MAKALAH CHARACTER BUILDING Perilaku Gaya

MAKALAH CHARACTER BUILDING

“Perilaku Gaya Hidup Dan Seks Bebas
Di Kalangan Remaja Indonesia”

Disusun Oleh :
1. Atika Mardiati Khaulia

(12129041)

2. Ira Setyarini

(12129921)

3. Khairul Anwar

(18120150)

4. Edi Purnomo

(18122206)


5. Erick Indra Himawan

(18122429)

Kelas 12.2C.12
Jurusan Manajemen Informatika
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer
BSI Jakarta
2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
a. Perilaku
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia


dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau
genetika.
Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku yang
dapat diterima, perilaku yang aneh, dan perilaku yang menyimpang. Dalam
sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang
lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat
mendasar. Perilaku tidak boleh disalah artikan sebagai perilaku sosial, yang
merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial
adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan
terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh
berbagai kontrol sosial. Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya
dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang
memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku
seringkali

dilakukan

dalam

rangka


penatalaksanaan

yang

holistik

dan

komprehensif.
Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku manusia :
1. Genetika.
2. Sikap adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku

tertentu.
3. Norma sosial adalah pengaruh tekanan sosial.

4. Kontrol perilaku pribadi adalah kepercayaan seseorang mengenai sulit

tidaknya melakukan suatu perilaku.


b. Gaya Hidup
Istilah gaya hidup pada asalnya dicipta oleh ahli psikologi Austria, Alfred
Adler, pada 1929. Pengertiannya yang lebih luas, sebagaimana difahami pada hari
ini, mula digunakan sejak 1961.
Dalam bidang sosiologi, gaya hidup ialah cara bagaimana seseorang
hidup. Gaya hidup merupakan kumpulan ciri tingkah laku yang berarti kepada
kedua orang lain dan diri sendiri dalam sesuatu masa dan tempat, termasuk
hubungan sosial, penggunaan, hiburan, dan pakaian. Tingkah laku dan amalan
dalam gaya hidup merupakan campuran tabiat, cara lazim membuat sesuatu, serta
tindakan berdasarkan logik. Gaya hidup biasanya membayangkan sikap, nilai, dan
pandangan dunia seseorang. Justru gaya hidup ialah cara untuk memupuk konsep
sendiri serta mencipta simbol kebudayaan yang menggemakan identiti pribadi.
Namun bukan semua aspek gaya hidup bersifat sukarela pada sepenuhnya.
Sistem-sistem sosial dan teknikal di sekeliling boleh menyekat pilihan gaya hidup
serta simbol yang dapat digunakan untuk menonjolkan gaya hidup kepada orang
lain dan diri sendiri.
c. Remaja dan Seks Bebas
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli
pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun

sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai
kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa.
Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan ini pun sering
dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan.
Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang
tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya. Pada fase ini remaja akan
memasuki masa pubertas. Kata “pubertas” berasal dari bahasa Latin, yang berarti

usia menjadi orang yaitu suatu periode di mana anak dipersiapkan untuk mampu
menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas biologis berupa melanjutkan
keturunannya.
Dalam periode ini, terdapat beberapa perubahan yang sangat menonjol
dalam diri remaja, yaitu perubahan-perubahan yang bersifat biologis dan
psikologis. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon yang terus berkembang
dalam tubuh anak. Perubahan yang bersifat biologis dapat dilihat dari perubahan
fisik yang sangat menonjol. Sedangkan perubahan secara psikologis dilihat dari
perubahan perilaku. Perilaku sebagai bagian dari ciri pubertas ini ditunjukkan
dalam sikap, perasan, keinginan, dan perbuatan-perbuatan. Lebih-lebih dalam
persahabatan dan cinta. Rasa bersahabat sering bertukar menjadi senang.
Ketertarikan pada lain jenis suka seperti “cinta monyet” yang ditandai dengan

adanya hubungan pacaran di kalangan remaja. Organ-organ seks yang telah
matang juga menyebabkan remaja mendekati lawan seks. Ada dorongan-dorongan
seks dan kecenderungan memenuhi dorongan itu, sehingga kadang-kadang dinilai
oleh masyarakat tidak sopan.
Usia remaja yang sangat rentan terhadap perubahan pubertas ini adalah
remaja sekolah yang dalam banyak kasus terjadi penyimpangan dalam prilaku
seks yang wajar dan bertanggung jawab, sehingga dibutuhkan sikap dasar tertentu
yaitu pengertian, penerimaan, dan pemahaman dari orang tua, sekolah dan
masyarakat luas untuk menghadapi masalah remaja yang kompleks.
Alur perkembangan remaja saat ini sejalan dengan perkembangan zaman.
Perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) memberikan keleluasan
bagi semua orang untuk mengakses berbagai sumber informasi, terutama bagi
para remaja. Problematika yang dihadapi remaja semakin beragam dalam berbagai
aspek, kenakalan remaja bukan lagi sebatas bolos sekolah atau melakukan
pelanggaran terhadap peraturan sekolah, namun sudah merambah ke arah tindak
perilaku kriminal, kekerasan, penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnya) dan bahkan kenakalan yang berbentuk pergaulan bebas.
Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa
depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih


baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada
kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan kebudayaannya. Termasuk
didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang perilaku-perilaku yang
negatif.
Namun melihat kondisi remaja saat ini, harapan remaja sebagai penerus
bangsa yang menentukan kualitas negara di masa yang akan datang sepertinya
bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Perilaku nakal dan menyimpang
di kalangan remaja saat ini cenderung mencapai titik kritis. Telah banyak remaja
yang terjerumus ke dalam kehidupan yang dapat merusak masa depan.
Dalam rentang waktu kurang dari satu dasawarsa terakhir, kenakalan
remaja semakin menunjukkan trend yang amat memprihatinkan. Kenakalan
remaja yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap semakin
membahayakan. Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir
ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabukmabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan, penyalahgunaan
narkoba, dan seks bebas pranikah kasusnya semakin menjamur.
Di antara berbagai macam kenakalan remaja, seks bebas selalu menjadi
bahasan menarik dalam berbagai tulisan selain kasus narkoba dan tawuran pelajar.
Dan sepertinya seks bebas telah menjadi trend tersendiri. Bahkan seks bebas di
luar nikah yang dilakukan oleh remaja (pelajar dan mahasiswa) bisa dikatakan
bukanlah suatu kenakalan lagi, melainkan sesuatu yang wajar dan telah menjadi

kebiasaan.
Bagi kalangan remaja, seks merupakan indikasi kedewasaan yang normal,
akan tetapi karena mereka tidak cukup mengetahui secara utuh tentang rahasia dan
fungsi seks, maka lumrah kalau mereka menafsirkan seks semata-mata sebagai
tempat pelampiasan birahi, tak perduli resiko. Kendatipun secara sembunyisembunyi mereka merespon gosip tentang seks diantara kelompoknya, mereka
menganggap seks sebagai bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan remaja. Kelakar pornografi merupakan kepuasan tersendiri, sehingga
mereka semakin terdorong untuk lebih dekat mengenal lika-liku seks
sesungguhnya. Jika imajinasi seks ini memperoleh tanggapan yang sama dari

pasangannya, maka tidak mustahil kalau harapan-harapan indah yang termuat
dalam konsep seks ini benar-benar dilakukan.

1.2

Identifikasi Masalah
Perilaku, gaya hidup, dan seks bebas kalangan remaja di zaman globalisasi

sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Remaja harus diselamatkan dari
pengaruh globalisasi tersebut. Karena globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari

segala aspek, sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing yang masuk,
sementara kebudayaan asing tersebut tidak cocok dengan kebudayaan kita.

1.3

Pembatasan Masalah
Adapun batasan masalah pada makalah ini adalah :
1. Perilaku, gaya hidup, dan seks bebas di kalangan remaja Indonesia.
2. Teori Moral Kohlberg, Sigmund Freud, Erik Erikson.
3. Data hasil wawancara.
4. Analisis Perkembangan Psikoseksual Remaja.
5. Bagaimana pengaruh media terhadap perkembangan remaja.

1.4

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam makalah ini adalah:
1. Penulis dapat mengetahui mengenai perilaku, gaya hidup, dan seks bebas
di kalangan remaja Indonesia
2. Penulis dapat mengerti dan paham dampak yang ditimbulkan dari seks

bebas.
3. Penulis dapat lebih meningkatkan pembangunan karakter dalam diri.
4. Dapat berpikir matang sebelum melakukan sesuatu hal.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1

Teori Perkembangan Moral Kohlberg
Dalam teori ini ada 3 tahapan, yaitu :
Tingkat I: Preconventional Morality, yaitu orang berperilaku dibawah

control eksternal. Mereka menuruti peraturan untuk menghindari hukuman atau
mendapatkan hadiah, atau berprilaku karena mementingkan diri sendiri. Tingkat
ini umum ditemui pada anak usia 4 sampai 10 tahun.
Tingkat II: Conventional Morality, yaitu orang telah menginternalisasikan
standar dari figure otoritas. Mereka peduli tentang menjadi “baik”, menyenangkan
orang lain, dan mempertahankan aturan sosial. Tingkat ini biasanya tercapai
setelah usia 10 tahun. Banyak orang yang tidak pernah bergerak naik dari

tingkatan ini, bahkan dimasa dewasa.
Tingkat III: Postconventional Morality, yaitu orang mengendalikan konflik
antara standar moral dan membuat penilaian mereka sendiri berdasarkan prinsip
kebenaran, keadilan, dan hukum. Orang biasanya tidak mencapai tingkatan dari
penalaran moral ini sampai setidaknya awal masa remaja atau lebih umum di
masa dewasa awal, walaupun tidak semua orang mencapai tahap ini.

2.2

Struktur Kepribadian Sigmund Freud
Menurut Teori Psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga

elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai id, ego dan superego yang
bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.
1. Id
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir.
Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan

primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga
komponen utama kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang
berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, dan kebutuhan. Jika
kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau
ketegangan.
2. Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk
menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan
memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat
diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak
sadar.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan
keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip
realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan
untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id
itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan ego pada akhirnya akan
memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat.
3. Superego
Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego.
Superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi
moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan superego
memberikan pedoman untuk membuat penilaian.
Interaksi dari Id, Ego dan superego :
Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat
bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego. Freud
menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego
berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego
yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan

kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati
atau terlalu mengganggu.

2.3

Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori

yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial.
Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa
kanak-kanak di mana mencari kesenangan energi dari id menjadi fokus pada area
sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido, digambarkan sebagai
kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk dari usia
lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan
kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari.
Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah
kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang
tepat, fiksasi dapat terjadi. Fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal
psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap “terjebak”
dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral mungkin
terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui
merokok, minum, atau makan.
Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud :
1. Fase Oral
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut,
sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat
penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui
kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.

Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus
menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini,
Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau
agresi.
2. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada
pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini
adalah pelatihan toilet. Anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan
tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan
kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara
di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan
pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat
mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif.
Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar
orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
3. Fase Phalic
Pada tahap phallic, fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin.
Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga
percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk
ibu kasih sayang itu. Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan ini ingin
memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah. Namun, anak juga
kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud
disebut pengebirian kecemasan.
4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada,
tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial.
Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan

komunikasi dan kepercayaan diri. Freud menggambarkan fase latens sebagai salah
satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia
tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu
disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai suatu
periode terpisah.
5. Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan
minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus
hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh
selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang
harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.

2.4 Teori Erik Erikson Tahap Perkembangan Hidup Manusia
Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori
perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu
teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson
percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu
elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan
persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan
melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah
berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan
memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif,
inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan
psikososial.
Ericson

memaparkan

teorinya

melalui

konsep

polaritas

yang

bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui

oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas.
Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas pada tingkat
sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan
kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik,
orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik,
orang itu akan tampil dengan perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami
konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson
berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi
atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi
pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.
Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)


Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan.



Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara
kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar
dalam hidup.



Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan
didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak.



Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan
aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara
emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri
pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan
akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak
konsisten dan tidak dapat di tebak.

Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)


Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun.



Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi
selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar
dari pengendalian diri.



Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah
bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup
berbeda dari Freud.



Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya
diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu
terhadap diri sendiri.

Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)


Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.



Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya
akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya.
Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas,
maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.



Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam
memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan
prakarsa.



Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah,
perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak
menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan
dibuat merasa sangat cemas.



Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan
cepat oleh rasa berhasil.

Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri)



Terjadi pada usia 6 s/d pubertas.



Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga
terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka.



Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun
perasaan kompeten dan percaya dengan keterampilan yang dimilikinya.



Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka
mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan
keterampilan intelektual.



Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah
berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak
produktif.



Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi
perkembangan ketekunan anak-anak.

Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)


Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun.



Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepekaan
dirinya.



Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka
nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap
kedewasaan).



Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang
dewasa pekerjaan dan romantisme, misalnya, orang tua harus mengizinkan
remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu
peran khusus.



Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat
dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai.



Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orang tua, jika remaja tidak secara
memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan positif tidak
dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.



Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi
personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul
dalam tahap ini.

Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)


Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun).



Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun
hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain.



Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang
komit dan aman.



Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk
mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan
bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki
kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering
terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi.



Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak
dalam interaksi dengan orang.

Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)


Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).



Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus
terhadap karir dan keluarga.



Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka
berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta
komunitas.



Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan
tidak terlibat di dunia ini.

Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa)


Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun).



Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.



Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya
percuma dan mengalami banyak penyesalan.



Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa.



Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan
keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami.



Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi
kematian.

BAB III
PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Perilaku di kalangan remaja Indonesia saat ini memang sangat
mengkhawatirkan. Berbeda dengan beberapa tahun yang lalu, sekarang Negara
Indonesia terjadi degradasi kepribadian. Dulunya yang dianggap hal buruk, saat
ini dianggap sebagai hal yang biasa. Gaya hidup remaja saat ini juga jauh berbeda
dengan dahulu, baik dalam berpakaian, penampilan, kebiasaan, maupun
kenakalan. Seks Bebas itupun juga sudah dianggap hal yang biasa dilakukan.
Penelitian Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) pada
2007 lalu menemukan, perilaku seks bebas bukanlah sesuatu yang aneh dalam
kehidupan remaja Indonesia. Satu persen remaja perempuan dan enam persen
remaja pria mengaku telah menjalani perilaku seks bebas. Ditelusuri lebih jauh
lagi, remaja yang mengetahui teman mereka melakukan seks bebas di luar nikah
jumlahnya sangat besar, mencapai 26 persen.
Pergaulan bebas yang akhir-akhir ini marak dikalangan pelajar, membuat
dunia pendidikan semakin tercoreng, hal ini ditunjukan dari beberapa kasus yang
ada yaitu hamil di luar nikah karena diperkosa sebanyak 3,2 %, karena sama-sama
mau sebanyak 12,9 % dan tidak terduga sebanyak 45 %. Seks bebas sendiri
mencapai 22,6 % (sumber: BKKBN).
3.1

Rasional
Beberapa hasil penelitian menunjukan data yang mencengangkan, di

berbagai kota (baik kota besar atau kecil) menunjukan eskalasi perubahan tingkah
laku seksualitas remaja.
Synovate Research tahun 2004 melakukan survey tentang perilaku seksual
remaja di 4 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan dengan jumlah
responden 450 orang dengan kisaran usia 15-24 tahun. (vivanews.com).
Hasil penelitian menunjukan sekitar 65% informasi tentang seks mereka
dapatkan dari kawan dan juga 35% sisanya dari film porno. Ironisnya, hanya 5%
dari responden remaja mendapatkan informasi tentang seks dari orang tuannya.
Pengalaman berhubungan seks dimulai sejak usia 16 -18 tahun sebanyak 44%,
sementara 16% melakukan hubungan seks pada usia 13-15 tahun. Selain itu,

rumah menjadi tempat paling favorit (40%) untuk melakukan hubungan seks.
Sisanya, mereka memilih hubungan seks di kos (26%) dan hotel (26%).
Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan (LSCK) pada tahun 2002 melakukan
survey tentang virginitas mahasiswi di Yogyakarta. Lembaga ini melaporkan telah
melakukan survei terhadap 1.660 responden mahasiswi dari 16 perguruan tinggi di
Yogyakarta, antara Juli 1999 sampai Juli 2002. Hasil survey tersebut menyatakan
bahwa 97,5 persen dari responden mengaku telah kehilangan virginitasnya.
Sementara itu, dalam Kongres Nasional I Asosiasi Seksologi Indonesia
(Konas I ASI) di Denpasar Juli 2002, Hudi Winarso dari Laboratorium Biomedik
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya juga mengemukakan penelitian
serupa. Dari angket yang disebarkan pada bulan April 2002 terhadap 180 mahasiswa
perguruan tinggi negeri di Surabaya, berusia 19 hingga 23 tahun, ternyata 40 persen
mahasiswa pria telah melakukan hubungan seks pra nikah.

