Index of /files/disk1/20
ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKIT PADA ANAK R
UMUR 3 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS
TANGEN SRAGEN
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Tugas Akhir Pendidikan Diploma III Kebidanan
Disusun Oleh :
RINA CANDRAWATI
NIM B12 151
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
HALAMAN PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA SAKIT ANAK R
UMUR 3 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS
TANGEN SRAGEN
Diajukan Oleh :
RINA CANDRAWATI
NIM B12 151
Telah diperiksa dan disetujui Pada tanggal Pembimbing
ARISTA APRIANI S.ST, M.Kes
NIK.201188069HALAMAN PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA SAKIT ANAK R UMUR 3 TAHUN DENGAN SAKIT DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS TANGEN SRAGEN
Diajukan Oleh:
RINA CANDRAWATI NIM B12 151
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Ujian Program D III Kebidanan
Pada Tanggal
PENGUJI I PENGUJI II Ika Budi Wijayanti, SST.,M.Sc Arista Apriani, S.ST.,M.Kes NIK 200680024 NIK.201188069
Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan Mengetahui,
Ka. Prodi D III Kebidanan
Retno Wulandari, S.ST
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : ”Asuhan Kebidanan Pada Balita Sakit Anak R umur 3 tahun dengan Demam Tifoid Di Puskesmas Tangen Sragen”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Studi D III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu dra. Agnes Sri Harti M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta
2. Ibu Retno Wulandari SST, selaku Ketua Program Studi D III Kebidanan Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Arista Apriani, SST., M.Kes, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis.
4. Bapak Dr. Dedi Ari Saputro, selaku Kepala Puskesmas Tangen Sragen yang telah bersedia memberi ijin pada penulis dalam pengambilan data.
5. Seluruh dosen dan staff Prodi D III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta atas segala bantuan yang telah diberikan.
6. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka saran demi kemajuan penelitian selanjutnya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, April 2015 Prodi D III Kebidanan Kusuma Husada Surakarta Karya Tulis Ilmiah, Juni 2015 Nama : Rina Candrawati NIM : B12151
ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKIT PADA ANAK R UMUR 3 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS TANGEN SRAGEN xii + 83 halaman + 13 lampiran
INTISARI Latar Belakang: Jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia mencapai 16-33
juta dengan 500-600 ribu kematian tiap tahunnya (WHO, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di Puskesmas Tangen, jumlah balita yang sakit dari bulan Januari sampai bulan September 2014 yang diperoleh dari catatan rekam medik (RM) didapatkan 90 kasus balita sakit, yang dikategorikan balita sakit dengan Sakit demam tifoid 25 orang (27,7 %), sakit Febris sebanyak 23 orang (25,5 %), sakit influenza sebanyak 21 orang (23,3 %), sakit diare 17 orang (18,8 %) dan sakit radang tenggorokan sebanyak 4 orang (0,04%).
Tujuan: Melakukan pengkajian pada balita dengan Demam Tifoid dengan
menerapkan manajemen kebidanan menurut Varney, menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus di lapangan, memberikan alternatif pemecahan masalah.
Metodologi: Jenis studi yang digunakan adalah deskriptif, studi kasus dilakukan
di Puskesmas Tangen Sragen pada balita dengan Demam Tifoid dan dilaksanakan tanggal 11 – 16 Mei 2015. Subyek studi kasus ini dilakukan pada balita sakit Anak R umur 3 Tahun dengan demam tifoid.
Hasil Studi Kasus: Asuhan kebidanan yang dilakukan meliputi pemenuhan
kebutuhan makan, istirahat, kebersihan lingkungan dengan pemberian obat-obatan secara mandiri yaitu Kloramfenikol syrup 1 botol 125 ml 1 sendok makan diminumkan setiap 6 jam, Puyer paracetamol 500 mg 3 butir dijadikan 10 bungkus 3x1/hari, Ceftriaxone injeksi 75 mg setiap 6 jam. Dalam memberikan asuhan kebidanan ini diperlukan dukungan dari keluarga khususnya ibu agar bersedia melaksanakan anjuran petugas kesehatan. Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari keadaan umum baik, mata tidak cekung, turgor kembali normal, mulut dan lidah tidak kering dan tidak kotor, BAB normal 1 kali sehari dengan konsistensi lunak disertai ampas.
Kesimpulan: Dari kasus ini masalah pada anak dengan Demam Tifoid dapat
diatasi dan komplikasi yang sering terjadi dapat dihindari setelah diberikan asuhan kebidanan dengan menerapkan manajemen kebidanan menurut Varney. Pada pelaksanaan asuhan kebidanan ini terjadi kesenjangan antara teori dan praktik, di lahan pada pengkajian data di pemeriksaan penunjang yaitu menggunakan pemeriksaan feses karena keterbatasan tempat dan alat. Pada diagnosa potensial yaitu tidak terjadi komplikasi apapun.
