KONFERENSI DAN PERENCANAAN STRATEGIS JARINGAN ANTARIMAN INDONESIA (JAII) REGIO SULAWESI
KONFERENSI DAN PERENCANAAN STRATEGIS JARINGAN ANTARIMAN INDONESIA (JAII) REGIO SULAWESI
Penerbit : PANITIA KONFERENSI DAN PERENCANAAN STRATEGIS
Newsletter
R a b u , 3 A g u s t u s 2 0 1 6 , konferensi Jaringan Antariman Indonesia (JAII) Regio Sulawesi dimulai. Konferensi dengan tema “Agama-Agama dan Kebudayaan di Sulawesi dalam Tantangan Relasi Kuasa Politik-Modal- Agama” yang diselenggarkan di Hotel Grand Wisata, Makassar, ini akan berlangsung hingga 5 Agustus 2016. Selain perwakilan anggota JAII Regio Sulawesi, k o n f e r e n s i j u g a d i h a d i r i perwakilan regio-regio lain, seperti Aceh, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Papua.
Konferensi diawali sambutan pembuka dari Ketua Panitia, Christine Hutubessy pada pkl
9.30 WITA. Kemudian dibuka secara resmi oleh Wakil Walikota (Wawali) Makassar Dr. Syamsu Rizal MI, S.Sos, M.Si.. Dalam sambutannya, sehubungan dengan tema konferensi, Wawali Makasar menyampaikan bahwa kita tidak bisa hidup sendiri, tanpa relasi dengan politik, modal, dan sebagainya karena kita butuh sumber daya. Namun dalam hidup bersama tersebut, perlu dibangun independensi dan ruang toleransi. Dalam ruang toleransi, hidup berdampingan dan saling mengisi merupakan hal yang lebih penting daripada fanatisme. Hal ini sesuai dengan apa yang dimandatkan konstitusi (UUD 1945). Dalam kesempatan tersebut Wawali Makasar juga m e n y a m p a i k a n b a h w a ketahanan sosial perlu dibangun berdasar potensi yang ada.
S e m e n t a r a p e r b e d a a n merupakan sumber daya yang positif.
P e m b u k a a n K o n f e r e n s i
Edisi I, 4 Agustus 2016JARINGAN ANTARIMAN INDONESIA (JAII) REGIO SULAWESI
S e b e l u m m a s u k k e s e s i konferensi, diputar film “Dari Mata Air Perbedaan”, sebuah film dokumenter yang diproduksi dalam r a n g k a 2 5 t a h u n I n s t u t DIAN/Interfidei. Film dengan durasi sekitar 20 menit ini berkisah tentang perjalanan dan kerja Interfidei dalam mempromosikan dialog antar iman dari sejak didirikan pada 1991 hingga sekarang. Setelah pemutaran film, dilanjutkan sharing kabar dari Jaringan Antariman Indonesia (JAII) oleh para wakil dari sejumlah daerah.
Denni Pinontoan dari Sulawesi Utara menyampaikan kabar bahwa pengembangan JAII di daerahnya, Minahasa, lebih menggunakan p e n d e k a t a n k e b u d a y a a n . Pendekatan ini dipilih karena, meski dengan latar belakang agama yang berbeda-beda, namun masyarakat di daerahnya hidup dalam suatu kebudayaan yang c e n d e r u n g s a m a , s e h i n g ga pendekatan kebudayaan menjadi lebih efek f.
Kang Wawan dari Bandung, Jawa B a ra t m e n ga b a r ka n b a h w a kegiatan lintas iman di Bandung makin dimina kaum muda. Kaum muda juga menjadi target JAII Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sebagai kelompok yang mengalami transformasi. Menurut Rafiqah, kegiatan lintas iman bagi kaum m u d a d i B a n j a r m a s i n i n i b e r l a n g s u n g m e l a l u i penyelenggaraan pentas seni- budaya. Perempuan juga menjadi kelompok target JAII Banjarmasin. K e g i a t a n l i n t a s i m a n y a n g diselenggarakan bagi perempuan b e r u p a ke g i a t a n m e m a s a k bersama.