Data dari BKKBN menunjukan pola perilaku seks mahasiswa di daerah Jawa
tengah berikut data-datanya.
Base Line Survey Perilaku Sex Mahasiswa
Pilar-PKBI Jawa Tengah pada April 2000
Responden: Pria 64 dan Wanita 63

No Aktifitas Pacaran

Jumlah Persen

1

Ngobrol

127

100%

2

Berpegangan, mengusap rambut

121

95%

3

Merangkul, memeluk

116

91.3%

4

Cium pipi, kening

108

85.2%

5

Cium bibir

113

89.2%

6

Cium leher

92

72.4%

7

Meraba daerah sensitif: Payudara

61

48.0%

8

Petting

36

28.3%

9

Intercouse

26

20.4%

Usia berapa pertama kali Intercouse
No Usia

Jumlah Persen

1

23 th

1

3.8%

No Dengan Siapa

Jumlah Persen

1

Pacar

18

69.2%

2

Teman

5

19.2%

3

Saudara/Keluarga

0

0%

4

Pekerja Seks

11

42.3%

5

Tidak Dikenal

2

7.6.%

6

Lain-lain

1

3.8%

No Alasan

Jumlah Persen

1

Coba-coba

5

19.2%

2

Ungkapan Cinta

11

42.3%

3

Kebutuhan Biologis

14

53.8%

4

Lainnya

1

3.8%

Berbagai penelitian sudah dilakukan untuk meneliti perubahan perilaku
seks remaja dari rentang tahun 1989 hingga sekarang, secara keseluruhan
menunjukan perubahan perilaku seks remaja ke arah perilaku seks bebas. Data
diatas merupakan gambaran umum di beberapa kota besar, namun jika dilihat
dalam lingkup mikro yang lebih sempit, di tingkat sekolah ternyata tidak jauh
berbeda dengan temuan di atas.
Dari hasil penelesuran di beberapa sekolah di kota bandung, gambaran
perilaku seks bebas remaja mengalami peningkatan yang cukup memprihatinkan.
Sebagian remaja melakukan hubungan seks dengan alasan suka sama suka, cobacoba, dibujuk pacar, bahkan ada yang memiliki alasan ekonomi, yaitu menjadi
pekerja seks.
Fakta yang ada saat ini sangat memprihatinkan, karena kecenderungan
perilaku seks bebas memicu berbagai problematika dalam kehidupan remaja,
salah satunya adalah penularan penyakit seks menular (HIV-AIDS, sifilis,dll) akan
memicu permasalahan lainnya.
Data dari Komisi Penanggulangan Aids Nasional (KPAN) memperkirakan
jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia sampai Maret 2008 mencapai 200 ribu,
terbanyak di kota-kota besar (www.antara.co.id. 2008).
Data ini merupakan data yang nampak saja, sebagaiamana fenomena
gunung es para penderita HIV-AIDS mungkin jumlahnya jauh lebih banyak,
apalagi ditunjang dengan meningkatnya perilaku seks bebas di kalangan pelajar
dan mahasiswa.
Kondisi ini menuntut kajian yang lebih mendalam mengenai fenomena
perilaku seks bebas di kalangan remaja, dengan tujuan memperoleh gambaran dan
analisis yang jelas, dalam hal ini sudut pandang yang digunakan adalah sudut
pandang psikologi perkembangan dan psikologi kepribadian.

3.2

Hasil Wawancara
 Observasi Pertama dilakukan pada :
Hari/ Tanggal : Selasa, 23 April 2013
Tempat

: JL. Sabar, Petukangan Selatan, Pesanggrahan,
Jakarta, 12270, Indonesia.

Narasumber

: 1.

Zarfa (Anggota OSIS Kelas XI)

2.

Deby (Anggota OSIS Kelas XI)

Pewawancara : 1.

Atika Mardiati K.

2.

Ira Setyarini

3.

Edi Purnomo

Zarfa dan Deby tidak setuju dengan maraknya kasus seks
bebas, karena menurut mereka perbuatan itu melanggar nilai dan
norma agama. Zarfa mengakui bahwa ia sudah pernah pacaran.
Pacarannya masih dalam batas wajar, tidak sampai ke seks bebas.
Menurut pengakuannya pacarnya sering datang kerumah dan orang
tuanyapun mengetahui tentang hubungan mereka, sehingga secara
tidak langsung orang tua juga ikut mengawasi mereka. Kadangkadang pacarnya juga meminta izin kepada orang tua Zarfa untuk
mengajak Zarfa jalan-jalan dan nonton bioskop. Jika tidak
diizinkan, mereka juga akan mengurungkan niat. Berbeda dengan
Deby, ia mengaku belum pernah pacaran sampai saat ini. Dari
pengalaman pacaran Zarfa pacaran itu adalah untuk saling
mengenal kepribadian pasangan, saling mengerti dan melengkapi.
Dari sudut pandang agama Zarfa tahu pacaran itu dilarang, tetapi

