Gambaran Kualitas Hidup Wanita Lansia Di Desa Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk Kabupaten Aceh Timur

  Herlina, Gambaran Kualitas

Gambaran Kualitas Hidup Wanita Lansia Di Desa

Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk

  

Kabupaten Aceh Timur

  Herlina A.N Nasution 1 1 Dosen Program Studi Keperawatan STIKes Bina Nusantara

  

ABSTRAK

  Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya.Penelitian bertujuan untuk mengetahuigambaran kualitas hidup wanita lansia Di Desa Kuala Peudawa Puntong Kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014.

  Desain Penelitian adalah deskriptif. Penelitian dilakukan pada tanggal 12-25 Agustus 2014, dengan jumlah responden 49 orang dan alat pengumpulan data berbentuk kuesioner. Hasil identifikasi kualitas hidup lansia secara umum di desa Kuala peudawa Puntong Kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur, dapat disimpulkan bahwa dari 49 responden, 30 (61,2%) responden memiliki kualitas hidup baik, dan 19 (38,8) responden memiliki kualitas hidup yang kurang. Menurut pengakuan dari responden, keadaan hidup yang dialami oleh para lansia sudah secara umum diterima secara ikhlas.

  Keadaan keluarga dan lingkungan yang mendukung serta memberikan dorongan untuk terus menjaga kesehatan berimbas pada kuliatas hidup lansia Kata Kunci : Kualitas Hidup, Wanita, Lansia

A. PENDAHULUAN

  Selain ditinjau dari perbedaan jumlah dan angka harapan hidupnya, lansia pria dan wanita juga memiliki perbedaan pada tingkat kualitas hidupnya. Usia harapan hidup serta jumlah wanita lansia yang lebih tinggi dari pria Lansia. Namun, Dragomirecka & Selepova (2002) dalam studinya mengungkapkan bahwa kualitas hidup pria lansia lebih tinggi dari pada wanita lansia. Pada pria lansia dilaporkan secara signifikan bahwa pria lansia memiliki kepuasan yang lebih tinggi dalam beberapa aspek yaitu hubungan personal, dukungan keluarga, keadaan ekonomi, pelayanan sosial, kondisi kehidupan dan kesehatan. Wanita lansia memiliki nilai yang lebih tinggi dalam hal kesepian, ekonomi yang rendah dan kekhawatiran terhadap masa depan. Perbedaan gender tersebut ternyata memberikan andil yang nyata dalam kualitas hidup lansia. Perlu adanya suatu upaya peningkatan kualitas hidup terhadap lansia, terutama wanita lansia mengingat usia harapan hidup yang

  Herlina, Gambaran Kualitas

  lebih tinggi serta jumlah wanita lansia yang lebih banyak. Meningkatnya jumlah lansia tentu tidak lepas dari proses penuaan beserta masalahnya.

  Pertambahan jumlah lanjut usia (lansia) di Indonesia dalam kurun waktu 1990 sampai 2025 diperkirakan sebagai pertumbuhan lansia yang tercepat di dunia. Jumlah lansia di Indonesia mencapai 16 juta jiwa pada tahun 2002. Data sensus badan pusat statistik pada tahun 2000 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia sebanyak 15.054.877 jiwa dengan jumlah lansia wanita 52,42% dan pria 47,58%. Tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,96 juta jiwa (Statistik Indonesia, 2010).

  Menurut Darmojo dan Martono (2006) pertambahan lansia di Indonesia dipengaruhi oleh perbaikan ilmu pengetahuan dan teknologi serta akhirnya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidup.

  Hasil survei united nation

  development program (UNDP) dalam

  rentang tahun 1980 sampai 2008 menunjukkan peningkatan angka harapan hidup masyarakat Indonesia dari 54,4 tahun sampai 70,4 tahun. Pada tahun 1995 sampai tahun 2000, usia harapan hidup pria meningkat menjadi 63,33 tahun dan wanita 69 tahun (Hardywinoto & Setiabudhi, 2005). Menurut Bappenas (2009) proyeksi angka harapan hidup pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 73,7 tahun. Proses penuaan merupakan proses fisiologis yang pasti dialami individu dan proses ini akan diikuti oleh penurunan fungsi fisik, psikososial dan spiritual. Perubahan dari segi biologis pada wanita lansia identik dengan gejala menopause, antara lain ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang- kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan dan berdebar-debar (Hurlock, 1992).