MOTTO
v Terus berusaha meskipun semakin sulit v Tiada do’a paling indah selain do’a tugas akhir cepat selesai v Saya datang, saya bimbingan, saya revisi dan saya menang v Kesuksesan tidak akan datang tanpa ada usaha dan do’a v Mulailah dengan hal-hal yang baik, supaya berakhir dengan baik v Seberat apapun masalah kalau dihadapi dengan senyuman pasti akan terpecahkan
PERSEMBAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini penulis persembahkan :
1. Allah SWT, yang selalu melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Ayah dan Bunda tercinta, yang telah memberikan kasih sayang serta doa dan dukungan di setiap prosesnya yang telah susah payah kerja keras dalam menggapai keberhasilanku serta adikku tercinta.
3. Untuk teman-teman terdekatku (Retno, Elma, Sundari, Rafika, Yana, Diyas dan semua teman se angkatan D III Kebidanan Stikes kusuma Husada yang selalu memberikan semangat sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan sesuai harapan.
4. Untuk seseorang yang selalu mendukungku, memberikan support, mengajariku tentang arti kedewasaan dan arti hidup (Apri JR).
5. Almamaterku tercinta, terima kasih selama tiga tahun ini menjadi tempat ku untuk menimba ilmu, dan akan selalu terkenang semua hal yang ada di sini.
CURICULUM VITAE
Nama : Rina Candrawati Tempat/Tanggal lahir : Sragen/23 juni 1994 Agama : Islam Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Sanggrahan, Ngrombo,Tangen, Sragen
Riwayat Pendidikan
1. SD N Ngrombo I Ngrombo, Tangen, Sragen LULUS TAHUN 2006
2. SMP N 01 Katelan, Tangen, Sragen LULUS TAHUN 2009
3. SMA N 01 Tangen LULUS TAHUN 2012
4. Prodi D III Kebidanan STIKES Kusuma Husada Angkatan 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN1 A. Latar Belakang .................................................................................
4 B. Perumusan Masalah .........................................................................
4 C. Tujuan Studi kasus ...........................................................................
5 D. Manfaat Studi Kasus ........................................................................
5 E. Keaslian Studi Kasus .......................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 A. Tinjauaan Pustaka ............................................................................
8 1. Balita ...........................................................................................
11 2. Demam Tifoid ......................................................................... .
21 B. Teori Managemen kebidana ..............................................................
41 C. Landasan Hukum ..............................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
44 A. Jenis Studi ........................................................................................
44 B. Lokasi Studi Kasus ...........................................................................
45 C. Subyek Studi Kasus .........................................................................
45 D. Waktu Studi kasus ............................................................................
45 E. Instrumen Studi Kasus .....................................................................
45 F. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................
48 G. Alat-Alat Yang Dibutuhkan .............................................................
49 H. Jadwal Penelitian ..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian Lampiran 2. Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 3. Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Penggunaan Lahan Lampiran 5. Surat Balasan Ijin Penggunaan Lahan Lampiran 6. Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 7. Surat Persetujuan Responden (Informed Consent) Lampiran 8. Lembar Pedoman Wawancara (Format ASKEB) Lampiran 9. Lembar Observasi Lampiran 10. Satuan Acara Penyuluhan Lampiran 11. Leaflet Lampiran 12. Dokumentasi Studi Kasus Lampiran 13. Lembar Konsultasi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka kejadian demam tifoid (typhoid fever) di ketahui lebih tinggi
pada negara yang sedang berkembang di daerah tropis, sehingga tak heran jika demam tifoid atau tifus abdominalis banyak di temukan di negara kita. di indonesia sendiri,demam tifoid masih merupakan penyakit endemik dan menjadi masalah kesehatan yang serius. Demam tifoid erat kaitannya dengan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan (R Aden, 2010).
Jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun gejala yang di alami anak lebih ringan dari dewasa. Di hampir semuan daerah endemik, insidiensi demam tifoid banyak terjadi pada anak usia kurang dari 19 tahun (WHO, 2009).
Di Indonesia, diperkirakan antara 700 – 900.000 orang terkena penyakit tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 6 tahun. Anak usia sekolah yang sudah bisa jajan sendiri merupakan yang paling rentan terinfeksi makanan adalah ibunya, tentunya ibunya memberikan yang bersih, tidak sembarangan membeli makanan (Algerina, 2009). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam tifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41. 081 kasus, dengan jumlah orang yang meninggal sebesar 274 orang (Pramitasari, 2013).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah kematian balita 0–5 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi lingkungan. AKABA Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 11,85/1.000 kelahiran hidup, meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 11,50/1. Penyebab kematian balita disebabkan oleh diare, demam berdarah dengue dan demam tifoid. Demam tifoid mengakibatkan sekitar 20%-30% kematian anak balita dan diperkirakan 10%-20% per tahun balita yang meninggal karena Perdarahan usus yang merupakan komplikasi dari demam tifoid (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012) .
