M. IHROM SAI NUR ALAMSYAH MAKALAH KONSTI

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA
‘’KONSTITUSI DAN LANDASAN HUKUM’’
Di susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen Pembimbing Bapak Drs. Anwar Aulia, M. Pd

Disusun oleh :

Nama : M. Ihrom Sa‟i Nur Alamsyah
Kelas : TLM 1B
NIM

: P27903117081

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN D3 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
KOTA TANGERANG
2018
1

KATA PENGANTAR


Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dengan judul “Ketahanan Nasional”. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada teman-teman dan pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Saya mengetahui bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh
karena itu saya mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
mendukung demi pembelajaran saya kedepan dalam penyusunan makalah
berikutnya.
Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kita semua tentang ketahanan nasional. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam memahami pendidikan kewarganaegaraan serta membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.

Tangerang, 25 Maret 2018

Penulis

2


Daftar Isi

1. Cover ............................................................................................................ Hal 1
2. Kata Pengantar ............................................................................................. Hal 2
3. Daftar Isi ...................................................................................................... Hal 3
4. BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang .................................................................................. Hal 4
B. Tujuan dan Manfaat ........................................................................... Hal 7

5. BAB II Pembahasan
A. Pengertian Konstitusi ......................................................................... Hal 8
B. Tujuan Konstitusi ............................................................................... Hal 9
C. Nilai, Jenis dan Syarat Konstitusi .................................................... Hal 10
D. Sejarah perkembangan Konstitusi di Indonesia............................... Hal 15

6. BAB III Penutup
A. Kesimpulan ...................................................................................... Hal 29
B. Saran ................................................................................................ Hal 30


7. BAB IV Daftar Pustaka .......................................................................... Hal 31

3

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Terbukti dengan adanya konstitusi yang

berlaku di Indonesia yaitu Undang – Undang Dasar 1945, seperti yang kita kenal
saat ini. Tapi seolah-olah warga negara Indonesia, tidak menganggap adanya
UUD 1945 tersebut. Terbukti bahwa mereka sangat tidak menghiraukan hukum,
dengan melakukan berbagai macam penyimpangan-penyimpangan hukum, baik
hukum sosial, maupun Hak Asasi Manusia (HAM).
Pengetahun ataupun materi tentang Undang-undang Dasar 1945 harus kita
pelajari sejak dini. Yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi kita. Apalagi
selaku tunas bangsa yang nantinya akan ikut memimpin negeri ini harus

mengetahui segala hal yang berkaitan dengan kenegaraan termasuk Undangundang Dasar 1945.
Sejak 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memulai sejarahnya sebagai
sebuah bangsa yang masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik, dan
administrasi negaranya. Landasan berpijaknya adalah ideologi Pancasila yang
diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri beberapa minggu sebelumnya dari
penggalian serta perkembangan budaya masyarakat Indonesia dan sebuah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pra Amandemen
yang baru ditetapkan keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra
Amandemen) tersebut mengatur berbagai macam lembaga negara dari Lembaga
Tertinggi Negara hingga Lembaga Tinggi Negara. Konsepsi penyelenggaraan
negara yang demokratis oleh lembaga-lembaga negara tersebut sebagai
perwujudan dari sila keempat yang mengedepankan prinsip demokrasi perwakilan
dituangkan secara utuh didalamnya. Kehendak untuk mengejawantahkan aspirasi
rakyat dalam sistem perwakilan, untuk pertama kalinya dilontarkan oleh Bung
Karno, pada pidatonya tanggal 01 Juni 1945. Muhammad Yamin juga

