Islam dan Ilmu Pengetahuan

  Disusun Oleh Kelompok : X (Sepuluh)

1. (2011 121 012)

Fidiya

2. (2011 121 044)

Dina Gandaria

3. (2011 121 040)

Teguh Cahyono

  Kelas : 1A Dosen Pembimbing : Hendrianto, M.Pd.I

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam

Prodi : Pendidikan Matematika

KATA PENGANTAR

  Alhamdlillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan inayah-Nya,makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Makalah ini membahas tentang “ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN” yang bertujuan memberikan jalan kemudahan bagi kita semua untuk mempelajarinya. Selain itu kita semua dapat memahami dan mempelajari dengan sungguh-sungguh dalam makalah ini dengan membaca sehingga kita memiliki pengetahuan yang luas.

  Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

  Namun kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,masih banyak kekurangan nya, Untuk itu kami mengaharapkan saran dari bapak dan teman- teman agar makalah ini bisa lebih sempurna dari sebelumnya.

  Palembang, Desember 2011 penyusun

  

DAFTAR ISI

  KATA PENGANTAR .............................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

  1

  1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 1

  1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 2 BAB II ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN ......................................................

  3 2.1 Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam ..................................................

  3 2.2 Karakteristik dan Klasifikasi Ilmu dalam Islam ..........................................

  8 2.3 Kewajiban Menuntut Ilmu ...........................................................................

  13 BAB III PENUTUP ..................................................................................................

  19 3.1 KESIMPULAN .............................................................................................

  19 3.2 DAFTRA PUSTAKA ..................................................................................

  20

  BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

  Islam adalah agama wahyu yang disampaikan malaikat JIbril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasulnya yang mula-mula di Mekah kemudian di Madinah selama (dibulatkan) dua puluh tiga tahun, berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, Manusia dengan Manusia dan manusia dengan alam semesta.

  Komponen utama ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang diejawantahkan dalam bentuk “ilmu” Aqidah, Syari’ah, Akhlak dan Sejarah.Perkataan Ilmu (pengetahuan tentang sesuatu) dalam berbagai bentuk dan variasi kalimatnya disebut sebanyak 845 kali. Karena banyak dan seringnya perkataan itu disebut dalam berbagai hubungan (konteks), dapatlah disimpulkan bahwa kedudukan ilmu sangat penting dan sentral dalam agama Islam.

  Dipandang dari akar katanya “ilm” artinya kejelasan, semua ilmu yang disandarkan pada manusia mengandung arti kejelasan. Menurut al-Qur’an ilmu adalah suatu keistimewaan pada manusia yang menyebabkan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain. Ini tercermin, seperti pada kisah Nabi Adam waktu ditanya tentang nama-nama benda, Nabi Adam dapat menyebutkan nama-nama benda yang ditanyakan kepadanya, (Q.S : al-Baqarah : 30-38). Berdasarkan keterangan al-Qur’an tersebut; “sejak diciptakan manusia telah mempunyai potensi berilmu dan mengembangkan ilmunya dengan izin Allah.

  1.2 RUMUSAN MASLAH

  1. Apa yang dimaksud dengan islam?

  2. Bagaimana kedudukan akal dan wahyu dalam islam?

  3. Bagaimana klasifikasi ilmu dalam islam?

  4. Mengapa seseorang wajib menuntut ilmu?

BAB II ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN Sebagai definisi kerja dapat dirumuskan bahwa agama islam adalah agama

  wahyu yang disampaikan malaikat jibril pada nabi muhammad sebagai rasulnya mula- mula di mekah kemudian di madinah selama (dibulatkan) dua puluh tiga tahun. Sebagai agama wahyu seperti telah disebut berulang–ulang, komponen agama islam adalah komponen syari’ah dan akhlak yang bersumber dari al–Quran dan al–Hadis. Selain tentang komponen utama agama islam di dalam al-Quran perkataan ilmu (pengetahuan tentang sesuatu) dalam berbagai bentuk disebut sebanyak 854 kali. Karena banyak dan seringnya perkataan itu disebut dalam berbagai hubungan (konteks) dapat disimpulkan bahwa kedudukan ilmu sangat penting dan sentral dalam agama islam.

  Perkataan ‘ilm dilihat dari sudut kebahasaan bermakna penjelasan dipandang dari akar katanya artinya jelas. Semua ilmu yang didasarkan pada manusia mengandung arti jelas.