Dalam hal ini, seorang bidan berperan dalam melakukan deteksi dini serta memberikan asuhan pada bayi dan balita sesuai kebutuhan dengan melakukan kolaborasi dengan dokter anak. Selain itu, pentingnya seorang bidan untuk memahami asuhan yang harus di berikan kepada balita dengan akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium diantaranya pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan widal dan biakan empedu. Sampel darah yang positif dibuat untuk menegakkan diagnosa pasti. Sampel urine dan feses dua kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan bukan pembawa kuman (Carrier). Bila terdapat demam lebih dari 5 hari. Dokter akan memikirkan kemungkinan selain demam tifoid yaitu penyakit infeksi lain seperti Paratifoid A, B dan C, demam berdarah (Dengue fever), influenza, malaria, TBC (Tuberculosis) dan infeksi paru (Pneumonia) (Utami, 2013).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di Puskesmas Tangen, jumlah balita yang sakit dari bulan Januari sampai bulan September 2014 yang diperoleh dari catatan rekam medik (RM) didapatkan 90 kasus balita sakit, yang dikategorikan balita sakit dengan Sakit demam tifoid 25 orang (27,7 %), sakit Febris sebanyak 23 orang (25,5 %), sakit influenza sebanyak 21 orang (23,3 %), sakit diare 17 orang (18,8 %) dan sakit radang tenggorokan sebanyak 4 orang (0,04%).
Berdasarkan data-data diatas diketahui bahwa kasus demam tifoid masih tinggi dan banyak dijumpai di kalangan masyarakat terutama pada balita sakit di Puskesmas Tangen Sragen. Maka penulis tertarik untuk melaksanakan studi kasus yang berjudul “Asuhan Kebidanan pada Balita Sakit Anak R umur 3 tahun dengan demam tifoid di Puskesmas Tangen Sragen Tahun 2015”.
B. Perumusan Masalah
”Bagaimanakah Penerapan Asuhan Kebidanan pada Balita Sakit anak R umur 3 tahun dengan Demam Tifoid di Puskesmas Tangen tahun 2015 dengan menggunakan pendekatan manajemen asuhan kebidanan menurut 7 langkah Varney?”.
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan umum Di perolehnya pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada anak R dengan sakit demam tifoid di Puskesmas Tangen Sragen dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan 7 langkah Varney.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu:
1) Melaksanakan pengkajian meliputi data subyektif dan obyektif pada kasus balita sakit anak R dengan demam tifoid di Puskesmas Tangen Sragen. 2) Menginterpretasikan data yang meliputi diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan pada kasus balita sakit anak R dengan demam tifoid di Puskesmas Tangen Sragen.
3) Merumuskan diagnosa potensial pada balita sakit anak R dengan demam tifoid di Puskesmas Tangen Sragen.
4) Mengantisipasi serta melakukan penanganan segera pada balita sakit anak R dengan demam tifoid di Puskesmas Tangen Sragen.
5) Merencanakan asuhan kebidanan pada balita sakit anak R dengan demam tifoid di Puskesmas Tangen Sragen.
6) Melaksanakan perencanaan secara evisien asuhan kebidanan pada balita sakit anak R dengan demam tifoid di Pyskesmas Tangen Sragen. 7) Mengevaluasi asuhan yang di berikan pada balita sakit anak R dengan demam tifoid di Puskesmas Tangen Sragen.
b. Penulis mampu menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus nyata di lapangan serta memberikan alternatif pemecahan masalah pada balita sakit anak R dengan demam tifoid di Puskesmas Tangen Sragen.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi peneliti
a. Dapat menerapkan teori yang di dapat di bangku kuliah dalam praktek di lahan, serta memperoleh pengalaman secara langsung dalam, masalah memberikan asuhan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid.
b. Asuhan kebidanan ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam penatalaksanaan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid.
2. Bagi profesi
a. Dapat meningkatkan upaya dalam pelaksanaan asuhan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid.
b. Dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid.
3. Bagi Instansi Dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada umumnya dan meningkatkan pelayanan pada balita sakit dengan demam tifoid.
4. Bagi Institusi Di gunakan untuk menambah sumber bacaan atau referensi tentang penatalaksanaan pada balita sakit dengan demam tifoid.
E. Keaslian Studi Kasus
Karya Tulis Ilimiah tentang asuhan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid pernah di lakukan oleh:
1. Rita Maharani (2012), dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Balita sakit an. D dengan sakit demam Tifoid Di BPS Kiran Klaten Tengah”Asuhan yang di berikan adalah pemberian terapi obat penurun panas (parasetamol) secara teratur,setelah di berikan asuhan selama 5 hari keadaan umum balita baik kelopak mata sudah tidak cekung, turgor kembali normal, mulut dan lidah tidak kering dan tidak ada nyeri tekan pada abdomen.