ia sendiri mendapat hal positif dari pacaran. Contohnya karena
pacar Zarfa adalah kakak kelasnya, maka ia sering diajari pelajaran
yang ia tidak tahu, sehingga prestasi juga meningkat. Bagi Zarfa
seks bebas itu tidak penting dalam sebuah hubungan pacaran.
Menurut Deby seks bebas di zaman sekarang ini termasuk
sebuah gaya hidup, gaya hidup yang dianggap bebas tanpa batasan.
Karena orang tua mereka pernah menaseehati tentang seks bebas,
dampaknya, sisi negatif, dan yang lainnya maka mereka sedikit
banyak mengetahui bahwa seks bebas itu bukan gaya hidup yang
pantas ditiru, dan itu merupakan pengaruh dari budaya barat.
Dari yang mereka ketahui, ada beberapa teman mereka yang
pernah melakukan seks bebas akan tetapi mereka beranggapan
bahwa teman sekolah mereka lebih banyak yang belum pernah
melakukan seks bebas. Hal ini mungkin dikarenakan teman-teman
Zarfa dan Deby orang yang tahu dampak buruk seks bebas. Zarfa
berpendapat bahwa perilaku dan gaya hidup orang yang pernah
melakukan seks bebas sudah pasti jelek karena orang yang telah
melakukan seks bebas telah melakukan hal yang seharusnya tidak
di lakukan. Dan bisa jadi seks bebas bisa juga terjadi karena
kurangnya perhatian dari orangtua dan kurangnya pengetahuan
tentang dampak negatif seks bebas itu sendiri.
Bagi mereka dampak seks bebas sangat merugikan dalam
banyak hal terutama untuk seorang wanita karena kemungkinan
bisa terjadi hamil di luar nikah. Hal ini wanita yang akan
menanggung malu. Saran dari mereka untuk mencegah seks bebas
yaitu dari pribadi orang itu sendiri seperti harus kuat keimanannya
terhadap agama selain itu campur tangan orangtua dalam mendidik
juga sangat penting.

 Observasi Kedua dilakukan pada :
Hari/ Tanggal : Selasa, 23 April 2013
Tempat

: JL. Sabar, Petukangan Selatan, Pesanggrahan,
Jakarta, 12270, Indonesia.

Narasumber

: 1.

Raka (Anggota ROHIS Kelas X)

Pewawancara : 1.

Khairul Anwar

2.

Erick Indra H.

Wawancara kedua pada hari dan tempat yang sama. Yang
menjadi narasumber adalah siswa yang bernama Raka. Dia adalah
salah satu dari anggota ROHIS (Kerohanian Islam) SMA 90.
Perilaku remaja saat ini memang sudah sangat parah,
banyak yang melakukan tawuran bahkan sampai melakukan seks
bebas. Menurut Raka seks bebas sendiri adalah pengaruh dari
budaya barat yang semestinya tidak dicontoh oleh Indonesia yang
terkenal dengat adat ketimurannya. Baginya pacaran sebenarnya
juga pengaruh gaya barat, tetapi Raka sendiri dulu pernah pacaran
satu kali, ia akui bahwa pacarannya hanya sekedar saling mengenal
saja tidak sampai pada seks bebas.
Pemicu adanya seks bebas itu terkadang dari televisi yang
semestinya hiburan tapi dibubuhi dengan adegan yang tidak sesuai,
selain dari televisi dari internet juga banyak berpengaruh. Internet
itu sebenarnya tergantung dari yang menggunakan, banyak poositif
tetapi banyak pula negatifnya.

Raka sebagai aktivis ROHIS

mengetahui seks bebas itu hanya menimbulkan dosa. Cara yang
Raka lakukan agar terhindar dari pengaruh teman-temannya yang

tidak baik adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, selalu
beribadah, dan cari aktivitas positif yang dapat mengembangkan
karakter. Saran lain dari Raka agar tidak terjerumus seks bebas
yaitu jangan membiarkan diri sendirian karena jika sendirian bisa
saja menyalahgunakan internet untuk mebuka hal-hal yang negatif,
sebaiknya mencari kegiatan yang lebih positif seperti mengikuti
kegiatan les. Orangtuanya juga pernah menasihatinya agar
terhindar dari pergaulan bebas, seperti jangan pulang sampai larut
malam, jika ada tugas sekolah untuk dikerjakan sebaiknya izin
terlebih dahulu kepada orangtua.

 Observasi Ketiga dilakukan pada :
Hari/ Tanggal : Kamis, 09 Mei 2013
Tempat

: Taman Kampus salah satu Universitas di Jakarta.

Narasumber

: 1.

Pewawancara : 1.

AF (Nama Samaran), Mahasiswa Teknik.
Ira Setyarini

Wawancara ketiga ini bersifat rahasia, karena harus
menjaga privasi dari narasumber sehingga tidak semua anggota
kelompok ikut dalam wawancara kali ini. Pada hari Kamis,
bertempat di taman kampus salah satu Universitas di daerah
Jakarta, dilakukan wawancara kepada salah satu mahasiswa Teknik
yang bernama AF. Umurnya 19 tahun. Dia adalah salah satu remaja
yang sudah pernah melakukan seks bebas. Berikut adalah hasil
wawancaranya.