  Selain itu terdapat perubahan yang umum dialami lansia. Misalnya perubahan sistem imun yang cenderung menurun, perubahan sistem integumen yang menyebabkan kulit mudah rusak, perubahan elastisitas arteri pada sistem kardiovaskular yang dapat memperberat kerja jantung, penurunan kemampuan metabolisme oleh hati dan ginjal serta penurunan kemampuan penglihatan dan pendengaran (Watson, 2003). Penurunan fungsi fisik tersebut ditandai beraktivitas atau melakukan kegiatan yang tergolong berat. Perubahan fisik yang cenderung mengalami penurunan tersebut akan menyebabkan berbagai gangguan secara fisik sehingga mempengaruhi kesehatan, serta akan berdampak pada kualitas hidup lansia. Beberapa gejala psikologis yang menonjol pada wanita lansia adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang (Kuntjoro, 2002).

  Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia erat kaitannya

  Herlina, Gambaran Kualitas

  dengan perubahan fisik, lingkungan tempat tinggal dan hubungan sosial dengan masyarakat (Miller, 2002 dalam Stanley & Beare, 2007). Sebagian besar lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Teori

  disengagement

  menyatakan bahwa lansia berangsur-angsur menarik diri dalam berinteraksi dengan orang lain dan kehidupan sosialnya (Darmojo & Martono, 2006). Stressor psikososial yang berat, misalnya kematian dekat, dapat menyebabkan perubahan psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis.

  Perubahan spiritual pada lansia ditandai dengan semakin matangnya lansia dalam kehidupan keagamaan. Agama dan kepercayaan terintegrasi dalam kehidupan dan terlihat dalam pola berfikir dan bertindak sehari-hari (Nugroho, 2000). Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun merumuskan arti dan tujuan keberadaannya dalam kehidupan. Perubahan spiritual merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi kualitas hidup lansia (WHO, 1996). Pengaruh yang muncul akibat berbagai perubahan pada lansia tersebut jika tidak teratasi dengan baik cenderung akan mempengaruhi kesehatan lansia secara menyeluruh. Perlu adanya suatu pelayanan untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia dan meningkatkan kualitas hidup lansia.

  Salah satu solusi yang dilakukan perawat untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dengan cara melakukan promosi kesehatan untuk mengorganisasi dan memberikan asuhan keperawatan bagi lansia (Stanley & Beare, 2007). Stanley & Beare (2007) menyatakan bahwa lansia lebih banyak memraktikkan prilaku promosi kesehatan dari pada kelompok usia lainnya. Menurut hasil penelitian Indarwati (2006) peran perawat pada pelayanan komunitas posyandu lansia meliputi mediator pemberi informasi, mediator pemeriksaan fisik, mediator bagi lansia utuk mempertahankan status kesehatan melalui kegiatan senam, memberikan pengobatan pada lansia.

  Pemenuhan kebutuhan sosial lansia di komunitas cenderung lebih baik daripada di panti, karena interaksi lansia di komunitas pada dasarnya lebih luas dari pada lansia di panti. Lansia di komunitas dapat berinteraksi dengan keluarga, teman, dan masyarakat, sedangkan interaksi lansia dipanti terbatas pada penghuni panti serta petugas panti saja. Aspek lingkungan yang dipengaruhi kualitas dan keterjangkauan sarana kesehatan, keadaan tempat tinggal, sumber finansial, serta kesempatan rekreasi pada lansia panti dan komunitas juga akan mempengaruhi kesehatan lansia. Pengaruh yang menyeluruh terhadap kehidupan lansia akibat perbedaan jenis pelayanan yang didapatkan oleh lansia, tentunya akan mempengaruhi kesehatan

  Herlina, Gambaran Kualitas

  biologis, psikologis, sosial, dan lingkungan. Dampak yang menyeluruh tersebut akan memengaruhi kualitas hidup lansia. Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisinya di dalam kehidupan dalam konteks budaya sebuah sistem nilai dimana mereka tinggal dan dalam hubungannya dengan tujuan mereka, harapan, standar dan kepedulian (WHO, 1996). Jenis kelamin juga cenderung memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2006) menunjukkan adanya perbedaan tingkat kecemasan antara lansia pria dan wanita terhadap aspek kehidupannya. Lansia wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi terhadap seluruh aspek kehidupannya daripada lansia pria. Kualitas hidup digunakan untuk mengukur kesejahteraan lansia secara menyeluruh. lansia untuk melewati sisa hidupnya dengan sejahtera, sehat dan bermartabat.