Teuku Kemal Pasha dari Aceh menyampaikan bahwa selain masjid, di daerahnya ada sebagian besar gereja dan vihara di Aceh yang jumlahnya sangat terbatas. Namun situasi di daerahnya baik- baik saja. Menurutnya, jangan mudah percaya dengan TV,
facebook, dsb yang memberitakan
bila situasi keberagaman di Aceh yang dak kondusif, namun rujuk informasi dari saksi yang paham. S e m e nta ra m e n u r u t Ta u fi k d a r i Pa d a n g , S u m a t e r a B a r a t , kelompok intoleran telah memanfaatkan media sosial seper facebook untuk menyebarluaskan p a n d a n g a n - pandangannya sehingga perlu dilawan dengan penggunaan
fa ceb o o k juga. Jadi jangan
di nggalkan. Penggunaan media sosial yang nggi juga mendapat konfirmasi Killion Wenda dari Papua.
Eliakim Sitorus menceritakan bahwa saat Interfidei didirikan, awal dekade 1990-an, bersama sejumlah teman di Sala ga, awalnya dia sempat ragu bahwa iman dapat didialogkan. Namun dalam perkembangannya, ternyata hal tersebut terbuk bisa dan gerakan antariman semakin berkembang hingga sekarang. Prof. M u s t a r i d a r i M a k a s s a r menyampaikan bahwa saat Forum Dialog Antariman dibangun di d a e ra h nya , a w a l nya h a nya beberapa teman yang terlibat. Namun kemudian semakin banyak dan berkembang. Sementara m e n u r u t A a n A n s h o r i d a r i Jombang, di Jawa Timur kini se daknya ada empat motor jaringan antariman, yakni jaringan Gusdurian, Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan Gereja Katolik.
D a r i k a b a r y a n g t e l a h disampaikan, menurut Miryam Nainggolan dari DKI Jakarta, kini semakin banyak yang terlibat dalam jaringan antariman, semakin banyak anak muda serta guru yang terlibat dalam jaringan antariman, d a n s e m a k i n l u a s j a r i n ga n antariman, dari Papua hingga Aceh. Semuanya merupakan kemajuan. Namun di sisi lain juga perlu diperhitungkan apakah kemajuan t e r s e b u t m e l a m p a u i , a t a u se daknya mampu mengimbangi, peningkatan jumlah kelompok intoleran. Oleh karena itu, jaringan antariman di Indonesia masih perlu t e r u s d i k e m b a n g k a n d a n di ngkatkan.
Pemutaran Film 25 Tahun Interfidei dan Kabar dari JAII
Keynote Speaker:
Empat Gagasan Kunci dari Prof. Mochtar Pabottingi
m e n d u k u n g d a n t i d a k terpisahkan.