AF pertama kali pacaran saat masih kelas IV SD. Baginya
sekarang pacaran hanya kedekatan antara laki-laki dan perempuan,
ia memiliki tujuan tertentu dari pacaran yaitu hanya sekedar
melampiaskan nafsu. Selama ini AF pernah 8 kali pacaran, tetapi
pertama kali ia melakukan seks bebas dengan temannya, bukan
pacarnya. Karena ada rasa suka sama suka, mau sama mau
sehingga mereka melakukannya. Pada saat melakukan seks bebas
pertama kali, umurnya baru 15 tahun. AF tidak pernah memaksa
perempuan tersebut untuk melakukan seks bebas dengannya, tetapi
karena sudah sama-sama ingin. Si perempuannya sebenarnya yang
mengajak terlebih dahulu, melakukan hal itu di kos si perempuan
sehingga orangtuanya tidak mengetahui. Awalnya dia diajari oleh
temannya, yang lebih tua darinya.
Dengan pacarnya ia juga pernah melakukan seks bebas,
menurutnya dengan melakukan seks bebas tersebut tidak ada
jaminan hubungan bisa langgeng, karena hal tesebut dilakukan
hanya sekedar mencari senang, meskipun sama sama suka hal itu
tidak menjadi jaminan. Saat melakukan seks bebas tersebut, tidak
pernah ada masalah misalnya kehamilan, karena AF mengaku
bahwa melakukan hal tersebut harus pandai mengatur waktu. AF
sebenarnya juga menyesali, kenapa harus melalui hidup yang
seperti itu karena orang yang sekali pernah melakukan susah untuk
melepas hal buruk tersebut meskipun hanya sebatas pikiran, yang
ada hanya meracuni otak dan terus ingin melakukannya lagi. Dia
tahu hal itu adalah penyimpangan, hal yang negatif. Orang baik
pasti tidak pernah melakukan itu, walaupun adda rasa ingin tahu.
Latar belakang dari keluarga sangat mempengaruhi
pergaulan seks bebas, ia berasal dari keluarga yang broken-home
sehingga pelarian ke hal yang negatif. Setelah orangtuanya
mengetahui AF sudah pernah melakukan seks bebas, orangtuanya
menyekolahkan AF di pesantren, tidak ada usaha orangtua untuk

lebih menyayangi AF. Bagi AF, dia butuh kasih sayang dan
perhatian dari orangtua. Selain faktor keluarga, globalisasi juga
sangat mempengaruhi perkembangan pergaulan bebas. Mirisnya,
anak kecil yang masih dibawah umur sudah tahu tentang hal
tersebut, dan masih banyak lagi faktor lainnya. Dalam proses
memperbaiki menurutnya sangat susah karena disaat sekarang akan
sering dijumpai lingkungan seperti itu. AF sekarang dalam proses
memperbaiki kebiasaan buruknya itu. Mulai masuk SMA dia sudah
tidak pernah melakukannya lagi.

3.3

Analisis Perkembangan Psikoseksual Remaja
Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan

tidak mantap. Selain itu, masa remaja adalah masa yang rawan oleh pengaruhpengaruh negatif, seperti narkoba, kriminal, dan kejahatan seks (Willis, 2005:1).
Perubahan dan perkembangan pada masa remaja ditandai dengan
munculnya tanda-tanda sekunder dan mulai matangnya organ-organ reproduksi.
Menurut Freud (Sadock, 1997) masa remaja sebagai fase genital, yaitu energi
libido atau seksual yang pada masa pra remaja bersifat laten kini hidup kembali.
Dorongan seks dicetuskan oleh hormon-hormon androgen tertentu seperti
testosteron yang selama masa remaja ini kadarnya meningkat. Tidak jarang
mereka melakukan masturbasi sebagai cara yang aman untuk memuaskan
dorongan seksualnya, kadang-kadang mereka melakukan sublimasi terhadap
dorongan seksualnya kearah aktifitas yang lebih bisa diterima, misalnya kearah
sastra, psikologi, olah raga atau kerja sukarela, sistem sosial yang memadai sering
membantu remaja menemukan cara-cara yang dapat menyalurkan energi
seksualnya pada aktivitas atau peran yang lebih bisa diterima.
Pendapat Freud diatas diperkuat dengan pendapat Kaplan & Sadock
(1988), menurutnya pada fase remaja pertengahan berdasarkan literatur barat
perilaku dan pengalaman seksual sudah menjadi kelaziman. Dari waktu-kewaktu

mereka makin dini melakukan aktivitas seksual (rata-rata telah melakukan pada
usia 16 tahun). Baru pada masa remaja akhir mereka mulai ada perhatian terhadap
rasa kasih sayang sesama manusia, moral, etika, agama, dan mereka mulai
memikirkan masalah-masalah dunia (Sadock, 1997). Jelasnya citra tubuh, minat
berkencan, dan perilaku seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh perubahan
pada masa pubertas, yaitu suatu periode dimana kematangan fisik dan seksual
terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja.
Jika ditinjau dari sisi perkembangan, minat remaja terhadap perilaku seks
menurut Hurlock (1980:226) didorong oleh meningkatnya keingintahuan remaja
tentang seks. Remaja mencari berbagai macam informasi yang terkait dengan seks
melalui bacaan, teman sebaya, atau mengadakan percobaan dengan melakukan
masturbasi, bercumbu, atau bersenggama.
Berbagai temuan dari hasil penelitian yang dipaparkan pada pembahasan
sebelumnya memberikan gambaran tentang perubahan pola perilaku seks remaja
pada saat ini. Terkait dengan hal tersebut Hurlock (1980:229) memberikan
gambaran di dunia barat bahwa terjadi perubahan pola heteroseksualitas yang baru
di kalangan remaja, sebagai contoh ciuman pada saat kencan pertama saat ini
sudah dianggap biasa, padahal di masa lalu hal ini bisa merusak hubungan lakilaki dan perempuan yang baru mulai mengenal.
Selain itu, Hurlock (1980:229) memaparkan bahwa perubahan perilaku
seksual tampak menonjol, namun perubahan sikap seksual lebih menonjol lagi.
Perilaku yang pada generasi yang lalu akan mengejutkan para remaja bila terjadi
diantara teman-teman sebayanya, dan akan menimbulkan rasa malu dan bersalah
bila terjadi dalam kehidupan mereka sendiri, sekarang dianggap benar dan normal,
atau paling sedikit diperbolehkan. Bahkan hubungan seks sebelum nikah dianggap
“benar” apabila dilakukan dengan rasa cinta. Menurut para remaja saat ini,
hubungan seksual yang dilakukan dengan kasih sayang lebih diterima daripada
bercumbu hanya sekedar melepas nafsu.
3.4

