Sifat fisika dan kimia tanah TNGL

  

SIFAT-SIFAT TANAH DI KAWASAN HUTAN YANG

1*

TERDEGRADASI

2 2 1 Paranita Asnur , Achmad Siddik Thoha dan Deni Elfiati

Program Studi Agroteknologi, Universitas Gunadarma, Jl. Margonda Raya No 100, Pondok Cina,

  • Beji. Kota Depok 16424, Jawa Barat. Telp/fax 021-788811112/021-78881071,

  • 2

    Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No. 1 Kampus USU,

    Medan 20155, Sumatera Utara.

      

    Abstrak

    Sifat tanah berbeda dari satu titik dengan titik yang lain, oleh sebab itu dilakukan analisis pada

    banyak titik untuk mengetahui sifat –sifat tanah diareal terdegradasi. Lahan tersebut merupakan

    bekas perkebunan sawit milik swasta di hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Penelitian

    dilakukan dengan menganalisis tanah di laboratorium. Sampel tanah diambil pada grid-grid yang

    sudah dibuat dan diambil secara acak pada grid-grid yang tersedia. Jenis tanah adalah Inseptisol

    dan Ultisol. Hasi penelitian menunjukkan sebagian besar termasuk pada jenis tanah yang bertekstur

    halus, sehingga mudah terjadi erosi jika terjadi limpasan permukaan yang terjadi di areal yang telah

    terbuka. Kadar air tanah dan kapasitas lapang berturut-turut adalah 27,7% dan 42,6%. Kandungan

    bahan organik yang rendah yaitu pada kisaran 2,9% dan pH tanah yang masam yaitu sebesar 5,3.

    Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka tanah di areal penelitian kurang subur.

      Kata kunci: Taman Nasional Gunung Leuser, Lahan terdegradasi, Sifat-Sifat Tanah.

      

    Pendahuluan

    Hutan merupakan kesatuan ekosistem utuh yang harus dijaga dan dilestarikan.

      Kebutuhan manusia terhadap produk hutan terus meningkat, hal ini memacu kerusakan hutan yang akhirnya merusak ekologi pendukung hutan, diantaranya adalah sifat-sifat tanah hutan. Deforestasi juga merambah areal konservasi, tidak terkecuali Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang keberadaannya sangat penting sebagai biosfer dan areal konservasi. Kegiatan rehabilitasi lahan merupakan salah satu cara untuk memulihkan ekosistem TNGL menjadi seimbang, dan mengantisipasi kerusakan sifat-sifat tanah hutan.

      Mengetahui keadaan tanah berarti mengetahui daya dukungnya untuk suatu keperluan. Bila telah mengetahui keadaan tanah dengan penyebarannya, maka dapat direncanakan cara mengantisipasi kerusakan sifat-sifat tanah yang terjadi. Berbagai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tanah dan berbagai metode untuk meneliti tanah makin berkembang. Analisis sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan sangat diperlukan dalam bidang pertanian dan kehutanan, untuk kajian kelayakan dan perencanaan pada proyek-proyek pengembangan wilayah serta untuk berbagai pekerjaan keteknisan.

      Penelitian ini dilakukan di areal terdegradasi utuk mengetahui sifat-sifat fisika dan kimia tanah, dengan mengetahui sifat-sifat tanah berguna untuk merekomendasikan jenis tanaman yan akan digunakan untuk perencanaan konservasi dan rehabilitasi lahan yang khususnya di Taman Nasional Gunung Leuser BPTN III Stabat SPTN VI Besitang Resort Sei Betung Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

      

    Bahan dan Metode

    Bahan

      Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah dari lahan terdegradasi di hutan Taman Nasional Gunung Leuser BPTN III Stabat SPTN VI Besitang Resort Sei Betung Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Peta rupa bumi dari Bakosurtanal, Peta kawasan TNGL dan bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian di laboratorium.

      Parameter Pengamatan

      Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu tekstur tanah, kadar air tanah, kadar air kapasitas lapang, pH tanah dan bahan organik.

      Prosedur Penelitian

      1. Pengambilan Contoh Tanah di Lapangan Kelerengan dan penutupan areal penelitian dianggap homogen, dilihat dari foto citra satelit. Metode survei yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode survei

      

    grid menurut Saidi (2006), yaitu skema pengambilan contoh tanah dilakukan secara

      sistematik dirancang dengan mempertimbangkan kisaran spasial autokorelasi yang diharapkan. Metode ini sangat cocok untuk survei intensif dengan skala besar, dimana penggunaan interpretasi foto udara sangat terbatas dan intensitas pengamatan yang sangat rapat memerlukan ketepatan penempatan di lapangan dan pada peta.

