SURVAI VECTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT ZOONOTIK YANG DITULARKAN OLEH ARTHROPODA DI DESA BASI, KECAMATAN DONDO KABUPATEN BUOL — TOLITOLI, SULAWESI TENGAH, INDONESI

SURVAI VECTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT ZOONOTIK YANG DITULARKAN
OLEH ARTHROPODA DI DESA BASI, KECAMATAN DONDO
KABUPATEN BUOL - TOLITOLI, SULAWESI TENGAH, INDONESIA *
Tuti R. Hadi dan Sustriayu Nalim

'

ABSTRACT
An ecological survey was conducted in Central Sulawesi to obtain information on the distribution of reservoir hosts and vectors of arthropod-borne zoonotic diseases. Serological test were
done from human sera collected in the area against arboviral and rickettsia1 antigens.
Three species of Culex mosquitoes known as potential vectors of arbovirosis : Cx. bitaeniorhynchus, Cx. gelidus and Cx. tritaeniorhynchus, were found in the area surveyed. A known
vector of scrub typhus, Leptotrombidium (L.) deliensis, was also found in that area. Suspected
reservoirs of arthropod-borne zoonosis in the area surveyed were chickens, ducks, cows, horses,
monkeys and rats.
The prevalence of antibodies against arbovirus group A antigens ( Chikungunya, Getah
and Sindbis ) was 34,06%, 28,5% and 4,3975, against arbovirus group B antigen (Japanese Encephalitis) was 93,4% and none against Rickettsia tsutsugamushi and Rickettsia typhy antigens, out of
91 human sera examined. Antibodies were found in animal sera examined against arbovirus group
A and arbovirus group B antigens in a variation of 11,876 -- 100%. The prevalence of antibodies
against R. tsutsugamushi antigen was 22,7% out of 22 rat sera examined.

PENDAHULUAN

Penyakit zoonotik yang ditularkan
oleh arthropoda, dalam siklus penularannya melibatkan binatang, bibit
penyakit, arthropoda dan manusia. Siklus penularan penyakit ini dipengaruhi
oleh keadaan lingkungan yang dapat
berubah-ubah. Suatu perubahan fisik
yang terjadi di suatu daerah dapat
menghilangkan habitat yang ada atau
menimbulkan habitat baru yang sesuai bagi kehidupan binatang sumber
atau arthropoda vektor. Pembukaan
sistem irigasi di suatu daerah persawahan di Afrika, menyebabkan kenaikan populasi Anopheles gum biae
sebanyak 7 0 kali lipat tetapi menu-

runkan populasi ~Mansonia uniformis
menjadi sepertiganya (Surtees et al.,
1970). Dengan adanya perubahan habitat timbul perubahan ekologi yang
dapat mempengaruhi siklus penularan penyakit. Salah satu keadaan yang
dapat menimbulkan perubahan ekologi
dengan akibat yang serupa dengan
yang disebut diatas adalah kegiatan
pembukaan hutan untuk dijadikan pemukiman.

Dengan digalakkannya program
transmigrasi di Indonesia makin banyak daerah hutan yang mengalami
perubahan ekologi yang akan mempengaruhi pola dan siklus penyakit
di daerah tersebut. Untuk mengetahui
perubahan pola dan siklus penyakit

*

Penelitian ini dibiayai oleh Departemen Kesehatan R.I. menurut Surat Keputusan No. 2691
BPPK/III/SK/O6/81, tgl. 3 Juni 1981, dengan judul "Penelitian pengaruh perubahan ekologi
hutan terhadap penyakit yang mengancam kesehatan transmigran"
1 Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, J1. Percetakan Negara No. 29, Jakarta

50

Bul. Penelit. Kesehat. 1 3 (1): 1985

TUTI R. HAD1 & S. NALIM

zoonotik yang ditularkan oleh arthropoda di suatu daerah transmigrasi, suatu penelitian dilakukan di desa Basi,