  Menurut al-Quran ilmu adalah suatu keistimewaan pada manusia yang menyebabkan manusia unggul terhadap mahluk-mahluk lain. Dalam surat al-Baqarah (2) : 38 Allah berfirman sambil memerintahkan,” Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka (malikat dan iblis ) nama-nama benda.” Adam pun memberitahukan (dengan menyebut nama-nama benda) kepada malikat dan iblis di depan tuhan. Berdasarkan keterangan al- Quran itu, sejak diciptakan, manusia telah mempunyai potensi berilmu dan mengembangkan ilmunya dengan izin Allah (Quraish Shihab, 1996:445).

2.1. Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam

  Sebelum membicarakan akal dan wahyu, ada baiknya kalau dipahami dahulu arti kedudukan. Kedudukan yang berasal dari kata duduk adalah tempat yang di duduki sesuatu dalam pola tertentu. Jika kita berbicara tentang kedudukan akal dan wahyu dalam islam,yang dimaksud adalah tempat akal dan wahyu dalam sistem agama islam. Dengan mengetahui kedudukannya, dapat pula diketahui peranannya dalam islam. Kedudukan dan peranan adalah dua hal yang tidak mungkin di pisahkan.karena peranan adalah aspek dinamis kedudukannya. Karena kedudukan,misalnya, orang dapat berperan,bertindak melakukan sesuatu.

  Kata akal yang sudah menjadi kata indonesia itu berasal dari bahasa Arab al-‘aql. Artinya, pikiran atau intelek (daya atau proses pikiran yang lebih tinggi berkenaan dengan ilmu pengetahun). Perkatan akal dalam bahasa asalnya (Arab) mengandung beberapa arti, di antaranya mengikat dan menahan.makna akar katanya adalah ikatan. Ia mengandung arti mengerti memahami dan berpikir.para ahli filsafat dan ahli ilmu kalam mengertikan akal sebagai daya(kekuatan dan tenaga) untuk memperoleh pengetahuan daya yang membuat seseorang dapat membedakan antara dirinya dan orang lain,daya untuk mengabstrakkan(menjadikan tidak berwujud) benda-benda yang ditangkap oleh pancaindera.

  Kedudukan akal dalam islam adalah sangat penting,karena akallah wadah yang menampung akidah, syari’ah serta akhlak dan mejelaskannya.kita tidak pernah dapat memahami islam tanpa mempergunakan akal. Dan dengan mempergunakan akalnya secara baik dan benar, sesuai dengan petunjuk Allah SWT,manusia akan merasa selalu terikat dan dengan sukarela mengikatkan diri kepada Allah SWT. Dengan mempergunakan akalnya, Manusia dapat berbuat, memahami dan mewujudkan sesuatu. Karena posisinya demikian, dapatlah di pahami kalau dalam ajaran islam ada ungkapan yang menyatakan bahwa akal adalah kehidupan,hilang akal berarti kematian. Namum, bagaimanapun kedudukan dan peranan akal dalam gerak-geriknya kalau ia menjurus ke jalan yang nyata-nyata salah karena berbagai pengaruh karena itulah,Allah SWT menurunkan petunjuk-Nya berupa wahyu.

  Kitapun dapat melihat agama Islam dalam ajarannya memberikan beberapa bentuk kemuliaan terhadap akal, seperti: 1. menjadikan akal sebagai tempat bergantungnya hukum sehingga orang yang tidak berakal tidak dibebani hukum. Nabi bersabda yang artinya: “Pena diangkat dari tiga golongan: orang yang gila yang akalnya tertutup sampai sembuh, orang yang tidur sehingga bangun, dan anak kecil sehingga baligh.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Ad-Daruquthni dari shahabat ‘Ali dan Ibnu ‘Umar, Asy- Syaikh Al-Albani mengatakan: “Shahih” dalam Shahih Jami’, no. 3512)

  2. Islam menjadikan akal sebagai salah satu dari lima perkara yang harus dilindungi yaitu: agama, akal, harta, jiwa dan kehormatan. (Al-Islam Dinun Kamil hal. 34-35)

  3. Allah mengharamkan khamar untuk menjaga akal. Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah: 90) Nabi bersabda yang artinya : “Setiap yang memabukkan itu haram.” (Muttafaqun ‘alaihi dari Abu Musa Al-Asy‘ari)

  4. Tegaknya dakwah kepada keimanan berdasarkan kepuasan (kemantapan) akal Wahyu berasal dari kata Arab al-wahyu, artinya suara api dan kecepatan.

  Disamping itu, wahyu juga mengandung makna bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Selanjutnya, al-wahyu,mengandung arti pemberitahuan sacara tersembunyi dan dengan cepat. Namun, dari sekian banyak arti itu, wahyu lebih di kenal dalam arti apa yang di sampaikan allah kepada para nabi. Dengan demikian,dalam akal wahyu terkandung dalam arti menyampaikan kepada umat manusia untuk menjadi pegangan hidup.