      Areal penelitian diplotkan dan dihitung luasnya, kemudian dibuat plot-plot/grid (Gambar 1) yang digunakan sebagai titik pengambilan sampel tanah. Untuk menentukan plot yang mewakili sampel tanah dilakukan secara acak sederhana (Gomez dan Gomez, 1995). Namun, untuk mempermudah dan untuk ketepatan koordinat dipeta dan di lapangan maka digunakan GPS.

      Gambar 1. Plot Pengabilan Sampel Tanah. Tanah diambil sebanyak 20 titik pada plot-plot yang telah ditentukan, setiap plot diambil sebanyak 5-10 titik yang kemudian dikompositkan di lapangan, setiap titik diambil sebanyak 2 kg tanah yang dimasukkan kedalam kantong plastik dan ditandai koordinat pengambilan tanah. Selanjutnya sampel tanah dianalisis di laboratorium tanah.

      

    Hasil dan Pembahasan

      Areal penelitian memiliki luas 33,50 Ha yang merupakan areal terbuka yang ditumbuhi oleh alang-alang dan beberapa jenis pohon yang masih berukuran tiang/pancang (Gambar 2). Disebelah selatan berbatasan langsung dengan hutan sekunder kawasan TNGL, disisi lainnya berbatasan dengan semak belukar dan bekas perkebunan sawit milik swasta yang kepemilikannya berada pada kawasan konservasi TNGL. Secara umum warna tanah yang dilihat secara visual berwarna coklat kehitaman. Sedangkan jenis tanah di lokasi penelitian adalah Inseptisol dan Ultisol (YLI, 2008).

      Gambar 2. (a) Areal Penelitian dan (b) warna tanah

      Tekstur Tanah

      Berdasarkan sebarannya terdapat delapan jenis tekstur yaitu lempung berdebu, lempung liat berdebu, lempung, lempung berliat, liat berdebu, lempung berpasir, liat dan lempung liat berpasir. Tekstur tanah liat dan liat berdebu termasuk pada pengelompokan tanah bertekstur halus. Pada saat tidak terjadi hujan maka kandungan airnya menjadi sedikit yang menyebabkan tanah menjadi sangat kering dan keras. Hal ini sesuai dengan pernyataan Musa dkk. (2006) liat berperan dalam menyimpan air dan menentukan saat pengolahan tanah. Tanah yang mengandung liat yang tinggi, dalam keadaan basah menahan air sangat banyak, hal ini akan menghambat pengolahan tanah. Tabel 1. Jenis Tekstur Tanah dan Luas Areal di Lokasi Penelitian

      Perbandingan Fraksi ( % ) Pengelompokan Luas Luas

      Jenis Tekstur* Tekstur (Rayes,

      Pasir Debu Liat (Ha) (%) 2007)

      Lempung 0 – 50 50 – 88 0 – 27 1,470 4,39 Sedang Berdebu Lempung Liat 0 – 20 40 – 73 27 – 40 4,785 14,28 Agak halus Berdebu Lempung 23 – 52 28 50 7 – 27 7,157 21,36 Sedang Lempung 20 – 45 15 – 53 27 – 40 10,295 30,73 Agak halus Berliat Liat Berdebu 0 – 20 40 – 60 40 – 60 8,926 26,64 Halus Lempung 43 – 80 0 – 50 0 – 20 0,864 2,58 Agak kasar Berpasir Liat 0 – 45 0 – 40 40 – 100 0,003 0,01 Halus

      Jumlah 33,5 100 *Sumber : Staf Pusat Penelitian Tanah (1983 dalam Mukhlis 2007). Jika tekstur tanah yang didapatkan dari penelitian diklasifikasikan menurut klasifikasi Rayes (2007) yang menyatakan pengelompokan tekstur lapisan atas tanah (0 –

      30 cm) pada lima kelas, yaitu halus, agak halus, sedang, agak kasar dan kasar. Maka sebaran klasifikasi tekstur tanah hasil penelitian adalah bertekstur halus, agak halus, sedang dan agak kasar.