Kecamatan Dondo, Kabupaten Buol
Tolitoli, Sulawesi Tengah pada tahun
1981. Desa ini merupakan suatu desa
asli yang berdekatan dengan daerah
yang akan dibuka untuk daerah transmigrasi .
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui jenis binatang sumber
(reservoir) penyakit dan arthropoda
vektor penyakit zoonotik yang terdapat di daerah tersebut dan prevalensi
antibodi terhadap antigen beberapa
jenis virus dan rickettsia di dalam
tubuh arthropoda, binatang sumber
dan penduduk di sekitar daerah penelitian. Makalah ini melaporkan hasil
yang diperoleh pada survei yang dilakukan sebelum hutan dibuka.
DAERAH PENELITIAN
Daerah yang disurvei adalah desa
Basi di wilayah Kecamatan Dondo,
Kabupaten Buol - Tolitoli, Sulawesi
Tengah. Desa Basi terletak pada O0
47' Lintang Utara, 120" 39' Bujur Timur dengan ketinggian sekitar 60 m

dari permukaan laut (Gambar 1). Desa ini mulai dihuni sejak tahun 1965
oleh pendatang dari desa sekitarnya
seperti Malala dan Tinabogan. Jumlah
penduduk yang tinggal di desa Basi
menurut laporan P3M tahun 1981,
berjumlah 298 jiwa yang terdiri atas
69 KK. Letak rumah penduduk tersebar dengan habitat sekitarnya berupa hutan, semak, sawah, ladang jagung dan kacang tanah serta kebun
kopi. Penduduk pada umumnya bertani. Desa Basi dapat dicapai dari kota
Tolitoli dengan perahu menyusuri Teluk Tolitoli dan Teluk Dondo dengan
lama perjalanan 4 - 5 jam.
Bul. Penelit. Kesehat. 13 (1) : 1985

SURVAI VEKTOR

.. .

BAHAN DAN CARA KERJA
Inventarisasi jenis binatang sumber
dan ektoparasitnya dilakukan dengan
melakukan penangkapan binatang mengerat terutama tikus dan tupai, menggunakan perangkap kawat berumpan

kelapa bakar, tanaman kacang tanah
yang segar dan pisang. Pada setiap habitat yang ada yaitu rumah, ladang,
kebun kopi, tepi hutan dan di dalam
hutan, dipasang masing-masing 40
perangkap. Perangkap dipasang pada
sore hari, dibiarkan semalam dan keesokan harinya diambil. Binatang
yang tertangkap dimasukkan kedalam
kantong kain dan dibawa ke laboratorium lapangan, dibius dengan chloroform dan diambil darahnya untuk pemeriksaan serologi. Setelah diambil
darahnya badan tikus atau tupai tersebut disikat untuk mendapatkan ektoparasitnya. Ektoparasit yang diperoleh disimpan di dalam alkohol 70%
untuk kemudian dibuat preparat dan
diidentifikasi. Kulit dan tengkorak
tikus atau tupai kemudian diawetkan
dan diidentifikasi berdasarkan data
ukuran badan dan beratnya.
Selain penangkapan tikus dilakukan pula pengamatan langsung terhadap jenis binatang peliharaan seperti
anjing, kucing dan juga ternak seperti
sapi, kambing, yang ada di daerah
tersebut.
Selain pengamatan terhadap ektoparasit tikus, inventarisasi jenis vektor
juga dilakukan dengan penangkapan

nyzmuk dan serangga lain di sekitar
kadang ternak. Untuk menangkap serangga yang tertarik oleh sinar digunakan light trap. Empat buah light trap
di pasang di dekat kandang selama
a s h m a l m antara jam 22.00 sampai
jaic 6.00 pagi hari berikutnya. Vntuk
menengkap nyamuk ywcg sedang isti-

TUTI R. HAD1 & S. NALIM
rahat dan serangga yang tidak tertarik

oleh sinar, dipakai aspirator dan sweep
net. Nyamuk dan serangga lain yang
tertangkap baik dengan light trap, aspirator maupun sweep net dirnasukkan kedalam tabung kecil ukuran 1 0
ml yang kemudian dimasukkan kedalam cairan nitrogen (-20°C) untuk
pemeriksaan di laboratorium di Jakarta. Di laboratorium Jakarta, nyamuk
diidentifikasi dahulu dan dikelompokkan per jenis sebelum diproses untuk
pemeriksaan serologik dan isolasi
virus dan ricaettsia.
Untuk mengetahui prevalensi antibodi terhadap antigen beberapa jenis
virus dan rickettsia dilakukan pemeriksaan serologik terhadap sediaan serum darah manusia dan binatang. Sediaan darah manusia diambil dari penduduk di sekitar daerah penelitian.