Riset Kepada Pelajar Surabaya (Wacana)

Riset ini dilakukan selama tahun 2012 kepada pelajar Surabaya oleh
lembaga pemerhati pendidikan dan remaja, HotLine Pendidikan didukung oleh
Yayasan Embun Surabaya ( YES ), Telpon Sahabat Anak ( Tesa ) 129 Jatim dan
Lembaga Perlindungan Anak ( LPA ) Jatim.
Dalam penelitian ini, Hotline Pendidikan

menyebarkan questioner

sebanyak 600 eksemplar dengan 32 item yang berisi pertanyaan. Dari 600
eksemplar questioner yang disebarkan, yang kembali sebanyak 200 eksemplar
untuk pelajar putra dan 250 untuk pelajar putri.
Adapun hasil riset yang itu sebagai berikut :
1. Mayoritas remaja (rata-rata di bawah usia 18 tahun) setuju jika pacaran
disertai hubungan intim. Bahkan sebanyak 16 % sudah melakukannya.
2. Tempat-tempat yang digunakan berpacaran dan hubungan seksual di
antaranya; Mall (49 %), Gedung Bioskop dan kafe serta tempat hiburan
yang tertutup (27 %) , rumah (24 %), di sekolah (16 %).
3. Bila aktifitas seksual itu dilakukan di sekolah, aktifitas yang dilakukan
adalah ciuman, saling merabah bagian tubuh lawan jenisnya . Aktifitas itu
dilakukan di kelas pada saat jam kosong sebanyak 22 % pelajar
memilihnya dan 13 % dilakukan di kantin atau ditempat – tempat sepi d
lingkungan sekolah, seperti kamar mandi.
4. Aktifitas seksual biasanya terjadi di momen-moment tertentu misalnya
lebaran, menjelang pergantian Malam Tahun Baru, peringatan Valentine’s
Day, perayaan KELULUSAN. Bahkan yang cukup mengejutkan, pasca
puasa Ramadhan atau Hari Raya.
5. Sumber informasi yang banyak menjadi rujukan para pelajar untuk
melakukan aktifitas seksual adalah TV (57 %), teman (53 %), HP dan
internet (28 %), radio (sebanyak 23 %), media cetak (22 %).

3.5

Analisis Pengaruh Media
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memiliki dua sisi. Di satu

sisi memiliki dampak positif, sedangkan disisi yang lain dampak buruk
mengancam. Kemajuan IT akan membuat perubahan tingkah laku manusia dan
membentuk budaya global. Media teknologi yang ngetrend saat ini sebagai
penyebar informasi yang cepat adalah seperti televisi, handphone, internet dll.
Budaya global tersebut secara positif memiliki muatan ilmu pengetahuan,
teknologi, sosial dan kebudayaan, tetapi secara negatif juga bermuatan materi
pornografi yang mempertontonkan dan memperdengarkan perilaku seksual
melalui media majalah, surat kabar, tabloid, buku-buku, televisi, radio, internet,
film-film, dan video. Teknologi informasi tersebut memungkinkan setiap orang
dapat berkomunikasi secara interaktif mengenai hal-hal yang berorientasi seksual
secara online melalui internet.
Pada awalnya media massa elektronik tersebut sangat membantu
masyarakat dalam memperoleh informasi dan hiburan dengan mudah. Di balik
kemudahan itu tanpa disadari media massa elektronik juga menimbulkan dampak
negatif bagi masyarakat khususnya remaja, dengan bebasnya media massa
elektronik menyajikan tontonan yang tidak memperlihatkan norma-norma sosial
seperti perilaku seks pranikah, akan mempengaruhi perilaku masyarakat terutama
pada remaja yang taraf berfikirnya belum matang.

3.6

Solusi Permasalahan
Solusi yang dapat diambil dari permasalahan perilaku, gaya hidup, dan

seks bebas di kalangan remaja Indonesia adalah :
1. Adanya kasih sayang, perhatian dari orang tua dalam hal apapun serta
pengawasan yang tidak bersifat mengekang.
Salah satu faktor terbesar yang mengakibatkan remaja kita terjerumus ke
dalam prilaku seks bebas adalah kurangnya kasih sayang dan perhatian

dari orang tuanya. Perilaku seks bebas pada remaja saat ini sudah cukup
parah. Peranan agama dan keluarga sangat penting untuk mengantisipasi
perilaku remaja tersebut. Sebagai makhluk yang mempunyai sifat egoisme
yang tinggi maka remaja mempunyai pribadi yang sangat mudah
terpengaruh oleh lingkungan di luar dirinya akibat dari rasa ingin tahu
yang sangat tinggi. Tanpa adanya bimbingan maka remaja dapat
melakukan

perilaku

menyimpang.