2. Eni Sugiyanti (2005), dengan judul ! Asuhan Kebidanan pada Balita
Sakit dengan Demam Tifoid di Puskesmas Gajahan Pasar Kliwon Surakarta”. Dengan menggunakan manajemen kebidanan dengan tujuh langkah Varney (1997), pada Balita Ny.S Asuhan yang diberikan yaitu dengan pemberian cairan rumah tangga yaitu seperti (sup dan air bersih), nutrisi yang cukup dan pemberian gizi yang sesering mungkin maka anak dapat kembali dalam keadaan baik. Setelah diberikan asuhan selama 3 hari keadaan umum balita baik, panas sudah turun, kesadaran composmentis, kelopak mata sudah tidak cekung, turgor kembali normal, mulut dan lidah tidak kering dan BAB normal 1kali sehari.
Perbedaannya terdapat pada subyek studi kasus, lokasi studi kasus, waktu studi kasus dan terapi yang di berikan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Medis
1. Balita
a. Pengertian Balita Balita oleh Departemen Kesehatan (2006) di definisikan sebagai anak usia 12-59 bulan. Sementara Hocken berry dan
Wilson (2007) menyebutkan usia 0-1 tahun di sebut fase bayi, 1-3 tahun di sebut fase todler dan usia 3-6 tahun di sebut fase pra sekolah.
Menurut Haryatiningsih (2014), menggunakan istilah balita untuk anak di bawah lima tahun yang di mulai dari 0-59 bulan.
Menurut Hockenberry dan Wilson (2007), dapat di lihat bahwa fase balita sebenarnya melibatkan fase usia bayi, todler dan prasekolah.
b. Tahap Perkembangan Balita Tahap perkembangan balita menurut Depkes RI (2006), meliputi: 1) Umur 12-18 bulan
a) Berdiri sendiri tanpa berpegangan
b) Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri kembali d) Memanggil ayah dengan kata”papa”, memanggil ibu dengan kata “mama” e) Menumpuk dua kubus
f) Memasukkan kubus di kotak
g) Menunjuk apa yang di inginkan tanpa menangis atau merengek, anak bisa mengeluarkan suara yang menyenangkan atau menarik tangan ibu. 2) Umur 18-24 bulan
a) Berdiri sendiri tanpa berpegangan 30 detik
b) Berjalan tanpa terhuyung-huyung
c) Bertepuk tangan, melambai-lambai
d) Menumpuk 4 buah kubus
e) Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
f) Menggelindingkan bola ke arah sasaran 3) Umur 24-36 bulan
a) Jalan naik tangga sendiri
b) Dapat bermain dan menendang bola kecil
c) Mencoret-coret pensil pada kertas
d) Bicara dengan baik menggunakan dua kata
e) Dapat menunjuk satu atau lebih bagian tubuhnya ketika di minta f) Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah
4) Umur 36-48 bulan
a) Berdiri satu kaki dua detik
b) Melompat kedua kaki di angkat
c) Mengayuh sepeda roda tiga
d) Mengggambar garis lurus
e) Menumpuk 8 buah kubus
f) Mengenal 2-4 warna 5) Umur 48-60 bulan
a) Berdiri 1 kaki 6 detik
b) Melompat-lompat 1 kaki
c) Menari
d) Menggambar tanda silang
e) Menggambar lingkaran
f) Menggambar orang dengan 3 bagian tubuh
c. Tahap Pertumbuhan Fisik Balita 1) Lingkar Kepala
Pengukuran lingkar kepala di lakukan untuk menjaring kemungkinan adanya penyebab lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan otaklingkaran kepala di pengaruhi oleh status gizi pada anak sampai usia 36 bulan (Matondang, 2009).
2) Panjang Badan Pengukuran panjang badan digunakan untuk menilai indikator yang baik untuk pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting) dan untuk perbandingan terhadap perubahan relatif, seperti nilai berat badan dan lingkar lengan atas (Nursalam, 2013). 3) Berat Badan
Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah di ukur dan di ulang, dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat. beberapa keadaan klinis dapat mempengaruhi berat badan seperti terdapat oedema, hidrosefalus dll. Perubahan berat badan (berkurang atau bertambah) perlu mendapat perhatian karena merupakan petunjuk adanya masalah nutrisi akut (Iskandar, 2009).
d. Penyakit yang biasanya di derita oleh balita Berikut penyakit infeksi yang sering di alami oleh balita (Swasanti, 2013) : 1) Kejang Demam Kejang demam banyak di alami bayi hingga anak balita.
Kejang demam terjadi ketika anak mengalami peningkatan suhu tubuh hingga melewati ambang batas. Kejang demam pada dasarnya bersifat lokal dan tidak membahayakan, akan tetapi kejang yang berkepanjangan dan berulang- ulang dapat menyebabkan gangguan serius pada otak anak hingga anak mengalami kecacatan mental.