Penduduk dikumpulkan di suatu tempat dan dari setiap orang diambil
darah vena sebanyak 1 0 ml dengan
menggunakan tabung suntik. Darah
dimasukkan kedalam tabung kecil
dan dibiarkan semalam di dalam almari es (4OC). Darah yang telah
menggumpal diambil dengan menggunakan batang kayu kecil dan serum
disentrifus pada kecepatan 2000 rpm
selama 15 menit. Kemudian serum
diambil dengan pipet Pasteur, dimasukkan ke dalam tabung kecil yang
ditutup rapat dan disimpan di dalam
cairan nitrogen sebelum diproses di
Jakarta. Pemeriksaan serum dilakukan
oleh laboratorium Virologi U.S. Naval
Medical Research Unit No. 2 Jakarta
Detachment di Jakarta dengan menggunakan metoda Haemaglutination
Inhibition (HI) Test untuk pemeriksaan arbovirus dan Indirect Fluorescent Antibody Test (IFAT) untuk
pemeriksaan rickettsia (Bozeman &
Elisberg, 1963). Seropositivitas ditentukan dengan menghitung persen-

SURVAI VEKTOR . . .


tasi serum yang positif yaitu dengan
titer 2 1 : 1 0 untuk arbovirus dan
2 1: 20 untuk rickettsia. Pemeriksaan
serum darah dilakukan pula terhadap
darah binatang peliharaan dan binatang mengerat. Sediaan darah ternak
dikumpulkan dengan cara mengunjungi rumah-rumah penduduk. Darah ternak atau binatang peliharaan
yang ditemui diambil sebanyak 10 20 ml dengan menggunakan tabung
suntik. Darah diproses seperti yang
telah dijelaskan diatas.
HASIL
Dalam penelitian ini ditangkap 6
jenis (species) tikus dari marga (genus)
Rattus dan satu jenis dari marga Echiothrix. Penyebaran jenis tikus dan
ektoparasit yang diperoleh telah dilaporkan oleh Hadi & Sustriayu
(1983).
Dari pengamatan ke rumah-rumah
penduduk dan sekitarnya ditemukan
jenis ternak dan binatang peliharaan
berupa sapi (Bos taurus), kambing

(Capra hircus), kuda (Equus cabalus),
bebek (Anser sp.), ayam (Gallus gallus), kucing (Felis catus), anjing
(Canis familiaris) dan monyet (Macaca sp .).
Dengan menggunakan light trap,
aspirator dan sweep net dapat dikumpulkan 2 jenis nyamuk dari marga
Aedes yaitu Ae. lineatopennis dan
Ae. tilifere; 4 jenis dari marga Anopheles yaitu An. barbirostris, An. sinensis, An. tesselatus dan An. uagus;
4 jenis dari marG Culex yaitu Cx. quinguefasciatus (Tabel 1 ) .
Dalam survei ini dapat dikumpulkan 9 1 sediaan darah penduduk. Hasil
pemeriksaan serologik menunjukkan
bahwa kebanyakan dari penduduk mengandung antibodi terhadap antigen
Bul. Penelit. Kesehat. 13 (1) : 1985

.

SURVAI VEKTOR ..

TUTI R. HAD1 & S. NALIM

Tabel 1. Jenis nyamuk yang dikumpulkan di desa Basi, Kecamatan

Dondo, Sulawesi Tengah, September 1981

Lokasi dan alat penangkapan
Jenis nyamuk

Kandang
Aspirator /
sweep net

Hutan
Light trap

Aspirator1
sweep net

A edes lineatovennis
Ae. tilifere
Anopheles barbirostris

An. sinensis

An. tesselatus
An. vagus
Culex bitaeniorhynchus
Cx. gelidus
Cx. tritaeniorhynchus
Ex. quinquefasciatus

Tabel 2. Hasil pemeriksaan serologik darah penduduk desa Basi,
Kecamatan Dondo, Sulawesi Tengah, September 1981
Sediaan serum darah
Jenis antigen
Jumlah
diperiksa

Antibodi
positif

Seropositivitas (76)

Arbovirus group A :
Chikungunya
Getah
Sindbis
Arbovirus group B :
Japanese
Encephalitis
Rickettsia
tsutsugnmushi
Rickettsia
typhi