  Menurut WHO (1994) dalam (Bangun 2008), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan system nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka.Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan social dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.

  Di dalam bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit, kualitas hidup dijadikan sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan

  (Wilson dkk dalam (Larasati, 2012). Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam (Larasati, 2012) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Kualitas hidup individu tersebut biasanya dapat dinilai dari kondisi fisiknya, psikologis, hubungan sosial dan lingkungannya WHOQOL Group (1998) dalam (Larasati, 2012).

  Kualitas hidup ditetapkan secara berbeda dalam penelitian lain. Namun dalam penelitian ini kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan kualitas hidup seorang individu yang dapat dinilai berdasarkan konsep WHOQOL Group (1998) dari kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.

  2. Dimensi – Dimensi Kualitas Hidup Menurut WHOQOL group

  Sekarwiri 2008), kualitas hidup terdiri dari enam dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan dan keadaan spiritual. Kemudian WHOQOL dibuat lagi menjadi instrument WHOQOL – BREF dimana dimensi tersebut diubah menjadi empat dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan.

  Dalam hal ini dimensi fisik yaitu aktivitas sehari-hari, ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta kapasitas kerja. Menurut Tarwoto dan Martonah (2010) aktivitas sehari – hari adalah suatu energi atau keadaan

  Herlina, Gambaran Kualitas

  untuk bergerak dalam memenuhi kebutuhan hidup dimana aktivitas dipengaruhi oleh adekuatnya system persarafan, otot dan tulang atau sendi.

  • – esteem melihat bagaimana individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri. Berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi dimana keadaan kognitif individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi, belajar dan menjelaskan fungsi kognitif lainnya (Sekarwiri, 2008).

  Ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis yaitu seberapa besar kecenderungan individu menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Energi dan kelelahan merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sedangkan mobilitas merupakan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Kemudian sakit dan ketidaknyamanan menggambarkan sejauh mana perasaan keresahan yang dirasakan individu terhadap hal-hal yang menyebabkan individu merasa sakit (Sekarwiri, 2008).

  Menurut Tarwoto dan Martonah keadaan dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang- ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda. Kapasitas kerja menggambarkan kemampuan yang dimiliki individu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

  Bodily dan appearance menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh serta penampilannya. Perasaan negative menggambarkan adanya perasaan yang tidak menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Perasaan positif merupakan gambaran perasaan yang menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Self

  Partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan merupakan sejauhmana individu memiliki kesempatan dan dapat bergabung untuk berkreasi dan menikmati waktu luang. Sedangkan lingkungan fisik menggambarkan keadaan lingkungan tempat tinggal individu (keadaan air, saluran udara, iklim, polusi, dll). Transportasi yaitu sarana kendaraan yang dapat dijangkau oleh individu (Sekarwiri, 2008).

  Skevington, Lotfy dan O’ Connell (2004) dalam Sekarwiri (2008) pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup dipandang sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh atau hanya mengukur domain tertentu saja (kualitas hidup diukur hanya melalui bagian tertentu saja dari diri seseorang.

  Pengukuran kualitas hidup oleh para ahli belum mencapai suatu pemahaman pada suatu standar atau metoda yang terbaik.

  Pengukuran kualitas hidup alat WHOQOL

  • – BREF merupakan pengukuran yang menggunakan 26 item pertanyaan. Dimana alat ukur ini mengunakan empat dimensi yaitu fisik, psikologis, lingkungan dan sosial.