4


mengemukakan perlunya prinsip kerakyatan dalam konsepsi penyelenggaraan
negara. Begitu pula dengan Soepomo yang mengutarakan idenya akan Indonesia
merdeka dengan prinsip musyawarah dengan istilahBadan Permusyawaratan. Ide
ini didasari oleh prinsip kekeluargaan, dimana setiap anggota keluarga dapat
memberikan pendapatnya.
Dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo
menyampaikan bahwa „‟Badan Permusyawaratan‟‟ berubah menjadi „‟Majelis
Permusyawaratan Rakyat‟‟ dengan anggapan bahwa majelis ini merupakan
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang mana anggotanya terdiri atas seluruh
wakil rakyat, seluruh wakil daerah, dan seluruh wakil golongan. Konsepsi Majelis
Permusyawaratan Rakyat inilahang akhirnya ditetapkan dalam Sidang PPKI pada
acara pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(pra Amandemen).
Salah

satu

wewenang MPR hingga

saat


ini

yaitu mengubah

dan

menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 (satu pertiga) dari jumlah
anggota MPR. Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis dengan
menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan diubah beserta alasannya.
Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 diajukan kepada pimpinan MPR. Setelah menerima usul pengubahan,
pimpinan MPR memeriksa kelengkapan persyaratannya, yaitu jumlah pengusul
dan pasal yang diusulkan diubah yang disertai alasan pengubahan yang paling

lama dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima pimpinan MPR.
Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi
dan pimpinan Kelompok Anggota MPR untuk membahas kelengkapan
persyaratan.

5

Jika usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan
MPR memberitahukan penolakan usul pengubahan secara tertulis kepada pihak
pengusul beserta alasannya. Namun, jika pengubahan dinyatakan oleh pimpinan
MPR

memenuhi

kelengkapan

persyaratan,

pimpinan


MPR

wajib

menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari.
Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi
kelengkapan persyaratan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
dilaksanakan sidang paripurna MPR.
Sidang paripurna MPR dapat memutuskan pengubahan pasal UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota ditambah 1
(satu) anggota.

Selama kurun waktu sejak negara ini berdiri, UUD 1945 telah mengalami
empat kali perubahan (amandemen). Amandemen jelas bisa saja terjadi,
dikarenakan peradaban manusia yang bisa saja berubah. Maka dari itu
amandemen dilakukan demi menyesuaikan kebutuhan manusia berdasarkan
zamannya.

6


B. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan penulisan makalah Konstitusi dan Dasar Negara ini
adalah:


Lebih meningkatkan pengetahuan tentang Konstitusi.



Lebih mengetahui tentang UUD 1945

☻ Mengerti dan menghayati setiap butir-butir pasal yang terdapat pada
Undang-Undang Dasar 1945.
☻ Meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme terhadap NKRI.
☻ Menjadikan konstitusi NKRI ( UUD 1945 ) menjadi konstitusi yang kuat,
kokoh, dan dapat diterapkan oleh warga negara Indonesia dalam kehidupan
sehari-hari.
☻ Menyadarkan setiap warga negara agar hukum yang berlaku.
☻ Menjelaskan tentang kelemahan UUD 1945 Pasca-empat kali amandemen.
☻ Menjelaskan urgensi pembentukan Komisi Konstitusi sebagai upaya

penguatan UUD 1945.

7

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstitusi
Kontitusi itu berasal dari bahasa parancis yakni constituer yang berarti
membentuk.. Dalam bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua kata yaitu
“Cume” berarti bersama dengan dan “Statuere” berarti membuat sesuatu agar
berdiri

atau

mendirikan,

menetapkan

sesuatu,


sehingga

menjadi

“constitution”. Dalam istilah bahasa inggris (constution) konstitusi memiliki
makna yang lebih luas dan undang-undang dasar. Yakni konstitusi adalah
keseluruhan dari peraturn-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur

secara

mengikat

cara-cara

bagaimana

sesuatu

pemerintahan

diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Dalam terminilogi hokum islam (Fiqh
Siyasah) konstitusi dikenal dengan sebutan DUSTUS yang berati kumpulan
faedah yang mengatur dasar dan kerja sama antar sesame anggota masyarakat
dalam sebuah Negara.
Definisi Konstitusi menurut para ahli


Herman Heller. Konstitusi mempunyai arti yang lebih luas daripada

undang-undang Dasar. Konstitusi tidah hanya bersifat yuridis, tetapi
mengandung pengertian sosiologisdan politis.