      Penyebaran tekstur tanah penting artinya, karena tekstur tanah dapat menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan air dan bahan organik. Tanah yang memiliki tekstur yang halus hingga agak kasar akan menahan air dan bahan organik agar tidak tercuci masuk kelapisan tanah bagian bawah dari pada tanah yang memiliki tekstur kasar. Hal ini disebabkan karena tanah yang memiliki tekstur yang halus memiliki ruang pori yang lebih kecil dan sedikit, sebaliknya pada tanah yang bertekstur kasar, memiliki ruang pori yang besar dan banyak sehingga air dan unsur hara mudah lolos ke dalam tanah lapisan bawah.

      Menurut Hakim dkk. (1986) luas permukaan pasir adalah kecil, tetapi memiliki ukuran yang besar. Jika persentase pasir didalam tanah tinggi, semakin banyak ruang pori diantara partikel-partikel tanah semakin memperlancar gerakan udara dan air. Pada areal penelitian luas tanah yang bertekstur lempung berpasir memiliki luas 2,53 % dari lokasi penelitian, tanah bertekstur agak kasar perlu diperhatikan cara manajemen yang baik untuk pengolahannya. Tanah ini memiliki ruang pori yang besar, sehingga air dan unsur hara akan mudah tercuci kedalam tanah. Menurut Saidi (2006) masalah utama pada tanah yang berpasir adalah kemampuan tanah untuk memegang air dan unsur hara agar tidak mudah lolos ke lapisan bawah tanah. Oleh sebab itu butuh penangan khusus, salah satunya dengan cara penambahan bahan organik tanah, agar air dan unsur hara dapat diikat oleh bahan sampai berpasir, dengan kandungan liat lebih dari 50 % (yang merupakan tekstur yang dominan di areal penelitian) memungkinkan jenis meranti merah (Shorea leprosula) (OIC, 2009), khaya (Khaya anthotheca) (Dephutbun, 1998) untuk dapat tumbuh, karena jenis ini dapat tumbuh pada areal yang terbuka, jenis tanah Inseptisol dan topografi yang bergelombang dan berbukit-bukit.

      Kadar Air Tanah

      Rerata kadar air tanah dilokasi penelitian sebesar 27,7%. Kadar air tanah juga bergantung pada tekstur tanah, jika tekstur tanah berfraksi pasir lebih banyak, maka air tanah akan mudah lolos masuk kedalam lapisan tanah bawah karena kemampuan tanah berpasir untuk memegang air sangat sedikit. Hal ini mendukung pernyataan Saidi (2006) bahwa air yang dipegang di dalam pori tanah bervariasi derajat kekuatan dan daya pegangnya dan bergantung kepada jumlah air yang ada dan ukuran pori.

      Menurut Musa dkk. (2006) air sangat penting artinya bagi pertumbuhan dan kelangsungan tanaman serta organisme tanah lain dalam membawa unsur hara yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dan perakaran tanaman. Jenis dan sebaran vegetasi dipengaruhi oleh kandungan air tanah, ada jenis yang toleran terhadap jumlah air yang banyak didalam tanah atau sebaliknya ada jenis yang tidak toleran terhadap jumlah ketersediaan kandungan air di dalam tanah. Menurut Saidi (2006) secara ekologis, sebaran vegetasi di permukaan bumi dikendalikan oleh ketersediaan air dalam tanah.

      Kadar Air Kapasitas Lapang

      Hasil analisis terhadap kapasitas lapang menunjukkan bahwa kapasitas lapang pada kisaran 42,6% memiliki tekstur tanah lempung berpasir termasuk pada penggolongan tanah bertekstur agak kasar. Sehingga air akan cepat untuk masuk kedalam lapisan tanah bawah. Pada keadaan ini, tanah akan cepat kering sehingga perakaran tanaman akan kesulitan untuk mendapatkan air untuk proses pertumbuhannya.