  Akal yang terpuji dan akal yang tercela

  Dilihat dari penjelasan yang telah lalu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan akal terkadang terpuji, yaitu ketika pada tempatnya. Dan terkadang tercela yaitu ketika bukan pada tempatnya. Adapun pendapat akal yang terpuji, secara ringkas adalah yang sesuai dengan syariat dengan tetap mengutamakan dalil syariat. Sedang akal yang tercela adalah sebagaimana disimpulkan Ibnul Qayyim yang menyebutkan bahwa pendapat akal yang tercela itu ada beberapa macam:

  1. Pendapat akal yang menyelisihi nash Al Qur’an atau As Sunnah.

  2. Berbicara masalah agama dengan prasangka dan perkiraan yang dibarengi dengan sikap menyepelekan mempelajari nash-nash, memahaminya serta mengambil hukum darinya.

  3. Pendapat akal yang berakibat menolak asma (nama-nama) Allah, sifat-sifat dan perbuatan-Nya dengan teori atau qiyas (analogi) yang batil yang dibuat oleh para pengikut filsafat.

  4. Pendapat yang mengakibatkan tumbuhnya bid’ah dan matinya As Sunnah.

  5. Berbicara dalam hukum-hukum syariat sekedar dengan anggapan baik (dari dirinya) dan prasangka.

  Wahyu mangandung ajaran, petunjuk dan pedoman yang perlu umat manusia dalam perjalanan hidupnya baik di dunia maupun akhirat nanti. Dalam islam wahyu atau sabda tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Semuanya tersimpan dengan baik dalam al-Qur’an. Kalau susunan dan kata-katanya di ganti, itu bukan wahyu lagi, tetapi olahan atau penafsiran manusia tentang al-Qur’an.

  Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa kedudukan dari wahyu merupakan sakaguru ajaran islam. Meski demikian, harus di tegaskan bahwa dalam sistem ajaran islam, wahyula yang pertama dan utama. Sedangkan akal yang kedua . wahyulah, baik yang langsung yang kini dapat dibaca dalam kitab suci al-Qur’an maupun yang tidak langsung melaui sunah rasululluh SAW yang kini dapat dibaca dalam kitab-kitab hadits yang shahih, yang memberi tuntunan, arah dan bimbingan pada akal manusia, dan bukan sebaliknya. Oleh karena itu, akal manusia harus dimanfaatkan dan di kembangkan secara baik dan benar untuk memahami wahyu dan berjalannya sepanjang garis-garis yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam wahyu-wahyu-Nya.

  Fungsi wahyu

  Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Bagi ailran kalam tradisional, akal manusia sudah mengetahui empat hal, maka wahyu ini berfungsi memberi konfirmasi tentang apa yang telah dijelaskan oleh akal manusia sebelumnya. Tetapi baik dari aliran Mu’tazilah maupun dari aliran Samarkand tidak berhenti sampai di situ pendapat mereka, mereka menjelaskan bahwa betul akal sampai pada pengetahuan tentang kewajiban berterima kasih kepada tuhan serta mengerjakan kewajiban yang baik dan menghindarkan dari perbuatan yang buruk, namun tidaklah wahyu dalam pandangan mereka tidak perlu. Menurut Mu’tazilah dan Maturidiyah Samarkand wahyu tetaplah perlu.

  Wahyu diperlukan untuk memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat. Sementara itu, bagi bagi aliran kalam tradisional karena memberikan daya yang lemah pada akal fungsi wahyu pada aliran ini adalah sangat besar. Tanpa diberi tahu oleh wahyu manusia tidak mengetahui mana yang baik dan yang buruk, dan tidak mengetahui apa saja yang menjadi kewajibannya.

  Selanjutnya wahyu kaum mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelasan tentang perincian hukuman dan upah yang akan diterima manusia di akhirat. Abu Jabbar berkata akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui bahwa hkuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan diperoleh manusia di akhirat.

  Dari uraian di atas dapatlah kiranya disimpulkan bahwa wahyu bagi Mu’tazilah mempunyai fungsi untuk informasi dan konfirmasi, memperkuat apa-apa yang telah diketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum diketahui akal. Dan demikian menyempurnakan pengtahuan yang telah diperoleh akal.