Oliver Cromwell. Undang-undang Dasar itu merupakan “instrumen of

govermen”, yaitu bahwa Undang-undang dibuat sebagai pegangan untuk
memerintah. Dalam arti ini, Konstitusi identik dengan Undang-undang dasar.


F. Lassalle. Konstitusi sesungguhnya menggambarkan hubungan antara

kaekuasaan yang terdapat didalam masyarakat seperti golongan yang
mempunyai kedudukan nyata didalam masyarakat, misalnya kepala negara,
angkatan perang, partai politik, buruh tani, pegawai, dan sebagainya.


Prayudi Atmosudirdjo. Konstitusi adalah hasil atau produk sejarah dan

proses perjuangan bangsa yang bersangkutan, Konstitusi merupakan rumusan
dari filsafat, cita-cita, kehendak dan perjuangan suatu bangsa. Konstitusi adalah
cermin dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu bangsa.

8



K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu

negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur
/memerintah dalam pemerintahan suatu negara.


L.J Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun

peraturan tak tertulis.


Koernimanto

Soetopawiro,

istilah

konstitusi

berasal

dari

bahasa

latin cismeyang berarti bersama dengan dan statute yang berarti membuat
sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.
B. Tujuan Konstitusi
Tujuan konstitusi yaitu:
1.

Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang –

wenang maksudnya tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi
tidak akan berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan
merajalela Dan bisa merugikan rakyat banyak.
2.

Melindungi

HAM

maksudnya

setiap

penguasa

berhak

menghormati HAM orang lain dan hak memperoleh perlindungan
hukum dalam hal melaksanakan haknya.
3.

Pedoman penyelenggaraan negara maksudnya tanpa adanya

pedoman konstitusi negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.
Fungsi Dan Ruang Lingkup Konstitusi
Fungsi UUD 1945
Sebagi Konstitusi tentulah UUD 1945 memiliki fungsi, bila dijabarkan fungsi
UUD 1945 adalah sebagai berikut:
- Sebagai sumber hukum dalam tertib hukum, merupakan perundang-undangan
yang tertinggi.
- Sebagai alat kontrol bagi hukum yang berada di bawahnya.
- Sebagai pedoman yang memberi arah bangsa.
- Sebagai kerangka dasar dalam pembagian dan penyelenggaraan pemerintah
negara.

9

Fungsi tersebut adalah suatu acuan dalam melakukan segala kehidupan berbangsa
dan

keseimbangan

dalam

berprilaku

bila

diterapkan

dengan

baik.

Dalam berbagai literature hokum tata Negara maupun ilmu politik
ditegaskan bahwa fungsi konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat
untuk membentuk system politik dan hokum Negara. Oleh karena itu ruang
lingkup

undang-undang

dasar

sebagai

konstitusi

tertulis

sebagaimana

dikemukakan oleh A.A.HY Struycken memuat tentang :
1) Hasil

perjuangan

2) Tingkat-tingkat

politik

tinggi

bangsa

pembangunan

diwaktu
ketatanegaraan

lampau.
bangsa.

3) Pandangan tokoh bangsa yang hendak di wujudkan, baik sekarang maupun
masa yang akan dating.
4) Suatu keinginan yang mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin.

C. Nilai konstitusi, yaitu:
1.

Nilai normatif adalah suatu konstitusi yang resmi diterima oleh suatu

bangsa dan bagi mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum
(legal), tetapi juga nyata berlaku dalam masyarakat dalam arti berlaku efektif dan
dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
2.