Ketiga, Pancasila, di mana
sebagai konsensus memiliki keutamaan, seperti keabsahan baik dari segi prosedural maupun substansi. Dari segi prosedural, Pancasila disusun oleh para wakil pergerakan kemerdekaan yang b e n a r - b e n a r m e w a k i l i kepentingan dan aspirasi bangsa Indonesia. Dari segi substansi, s e t i a p s i l a m e n u n j u k k a n keutamaan-keutamaan yang modal politik Indonesia. Pertama, dijunjung oleh bangsa Indonesia pendalaman demokrasi, yang
Di awal pidatonya, Prof Mochtar dan merupakan antitesis dari tidak sekadar memberi ruang dan
Pabottingi menyampaikan bahwa penjajahan. Kelima sila dari kesempatan bagi aktualisasi menurut pengamat internasional,
Pancasila juga koheren dan keluhuran, namun juga bagi sebagai bangsa, Indonesia terpadu. Terakhir, keempat, yakni koreksi terhadap kesalahan diprediksikan tidak bertahan perlunya iman yang damai,
(saling kontrol). KeduanÛŘŨŘÂŜȚÂÙŠŖŘŨȘŰŘŘŨČÂŪŠÛŖŘŨȘẀ ŨŘŨÂČÂation-state lama, akan terpecah-pecah. l a p a n g , r e n d a h h a t i , d a n merupakan keniscayaan modern,
N a m u n fa k t a nya , te r nya t a tercerahkan sehingga akan ada dan sebagai nation (bangsa
Indonesia tetap utuh hingga kesejukan, dan perlombaan sebagai kolektivitas politik, yang s e k a ra n g . Pe r t a nya a n nya , kebajikan antar kelompok agama terbentuk berdasar kesepakatan m e n g a p a I n d o n e s i a t e t a p menjadi sehat. Dalam keragaman bersama), Indonesia terbangun bertahan dalam keutuhannya? dan perbedaan agama, suku, adat- d a r i r e a l i t a s k o l e k t iv i t a s istiadat, dsb, Indonesia perlu sosiologis yang beragam, baik dari
Menurut ahli peneliti utama usaha bersama, saling bahu- segi agama, suku, adat-istiadat,
Lembaga Ilmu Pengetahuan membahu, mengusahakan terus b a h a s a , d a n s e b a g a i n y a . Indonesia (LIPI, telah pensiun terbangunnya koeksistensi yang
Keragaman tersebut wajib beberapa tahun lalu) ini, ada sehat dan konstruktif. disyukuri. Antara demokrasi dan empat gagasan kunci sehubungan kebangsaan (nation), keduanya dengan pembinaan kolektivitas merupakan simbiosis yang saling kebangsaan yang dapat menjadi
Pembahasan Tema: Diskusi Panel Bersama Alwy Rachman, Albertus Patty, dan Zuhairi Misrawi
Tema konferensi dibahas dalam diskusi yang perlu dilakukan, terutama di panel yang menghadirkan ga ngkat lokal, yakni penghayatan Selanjutnya Albertus Pa y lebih narasumber. Narasumber pertama, k e m b a l i n a s i o n a l i s m e y a n g mengkri si perubahan sosial-poli k Alwy Rachman, pengajar Fakultas Ilmu berlandaskan pada perasaan senasib, a k i b a t p a s a n g n a i k n y a Budaya Universitas Hasanuddin bukan pada dominasi perbedaan fundamentalisme-radikalisme agama. Makassar. Dalam refleksinya atas su budaya, agama, maupun hubungan M e n u r u t i d e n fi k a s i n y a , sosial di Indonesia, Alwy melihat darah. Nasionalisme juga dibangun fundamentalisme-radikalisme agama mozaik mul kultural kebudayaan berbasis solidaritas di semua lini t e l a h m e n c i p t a k a n p r o s e s Indonesia tersusun oleh ratusan ke h i d u p a n . S e l a n j u t n y a j u g a pembodohan akibat sikapnya yang an tradisi, bahasa, ideologi budaya, serta penghormatan dan perawatan su te r h a d a p p e r ke m b a n ga n i l m u kaya akan cara berpikir dan sumber sosial di semua ruang etnik dan budaya pengetahuan, selain sistem poli k kebudayaan. Mozaik tersebut sebagian s e c a r a n a s i o n a l . S e l a i n j u g a yang otoritarian. Juga primordialisme besar dan sebagian kecil, di mana menjalankan poli k kesejahteraan dan sektarianisme sempit yang semakin ke mur semakin kecil dan dengan menegakkan keadilan ekonomi menciptakan ketegangan antar umat, gampang retak. Atas realitas tersebut, dan sosial di semua su sosial bangsa. serta kekerasan dan anarkhisme-
3
- karena cenderung menyajikan
pandangan dunia sebagai arena peperangan antara yang baik versus j a h at . F u n d a m e nta l i s m e j u ga menciptakan ke dakadilan dan pemiskinan akibat egoisme yang mendorong ketamakan. Untuk itu, fundamentalisme-radikalisme agama perlu dilawan melalui perjuangan proak f menciptakan masyarakat yang b e r s i k a p p o s i f t e r h a d a p kemajemukan, baik internal maupun eksternal, dan mampu bersinergi dalam keberagaman tersebut. Teologi agama yang mendorong, mengkri si, dan mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan perlu terus dikembangkan. Selain itu juga perlu membangun sistem dan budaya poli k demokra s, peradaban kosmosentris yang berkelanjutan, dan spiritualitas u t a m a , s e p e r s p i r i t u a l i t a s keugaharian untuk melawan egoisme dan sumber ketamakan lainnya.