  Bagi kaum Asy’ariyah akal hanya dapat mengetahui adanya tuhan saja, wahyu mempunyai kedudukan yang sangat penting. Manusia mengetahui yang baik dan yang buruk, dan mengetahui kewajiban-kewajibannya hanya turunnya wahyu. Dengan demikian sekiranya wahyu tidak ada, manusia tidak akan tahu kewajiban-kewajibannya kepada tuhan, sekiranya syariatnya tidak ada Al-Ghozali berkata manusia tidak aka ada kewajiban mengenal tuhan dan tidak akan berkewajiban berterima kasih kepadanya atas nikmat-nikmat yang diturunkannya. Demikian juga masalah baik dan buruk kewajiban berbuat baik dan mnghindari perbuatan buruk, diketahui dari perintah dan larangan- larangan tuhan. Al-Baghdadi berkata semuanya itu hanya bisa diketahui menurut wahyu, sekiranya tidak ada wahyu tak ada kewajiban dan larangan terhadap manusia.

  Jelas bahwa dalam aliran Asy’ariyah wahyu mempunyai fungsi yang banyak sekali, wahyu yang menentukan segala hal, sekiranya wahyu tak ada manusia akan bebas berbuat apa saja, yang dikehendakinya, dan sebagai akibatnya manusia akan berada dalam kekacauan. Wahyu perlu untuk mengatur masyarakat, dan demikianlah pendapat kaum Asy’ariyah. Al-Dawwani berkata salah satu fungsi wahyu adalah memberi tuntunan kepada manusia untuk mengatur hidupnya di dunia. Oleh karena itu pengiriman para rosul-rosul dalam teologi Asy’ariyah seharusnya suatu keharusan dan bukan hanya hal yang boleh terjadi sebagaimana hal dijelaskan olh Imam Al-Ghozali di dalam al-syahrastani.

  Adapun aliran Maturidiyah bagi cabang Samarkand mempunyai fungsi yang kurang wahyu tersebut, tetapi pada aliran Maturidiyah Bukhara adalah penting, bagi Maturidiyah Samarkand perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk, sedangkan bagi Maturidiyah Bukhara wahyu perlu untuk mengetahui kwajiban- kewajiban manusia. Oleh Karena itu di dalam system teologi yang memberikan daya terbesar adalah akal dan fungsi terkecil kepada wahyu, manusia dipandang mempunyai kekuasaan dan kemerdekaan.tetapi di dalam system teologi lain yang memberikan daya terkecil pada akal dan fungsi terbesar pada wahyu. Manusia dipandang lemah dan tak merdeka.

  Tegasnya manusia dalam pandangan aliran Mu’tazilah adalah berkuasa dan merdeka sedangkan dalam aliran Asy’ariyah manusia lemah dan jauh dari merdeka.

  Di dalam aliran maturidiyah manusia mempunyai kedudukan menengah di antara manusia dalam pandangan aliran Mu’tazilah, juga dalam pandangan Asy’ariyah. Dan dalam pandangan cabang Samarkand manusia lebih berkuasa dan merdeka dari pada manusia dalam pandangan cabang Bukhara. Dalam teologi Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan kedudukan yang tinggi pada akal, tetapi tidak begitu tinggi dibandingkan pendapat Mu’tazilah, wahyu juga mempunyai fungsi relatif banyak tetapi tidak sebanyak pada teologi Asy’ariyah dan maturidiyah Bukhara.

2.2. Karakteristik dan Klasifikasi Ilmu dalam Islam

  1. Sumber dan metode ilmu Kehidupan agama Islam di panggung sejarah peradaban manusia memiliki arti tersendiri, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan. Islam memberi warna khas corak peradaban yang di warisi Romawi – Yunani yang pernah berjaya selama satu millennium sebelumnya. Walaupun pada awalnya karakteristik ini tidak mudah bekerja, karena pengaruh peradaban helenisme yang begitu kuat namun dalam waktu yang tidak begitu panjang akhirnya kaum muslimin dapat memainkan sendiri peran berdabannya yang unik selama beberapa abad. Ilmu dalam Islam berdasarkan paham kesatu paduan yang merupakan inti wahyu Allah SWT Sebelum Nabi Muhamad SAW diutus untuk menjalankan dan menyebarkan risalah-Nya, sumber – sumber bagi dunia ilmu pengetahuan hanyalah pengembaraan akal yang di kusai oleh naluri dan berbagai nafsu manusia. Denga berbekal hal ini manusia mengembangkan pemikiran induktifnya dan kemudian melahirkan karya – karya yang dianggap besar pada zamannya. Turunnya wahyu Allah swt kepada nabi Muhamad SAW membawa semangat baru bagi dunia ilmu pengetahuan. Lahirnya Islam membawa manusia kepada sumber – sumber pengetahuan lain dengan tujuanakan baru yakni lahirnya tradisi intelek induktif.