  Herlina, Gambaran Kualitas

  4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

  Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power, 2003), persepsi individu mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal. Hal ini juga sesuai degnan apa yang dikatakan Fadda dan Jiron (1999) bahwa kualitas hidup bervariasi antara individu yang tinggal di kota/ wilayahsatu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut. Berbagai penelitian mengenai kualitas hidup menemukan beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu : a. Gender atau Jenis Kelamin

  (Noftri, 2009)mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk (2003) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Bertentangan dengan penemuan Bain, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. Ryff dan Singer (1998) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.

  b. Usia Moons, dkk (2004) dan

  Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, & Lett (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek- aspek kehidupan yang penting bagi individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1998) dalam (Nofitri, 2009), individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya. Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, dkk (2001) dalam (Nofitri, 2009) menemukan terhadap kualitas hidup subjektif.

  c. Pendidikan Moons, dkk (2004) dan

  Baxter (1998) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk (2007) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.

  d. Pekerjaan

  Herlina, Gambaran Kualitas

  Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity tertentu). Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa status pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita.

  e. Status pernikahan Moons, dkk (2004) dalam

  (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun janda, dan individu yang menikah atau kohabitasi. Penelitian empiris di bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan meninggal Glenn dan Weaver (1981) dalam (Nofitri, 2009) .Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa baik pada pria maupun wanita, individu dengan status menikah atau kohabitasi memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi.

  f. Penghasilan Baxter, dkk (1998) dan

  Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani,

  Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.

  g. Hubungan dengan orang lain Baxter, dkk (1998) dalam

  (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Kahneman, Diener, & Schwarz (1999) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif.

  h. Standard referensi O’Connor (1993) dalam

  (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standard referensi yang digunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang dikemukakan oleh WHOQoL (Power, 2003) dalam (Nofitri, 2009), bahwa kualitas

   Herlina, Gambaran Kualitas

  hidup akan dipengaruhi oleh 3) Respirasi harapan, tujuan, dan standard dari Otot-otot pernafasan masing-masing individu. Glatzer kekuatannya menurun dan kaku, dan Mohr (1987) dalam (Nofitri, elastisitas paru menurun, 2009) menemukan bahwa di antara kapasitas residu meningkat berbagai standard referensi yang sehingga menarik nafas lebih digunakan oleh individu, komparasi berat, alveoli melebar dan sosial memiliki pengaruh yang kuat jumlahnya menurun, terhadap kualitas hidup yang kemampuan batuk menurun, dihayati secara subjektif. Jadi, serta terjadi penyempitan pada individu membandingkan bronkus. kondisinya dengan kondisi orang 4) Persarafan lain dalam menghayati kualitas Saraf pancaindra mengecil hidupnya. sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya

B. Wanita Lansia 1. Defenisi wanita lansia yang berhubungan dengan stres.

  Menurut Undang-undang Berkurang atau hilangnya Nomor 13 tahun 1998 yang lapisan myelin akson, sehingga dimaksud dengan lanjut usia adalah menyebabkan berkurangnya penduduk yang telah mencapai usia respons motorik dan refleks. 60 tahun ke atas (Zulsita, 2011). 5) Muskuloskletal Lansia mudah rapuh (osteoporosis),

  Perubahan – perubahan yang terjadi bungkuk (kifosis), persendian pada wanita lansia: membesar dan menjadi kaku a. Perubahan fisik (atrofi otot), kram, tremor,

  Beberapa perubahan fisik yang tendon mengerut, dan terjadi pada wanita lansia: mengalami sklerosis. 1) Sel

  6) Gastrointestinal Jumlah sel berkurang, ukuran Esofagus melebar, asam membesar, cairan tubuh lambung menurun, lapar menurun, dan cairan intraseluler menurun, dan peristaltik menurun. menurun sehingga daya absorpsi

  2) Kardiovaskular juga ikut menurun. Ukuran Katup jantung menebal dan lambung mengecil serta fungsi kaku, kemampuan memompa organ aksesori menyebabkan darah berkurangnya produksi hormone menurun (menurunnya kontraksi dan enzim pencernaan. dan volume), elastisitas 7) Genitourinaria pembuluh darah menurun, serta Ginjal mengecil, aliran darah ke meningkatnya retensi pembuluh ginjal menurun, penyaringan di darah perifer sehingga tekanan glomerulus menurun, dan fungsi darah meningkat. tubulus menurun sehingga

  Herlina, Gambaran Kualitas

  kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun. 8) Vesika urinaria

  Otot – otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi urine. 9) Vagina

  Selaput lendir mengering dan sekresi menurun. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, Liang senggama kering sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama, keputihan, rasa sakit pada saat kencing. 10) Pendengaran

  Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang – tulang kekakuan.

  11) Penglihatan Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak. 12) Endokrin Produksi hormone menurun.

  13) Kulit Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dantelinga menebal. Elastisitas menuru, rambut memutih, kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.