Untuk itu,

diperlukan

adanya

keterbukaan antara orang tua dan anak dengan melakukan komunikasi
yang efektif. Mungkin seperti menjadi tempat curhat bagi anak-anak anda,
mendukung hobi yang diinginkan selama kegiatan tersebut positif untuk
dia.
2. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi.
Pada usia remaja, mereka selalu mempunyai keinginan untuk mengetahui,
mencoba dan mencontoh segala hal. Seperti dari media massa dan
elektronik yang membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti
seperti yang ada dalam tayangan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
adanya pengawasan dalam hal tersebut. Mungkin dengan mendampingi
mereka saat melihat tayangan tersebut.
3. Menambah kegiatan yang positif di luar sekolah, misalnya kegiatan
olahraga.
Selain menjaga kesehatan tubuh, kesibukan di luar sekolah seperti
olahraga dapat membuat perhatian mereka tertuju ke arah kegiatan
tersebut. Sehingga, memperkecil kemungkinan bagi mereka untuk
melakukan penyimpangan prilaku seks bebas.
4. Perlu dikembangkan model pembinaan remaja yang berhubungan dengan
kesehatan produksi.
Perlu adanya wadah untuk menampung permasalahan reproduksi remaja
yang sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang terarah baik secara formal
maupun informal yang meliputi pendidikan seks, penyakit menular
seksual, KB dan kegiatan lain juga dapat membantu menekan angka
kejadian perilaku seks bebas di kalangan remaja.

5. Perlu adanya sikap tegas dari pemerintah dalam mengambil tindakan
terhadap pelaku seks bebas.
Dengan memberikan hukuman yang sesuai bagi pelaku seks bebas,
diharapkan mereka tidak mengulangi perbuatan tersebut.

BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Maraknya pergaulan dan seks bebas dikalangan remaja saat ini tidak

terlepas dari beberapa hal :
1. Hormonal yang tumbuh dalam diri remaja yang sudah mengenal dan tertarik
pada lawan jenisnya. Remaja yang tidak bisa mengendalikan pengaruh
hormon ini akan menyalurkannya pada kegiatan yang negatif.

2. Gaya hidup, remaja yang masih mencari dentitas diri akan menirukan gaya
hidupa atau figure seseorang yang dianggap mereka trend, termasuk
pergaulan bebas dan seks bebas yang dianggap gaul.
3. Teman sebaya, ciri khas remaja adalah sangat percaya dan yakin akan teman
sebaya daripada orang-orang dewasa yang membimbing mereka kearah yang
baik. Teman sebaya yang memiliki pola hidup yang bebas dan merdeka yang
lepas dari pengawasan orang tua sangat berpotensi untuk terjerumus dalam
pergaulan dan seks bebas.
4. Rasa keingintahuan dan tahap coba-coba, remaja mempunyai ciri khas rasa
ingin tahu dan tahap coba-coba hal yang baru tanpa memperhitungka resiko
yang diakibatkannya nanti, rasa inilah yang menyebabkan remaja terjerumus
dalam pergaulan dan seks bebas.
5. Ketika seks menjadi simbol remaja, seks saat ini dianggap oleh kalangan
remaja sebagai sebuah simbul remaja. Semua pembicaraan dan tingkahlaku
remaja selalu dihubungkan dengan seks.
6. Media, media telekomunikasi memiliki peran yang sangat besar dalam
maraknya seks bebas dikalangan remaja sekolah, hal ini tampak dari media
telekomunikasi yang digunakan remaja seperti : hp, komputer, film, TV
banyak mengandung muatan pornografi yang notabene disukai oleh kaum
remaja.

Berikut beberapa bahaya utama akibat seks pranikah dan seks bebas:
1. Menciptakan kenangan buruk. Apabila seseorang terbukti telah melakukan
seks pranikah atau seks bebas maka secara moral pelaku dihantui rasa bersalah
yang berlarut-larut. Keluarga besar pelaku pun turut menanggung malu
sehingga menjadi beban mental yang berat.
2. Mengakibatkan kehamilan. Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan
kehamilan bila dilakukan pada masa subur. kehamilan yang terjadi akibat seks
bebas menjadi beban mental yang luar biasa. Kehamilan yang dianggap

“Kecelakaan” ini mengakibatkan kesusahan dan malapetaka bagi pelaku
bahkan keturunannya.
3. Menggugurkan Kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi. Aborsi merupakan
tindakan medis yang ilegal dan melanggar hukum. Aborsi mengakibatkan
kemandulan bahkan Kanker Rahim. Menggugurkan kandungan dengan cara
aborsi tidak aman, karena dapat mengakibatkan kematian.
4. Penyebaran Penyakit. Penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan
bahkan keturunannya. Penyebarannya melalui seks bebas dengan bergontaganti pasangan. Hubungan seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila
dilakukan dengan orang yang tertular salah satu penyakit kelamin. Salah satu
virus yang bisa ditularkan melalui hubungan seks adalah virus HIV.
5. Timbul rasa ketagihan.
6. Kehamilan terjadi jika terjadi pertemuan sel telur pihak wanita dan
spermatozoa pihak pria. Dan hal itu biasanya didahului oleh hubungan seks.
Kehamilan pada remaja sering disebabkan ketidaktahuan dan tidak sadarnya
remaja terhadap proses kehamilan.

4.2

Saran
Saran yang dapat disampaikan dari permasalahan yang telah dibahas

adalah :
1. Mengurangi besarnya dorongan biologis
a. Menghindari membaca buku atau

melihat

film/majalah

yang

menampilkan gambar yang