  2.Keterbatsan Ilmu Manusia diberi anugrah oleh Allah dengan alat –alat kognitf yang alami terpasang pada dirinya. Dengan alat ini manusia mengadakan observasi, eksperimentasi, dan rasionalisasi. Tingkat – tingkat realitas yang didekti oleh ilmu pengetahuan juga menentukan kualitas kebenaran yag dihasilkan. Realitas yang bersifat fisik dan kasar berada pada tingkat yang mudah terjangkau oleh ilmu di bandingkan dengan realitas yang sangat halus, rinci, dan abstrak seperti pada hukum – hukum alam.

  Klasifikasi Ilmu

  Upaya mengklasifikasi ilmu pengetuhuan telah berlangsung selmama berabad – abad di kalangan ilmuan muslim. Ilmuwan Yuhani telah melakukan upaya ini yang kemudian dilanjutkan oleh ilmuwan muslim pada masa berikutnya. Beberapa tipe klasifikasi telah di hasilkan dengan berbagai aspek peninjauan dan penghayatan terhadap ilmu-ilmu yang berkembang. Diantaranya klasifikasi ilmu dibuat oleh al-Farabi, al- Gazall, dan Qutubuddin al-Syirazi, dikemukakan dalam kajian ini karena beberapa pertimbangan. Pertama karena mereka adalah pendiri atau wakil terkemukakan aliran intelektual (cendikiawan) utama dalam islam. Kedua, karena mereka masing-masing tumbuh dan berkembang dalam periode-periode penting sejarah Islam.

  1. Menurut al-Farabi, klasifikasi dan perincian ilmu adalah sebagai berikut:

  a. Ilmu bahasa

  b. Logika

  c. Ilmu-ilmu Matematis

  d. Metafisika e. Ilmu politik, ilmu fikih,dan ilmu kalam.

  Karakteristik klasifikasi ilmu al-Farabi itu adalah, pertama dimaksudkan sebagai petunjuk umum kearah berbagai ilmu, sehingga para pengkaji dapat memilih subyek- subyek yang benar-benar membawa manfaat bagi dirinya. Kedua, klasifikasi tersebut memungkinkan seseorang belajar tentang hierarki (urutan tingkatan) ilmu. Ketiga, berbagai bagian dan sub bagiannya memberikan sarana yang bermanfaat dalam menentukan sejauh mana spesialisasi dapat ditentukan secara benar. Keempat, klasifikasi itu menginformasikan kepada para pengkaji tentang apa yang seharusnya dipelajari sebelum seseorang dapat mengklaim (menuntut kemampuan) diri ahli dalam suatu ilmu tertentu.

  2. Dalam berbagai karyanya, Al-Gazali menyebut empat klasifikasi ilmu yaitu,

  1. Ilmu-ilmu teoritis dan praktis, Ilmu Teoritis adalah ilmu yang menjadikan keadaan-keadaan yang wujud diketahui sebagaimana adanya, sedangkan ilmu praktis berkenaan dengan tindakan- tindakan manusia untuk memperoleh kesejahteraan didunia ini dan akhirat nanti.

  2. Ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang dicapai.

  Menurut Gazali pengetahuan yang dihadirkan bersifat langsung, serta merta, suprarasional (di atas atau diluar jangkauan akal) intuitif (secara intuisi, berdasarkan bisikan hati) dan kontemplatif(bersifat renungan). Sedangkan Ilmu yang dicapai adalah ilmu yang dapat dijangkau dengan akal manusia (ilmu insani).

  3. Ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu intelektual Ilmu-ilmu keagamaan adalah ilmu-ilmu yang diperoleh dari para nabi, tidak hadir melalui akal manusia. Sedangkan Ilmu yang dicapai atau diperoleh melalui intelek

  (daya atau kecerdasan berpikir).

  4. Ilmu fardu’ain(kewajiban setiap orang) dan fardu kifayah (kewajiban masyarakat) Kategori fardu’ain dan fardu kifayah dilakukan oleh Gazali berdasarkan pertimbangan bahwa faru’ain merujuk pada kewajiban agama yang mengikat setiap muslim dan muslimah. Dengan istilah fardu kifayah, dia merujuk kepada hal-hal yang merupakan perintah Ilahi yang bersifat mengikat komunitas(kelompok orang) muslim dan muslimat sebagai satu kesatuan.