Nilai nominal adalah suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, tetapi

tidak sempurna. Ketidaksempurnaan itu disebabkan pasal – pasal tertentu tidak
berlaku / tidsak seluruh pasal – pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi
seluruh wilayah negara.
3.

Nilai semantik adalah suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk

kepentingan

penguasa

saja.

Dalam

memobilisasi

kekuasaan,

penguasa

menggunakan konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik.

10

D. Macam – macam konstitusi
1.
·

Menurut CF. Strong konstitusi terdiri dari:

Konstitusi tertulis (dokumentary constiutution / writen constitution) adalah
aturan – aturan pokok dasar negara , bangunan negara dan tata negara, demikian
juga aturan dasar lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa di dalam
persekutuan hukum negara.

·

Konstitusi tidak tertulis / konvensi (nondokumentary constitution) adalah
berupa kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul.
E. Adapun syarat – syarat konstitusi adalah:
Diakui dan dipergunakan berulang – ulang dalam praktik penyelenggaraan

1.

negara.

·

2.

Tidak bertentangan dengan UUD 1945.

3.

Memperhatikan pelaksanaan UUD 1945.

4.

Secara teoritis konstitusi dibedakan menjadi:
Konstitusi politik adalah berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan

negara, hubungan rakyat dengan pemerintah, hubuyngan antar lembaga negara.
·

Konstitusi sosial adalah konstitusi yang mengandung cita – cita sosial bangsa,
rumusan filosofis negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik yang
ingin dikembangkan bangsa itu.

Berdasarkan sifat dari konstitusi yaitu: Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku
1) Ciri-ciri konstitusi fleksibel yaitu
a. Elastic
b. Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama.
2) Cirri-ciri konstitusi yang kaku
a. Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dan peraturan undangundang yang lain.
b. Hanya dapat diubah dengan cara yang khusus, istimewa dan persyaratan yang
berat.

11

Menurut Sri Sumantri konstitusi berisi 3 hal pokok yaitu
· Jaminan terhadap Ham dan warga negara.
· Susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental.
· Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan.
Menurut Miriam Budiarjo, konstitusi memuat tentang
· Organisasi negara.
· HAM.
· Prosedur penyelesaian masalah pelanggaran hukum.
· Cara perubahan konstitusi.
Menurut Koerniatmanto Soetopawiro, konstitusi berisi tentang
· Pernyataan ideologis.
· Pembagian kekuasaan negara.
· Jaminan HAM (Hak Asasi Manusia).
· Perubahan konstitusi.
· Larangan perubahan konstitusi.


Syarat terjadinya konstitusi yaitu:
1.

Agar suatu bentuk pemerintahan dapat dijalankan secara demokrasi

dengan memperhatikan kepentingan rakyat.



2.

Melindungi asas demokrasi.

3.

Menciptakan kedaulatan tertinggi yang berada ditangan rakyat.

4.

Untuk melaksanakan dasar negara.

5.

Menentukan suatu hukum yang bersifat adil.

Kedudukan konstitusi/UUD yaitu:
1.

Dengan adanya UUD baik penguasa dapat mengetahui aturan /

ketentuan pokok mendasar mengenai ketatanegaraan.



2.

Sebagai hukum dasar.

3.

Sebagai hukum yang tertinggi.

Perubahan konstitusi/UUD yaitu:

12

Secara revolusi, pemerintahan baru terbentuk sebagai hasil revolusi ini yang
kadang – kadang membuat sesuatu UUD yang kemudian mendapat persetujuan
rakyat. Secara evolusi, UUD/konstitusi berubah secara berangsur – angsur yang
dapat menimbulkan suatu UUD, secara otomatis UUD yang sama tidak berlaku
lagi.


Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi yaitu:

Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar,
cita – cita dan tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD suatu negara.
Dasar negara sebagai pedoaman penyelenggaraan negara secara tertulis termuat
dalam konstitusi suatu negara.


