diakumulasi adalah merkuri yang berbentuk

methyl merkuri, yang mana dapat diakumulasi oleh ikan atau shellfish, dan juga merupakan
racun bagi manusia (Sudarmaji et al, 2004).
Proses methylasi terpengaruh dengan adanya dominasi unsur sulfur (S), yaitu pada keadaan
anaerob dan redok potensial yang rendah. Faktor-faktor yang sangatberpengaruh di dalam
pembentukan methyl merkuri antara lain :suhu, kadar ion Cl-,kandungan organic, derajad
keasaman (pH), dan kadar merkuri (Edward, 2008).
Beberapa kemungkinan bentuk merkuri yang masuk ke dalam lingkungan perairan

alam,yaitu (Rumengan, 2004).:
1. Sebagai inorganic merkuri, melalui hujan, run-off ataupun aliran sungai. Unsur ini
bersifat stabil terutama pada keadaan pH rendah.
2. Dalam bentuk organic merkuri, yaitu phenyl merkuri (C6 H5-Hg), methyl merkuri
(CH3-Hg) dan alkoxyalkyl merkuri atau methyoxy-ethyl merkuri (CH3O-CH2-CH2Hg+). Organik merkuri yang terdapat di perairan alam dapat berasal dari kegiatan
pertanian (pestisida).
3. Terikat dalam bentuk suspended solid sebagai Hg2+2 (ion merkuro), mempunyai sifat
reduksi yang baik.
4. Sebagai metalik merkuri (Hgo), melalui kegiatan perindustrian dan manufaktur. Unsur
ini memiliki sifat reduksi yang tinggi, berbentuk cair pada temperatur ruang dan mudah
menguap.
Transfer dan transformasi merkuri dapat dilakukan oleh phytoplankton dan bakteri,
disebabkan kedua organisme tersebut relatif mendominasi suatu perairan, dan juga oleh sea
grasse. Bakteri dapat merubah merkuri menjadi methyl merkuri, dan membebaskan merkuri dari
sendimen. Dalam kegiatannya bakteri membutuhkan bahan organic atau komponen-komponen
karbon, nitrogen dan posphat sebagai makanannya (Rudolf, 2004).
Sea grasess system mendominasi penyerapan merkuri darisendimen dan dari air laut. Pada
proses tersebut merkuri yang bebas dari sendimen dengan jalan lain dapat kembali ke dalam
jaring makanan melalui akarnya. Methyl merkuri yang terbentuk dalam sediman bersifat tidak
stabil,sehingga mudah dilepaskan ke dalam perairan yang kemudian diakumulasi oleh hewan

maupun timbuh-tumbuhan air. Karena sifatnya yang sangat beracun, maka U.S. Food and

Administration (FDA) menentukan pembakuan atau Nilai Ambang Batas (NAB) kadar merkuri
yang ada dalam jaringan tubuh badan air, yaitu sebesar 0,005 ppm. Nilai Ambang Batas yaitu
suatu keadaan dimana suatu larutan kimia, dalam hal ini merkuri dianggap belum
membahayakan bagi kesehatan manusia. Bila dalam air atau makanan, kadar merkuri sudah
melampaui NAB, maka air maupun makanan yang diperoleh dari tempat tertentu harus
dinyatakan berbahaya. NAB air yang mengandung merkuri total 0,002 ppm baik digunakan
untuk perikanan (Budiono,2002).
Pencemaran perairan oleh merkuri akibat kegiatan alam mempunyai kisaran antara 0,00001
sampai 0,0028 ppm, kecuali pada beberapa tempat seperti sungai-sungaidi Itali dimana terdapat
sumber endapan logam merkuri alamiah, kadarnya dapatmencapai 136 pph (Rudolf, 2004).
Pengaruh langsung pollutan (terutama pestisida) terhadap ikan biasa dinyatakan sebagai
lethal (akut), yaitu akibat-akibat yang timbul pada waktu kurang dari 96 jam atau sublethal
(kronis), yaitu akibat-akibat yang tim,bul pada waktu lebih dari 96 jam (empat hari). Sifat toksis
yang lethal dan sublethal dapat menimbulkan efek genetik maupun teratogenik terhadap biota
yang bersangkutan. Pengaruh lethal disebabkan gangguan pada saraf pusat sehingga ikan tidak
bergerak atau bernapas akibatnya cepat mati. Pengaruh sub lethal terjadi pada organ-organ tubuh,
menyebabkan kerusakan pada hati, mengurangi potensi untuk perkembangbiakan, pertumbuhan
dansebagainya. Seperti peristiwa yangterjadi di Jepang, dimana penduduk disekitar teluk
Minamata keracunan methyl merkuriakibat hasil buangan dari sutu pabrik plastik. Methyl
merkuri yang terdapat dalam ikan termakan oleh penduduk disekitar teluk tersebut. Ikan-ikan
yang mati disekitar teluk Minamata mempunyai kadar methyl merkuri sebesar 9 sampai 24 ppm
(Budiono,2002).