  14. Belajar dan Memori Kemampuan belajar masih ada tetapi relative menurun. Memori

  (daya ingat) menurun karena proses encoding menurun.( Maryam, 2008)

  b. Perubahan Psikososial Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan, antara lain : 1) Kehilangan financial

  (pendapatan berkurang) 2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan semua fasilitas).

  3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi 4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan 5) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup bergerak lebih sempit). 6) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.

  Biaya hidup meningkat pada penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah. 7) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan. 8) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan social. 9) Adanya gangguan saraf panca- indra, timbul kebutaan dan ketulian. 10) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan. 11) Rangakaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga. 12) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan

  Herlina, Gambaran Kualitas

  terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri). (Nugroho, 2008)

B. METODE PENELITIAN

  Masalah kualitas hidup lansia dewasa ini mendapat perhatian yang sungguh-

  Peneliti melakukan wawancara terpimpin denngan responden saat pengisian kuisioner. Menurut pengakuan dari responden, keadaan hidup yang dialami oleh para lansia sudah secara umum diterima secara ikhlas. Keadaan keluarga dan lingkungan yang mendukung serta memberikan dorongan untuk terus menjaga kesehatan berimbas pada kuliatas hidup lansia.

  30 (61,2%) responden memiliki kualitas hidup baik, dan 19 (38,8) responden memiliki kualitas hidup yang kurang

  Berdasarkan hasil analisa data dari jawaban responden penelitian, hasil identifikasi kualitas hidup lansia secara umum di desa Kuala peudawa Puntong Kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur, dapat disimpulkan bahwa dari 49 responden,

  b. Pembahasan

  Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa dari 49 responden, 30 (61,2%) responden memiliki kualitas hidup baik, dan 19 (38,8) responden memiliki kualitas hidup yang kurang.

  2. Kurang 19 38,8 Jumlah 49 100 Sumber : Data Primer (Tahun 2015)

  1. Baik 30 61,2

Tabel 5.1 Distribusi Frekwensi tentangGambaran Kualitas Hidup Wanita Lansia Di Desa Ketapang Mameh Kec.IDI Rayeuk Kuala Kabupaten Aceh Timur Tahun 2015 No Kualitas hidup F %

  Penelitian ini telah dilakukan mulai tanggal 14-25 Agustus 2014 di Desa Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk Kuala Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014, dengan jumlah responden yang berpartisipasi dalam penelitian sebanyak 49 orang, dimana hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawa ini :

  diperoleh jumlah sampel secara keseluruhan sebanyak 49wanita lansia.

  sampling (dalam Umar, 2004 ). Maka

  b. Sampel Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Maka penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakantotal

  2012). Populasi dalam penelitian ini adalah wanitalansia yang berada di Desa Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk Kuala Kabupaten Aceh Timur sebanyak yaitu 49 orang.

  a. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Notoatmojo ,

  Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif, pada penelitian ingin melihat gambaran kualitas hidup wanita lansiaDi Desa Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk Kabupaten Aceh Timur.

1. Populasi dan Sampel

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil Penelitian

  Herlina, Gambaran Kualitas

  sungguh karena perawatan lansia diharapkan tidak hanya menghilangkan gejala perubahan fisik dan psikologis tapi juga dapat meningkatkan kualitas hidup, oleh sebab itu dalam melakukan pengawasan/perawatan terhadap lansia, keluarga diharapkan tidak hanya fokus pada kehidupan dan kesehatan lansia saja, tetapi juga harus melakukan pengawasan terhadap faktor sosial yangdapat mempengaruhi kualitas hidup mereka (DepKes, 2008).

  Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Falce dan Perry (1995), mengatakan kondisi kehidupan tertentu tidak menghasilkan reaksi yang sama pada setiap individu, karena tiap-tiap individu memiliki definisi masing-masing mengenai hal-hal yang mengindentifikasi kualitas hidup yang baik dan buruk. Secara logis dpat diasumsikan bahwa beberapa aspek kehidupan adalah relevan bagi penting aspek-aspek tersebut bagi tiap-tiap individu akan bervariasi dalam budaya yang berbeda-beda, sedangkan aspek- aspek lainya mungkin hanya dianggap penting oleh individu tertentu saja (Carr&Higginson, 2001). Dengan kata lain, suatu area kehidupan yang tidak berjalan dengan baik bagi individu tertentu namun tidak memiliki nilai kepentingan tertentu akan memberikan pengaruh yang lebih rendah terhadap kualitas hidup individu tersebut jika dibandingkan dengan area kehidupan lain yang tidak berjalan baik namun dianggap sangat penting oleh individu tersebut.