Keterkaitan konstitusi dengan UUD yaitu:

Konstitusi adalah hukum dasar tertulis dan tidak ter tulis sedangkan UUD adalah
hukum dasar tertulis. UUD memiliki sifat mengikat oleh karenanya makin elastik
sifatnya aturan itui makin baik, konstitusi menyangkut cara suatu pemerintahan
diselenggarakan.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa konstitusi memiliki dua
pengertian yaitu :
1.

Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang

tertulis atau undang-undang Dasar.
2.

Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis

atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis /
Konvensi.
Konvensi sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan bearnegara mempunyai sifat :


Merupakan kebiasaan yang berulangkali dalam prektek penyelenggaaraan

Negara.


Tidak beartentangan dengan hukum dasar tertulis/Undang-Undang Dasar

dan bearjalan sejajar.


Diterima oleh rakyat negara.

13



Bersifat melengkapi sehingga memungkinkan sebagai aturan dasar yang

tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar.
Konstitusi sebagai hukum dasar memuat aturan-aturan dasar atau pokokpokok penyelenggaraan bernegara, yang masih bersifat umum atau bersifat garis
besar dan perlu dijabarkan lebih lanjut kedalam norma hukum dibawahnya.
Apabila dikaitkan dengan teori jenjang norma hukum dari Hans Nawiaski,
maka dasar negara pancasila sebagai Staatfundamentalnorm/norma fundamental
negara, dan undang-undang dasar negara 1945 sebagai staatgrundgesetz atau
aturan dasar atau pokok negara.
Dahulu konstitusi digunakan sebagai penunjuk hukum penting biasanya
dikeluarkan oleh kaisar atau raja dan digunakan secara luas dalam hukum konon
untuk menandakan keputusan subsitusi tertentu terutama dari Paus.Konstitusi
pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturanaturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam
pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa
dokumen tertulis (formal). Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu
politik konstitusi harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara,
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi
Konstitusi bagi organisasi pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam
bentuk dan kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan
tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi.
Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang
berdirinya suatu negara. Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis
(Written Constitution) dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini
diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam
undang-undang dan “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar
adat kebiasaan. Dalam karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee
menyatakan hampir semua negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali
Inggris dan Kanada.

14

D. Sejarah Perkembangan Konstitusi Dinegara Indonesia
Konstitusi sebagai satu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal
yaitu sejak zaman yunani yang memiliki beberapa kumpulan hokum (semacam
kitab hokum pada 624 – 404 SM) sehingga, sebagai Negara hokum Indonesia
memiliki konstitusi yang dikenal sebagai UUD 1945 yang telah dirancang sejak
29 Mei 1945 sampai 16 Juli 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia (BPUPKU) yang mana tugas pokok badan ini sebenarnya
menyusun rancangan UUD. Namun dalam praktik persidangannya berjalan
berkepanjangan khususnya pada saat membahas masalah dasar Negara.diakhir
siding I BPUPKIberhasil membentuk panitia kecil yang disebut panitia sembilang,
panitia ini pada tanggal 22 juni 1945 berhasil mencapai kompromi untuk
menyetujui sebuah naskah mukhodimah UUD yang kemudian diterima dalam
siding II BPUPKI tanggal 11 Julu 1945. Setelah itu Ir. Soekarno membentuk
panitia kecil pada tanggal 16 juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas
menyusun rancangan UUD dan membentuk panitia persiapan kemerdekaan
Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang. Sehingga UUD atau konstitusi
Negara republic Indonesia diatukan ditetapkan oleh PPKI pada hari sabtu tanggal
18 Agustus 1945. Dengan demikian sejak itu Indonesia telah menjadi suatu
Negara modern karena telah memiliki suatu system ketatanegaraan yaitu dalam
UUD 1945.
Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa
kali pergantian baik nama maupun subtansi materi yang dikandungnya, yaitu :
1) UUD 1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember
1949.
2) Konstitusi republic Indonesia serikat yang lazim dikenal dengan sebutan
konstitusi RIS (17 Desember 1949 – 17 Agustus 1950).
3) UUD 1950 (17 Agustus 1950 – 05 Juli 1959).
4) UUD 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama
Indonesia dengan masa berlakunya sejak dekrit presiden 05 Juli 1959 – Sekarang.
2.4 Konstitusi Sebagai Piranti Kehidupan Negara Yang Demokrasi