2) Diare Diare adalah keadaan dimana sering buang air besar, paling tidak terjadi 3 kali dalam sehari serta tinja cair. diare sring terjadi pada anak. Diare pada dasarnya di sebabkan oleh kegagalan atau adanya gangguan penyerapan sejumlah besar kandungan air pada usus besar. 3) Demam tifoid atau sering disebut tipes adalah penyakit infeksi saluran cerna yang di sebabkan oleh bakteri salmonella typhosa. Bakteri ini di tularkan melalui makanan dan minuman. Bakteri salmonella di temukan dalam tinja dan air kemih penderita. mencuci tangan tidak bersih setelah buang air besar atau kecil meningkatkan resiko tertularnya penyakit ini. Selain itu, lalat merupakan
carrier (pembawa) yang dapat memindahkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan.
2. Demam tifoid
a. Pengertian Menurut Winkanda (2013) Demam tifoid atau yang lebih sering disebut tipes adalah penyakit infeksi saluran cerna yang di sebabkan oleh bakteri Salmonella Typhosa. penyakit ini dapat di tularkan melalui mulut, makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella typhi.
Menurut Hassan Tifus Abdominalis (demam tifoid, enteric
fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran.
b. Etiologi Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi.
Bakteri ini hanya menginfeksi manusia. Penyebaran demam tifoid terjadi melalui makanan dan air yang telah tercemar oleh tinja atau urin penderita demam tifoid dan mereka yang di ketahui sebagai carrier (pembawa) demam tifoid.
Di beberapa negara berkembang yang masih menjadi daerah endemik demam tifoid, Kasus yang terjadi umumnya di sebabkan pencemaran air minum dan sanitasi yang buruk. Infeksi terjadi jika mengkonsumsi makanan yang disiapkan oleh penderita demam tifoid yang tidak mencuci tangan dengan baik setelah ke toilet. Infeksi dapat juga terjadi dengan meminum air yang telah tercemar bakteri Salmonella.
Walaupun telah di obati dengan antibiotik , sejumlah kecil penderita yang sembuh dari demam tifoid akan tetap menyimpan bakteri Salmonella di dalam usus dan kantung empedu, bahkan yang dapat menyebarkan bakteri melalui tinja mereka dan dapat menginfeksi orang lain. Perlu diwaspadai bahwa seorang carrier tidak memiliki gejala demam tifoid (R Aden, 2010).
c. Gejala klinis Demam Tifoid Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, mulai dari gejala yang ringan sekali sehingga tidak terdiagnosis, dengan gejala yang khas (sindrom demam tifoid), sampai dengan gejala klinis berat yang di sertai komplikasi. Gejala klinis demam tifoid pada anak cenderung tidak khas. Makin muda umur anak, gejala klinis demam tifoid makin tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit berlangsung dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu.
Beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada demam tifoid adalah sebagai berikut: 1) Demam
Demam lebih dari seminggu, siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi sekitar 39 sampai 40 C. 2) Gangguan saluran pencernaan
Sering di temukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan terkadang pecah-pecah.
Lidah terlihat kotor dan di tututpi selaput kecoklatan dengan anak jarang ditemukan. Penderita anak lebih sering mengalami diare, sementara dewasa cenderung konstipasi.
3) Gangguan Kesadaran Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penururnan kesadaran ringan. Sering di temui kesadaran apatis.
Bila gejala klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis.
4) Hepatosplenomegali Pada penderita demam tifoid, hati atau limpa sering di temukan membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri bila di tekan.
(R Aden, 2010)
d. Patofisiologi Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan di musnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai hati, limpa dan organ- organ lainnya (Yuliani, 2010).
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh,
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar dan limpa membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Yuliani, 2010).
e. Komplikasi Pada akhir minggu ke-2 sampai masuk minggu ke-3 merupakan masa yang berbahaya. Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai dari yang ringan sampai berat bahkan kematian. Dengan terapi yang tepat, banyak penderita yang sembuh dari demam tifoid. namun tanpa terapi yang tepat, beberapa penderita mungkin tidak selamat dari komplikasi demam tifoid (R Aden, 2010)
f. Pencegahan 1) Mencuci tangan hingga bersih (memakai sabun) setelah buang air besar dan buang air kecil.
2) Makan makanan yang bersih dan higienis. 3) Membuang sampah pada tempatnya.
5) Makan secara teratur dan tepat waktu
6) Istirahat dan olahraga yang cukup untuk menjaga vitalitas dan daya tahan tubuh 7) Untuk pencegahan, dapat di lakukan pemberian vaksin tipes : oral maupun injeksi (suntik), terutama bila berada cukup lama pada daerah yang terjangkit (endemik) (Swasanti, 2013).
g. Penatalaksanaan Apabila ditemukan data-data yang mengarah pada demam tifoid, maka anak harus segera dirujuk. Untuk mengatasi permasalahannya, perencanaan yang diperlukan adalah : (Nursalam, 2013).