  Penelitian Noerhamdani (2012), dengan judul Perbedaan tingkat kualitas hidup pada wanita lansia di komunitas dan panti. Desain penelitian deskriptif analitik komparatif dengan pendekatan cross

  sectional . Sampel penelitian 44 responden

  untuk komunitas dan 36 responden untuk kelompok panti yang diambil dengan cara

  purposive sampling . Hasil uji mann whitney, dengan α = 0,05 disimpulkan

  tidak ada perbedaan tingkat kualitas hidup pada wanita lansia di komunitas dan panti (p = 0,477). Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan untuk terus meningkatkan

  aspek lingkungan yang berupa peningkatan produktivitas wanita, akses terhadap pelayanan kesehatan dan informasi pada wanita lansia, terutama pada wanita lansia di panti

  Penelitian Tambariki (2012), Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara latihan fisik dan kualitas hidup pada lansia serta perbedaan signifikan pada kualitas hidup lansia Responden dalam penelitian ini adalah lansia usia 60 tahun ke atas, pria dan wanita, dan lansia potensial (mandiri) yang berdomisili di desa Laikit, Dimembe, Warukapas, Tetey, dan Lumpias. Jumlah respondent adalah 157. Hasil aspek kualitas hidup menggunakan Chi-square Contingency yaitu 0.001. Pada penggunaan Wilcoxon

  Sign Test , didapati bahwa aspek fisik

  (0.046), mental (1.000), sosial (0.000), dan spiritual (1.000) mengacu pada nilai (α = 0.05). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara latihan fisik dan kualitas hidup pada lansia.

  Penelitian Qurrota (2011), dengan judul perbedaan kualitas hidup pada lansia antara lansia yang aktif dantidak aktif dalam kunjungan ke posyandu lansia, didapatkan hasil analisis data penelitian, diperoleh nilai z perbedaankualitas hidup antara lansia yang aktif dan tidak aktif ke Posyandu Lansia sebesar -4,838 dengan nilai psebesar 0 (untuk p < α (0,05)). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup yangsignifikan

  Herlina, Gambaran Kualitas

  5. Institusi pendidikan, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dalam gerontik, serta dapat menambah referensi kepustakaan yang telah ada.

  Handayani (2009), Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas hidup keluarga dan penderita pasca serangan stroke (dengan gejala sisa) Desain penelitian ini adalah Penelitian Eksploratif,. Subyek adalah 5 (lima) keluarga yang terlibat perawatan penderita pasca stroke di Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen, Kab. Banyumas. Hasil penelitian ini menunjukan adanya perubahan aktivitas sehari-hari, pola komunikasi, aktivitas kerja, hubungan sosial, istirahat dan rekreasi serta kondisi psikologis pada penderita dan keluarga pasca stroke. Aspek-aspek tersebut merupakan indikator atau ukuran yang menunjukkan adanya penurunan kualitashidup pada penderita dan keluarga pasca stroke.

D. PENUTUP

  a. Kesimpulan

  Hasil identifikasi kualitas hidup lansia secara umum di Desa Ketapang Mameh Kecamatan IDI Rayeuk Kuala Kabupaten Aceh Timur, dapat disimpulkan bahwa dari 49 responden, 30 (61,2%) responden memiliki kualitas hidup baik, dan 19 (38,8) responden memiliki kualitas hidup yang kurang. Menurut pengakuan dari responden, keadaan hidup yang dialami oleh para lansia sudah secara umum diterima secara ikhlas. Keadaan keluarga dan lingkungan yang mendukung serta memberikan dorongan untuk terus menjaga kesehatan berimbas pada kuliatas hidup lansia.

  antara lansia yang aktif dengan lansia yang tidak aktif ke Posyandu Lansia.