Panelis ke ga, Zuhairi Misrawi, menyampaikan bahwa Indonesia sebagai negara yang majemuk juga punya potensi toleransi yang nggi. Meski setelah reformasi kelompok intoleran semakin eskala f, selain juga tumbuh demokrasi, namun menurut t h e s i s Z u h a i r i , t u m b u h n y a fundamentalisme-radikalisme agama yang intoleran tersebut daklah berasal dari Indonesia sendiri, tetapi dipicu dari luar. Pasang naiknya kelompok intoleran di Indonesia dak bisa dilepaskan dari adanya benturan p e r a d a b a n d a n b e n t u r a n fundamentalisme, serta globalisasi radikalisme atas nama agama. Selain juga mengemukanya iden tas soliter, yang dak mau diajak dialog, selain juga kebangkitan agama-agama namun dak berlanjut dengan terjadinya dialog di antara mereka. Terhadap realitas ini, pertanyaannya apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan hidup toleran dan damai di tengah keberagaman. Bagi Zuhairi, ada sejumlah hal yang dapat dilakukan untuk membangun toleransi, seper kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan mengakui kesamaan hak. Selain itu juga mampu menyadari, mengenal, dan memahami kelompok l a i n . J u g a k e s e d i a a n u n t u k m e n g h o r m a , m e n ga ku i , d a n berkontribusi pada kelompok lain, serta menghargai persamaan dan p e r b e d a a n , s e r t a m e ray a ka n kemajemukan.
Berangkat dari tema konferensi, paparan dari keynote speaker, dan pembahasan oleh ke ga panelis sebelumnya, peserta konferensi ke m u d i a n m e n d i s k u s i k a n d a n merumuskan mengenai apa isu-isu yang paling pen ng dan mendesak untuk ditangani di regio Sulawesi. Selanjutnya, apa isu di ngkat nasional y a n g j u g a p e n n g d a n d a p a t berkontribusi bagi penyelesaian isu-isu d i re g i o S u l awe s i . A ga r d a p at mendiskusikannya secara mendalam, peserta dibagi ke dalam lima kelompok. Hasil diskusi kelompok selanjutnya akan dipresentasikan dalam pertemuan pleno esok harinya (hari kedua konferensi).
Pendalaman Tema Melalui Diskusi Kelompok
4 D
i penghujung acara hari pertama konferensi, empat ak vis jaringan antariman berbagi cerita sukses dan s t r a t e g i m e r e k a d a l a m mempromosikan pluralisme serta mendorong toleransi di masyarakat. Menurut Farha Ciciek dari Tanoker, Ledokombo, Jember, Jawa Timur, semua orang dan alam adalah guru. Demikian juga anak-anak. Anak merupakan agen perubahan, kreator, d a n l o ko m o f p e r u b a h a n d i Ledokombo. Dari anak, kita dapat belajar banyak hal, tak terkecuali dalam mendorong perubahan, termasuk promosi pluralisme dan toleransi. Pengalaman Tanoker, anak sebagai subyek, termasuk dalam promosi pluralisme dan toleransi. S e m e n t a r a e g r a n g s e b a g a i permainan anak-anak tersebut m e n j a d i s a r a n a / a l a t u n t u k membangun empa dan sensi fitas.