  3. Qutubuddin al-syirazi menyajikan klasifikasi ilmu sebagai beriku:

  a. Ilmu-ilmu filosofis

  b. Ilmu-ilmu nonfilosofis Setelah klasifikasi ilmu tersebut, dalam uraian berikut, ditelusuri sepintas lalu kedudukan ilmu dalam al-Quran . Menurut al-Quran ilmu dibagi dua yaitu yang pertama adalah ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia, dinamakan ‘ilm ladunni. Yang kedua adalah ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, dinamai ‘ilm kasbi atau ilmu insane.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan adalah gabungan berbagai pengetahuan yang disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab akibat. Dan menurut kamus itu juga teknologi adalah kemampuan teknis berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta yang bersandarkan proses teknis. Dari rumusan ini dapatlah dikatakan bahwa teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan hidup manusia.

  Al-Quran memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya. Jangankan manusia (biasa), Nabi Muhammad pun sebagai Rasulullah diperintahkan selalu berusaha dan berdoa agar pengetahuannya bertambah. Uraian di atas dan ucapan Rasulullah ini menjadi pendorong manusia untuk terus menuntut ilmu dan mengembangkan teknologi dengan memanfaatkan anugerah Allah kepada manusia. Berkat hasil pengetahuan dan teknologi banyak segi kehidupan dipermudah. Dahulu, untuk mengetahui waktu shalat misalnya, orang islam harus melihat matahari dengan mata kepala. Sekarang cukup dengan melirik posisi jarum alroji yang melekat dipergelangan tangan atau susunan angka yang memberitahuakan pukul berapa.

  Dalam pengembangan ilmu dan penerapan teknologi agama islam mampu menjadi pemandu dan pemandu agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi., mampu memadukan wahyu dengan rakyu (akal pikiran manusia), mampu memadukan agama yang diistilahkan dengan imam dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

  Karakteristik Wahyu 1.

  Wahyu baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari tuhan, Pribadi nabi Muhammad yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu.

  2. Wahyu mmerupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus.

  3. Wahyu itu adalah nash-nash yang berupa bahasa arab dengan gaya ungkap dan gaya bahasa yang berlaku.

  4. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal.

  5. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.

  6. Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik perintah maupun larangan.

  7. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan as-sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.

  Pentingnya Akal.

  1. Akal menurut pendapat Muhammad Abduh adalah sutu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk lain.

  2. Akal adalah tonggak kehidupan manusia yang mendasar terhadap kelanjutan wujudnya, peningkatan daya akal merupakan salah satu dasar dan sumber kehidupan dan kebahagiaan bangsa-bangsa.

  3. Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.

2.3. Kewajiban Menuntut Ilmu

  Kalau klasifikasi Gazali dihubungkan dengan ilmu, maka menuntut ilmu merupakan kewajiban manusia, baik laki-laki maupun perempuan, tua dan muda, orang dewasa dan anak-anak menurut cara-cara yang sesuai dengan keadaan, bakat dan kemampuan. Karena pengetahuanlah yang membedakan manusia dari malaikat dan semua makhluk lainnya. Melalui pengetahuan kita dapat mencapai kebenaran, dan kebenaran (al-Haqq) adalah nama lain dari Yang Nyata dan Yang Hakiki (Allah) (C. A. Qadir, 1989: 6,7)

  Al-Quran menyebutkan perbedaan yang jelas antara orang yang berilmu dengan orang tidak berilmu. Menurut al-Quran hanya orang-orang yang berakal (yang berilmu) yang dapat menerima pelajaran (QS. 39: 9). Dan hanya orang-orang yang berilmu yang takut kepada Allah (QS. 35: 28) bersama dengan para malaikat (QS. 3: 18). Hanya orang-orang yang berilmu yang mampu memahami hakikat sesuatu yang disampaikan Allah melalui perumpamaan-perumpamaan (misal) (QS. 29: 43). Karena itu, para nabi sebagai manusia-manusia terbaik, dikaruniai pengetahuan. Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama semua benda (QS.:31, 33), dan menunjukkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi (QS. 6:75), mengajarkan kepada Isa al_kitab,hikmah, Taurat dan Injil (QS. 3:48). Disamping itu, kepada nabi-nabi tertentu, Allah memberi ilmu khusus sehingga Ia mempunyai kemampuan yang unik (lain dari yang lain, satu- satunya). Kepada Yusuf, misalnya, Allah memberi ilmu untuk menjelaskan arti sebuah mimpi (QS.12:6), kepada Daud diajar-Nya ilmu membuat baju besi, supaya ia terlindung dari bahaya peperangan (QS.21:80), sedang kepada Sulaiman, menurut al-quran surat al- Nahl (27) ayat 16, diberi-Nya pengetahuan tentang bahasa burung (Wan Mohd. Nor Wan Daud, 1977:36, 37) Kepada Nabi Muhammmad pun Allah memberi berbagai ilmu.