  2. Institusi Kesehatan agarSebagai bahan masukan dalam memberikan asuhan keperawatankepada Keluargadan masyarakat pengalaman dalam meningkatkan kualitas hidup lansia

  3. Bagi Masyarakat agar dapat memberimotivasi dan informasi dalam memberi dukungan kepada lansia, dalam meningkatkan kualitas lansia

  4. Bagi responden agar dapat menambah informasi agar lansia dapat mengetahui tentang pentingnya menyadari konsep diri dalam meningkatkan kualitas hidup lansia

DAFTAR PUSTAKA

  1. Bagi Peneliti Agar dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah, menambah wawasan dan pengalaman dalam meningkatkan kualitas hidup lansia

  pada Lansia. Jakarta : EGC

  Departemen Kesehatan. (2008). Jumlah

  Penduduk Lanjut Usia Meningkat .

  Diakses pada tanggal 17 Juni 2013 . (2010). Pedoman Puskesmas Santun

  Lanjut Usia bagi Petugas Kesehatan. Diakses pada Tanggal

  1 Oktober 2013 dari http://www.perpustakaan.depkes.g o.id/cgi-bin/koha/opac-

  ISBDdetail.pl?biblionumber=3490 Donald, A. (2009). What is Quality of life? . UK : Hayward Group Ltd.

  Diakses pada tanggal 22 Juni

  b. Saran

  Darmojo dan Martono(2006) Fisioterapi

  Herlina, Gambaran Kualitas

  Oktober 2013 dari http://www.komnaslansia.or.id/mo dules.php?name=News&file=print &sid=63

  Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia

  Pascasarjana Fakultas Psikologi UI. Sutikno, E. (2012). Hubungan Fungsi

  Gambaran Kualitas Hidup Dewasa Muda Berstatus Lajang melalui Adaptasi Instrumen WHOQOL- BREF dan SRPB. Depok:

  Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) .

  28 September 2012 dari W Amilia Rosmita Putri - FKIK (Pendidikan Dokter), 2012 - publikasi.umy.ac.id

  Hubungan Fungsi Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia di Kelurahan Wirobrajan Yogyakarta. Diakses pada Tanggal

  Salemba Medika Jakarta : EGC Putri, W.A.R. & Iman, P. (2012).

  Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 3 . Jakarta :

  : EGC. Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan

  Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta

  Cipta Nugroho, W. (2008).

  Penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka

  Jakarta : CV. Sagung Seto Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi

  Tarwoto dan Martonah (2010). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas 2.

  Dampak Sistemik Dalam Siklus Kehidupan. Diakses pada tanggal 2

  2013dari http://www.medicine.ox.ac.uk/ban dolier/painres/download/whatis/W hatisQOL.pdf

  Jakarta : Media Aesculapius Martono, H. (2011). Lanjut Usia dan

  Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Jilid 1.

  17 Juni 2013 dari http://www.e- psikologi.com/epsi/lanjutuisa_detai l.asp?id=182-17k-

  Diakses pada tanggal

  E. (2009). Development psychology (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga. Kuntjoro, Z.S. (2002). Masalah kesehatan jiwa lansia.

  Hurlock,

  E.G. (2003). Family Nursing, Research, Theory and Practice. New Jersey: Prentice Hall

  Jakarta : EGC Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones,

  Keperawatan Keluarga.

  3 Oktober 2013 dari http://adl.aptik.or.id/default.aspx?t abID=61&src=k&id=124555 Friedman, M. (1998).

  Quality Of Life Pada Lanjut Usia Studi Perbandingan pada Janda atau Duda Lansia antara yang Tinggal di Rumah Bersama Panti Werdha. Tesis Universitas Atma Jaya. Diakses pada Tanggal

  Jakarta: Salemba Medika. Diakses pada tanggal 16 Juli 2012 dari http://books.google.co.id/books?id =LKpz4vwQyT8C&pg=PT233&d q=tugas+kesehatan+keluarga+men urut+bailon+dan+maglaya&hl=id &sa=X&ei=dWUDUIvQGcLmrAe 30dCTBg&ved=0CDcQ6AEwAA Hardywinoto & Setiabudhi. (2006).

  Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan.

  Effendi, F., Makhfudli. (2009).

  . Tesis UNS Solo. Diakses

   Herlina, Gambaran Kualitas

  pada Tanggal 28 September 2012 dari http://pasca.uns.ac.id/?p=1627 WHO. (1994). Department of Psychiatry

  Centre for Participant Report Outcomes. Diakses pada tanggal 17

  Juni 2013 dari http://www.psychiatry.unimelb.edu .au/centres-units/cpro/index.html