Ghufron dari Imparsial, Jakarta, selama ini mendorong reformasi kepolisian, militer, dan lembaga intelijen. Sehubungan dengan isu pluralisme dan toleransi, mereka m e n d o r o n g a g a r ke p o l i s i a n memperbaiki kinerja mereka dalam menangani kasus-kasus yang mengancam kebebasan beragama dan berkeyakinan. Di antaranya dengan melakukan pendekatan dan p e n d i d i k a n y a n g b e r u s a h a menginternalisasi nilai-nilai HAM dalam kepolisian. Dalam melakukan pendekatan terhadap kepolisian, dak selalu dengan kri k dan berhadap-hadapan secara diametral dengan pihak kepolisian, namun juga dengan membangun hubungan dan melakukan persuasi agar polisi secara tegas mau dan mampu menangani kelompok-kelompok intoleran. Dalam membangun relasi dengan p i h a k k e p o l i s i a n , t e r n y a t a p e n d e ka ta n s e c a ra i n fo r m a l seringkali lebih efek f dibanding pendekatan formal.
Sri Ratna Mbaresi, biasa dipanggil Cicik, dari Ins tut Mosintuwu, Poso, Sulawesi Tengah, melihat perempuan dan anak muda sebagai kunci dalam mempromosikan pluralisme dan toleransi. Untuk itu, mereka mendirikan Sekolah Perempuan, di mana melalui sekolah tersebut, para perempuan dengan pelbagai latar belakang, baik agama maupun suku, m e n j a d i p e s e r t a d a n s a l i n g berinteraksi. Lama sekolah satu tahun, dengan kurikulum yang melipu sembilan materi, di antaranya Toleransi dan Perdamaian, Gender, Perempuan dan Budaya, Perempuan dan Poli k, Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya serta Hak Sipil dan Poli k, Otonomi dan Solidaritas, serta Hak Reproduksi. Pertemuan dilakukan se ap minggu sekali selama sekitar 3 jam. Sementara untuk tempat sekolah, berpindah- pindah, dari satu desa ke desa yang lain supaya saling mengenal. Para peserta yang awalnya dak berbaur dan berkelompok sesuai iden tas k e a g a m a a n n y a , d a l a m perkembangan selanjutnya dapat berbaur dan berbagi cerita, dak lagi saling berprasangka, bahkan kemudian saling berkunjung.
Selanjutnya Aan Anshori dari Jaringan Islam An Diskriminasi, Jawa Timur, menceritakan tentang pilihannya untuk berkiprah di ga isu yang sensi f di komunitasnya, yakni isu interfaith, peris wa 1965, dan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Agar kerja-kerjanya efek f, khususnya dalam promosi pluralisme dan toleransi, langkah awal yang diambil adalah dengan memperkuat kapasitas, untuk mengan sipasi hambatan yang mungkin dihadapi, di antaranya dengan memperkuat modal sosial dan simbolik dengan memiliki kartu keanggotaan NU. Selanjutnya, agar efek f, sebelum menyampaikan pesan kepada pihak lain, Aan juga merasa perlu untuk menguji diri dulu, misalnya dengan masuk ke gereja.
Ternyata, meski masuk ke gereja dan berinteraksi antariman, ternyata imannya tetap baik-baik saja. Demikian pula saat masuk dan berinteraksi dengan komunitas LGBT, ia juga dak mengalami perubahan orientasi. Setelah mengalami sendiri, A a n b a r u ke m u d i a n b e r b a g i pengalaman dan menularkan ke komunitasnya sebagai bagian upaya promosi pluralisme dan toleransi. Menurut pengalamannya, berbagi p e n g a l a m a n l a n g s u n g d a n menularkan ke lingkungan sekitarnya cenderung lebih efek f dibanding menggunakan sarana promosi atau media kampanye yang lain, seper menggunakan pamflet atau poster.
Cerita Sukses Jaringan Antariman dari Empat Daerah
5