      Adanya variasi kisaran kadar air kapasitas lapang juga dipengaruhi oleh jenis tekstur tanah dan bahan organik. Pada tanah yang bertekstur agak kasar atau tanah yang memiliki pori-pori yang besar/banyak kehilangan airnya akan terus terjadi, karena tanah tidak mampu untuk mengikat air, dan kandungan bahan organik yang rendah pada areal penelitian juga mendukung kehilangan air yang terjadi terus menerus. Menurut Saidi (2006) terdapat tanah-tanah yang tidak pernah mencapai kapasitas lapang, karena terus menerus kehilangan air, yaitu tanah yang, memiliki pori-pori yang besar.

      pH Tanah

      pH tanah yang dominan dikawasan ini menunjukkan pada kriteria masam, yaitu rerata 5,3. Hal ini dikarenakan kawasan ini merupakan areal terbuka yang telah terdegradasi. Sebagai indikasinya adalah pertumbuhan alang-alang yang sangat subur dan sangat memungkinkan terjadinya kompetisi dengan tanaman lainnya sehingga menyulitkan tanaman lain untuk tumbuh dengan optimum.Untuk pertumbuhan tanaman kehutanan kisaran pH 4,5-6,5 masih termasuk kisaran pH yang memungkinkan tanaman untuk dapat tumbuh. Seperti yang ditulis oleh Musa dkk. (2006), karet (Hevea brasiliensis) dapat tumbuh pada kisaran pH 4,0 – 8,0 dan tumbuh secara optimal pada pH 5,0 – 6,0. Tanaman kehutanan lainnya yaitu meranti merah (Shorea leprosula) dapat tumbuh pada pH 5,0 – 6,5, durian (Durio ziberthinus) dapat tumbuh pada pH 5,5 – 6,5 dan Khaya (Khaya

      

    anthotheca) yang dapat tumbuh pada pH 4,3 – 6,4. Hal ini memungkinkan untuk dilakukan

      penanaman jenis-jenis yang sesuai dengan kisaran pH tanah yang terdapat pada areal penelitian, sebagai upaya menghutankan kembali areal yang telah terbuka.

      Penyebaran pH tanah disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya proses pencucian akibat curah hujan yang lebat dan tidak ada penutup tanah atau perakaran yang dapat menghambat terjadinya proses pencucian atau aliran permukaan sehingga kandungan bahan organik yang terdapat dipermukaan tanah ikut tercuci atau terbawa oleh aliran permukaan. Hal ini menyebabkan kandungan kalsium dalam tanah akan berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Musa dkk. (2006) bahwa pembasuhan (leaching) oleh curah hujan seperti di wilayah bercurah hujan tropik basah merupakan faktor penting dalam pengasaman tanah di wilayah tersebut. Curah hujan mengangkut kapur dan basa-basa ke lapisan tanah bawah melewati daerah perakaran tanaman.

      Alasan lainnya adalah penggunaan pupuk yang bersifat masam. Areal penelitian adalah bekas perkebunan sawit (Elaeis gueneensis) milik swasta yang telah terbuka/ditinggalkan. Pada saat tanah tersebut masih digunakan untuk tempat tumbuh perkebunan sawit (E. gueneensis), dilakukan pemupukan yang mungkin saja melebihi dari takaran yang telah ditentukan sehingga sifat asam yang ada pada kandungan pupuk akan terakumulasi didalam tanah yang menyebabkan pH tanah menjadi masam. Musa dkk. (2006) menyatakan bahwa penggunaan pupuk seperti amonium sulfat dan amonium nitrat dapat memasamkan tanah.

      Bahan Organik

      Bahan organik berbanding lurus dengan kandungan C-organik tanah. Sehingga semakin tinggi kandungan C-organik tanah maka akan semakin tinggi pula nilai bahan organik tanah. Berdasarkan hasil analisis data maka sebaran C-organik tanah sangat rendah hingga sedang. Sebaran kandungan bahan organik tanah di areal penelitian antara 0,94 – 5,14% dengan rerata 2,9% . Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesuburan tanah di areal tersebut berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardjowigeno (2003) bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3 – 5 % tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali.

      Berkurangnya sumber penghasil bahan organik, diantaranya serasah dari hutan atau tanaman-tanaman lainnya memungkinkan kandungan bahan organik dalam tanah sangat rendah. Saidi (2006) menyatakan jumlah bahan organik yang ditambahkan pada tanah bergantung pada penutup tanah alami. Penambahan bahan organik secara alami berasal dari hutan, sisa tanaman yang diusahakan dan padang rumput.