15

Sebagaimana dijelaskan diawal, bahwa konstitusi berpesan sebagai
sebuah aturan dasar yang mengatur kehidupan dalam bernegara dan berbangsa
maka aepatutnya konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan bersama antara negra
dan warga Negara .
Kontitusi merupakan bagian dan terciptanya kehidupan yang demokratis
bagi seluruh warga Negara. Jika Negara yang memilih demokrasi, maka konstitusi
demokratis merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi
dinegara tersebut. Setiap konstitusi yang digolongkan sebagai konstitusi
demokratis haruslah memiliki prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri.

Amandemen UUD 1945
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi
yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu
konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya.
Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga
diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa
perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu
negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam
konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi
merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme
penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan
sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya
juga mengandung ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang
kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi
adalah benar-benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semenamena dan bersifat sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.

16

Sejak Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undangundang Dasar dalam delapan periode yaitu :

1.

Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949

2.

Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950

3.

Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959

4.

Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober

5.

Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000

6.

Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001

7.

Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002

8.

Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang

Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD
1945 terdiri dari :
1.

Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara

yaitu Pancasila;
2.

Batang Tubuh (isi) yang meliputi :

1.

16 Bab;

2.

37 Pasal

3.

4 aturan peralihan;

4.

2 Aturan Tambahan.
UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi

RIS) pada 27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan
oleh Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia hingga
saat ini. Hingga tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali
diamandemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

17

Perubahan UUD 1945 dilakukan pada :
1. Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999; Pada amandemen ini,
pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat (1), 7, 9 ayat
(1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2) dan (3), 20 ayat
(1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1). Beberapa perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undangundang dengan persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang
kepada DPR.
b. Pasal 7 berbunyi : Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama
masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali;
Diubah menjadi : Preseiden dan wakil presiden memegang jabatan
selama limatahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
c. Pasal 14 berbunyi : Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi
Diubah menjadi :
(1) Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung;
(2) Presiden

memberi

Amnesti

dan

Abolisi

dengan

memperhatikan

pertimbangan DPR.
d. Pasal 20 ayat 1 : Tiap-tiap Undang-udang menhendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.

2. Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;
Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal
yaitu: Pasal 18 ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat
(1) s/d (3), 20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3),
27 ayat (3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3),
28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat (1)
dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa perubahan yang penting adalah :

18

a. Pasal 20 berbunyi : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan.
b. Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan
Negara ditetapkan dengan Undang-undang Diubah menjadi : Penduduk ialah
warga NegaraIndonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
c. Pasal 28 memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
3. Perubahan III diadakan pada tanggal 9 November 2001;
Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal
yaitu: Pasal 1 ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1),
(2), (3) dan (5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3),
17 ayat (4), 22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d (3), 23F
ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1) s/d (5),
24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat (1) s/d (6). Beberapa perubahan yang penting
adalah :

a. Pasal 1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR
Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD
b. Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat
c. Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli;
Diubah

menjadi

: Calon

Presiden

dan

wakil

Presiden

harus

warga

negara Indonesiasejak kelahirannya
d. Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman ditambah:
1. Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung

3. Pasal 24C : mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang

19

terhadap UUD (dan menurut amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi
ditetapkan dengan ketentuan MPR bertugas mengkaji ulang keempat amandemen
UUD 1945 pada tahun 2003

4. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002 Pada amandemen
IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu: pasal-pasal : 2
ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31 ayat (1)
s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d
(5), Aturan Peralihan Pasal I s/d III, aturan Tambahan pasal I dan II. Beberapa
perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongangolongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang;
Diubah menjadi : MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui
Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
b. Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus. Diubah
menjadi :Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur
dalam Undang-undang
c. Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha
Esa. Pasal ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata
: dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
d. Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambatlambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya
dilakukan oleh Mahkamah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV
terhadap UUD 1945, maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik
Indonesia telah mengalami perubahan sebagai berikut :

a. Pasal 1 ayat (2): MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di
Indonesia, melainkan rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan

20

Lembaga tertinggi Negara lagi. MPR, DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab
kepada rakyat melalui Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden yang
melangar hukum tidak akan terpilih dalam pemilihan umum yang akan datang.

b. Pasal 2 ayat (1): MPR terdiri dari :
1. Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives : di Amerika Serikat)
2. Dewan Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)
MPR merupakan lembaga yang memiliki dua badan (Bicameral) seperti di
Amerika Serikat; Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh
rakyat, sedangkan DPD dipilih oleh rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing.
Dengan ditetapkannya DPR dan DPD sebagai anggota MPR, maka utusan
golongan termasuk TNI/POLRI dihapuskan dari MPR. Selain itu, MPR bukan lagi
pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan rakat
Indonesia yang memegang kedaulatan.

c. Pasal 5 ayat (1): Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi
berkedudukan sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (Lembaga
Eksekutif, Pemerintahan/Pelaksana Undang-undang)

d. Pasal 6 ayat (1) dan 6A: Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli,
tetapi calon Presiden dan Wakil Presiden harus warga Negara Indonesia sejak
kelahirannya. Presdien dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
(bukan secara tidak langsung oleh MPR, sedangkan DPR dipilih rakyat)

e. Pasal 7: Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama
paling lama 2 x 5 tahun : 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama
lebih dari 30 tahun, bahkan seumur hidup).
f. Pasal 14: Presiden memberi :
Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung

Kelemahan Hasil Amandemen UUD 1945

21

Setelah empat kali melakukan amandemen UUD 1945, yang sejatinya
dilakukan untuk menutupi kelemahan sebelumnya namun ternyata hasil dari
amandemen

tersebut

menyebabkan terjadi

menimbulkan
pengelompokan

beberapa
sikap

kelemahan

masyarakat.

lagi.
Satu

Hal

ini

kelompok

menghendaki UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnya
menginginkan diadakan lagi perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan
kelompok terakhir tetap pada UUD 1945 pasca-amendemen.
Ada beberapa

faktor

menyangkut

kelemahan

UUD

1945

pasca-

amendemen. Pertama, adanya kekaburan dan inkonsistensi teori dan materi
muatan UUD 1945. Kedua, kekacauan struktur dan sistematisasi pasal-pasal UUD
1945. Ketiga, ketidaklengkapan konstitusi dan pasal-pasal yang multiinterpretatif, yang menimbulkan instabilitas hukum dan politik.
Dalam hal ini, Komisi Konstitusi yang dibentuk berdasarkan Ketetapan
MPR No 1/2002 dan Keputusan MPR No 4/2003 dengan tugas melakukan
pengkajian secara komprehensif tentang perubahan UUD NKRI Tahun 1945 oleh
MPR, juga menyebutkan hal sama. Setelah bertugas selama tujuh bulan dan
menyerahkan hasil kerjanya, berupa Naskah Kajian Akademis Perubahan UUD
NKRI Tahun 1945 dan Naskah Perubahan UUD NKRI Tahun 1945 kepada Ketua
MPR Amien Rais pada 24 April 2003, Komisi Konstitusi menyatakan terdapat 31
butir kekurangan, kelemahan, dan ketidaksempurnaan UUD 1945 pascaamendemen.
Dimulai dengan tawar-menawar atau bargaining, kompetisi, dan
kompromi politik berdasarkan kepentingan politik fraksi-fraksi di MPR dalam
empat kali amandemen UUD 1945. Contohnya ketika MPR mulai membicarakan
lembaga DPD, tanggal 7 November 2001, sebanyak 190 anggota MPR
menyatakan tidak setuju terhadap lembaga DPD. Mereka lebih memilih untuk
tetap pada struktur ketatanegaraan UUD 1945 yang berdasarkan negara kesatuan
dengan sistem satu kamar atau uni-cameral.
Ketidaksetujuan itu disebabkan adanya kekhawatiran bahwa lembaga DPD
akan merubah struktur negara kesatuan menjadi negara federal dengan sistem dua
kamar atau bi-cameral. Padahal, banyak negara kesatuan atau unitary state di