Bul. Penelit. Kesehat. 13 (1) : 1985

53

TUTI R. HAD1 & S. NALIM

beberapa jenis arbovirus dengan variasi
positivitas 4,39%-93,4% (Tabel 2).
Pada pemeriksaan darah binatang ditemukan prevalensi antibodi terhadap
antigen arbovirus group A tertinggi
pada monyet yaitu 16,776, yang diikuti pada ayam sebesar 11,8%. Prevalensi antibodi terhadap antigen arbovirus group B tertinggi pada bebek
yaitu 66,7% diikuti pada monyet
33,3% dan pada ayam sebesar 11,896.
Karena jumlah sediaan darah sapi dan
kuda hanya masing-masing satu dan
dua maka hasilnya diabaikan. Prevalensi antibodi terhadap antigen Rickettsia tsutsugamushi (penyebab
scrub typhus) pada tikus adalah 22,7
%, sedangkan antibodi terhadap antigen Rickettsia typhi (penyebab murine typhus) tidak ditemukan baik
pada penduduk maupun tikus (Tabel
3)PEMBAHASAN
Pemeriksaan serologik pada 9 1 sediaan darah penduduk menunjukkan
bahwa 34,06% mengandung antibodi
terhadap antigen virus Chikungunya,
28,596 mengandung antibodi terhadap
antigen virus Getah dan 4,39% mengandung antibodi terhadap antigen
virus Sindbis. Ketiga jenis virus tersebut termasuk dalam kelompok arbovirus group A. Selain pada manusia
antibodi terhadap antigen arbovirus
group A ditemukan pula pada ayam,
sapi dan monyet. Penelitian terdahulu
pernah melaporkan ditemukannya antibodi terhadap virus Chikungunya pada serum darah penduduk dari Sulawesi (Tesh et al., 1975).
Virus Chikungunya dapat ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk marga Aedes yaitu Ae.
aegypti, Ae. africanus dan Ae. furcifer - taylori group (McIntosh & Gear,

SURVAI VEKTOR .

..

1975). Pada penangkapan nyamuk di
desa Basi tidak ditemukan jenis Aedes
tersebut diatas tetapi jenis lain yaitu
Ae. tilifere dan Ae. lineatopennis. Kedua jenis nyamuk ini baru pertama kali dilaporkan dari daerah penelitian
ini. Percobaan isolasi virus dari nyamuk yang ditangkap tersebut tidak
dapat dikerjakan karena kesulitan
teknis.
Virus Getah dapat ditularkan
oleh nyamuk marga Culex yaitu
Cx. gelidus dan Cx. tritaeniorhynchus (Gubler, 1978, unpublished). Kedua jenis nyamuk tersebut ditemukan
di dekat kandang ternak di desa Basi.
Virus Sindbis yang dipelihara di
d a m oleh beberapa jenis burung, pernah diisolasi dari nyamuk marga Culex yaitu Cx. univittatus dan Cx.
bitaeniorhynchus dan jenis Mansonia
fuscocephalus (McIntosh & Gear,
1975). Dari kedua jenis Culex yang
potential sebagai vektor tersebut hanya Cx. bitaeniorhynchus yang ditemukan di desa Basi.
Pemeriksaan darah penduduk terhadap antigen Japanese Encephalitis
(JE) dari kelompok arbovirus group
B, menunjukkan bahwa 93,4% dari
serum yang diperiksa mengandung antibodi. Antibodi terhadap antigen arbovirus group B tersebut ditemukan
pula pada ternak seperti ayam, bebek,
sapi, kuda dan binatang liar yaitu
tikus dan monyet. Jenis binatang inilah yang kemungkinan besar berperan
sebagai pemelihara siklus virus JE di
slam. Virus ini pernah diisolasi dari
Cx. gelidus dan Cx. tritaeniorhynchus
yang dikumpulkan di Jakarta dan dekat Bogor, Jawa Barat (Van Peenen
et al., 1974), 1975). Di daerah Serawak, Malaysia, selain dari kedua jenis
nyamuk tersebut, virus JE pernah
diisolasi dari Culex vishnui complex
Bul. Penelit. Kesehat. 13 (1) : 1985

SURVAI VEKTOR . .

TUTI R. HAD1 & S. NALIM

Tabel 3. Hasil pemeriksaan serologi darah binatang yang ditangkap
di desa Basi, Kecamatan Dondo, Sulawesi Tengah,
September 1981
- -

Jenis antigen
-

Jenis
binatang

Arbovirus
group A

Arbovirus
group B

R. tsutsugarnushi

--

~p

R. typhi

Ternak :
Ayam
Bebek
Kambing
Sapi
Kuda
Peliharaan :
Kucing
Monyet
Liar :
Ti kus

*

1. Jumlah sediaan darah yang diperiksq 2. Jumlah sediaan darah yang mengandung
antibodi; 3. Seropositivitas (%).

dan Aedes togoi (McIntosh & Gear,
1975). Dari jenis nyamuk yang potential sebagai vektor tersebut dua
jenis yaitu Cx. gelidus dan Cx. tribeniorhynchus ditemukan di desa Basi.