1) Kebutuhan nutrisi / cairan elektrolit Perawatan Umum
a) Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan tidak menimbulkan gas.
b) Jika kesadaran pasien baik, berikan makanan lunak dengan lauk pauk yang dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam/wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang atau matang yang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas/lebih, jika makanan tidak habis berikan susu ekstra.
c) Berikan makanan cair per sonde jika kesadarannya menurun dan berikan kalori sesuai kebutuhannya. ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap dari cair ke lunak.
d) Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah (memburuk), seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde, di samping infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori, sementara setengahnya lagi masih per infuse. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, bentuk makanan beralih ke makanan biasa.
e) Observasi intake / output. 2) Gangguan suhu tubuh
a) Kolaborasi dengan tim medis intuk pemberian obat secara mencukupi.
b) Anjurkan klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuh turun dan diteruskan 2 minggu lagi.
c) Atur ruangan agar cukup ventilasi.
d) Berikan kompres dingin dengan air kran.
e) Anjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis atau apa yang disukai anak) f) Berikan pakaian yang tipis.
3) Gangguan rasa aman
a) Lakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin (krim) pada bibir bila kering, dan sering berikan minum.
b) Jika pasien dipasangkan sonde, perawatan mulut tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan minum agar selaput lendir mulut dan tenggorokan tidak kering.
c) Selain itu, karena lama berbaring maka ketika pasien mulai berjalan mula-mula akan terasa seperti kesemutan.
Oleh karena itu, sebelum mulai berjalan pasien harus mulai dengan menggoyang-goyangkan kakinya dahulu sambil tetap duduk di pinggir tempat tidur, kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil berpegangan. Bisa dikatakan bahwa gangguan itu akan menghilang setelah 2- 3 hari mobilisasi.
4) Resiko terjadi komplikasi
a) Pemberian terapi sesuai program dokter. Obat yang dapat diberikan adalah Kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kg BB/hari yng diberikan 4 kali sehari. Agar berhasil dengan baik, obat harus diberikan setiap 6 jam. Buatkan daftar yang mudah diingat, misalnya pukul 6, 12, 18, 24 dan berikan tanda bila obat telah diberikan. Selain
(1). Amoksisilin 100 mg/kg BB/ hari secara oral 3x sehari selama 14 hari.
(2). Kotrimoksasol 8-10 mg/kg BB/hari secara oral 2- 3x/hari selama 10-14 hari.
b) Istirahat Pasien yang menderita tifus abdominalis perlu istirahat mutlak selama demam, kemudian diteruskan 2 minggu lagi setelah suhu turun menjadi normal. Setelah 1 minggu suhu normal, 3 hari kemudian pasien dilatih duduk di pinggir tempat tidur sambil kakinya digoyang- goyangkan. Pada akhir minggu kedua jika tidak timbul demam, pasien boleh mulai belajar jalan mengelilingi tempat tidur. Selama masa istirahat, pengawasan tanda vital mutlak dilakukan 3 kali sehari. Jika terdapat suhu tinggi yang melebihi suhu biasanya, maka ukur suhu ekstra dan catat pada catatan perawatan. Berikan kompres dingin intensif kemudian periksa lagi 1 jam kemudian.
Apabila panas tidak turun, hubungi dokter.
B. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang di gunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien (Varney, 2007)
2. Manajemen kebidanan menurut Hallen Varney terdiri dari 7 (tujuh) langkah:
LANGKAH I : PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pengumpulan data dasar untuk mengevaluasi keadaan pasien. Data dasar ini termasuk riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
Data yang dikumpulkan meliputi data subjektif dan data objektif serta data penunjang (Varney, 2007).
a. Biodata atau identitas
Identitas adalah data yang didapat dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Menurut Matondang (2009) Identitas terdiri dari: 1) Nama balita : Diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar anak yang dimaksud,
Nama harus jelas dan lengkap serta disertai nama panggilan akrabnya (Matondang, 2009).
2) Umur : Dikaji untuk mengingat periode anak yang mempunyai kekhasannya sendiri dalam morbiditas dan mortalitas. Usia anak juga diperlukan untuk menginterpretasikan apakah data pemeriksaan klinis anak tersebut normal sesuai umurnya (Matondang, 2009). 3) Jenis Kelamin : Dikaji untuk membedakan dengan balita lain (Matondang, 2009).
4) Anak ke : Dikaji untuk mengetahui jumlah keluarga pasien (Matondang, 2009).