Faktor-faktor yang berpengaruh di dalam proses pembentukan methyl merkuri adalah
merupakan faktor-faktor lingkungan yang menentukan tingkat keracunannya. Merkuri yang
diakumulasi dalam tubuh hewan air akan merusak atau menstimuli sistemen zimatik, yang
berakibat dapat menimbulkan penurunan kemampuan adaptasi bagihewan yang bersangkutan
terhadap lingkungan yang tercemar tersebut. Pada ikan, organyang paling banyak
mengakumulasi merkuri adalah ginjal, hati dan lensa mata (Sudarmaji et al, 2004).
Toksisitas logam-logam berat yang melukai insang dan struktur jaringan luar lainnya, dapat
menimbulkan kematian terhadap ikan yang disebabkan oleh prosesa noxemia, yaitu
terhambatnya fungsi pernapasan yakni sirkulasi dan eksresi dari insang.Unsur-unsur logam berat

yang mempunyai pengaruh terhadap insang adalah timah, seng,besi, tembaga, kadmium dan
merkuri. Percobaan yang dilakukan terhadap ikan Carasiusauratus menunjukkan bahwa uruturutan penyerapan logam berat oleh chemoreceptor (taste bund) dari ikan adalah merkuri,
tembaga, seng, dan timah (Budiono,2002).
Pengaruh pencemaran merkuri terhadap ekologi bersifat jangka panjang, yaitu meliputi
kerusakan strukturkomunitas, keturunan, jaringan makanan, tingkah laku hewan air, fisiologi,
resistensi maupun pengaruhnya yang bersifat sinergisme. Sedang pengaruhnya yang bersifat
linier terjadi pada tumbuhan air, yaitu semakin tinggi kadar merkuri semakin besar pengaruh
racunnya. Perbedaan derajad toksisitas logam berat terhadap berbagai jenis biota laut
dapatditunjukkan oleh percobaan yang dilakukan Schweiger terhadap beberapa jenis ikan(antara
lain trout dan carp) yang ternyata memperlihatkan tingkat sensitifitas yangberbeda-beda dari
masing-masing jenis ikan tersebut (Rudolf, 2004).
Dari percobaan ini dapat dibuktikan bahwa perbedaan sensitifitas berkaitan erat dengan
perbedaan aktifitas dari ikan-ikan tersebut. Derajad toksisitas juga ada hubungannya dengan
respiratory flow dari masing-masing organisme, yakni semakin tinggi respiratory flow,
meningkat pula toksisitas dari logam berat tersebut. Demikian pula secara tidak langsung kadar
oksigen terlarut yang rendah mengharuskan ikan untuk lebih banyak memompa air melalui
insangnya, dengan demikian respiratory flow meningkat, sehingga lebih banyak racun yang
terserap masuk ke dalam tubuh melalui insang. Di samping itu ada beberapa ion dari berbagai
logam berat yang bersifat sinergisme atau antogonistik satu terhadap yang lain, misalnya Cu
mempunyai sifat sinergisme terhadap Cd dan Mg. Merkuri dapat menggumpalkan lendir pada
permukaan insang dan merusak jaringan insang sehinggaikan mati. Kadar 0,001 ppm merkuri
(HgC1 2) dan selenium (Se0 2) dapat mereduksi dalamkantong telur ikan mas (Cyprinus carpio).
Ditambahkan pula bahwa dosis tertentu methylmerkuri dapat menyebabkan pengaruh yang serius
pada kehidupan biologis danpenambahan dosis dapat menyebabkan kematian. Akumulasi
merkuri dalam tubuh biota laut juga terpusat pada organ tubuh yang berfungsi untuk reproduksi,
sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan biotalaut terutama di dalam
mengembangkan keturunannya (Rumengan, 2004).

DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, UM Tang. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press, Pekanbaru.
Alfian, Zul. 2006. Merkuri : Antara Manfaat dan Efek Penggunaanya Bagi Kesehatan Manusia
dan Lingkungan .Universitas Sumatera Utara : Medan
Assa, I., 2003. Tingkat Keracunan Merkuri pada Pekerja Tambang di Desa Talawaan Kecamatan
Dimembe. Tesis. Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Bastiawan, D, Taukhid, M. Alifudin, dan T. S. Dermawati. 1995. Perubahan Hematologi dan
Jaringan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang diinfeksi Cendawan
Aphanomyces sp. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 106-115
Budiono,

Achmad .2002. Pencemaran Merkuri Terhadap
http://www.google.co.id\ (diakses tanggal 30 april 2017).

Biota

Air

.[online]

Cholik, F., Artati dan Rachmat. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Kolam Ikan. Dirjen Perikanan.
Jakarta. 46 hlm.
Connell, D.W dan G.J Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI Press.
Connell, D.W. 1995. Bioakumulasi Senyawaan Xenobiotik. Jakarta: UI Press.
Dinata, A. 2004. http ://www. pikiran-rakyat.com/cetak/0704/23/0106.htm (7 Mei 2017).
Edward. 2008. Pengamatan kadar merkuri di perairan teluk Kao (Halmahera) dan perairan
Anggai (Pulau Obi). UPT Loka Konservasi Biota Laut Tual, LIPI. Maluku Tenggara.
Indonesia.
Heat AG. 1987.Water pollution and fish physiology. Florida. CRC Press Inc. Boca Raton,. 245
hal.
Lagler KF, JE Bardach, RR Miller, DRM Passiono. 1977. Ichtyology. John Wiley and Sons Inc,
New York-London.506 hal.
Lu, C.F. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.
Rudolf. 2004. Keluhan Gangguan Kesehatan pada Penambang emas tanpa izin dan masyarakat
dalam kaitan dengan paparan merkuri di sekitar Sungai Kapuas Kecamatan Nangan
Sepauk Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Universitas Airlangga.
Rukmana. R. 2003. Ikan nila, Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius. Yogyakarta.
95 halaman

Rumengan I.F.M. 2004. Dampak Biologi dari Pertambangan Emas Rakyat di Daerah Aliran
Sungai Talawaan, Manahasa Utara. Makalah. Seminar masalah dan solusi
penambangan emas di Kecamatan Dimembe.
Saanin, H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta. 520 hal.
Sudarmaji, Adi Heru Sutomo dan Agus Suwarni. 2004. Konsumsi Ikan Laut, Kadar Merkuri
dalam rambut, dan kesehatan nelayan di Pantai Kenjeran Surabaya. Universitas
Airlangga.
Suyanto, S.R., 2003. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. 105 halaman.
Tugaswati, A Tri. 1997. Studi Pencemaran merkuri Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Masyarakat Di Daerah Mundu Kecamatan Indramayu.
Wurdiyanto, Gatot. 2013. Merkuri, Bahayanya dan Pengukurannya .Divisi Jasa
TeknologiKostranda, Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi :BATAN