Dari sejumlah 9 1 sediaan darah
penduduk yang diperiksa, tidak ditemukan adanya antibodi terhadap antigen R. tsutsugamushi. Hal ini dihar
dugaan mengingat bahwa habitat di
sekitar daerah penelitian adalah tepi
hutan dan semak yang merupakan
jenis habitat yang disukai oleh tungau vektor (Traub & Wisseman Jr.,
1974). Pada pemeriksaan darah tikus
ditunjukkan bahwa antibodi ditemukan pada 22,7% dari tikus yang tertangkap. Tungau vektor, Leptotrombidium (L. ) deliensis, ditemukan pada
Bul. Penelit. Kesehat. 13 (1) : 1985

beberapa tikus yang tertangkap terutama pada Rattus hoffmanni yang
ditangkap di ladang (Hadi & Sustriayu, 1983). Tidak ditemukannya
antibodi di dalam daerah penduduk
yang diperiksa kemungkinan disebabkan karena jumlah sediaan darah yang
terlalu kecil atau karena sediaan yang
diperiksa lebih banyak dari penduduk
perempuan yaitu sekitar 50% dan
anak-anak dibawah umur 1 0 tahun
yaitu sekitar 30%. Mikrohabitat utama dari tungau adalah tepi hutan dan
semak. Penularan penyakit kemungkinan akan terjadi apabila ada kontak
antara manusia dengan mikrohabitat
tungau tersebut. Frekuensi kontak
antara manusia dengan mikrohabitat
tungau tersebut lebih besar pada laki-

TUTI R. HAD1 $r S. NALIM

laki daripada perempuan dan pada
orang dewasa daripada anak-anak karena laki-laki atau orang dewasa lebih
banyak yang bekerja di ladang atau
hutan daripada perempuan atau anakan&. Dengan demikian kemungkinan
timbulnya penularan penyakit pada
perempuan dan andr-anak lebih sedikit. Karena sediaan darah yang diambil di desa Basi kebanyakan adalah
penduduk perempuan dan anak-anak
yaitu sekitar 80% maka kemungkinan
adanya seropositif terhadap antigen
R. tsutsugamushi kecil.
Antibodi terhadap antigen R.
typhi tidak ditemukan baik pada
penduduk maupun tikus. Pinjal vektor
murine typhus, Xenopsylla cheopis,
juga tidak ditemul-.an padsa tikus yang
ditangkap di desa :asi.

KESIMPULAN

1. Pada penelitian yang dilakukan di
desa Basi ditemukan jenis nyamuk
yang dapat menularkan virus Getah dan Japanese Encephalitis yaitu Cx. gelidus dan Cx. tritaeniorhynchus; jenis nyamuk yang dapat menularkan virus Sindbis yaitu Cx. bitaeniorhynchus dan tungau yang dapat menularkan scrub
typhus yaitu L. (L.) deliensis.
2. Jenis binatang reservoir penyakit
yang diduga sebagai sumber arthropod-borne zoonosis di desa Basi
adalah ayam, -bebek, sapi, kuda,
monyet dan tikus.
3. Prevalensi antibodi pada 9 1 serum
penduduk yang diperiksa adalah
34,06%, 28,5% dan 4,39% terhadap antigen arbovirus group A,
93,4% terhadap antigen arbovirus
group B dan tidak ada antibodi terhadap antigen R. tsutsugamushi
dan R. typhi.

SURVAI VEKTOR

. ..

4. Hasil pemeriksaan serolcgik pada
serum darah binatang terlihat mengandung antibodi terhadap antigen arbovirus group A dan group
B. Dari 22 sediaan darah tikus
yang diperiksa, 22,776 mengandung antibodi terhadap antigen R.
tsutsugamushi.