5) Nama orang tua : Dikaji agar dituliskan dengan jelas agar tidak banyak nama yang sama (Matondang, 2009). 6) Umur orang tua : Dikaji untuk mengetahui umur orang tua (Nursalam, 2013).
7) Agama : Berguna untuk memberikan motivasi pasien sesuai dengan agama yang dianutnya (Varney, 2007). 8) Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui keakuratan data pendekatan dalam anamnesis. Tingkat pendidikan orang tua juga berperan dalam pemeriksaan penunjang dan penentuan tatalaksana pasien selanjutnya (Matondang, 2009). 9) Alamat : Untuk mengetahui dimana lingkungan tempat tinggalnya. Pada kasus yang terjadi pada demam tifoid dapat dipastikan bahwa lingkungan, sumber air dan sanitasi masih buruk dan belum memenuhi standar higienitas (Kamar, 2008).
b. Anamnesa (Data Subyektif)
Anamnesa adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap situasi dan kejadian (Nursalam, 2013).
1) Alasan datang atau keluhan utama Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan klien dibawa berobat (Matondang, 2009). Pada pasien demam tifoid pasien mengeluh demam lebih dari seminggu, diare atau mencret (Khomsah, 2008).
2) Riwayat kesehatan, meliputi :
a) Imunisasi Status imunisasi klien dinyatakan khususnya yang imunisasi selain diperlukan untuk mengetahui status perlindungan pediatrik yang diperoleh, juga membantu diagnosis (Matondang, 2009).
b) Riwayat penyakit lalu Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita, apabila balita menderita suatu penyakit (Varney, 2007). Walaupun telah diobati dengan anti biotik, sejumlah kecil penderita yang sembuh dari demam tifoid akan tetap menyimpan bakteri Salmonella didalam usus dan kantung empedu, bahkan selama bertahun-tahun. Orang ini disebut carrier kronis yang membawa dan dapat menyebarkan bakteri yang melalui tinja mereka dan dapat menginfeksi orang lain. Perlu diwaspadai bahwa seorang carrier tidak memiliki gejala demam tifoid (R Aden, 2010).
c) Riwayat penyakit sekarang Dikaji untuk mengetahui keadaan kesehatan pasien saat ini.
Pada pasien demam tifoid pasien mengeluh demam lebih dari seminggu, diare atau mencret (R Aden, 2010).
d) Riwayat penyakit keluarga Dikaji untuk mengetahui apakah dalam keluarga terdapat penyakit hipertensi, stroke, TBC, hepatitis, jantung dan lain- lain Riwayat penyakit demam tifoid karena bakteri
Penyebaran demam tifoid terjadi melalui makanan dan air yang telah tercemar oleh tinja atau urin penderita. demam tifoid dan mereka yang diketahui sebagai carrier (pembawa) demam tifoid (Swasanti 2013).
3) Riwayat sosial
a) Siapa yang mengasuh balita
b) Hubungan pasien dengan anggota keluarga, yaitu dengan ibu, ayah, serta anggota keluarga yang lain.
c) Hubungan dengan teman sebaya di lingkungan sekitar rumah.
Perlu diupayakan untuk mengetahui terdapatnya masalah dalam keluarga, tetapi harus diingat bahwa masalah ini sering menyangkut hal-hal sensitive, hingga diperlukan kebijakan dan kearifan tersendiri dalam pendekatannya (Matondang, 2009). 4) Riwayat Kebiasaan Sehari-hari
Hal ini berkaitan dengan kebiasaan sehari-hari dalam segi pola makan, personal higiene, pola istirahat dan aktifitas (Varney, 2007).
a) Pola Nutrisi yang diberikan mengkaji pada makan balita yang frekuensi, komposisi, kwantitas serta jenis dan jumlah minuman. Pada penderita demam tifoid merasakan mual b) Pola istirahat atau tidur Mengkaji pola istirahat dan pola tidur, berapa jam klien tidur malam, sehari apakah ada gangguan (Saifuddin, 2006).
Pada balita sakit demam tifoid pola tidurnya tidak teratur, keadaan bayi gelisah (Nursalam, 2005).
c) Personal hygiene Dikaji untuk mengetahui tingkat kebersihan pasien.
Kebersihan pada anak seperti mencuci tangan sebelum makan dan setiap habis bermain, memakai alas kaki jika bermain di tanah (Mufdlilah, 2009).
d) Eliminasi : Dikaji untuk mengetahui frekuensi BAK dan BAB, Adakah kaitannya dengan konstipasi atau tidak (Hellen, 2007). Biasanya balita sakit dengan demam tifoid mengalami diare atau mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar) (Khomsah, 2008).
c. Pemeriksaan fisik (Data objektif)
Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan dilihat oleh tenaga kesehatan (Nursalam, 2005).