  Ilmu yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad tercermin dalam kehidupannya sebagai Rasulullah.

  Ilmu yang terdapat dalam al-Quran diteladankan oleh Nabi melalui ucapan, perbuatan dan sikap beliau. Menurut sunnah Nabi Muhammad, manusia, dalam hubungannya dengan ilmu, dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : orang yang berilmu (‘alim), pencari ilmu (muta’allim), dan orang awam. Ilmu wajib dituntut, dicari oleh setiap orang selama hayat dikandung badan dimanapun ilmu itu berada, karena orang yang mencari ilmu berjalan di jalan Allah, melakukan ibadah. Dan ilmu memimpin kita kepada kebahagiaan, menghibur kita dalam duka, perhiasan dalam pergaulan, perisai terhadap musuh.

1. Penghargaan terhadap ilmu

  Penghargaan terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi sekali karena sesungguhnya hal ini merupakan cerminan penghargaan bagi kemanusiaan itu sendiri. Manusia lah makhluk satu-satunya yang secara potensial diberi kemampuan untuk menyerap ilmu pengetahuan. Penghargaan ini dapat dilihat dari beberapa aspek.

  Pertama, turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah saw yang artinya“Bacalah

  dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan apa yang tidak diketahuinya.m (Q.S. Al-Alaq,96:1-5).

  Kedua, banyaknya ayat Al-Quran yang memerintahkan manusia untuk

  menggunakan akal, pikiran dan pemahaman. Ini menandajkan bahwa manusia yang tidak memfungsikan kemamopuan terbesar pada dirinya itu adalah manusia yang tidak berharga.

  Ketiga, Allah swt. Memandang rendah orang-orang tang tidak mau menggunakan

  potensi akalnya sehingga mereka disederajatkan dengan benatang bahkan lebih rendah lagi. Seperti yang terdapat dalam Al-Quran yang artinya “ Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka mempunyai telinga(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai benatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.” (QS. Al-A’raaf,7:179)

  Keempat, Allah memandang lebih tinggi derajat orang yang berilmu dibandingkan

  orang-orang yang bodoh. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan member kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dam Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. AlMujaadilah,58:11)

  Kelima, Allah akan meminta pertanggungjawaban orang-orang yang melakukan

  sesuatu tidak berdasarkan ilmu. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran yang artinya “ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggung-jawabannya.” (QS. Al-Isra,17:36)

  Keenam, pemahaman terhadap ajaran agama harus berdasarkan ilmu. Seperti yang

  dijelaskan dalam Al-Quran yang artinya “ Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tiada Tuhan (yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi

  (dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. (QS. Muhammad,47:19)

  Ketujuh, dalam menentukan orang-orang pilihan yang akan memimpin manusia

  dimuka bumi ini Allah melihat sisi keilmuannya.Jadi ilmu adalah salah satu syarat kepemimpinan yang tidak boleh diabaikan. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran yang artinya “ Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah berangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab:” Bagaimana Thalut memerintah kami,padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya,sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang banyak.”(Nabi mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.”Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendakinya. Dan Allah Mahaaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS.Al-Baqarah,2:247).

  Kedelapan, Allah menganjurkan kepada seorang yang beriman untuk senantiasa

  berdoa bagi pertambahan keluasan ilmunya. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran yang artinya “Maka Maha Tinggi Allah Raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Quran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu dan katakanlah:”Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Taha,20:114).

2. Perintah menuntut ilmu Menuntut Ilmu adalah bagian yang sangat penting dari pengamalan ajaran Islam.

  Ilmu menunjukkan seseorang pada jalan kehidupan yang memberikan keyakinan. Ilmu juga diperlukan bagi pembangunan masyarakat karena pemanfaatannya dapat meningkatkan kemampuan produksi dalam berbagai sector kehidupan. Oleh karena itu dalam islam terdapat kewajiban untuk menuntut ilmu baik secara pribadi maupun kelompok. Sperti yang dijelaskan dalam Al-Quran yang artinya “ Maka bertanyalah kamu kepada ahli ilmu, jika kamu tidak mengetahui (sesuatu). “(QS. An-Nahl,16:43) dan Rasulullah bersabda yang artinya:

  Barang siapa menjalani suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka dianugerahi Allah kepadanya jalan kesurga.(Hadis riwayat muslim) Menuntut ilmu itu wajib atas tiap-tiap muslim ( Hadis riwayat Ibnu Majah) 3.