UCAPAN TERIMA KASIH
Atas selesainya penelitian ini karni
mengucapkan terima kasih terutama
kepada dr. I.F. Setiady, Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, yang telah
memberikan dorongan semangat dan
saran yang sangat berguna bagi penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan dalarn pelaksanaan penelitian ini terutama dari
Dinas Kesehatan Daerah Tk. I dan I1
Propinsi Sulawesi Tengah dan Suhdit
Karantina Haji dan Kesehatan Transmigrasi, Ditjen PPM-PLP, Jakarta.
Kepada Dr. Iwan T. Budiarso,
Staf Sekjen Departemen Kesehatan
R.I., kami sangat berterima kasih
atas bantuan pendapat maupun tenaga selarna pelaksanaan survei.
Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada para
petugas lapangan dan teknisi Laboratorium Mammalogi, Puslit Ekologi
Kesehatan dan Laboratorium Virolcgi
dan Mammalogi, U.S. Naval Medical
Research Unit No. 2 Jakarta Detachment, atas bantuannya dalam pengumpulan data dan pemeriksaan spesimen.
Ucapan terima kasih kami sarnpaikan pula kepada Drs. Boeadi, Bagian
Mammalogi, Museum Zoologi Bogor,
Bul. Penelit. Kesehat. 13 (1) : 1985

TUTI R. HAD1 & S. NALIM

SURVAI VEKTOR

...

1 : 1750.000

Sulawesi

1:7500.000

Kabupaten Buol-Tolitoli, Sulawesi Tengah
Bul. Penelit. Kesehat. 13 (1) : 1985

57

TUTI R. HAD1 & S. NALIM

SURVAI VEKTOR

...

Surtees, C., D.I.H. Simpson, E.T.W. Bowen
and W.E. Crainger (1970), Ricefield
development and arbovirus epidemiology, Kano Plain, Kenya. Trans. R o y . Soc.
Trop. Med. Hyg. 6 4 ( 4 ) : 511 - 518.

yang telah membantu dalarn identifikasi tikus.
KEPUSTAKAAN

Tesh, R.B., D.C. Gajdusek, R.M. Garrulo,
J.H. Cross and L. Rosen (1975), The
distribution and prevalence of group A
arbovirus neutralizing antibodies among
human populations in Southeast Asia
and Pacific Islands. Amer. J. Trop. Med.
Hyg. 2 4 ( 4 ) : 664 - 674.

Bozeman, F.M. and B.L. Elisberg (1963),
Serological diagnosis of scrub typhus
by Indirect Immunofluorescence. Proc.
Soc. Exp. Bid. Med. 112 : 568 - 573.
Gubler, D.J. (1978), Arbovirosis infections other than dengue in Indonesia.
U.S. Naval Medical Research Unit No. 2
Jakarta Detachment, 1 5 p (unpublished
data).

Traub, R. and C.L. Wisseman Jr. (1974),
The ecology of chiggerborne rickettsiosis
(scrub typhus). J. Med. Entomol. l l ( 3 ) :
237 - 303.

Hadi, T.R. and Sustriayu Nalim (1983),
Fauna binatang mengerat dan parasitnya di beberapa daerah transmigrasi di
Indonesia, serta hubungannya dengan
penyakit rickettsiosis yang ditularkan
oleh vektor. Bull. Penelit. Kesehat. 11
(2) : 4 3 - 49.

Van Peenen, P.F.D., P.L. Joseph, S. Atmosoedjono, Ratna Irsiana and J. Sulianti
Saroso (1975), Isolation of Japanese
Encephalitis virus from mosquitoes near
Bogor, West Java, Indonesia. J. Med.
Entomol. 1 2 ( 5 ) : 573 - 574.

McTntosh, B.M. and J.M.S. Gear (1975),
Mosquito-borne arbovirosis primarily in
the Eastern Hemisphere. In "Disease
transmitted from animals t o man",
Ed. W.T. Hubert e t al., Charles C.
Thomas Publisher, Springfield, Illinois,
USA. Chapter 78, p. 939 - 967.

Van Peenen, P.F.D, Ratna Irsiana, J. Sulianti
Saroso, S.W. Joseph, R.W. Shope and
P.L. Joseph (1974), First isolation of
Japanese Encephalitis virus from Java.
Mil. Med. 139 (1 0) : 821 - 823.
-

-

RALATIERRATA
Buletin Penelitian Kesehatan (Bulletin of Health Studies) Vol. XI1 No. 2 1984.
Halaman (page)

Tercetak (printed)

Halarnan (page) 25,
kolom (column) I,
alinea ke-2

(l-z-z

Halaman (page) 29,
abstrak (abstract) alinea ke-2

C

)

~

Seharusnya (correction)
~

~

The results show that in
the year 1976, in Jakarta,
78.6% 1- 1 2 months old
children were . . . . . . . . .

%( 1 - -)AD 100%
CB
The results show that in the
year 1976,in Jakarta, 78,6%
one to twelve months and
46,7% thirteen to twenty
four months old children
were . . . . . . . . . . . . . . . . .

Bul. Penelit. Kesehat. 13 (1) : 1985