1) Keadaan umum Pemeriksaan keadaan umum dilakukan untuk menilai kondisi pasien secara umum. Keadaan umum anak dengan demam tifoid mengeluh tidak enak badan, lesu, kurang baik (Saifuddin, 2012). 2) Kesadaran
Penilaian kesadaran yang dinyatakan sebagai composmentis, apatis, somnolen (Matondang, 2009).
Compos Mentis : Kesadaran penuh. Apatis:Kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran serta perabaan normal Somnolen :Kesadaran dapat dibangunkan bila dirangsang, dapat disuruh dan menjawab pertanyaan. Bila rangsangan berhenti pasien tidur lagi. Pada balita yang sakit demam tifoid terjadi gangguan kesadaran apatis (R Aden, 2010).
3) Tanda-tanda vital Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, nadi, dan respirasi (Varney, 2007).
a) Denyut nadi : Menilai kecepatan irama, suara jantung jelas dan teratur. Denyut jantung normal adalah 70-110 kali per menit demam tifoid denyut nadinya 78 x/menit dan tidak menunjukkan adanya peningkatan (Saifuddin, 2006).
b) Pernafasan : Menilai sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam 1 menit. Respirasi minimal 30-40 kali permenit (Hellen, 2007). Pada balita yang sakit demam tifoid mengalami penurunan (Sudoyo, 2006). 4) Suhu : Untuk mengetahui temperature kulit, temperature kulit normal adalah 36, 5" C.
Balita sakit demam tifoid biasanya demam lebih dari seminggu, siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi sekitar 38, 8 "C – 40 "C (Swasanti, 2013). 5) Pemeriksaan Sistematis
Pemeriksaan sistematis pada anak biasanya terdapat perut kembung pada abdomen, dan pada hati dan limpa terdapat nyeri perabaan (R Aden, 2010). Pemeriksaan sistematis meliputi :
: Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut
a) Kepala serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala. Pada balita sakit demam tifoid biasanya ubun-ubunnya cekung (Khomsah, 2008).
(1) Muka : Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak. Pada balita sakit demam tifoid agak pucat karena dehidrasi/kekurangan cairan dan kekurangan nutirsi (Khomsah, 2008). : Simetris / tidak, conjungtiva pucat atau tidak,
(2) Mata warna sklera ikterus atau tidak. Periksa bagian sklera dan conjungtiva apakah pucat atau kuning (Matondang, 2009). Pada balita sakit demam tifoid Kelopak mata cekung dikarenakan terjadi dehidrasi, conjungtiva pucat (Khomsah, 2008). (3) Telinga : Dikaji untuk mengetahui adanya kotoran atau cairan dan bagaimana keadaan tulang rawannya (Priharjo, 2007). (4) (Hidung : Dikaji untuk mengetahui nafas dan kotoran yang menyumbat jalan nafas
(Nursalam, 2005). (5) Mulut : Dikaji untuk mengetahui dan menilai ada tidaknya bibir sumbing, trismus (kesukaran lidah dan gigi. Pada balita sakit demam tifoid Lidah kotor, bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah (Nursalam, 2005).
b) Leher : Adakah pembesaran kelenjar tiroid (Matondang, 2009).
c) Dada : Dikaji untuk mengetahui retraksi atau tidak, simetris atau tidak (Priharjo, 2007). Pada kasus ini ada retraksi. Kulit tampak kering dan panas yang mungkin juga didapatkan bercak Rose didaerah abdomen, dada atau punggung. Bercak Rose merupakan ruam macular atau makulopapular dengan garis tengah 1-6 mm yang akan menghilang dalam 2-3 hari.
d) Perut : Dikaji untuk mengetahui kembung, turgor baik sampai dengan buruk, cubitan kulit kembali lambat (Matondang, 2007). Pada balita sakit demam tifoid mengalami sakit perut. Terjadi pembengkakan hati dan limfa menimbulkan rasa sakit di perut (Nursalam, 2005).
e) Anogenital : Adakah varices pada alat genetalia. Apakah f) Ekstremitas : Adakah oedema tanda sianosis, apakah kuku melebihi jari-jari (Hellen, 2007).
6) Pemeriksaan Antropometri Menurut Hellen, (2007), pemeriksaan antropometri meliputi
a) Lingkar Kepala : untuk mengetahui pertumbuhan otak (Normal 33-35 cm).
b) Lingkar Dada : untuk mengetahui keterlambatan pertumbuhan (Normal 30, 5-33 cm).
c) Panjang Badan : untuk mengetahui tinggi badan (Normal 48-53).
7) Data penunjang Menurut Kepmenkes No. 364, (2006), dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui adanya tifoid, yaitu : a) Pemeriksaan bakteriologis
Widal Adalah reaksi antara antigen (suspensi Salmonella yang telah dimatikan) dengan aglutinin yang merupakan antibodi spesifik terhadap komponen basil Salmonella didalam darah manusia. Jumlah titer O sebanyak 1/320 sudah didiagnosis demam tifoid.