  Model kewajiban Ilmu Ada ilmu-ilmu tertentu yang harus dikuasai oleh seorang pribadi terkait dengan status dirinya sebagai seorang muslim dengan kondisi-kondisi yang menyertainya.

  Seseorang yang telah mencapai usia balig ditandai dengan datangnya haid bagi seorang perempuan dan mimpi bagi pria,maka wajib bagi dirinya untuk mengetahui pokok-pokok ajaran agamnya. Ia wjib untuk memahami makna dua kalimat Syahadat: “laa ilaaha illallahu, muhammadur rasuulullah.”.

  Adapun kewajiban lainnya yaitu melaksanakan salat,menjalankan ibadah puasa,kewajiban menuntut ilmu yang terkait dengan kepentingan tiap individu muslim sebagaimana digambarkan di atas disebut dengan fardu ain. Dr. Yusuf Qardawi menyebutkan empat macam ilmu yang termasuk kedalam fardu ain, yaitu:

  

Pertama, ilmu mengenai aqidah yaqiniyah (prinsip-prinsip aqidah yang perlu

dipercayai) yang benar, selamat dari syirik dan khurafat.

  

Kedua, Ilmu yang membuat ibadah seseorang terhadap Tuhannya berjalan dengan benar

sesuai dengan ketentuan yang disyariatkan.

  

Ketiga, Ilmu yang dengannya jiwa dibersihkan, hati disucikan, segala fadilat

  (keutamaan) dikenal untuk kemudian diamalkan,dikenal pula razilah (kenistaan) atau yang membinasakan untuk kemudian ditinggalkan dan dijaga.

  

Keempat, Ilmu yang bisa mendisiplinkan tingkah lakudalam hubungan seseorang

  dengan dirinya atau dengan keluarganya atau dengan khalayak banyak, baik itu penguasa atau rakyat, muslim atau non-muslim.

  Sedangakan ilmu-ilmu yang keberadaannya terkait dengan kepentingan masyarakat muslim dan masyarakat umum termasuk dalam fardu kifayah. Ilmu-ilmu yang termasukfardu kifayah terdiri dari ilmu-ilmu yang terkait dengan pendalaman pemahaman syariat seperti tafsir, ilmu mustalah hadis, ilmu usul fiqh dan sebagainya.Bisa juga ilmu-ilmu yang terkait dengan kebutuhan hidup didunia seperti ilmu kedokteran,ilmu tekhnik,ilmu pertanian dan sebagainya.

  BAB III KESIMPULAN Secara mutawatir telah disepakati bahwa; komponen utama Islam melipiti, Aqidah, Syari’ah, Fiqh dan akhlak; ternyata tidak berdiri sendiri-sendiri dan sangat kuat kaitannya dengan ilmu pengetahuan. Bahkan al-Qur’an sebagai sumber utama Islam banyak mengingatkan kita tentang pentingnya ilmu pengetahuan sebagai pilar kemajuan kehidupan manusia, sehingga menuntut ilmu dalam Islam merupakan kewajiaban bagi Muslim dan Muslimat.

  Sejarah telah membuktikan, masa kejayaan Islam ditandai dengan kemajuan pesat ilmu pengetahuan. Banyak para intelektual Islam berkedudukan sebagai penggali dan pengembang ilmu pengetahuan, bahkan ada diantara mereka pencetus bidang- bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pada zaman modern ini.

  Mereka membuat karakteristik dan kategorisasi khusus tentang ilmu, sebelum sekulerisasi “renaisan” merusak tatanan itu. Maka mengembalikan tatanan ilmu pengetahuan tersebut merupakan kewajiban bagi kita semua, agar perkembangan ilmu pengetahuan tidak lari dari fungsi sucinya.

  DAFTAR PUSTAKA Hidayah, Komarudin,2000. Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi

  Umum,

  PT .Bulan Bintang, Jakarta Daud Ali, Muhammad, 1998. Pendidikan Agama Islam, PT. Raja Rafindo Persada, Jakarta.

  Manan, Zukri, Drs. H, 2011. Pendidikan Agama Islam. PT. Grafindo, Jakarta.

  http://www.asysyariah.com Syamsudin, E. Drs, 2009. Pendidikan Agama Islam. Tiga Mutiara Bandung, Bandung.

  Mawangir, Muhammad. Drs, 2010. Pendidikan Agama Islam Sebuah Pencerahan

  Mahasiswa . Tunas Gemilang Press, Palembang.