      Secara umum sifat-sifat tanah yang berada di areal penelitian memiliki sifat yang kurang subur, karena memiliki kandungan bahan organik yang rendah dan memiliki pH tanah yang masam. Selain berdasarkan sifat-sifat tanah di atas, jenis tanah yang ada di areal penelitian yaitu Dystropepts merupakan tanah Inseptisol yang kurang subur, Hapludults merupakan tanah Ultisol yang mempunyai horizon sederhana, Humitropepts adalah Inseptisol yang mengandung humus di daerah tropik dan Tropaquepts adalah Inseptisol yang selalu tergenang di daerah tropik. Tanah tersebut memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah (Darmawijaya, 1990 dan Rayes, 2007). Namun, sifat-sifat tersebut masih dapat ditoleransi oleh tanaman kehutanan, karena dengan kandungan bahan organik yang rendah dan pH yang masam, tanaman kehutanan masih dapat tumbuh dengan baik.

      Akan tetapi, penurunan kesuburan tanah mungkin saja akan terus terjadi jika tidak dilakukan penanggulangan ataupun perbaikan terhadap lingkungan yang mempengaruhi perubahan sifat-sifat tanah. Misalnya, areal penelitian yang dibiarkan terus terbuka tanpa adanya proses rehabilitasi. Hal ini akan memacu penurunan kesuburan tanah. Selain itu, areal penelitian yang juga berbukit-bukit akibatnya tanah akan mudah tererosi (Prasetyo dan Suriadikarta) bersama limpasan permukaan, karena tidak ada perakaran tanaman yang berfungsi mengikat agregat tanah.

      

    Kesimpulan

      Sifat fisika tanah di areal yang terdegradasi menunjukkan bahwa memiliki 8 kelas tekstur yang berbeda. Sebagian besar bertektus halus. Persentase kapasitas air dan kapasitas lapang berturut-turut 27,5% dan 42,6%. Sedangkan sifat kimia, yaitu pH tanah tergolong asam pada rerata 5,3 dan bahan organik yang cenderung rendah yaitu rerata 2,9%.

      

    Daftar Pustaka

      [BBTNGL] Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. 2007. Laporan Tahunan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. Medan [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Kabpaten Langkat dalam Angka. Badan pusat Statistik.

      Medan Buckman, H. O, dan Nyle, C. B. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta Budiyanto, E. 2005. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS. Andi.

      Yogyakarta Darmawijaya, I. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Dephutbun. 1998. Buku Panduan Kehutan Indonesia. Badan penelitian dan Pengembangan

      Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta Foth, D. Henry.1981. Fundamentals of Soil Science. Jhon Wiley dan Sons. New York Gomez, K. A dan Gomez, A. A. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Edisi

      Kedua. Penerjemah: Endang Sjamsuddin dan Justika S. Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta Hakim, N., M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., S. G. Nugroho., M. A. Diha., G. B. Hong., H. H.

      Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung Hanafiah, A. S dan D. Elfiati., 2005. Penuntun Praktikum Ilmu Tanah Hutan. Departemen

      Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Tidak Diterbitkan

      Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta Mukhlis. 2004. Kimia Tanah. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas

      Sumatera Utara, Medan. Tidak Diterbitkan Musa, L., Mukhlis dan Abdul, R. 2006. Dasar Ilmu Tanah (Fundamentals of Soil Science). Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Tidak Diterbitkan

      Nuarsa, I. W. 2005. Belajar Sendiri Menganalisa Data Spasial dengan Arc View GIS 3.3 untuk Pemula. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta Nyakpa, M. Y., A. M. Lubis., M. A. Pulung., A. G. Amrah., A. Munawar., G. B. Hong., N.

      Hakim., 1988. Kesuburan Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung [OIC] Orangutan Information Centre. 2009. Save Sumatran Orangutan from Extinction. ngutancentre.org. [25 Mei 2009]

      PPTA. 1993. Informasi Penelitian Tanah, Air, Pupuk dan Lahan. BPPP, Departemen Pertanian. Bogor

      Prasetyo, B. H dan Suriadikarta, D.A) Karakteristik, Potensi, Dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006

      Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Andi Yogyakarta. Yogyakarta Saidi, A. 2006. Fisika Tanah dan Lingkungan. Andalas University Press. Padang Supriadi dan Zulkifli. N. 2007.Sistem Informasi Geografis. USU Press. Medan [YLI] Yayasan Leuser Indonesia. 2008. Peta Curah Hujan Tahunan Kecamatan Besitang

      Kabupaten Langkat. Banda Aceh

      [YLI] Yayasan Leuser Indonesia. 2008. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Banda Aceh

      [YLI] Yayasan Leuser Indonesia. 2008. Peta Lahan dan Tanah Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Banda Aceh