22

dunia mempunyai sistem perwakilan dua kamar. Lalu, kompromi politik
menghasilkan rumusan Pasal 22D UUD 1945 di mana kewenangan dan kekuasaan
DPD, sebagai spatial representation, tidak seimbang dan bersifat asimetrik dengan
kewenangan DPR. Hal ini disebut sistem dua kamar yang lunak atau soft bicameral.z
Kewenangan dan kekuasaan DPD, sesuai dengan sistem checks and
balances seharusnya bersifat seimbang dan simetrik dengan DPR dalam sistem
perwakilan dua kamar yang seimbang atau balanced bi-cameral. Dengan
pertimbangan bahwa DPD, yang anggotanya dipilih melalui sistem distrik dengan
keanggotaan majemuk atau multi-member district, dapat menjalankan fungsi
integrasi sesuai Sila Ketiga Pancasila, yakni Persatuan Indonesia, dengan
memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah dalam koridor NKRI.
Selanjutnya, ketidaksempurnaan UUD 1945 pascaperubahan, berdasarkan
fenomena dominasi kekuasaan DPR atau legislative heavy. Salah satu bukti
adalah Pasal 13 ayat (3) UUD 1945, yakni Presiden menerima penempatan duta
negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Biasanya kewenangan
menerima duta negara lain adalah domain eksekutif atau Presiden, maka ketentuan
adanya pertimbangan DPR menunjukkan dominasi kekuasaan DPR yang telah
memasuki domain Presiden.
Kemudian

inkonsistensi

dan

kekaburan

teori

UUD

1945

yang

berhubungan dengan sistem pemerintahan presidensial. Hal ini dapat dilihat dari
Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 yang berisikan, “Dalam hal rancangan undangundang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam
waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui,
rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan”.
Pasal ini, bersifat inkonsisten dan kabur, sebab dalam sistem pemerintahan
presidensial segenap legislasi (pembuatan UU) merupakan wewenang badan
legislatif. Sehingga Presiden tidak mengambil keputusan terhadap hasil akhir
legislasi walaupun Presiden berhak mengajukan suatu RUU kepada DPR dan
DPD untuk sektor hubungan pusat dan daerah.

23

Oleh karena itu, Presiden berhak menolak RUU atau hak veto, dengan
ketentuan bahwa bobot keputusan parlemen yang menentukan validitas dari RUU
tersebut. Misalnya, dengan 2/3 dukungan suara di DPR atau 2/3 suara pada
masing-masing kamar untuk menghasilkan rancangan undang-undang yang tidak
boleh ditolak oleh Presiden. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa Pasal 20 ayat
(5) UUD 1945 adalah legislative heavy.
Selanjutnya, masalah penyebutan dengan perubahan atau amandemen
UUD 1945 yang berarti mengubah pasal-pasal tertentu tanpa mengubah teks asli,
tetapi memberi tambahan terhadap pasal-pasal yang sudah ada. Seperti diketahui,
setelah dilakukan perubahan oleh MPR, dari 37 Pasal UUD 1945, ditambah empat
pasal Aturan Peralihan dan dua ayat Aturan Tambahan serta Penjelasan Umum
dan Penjelasan Pasal demi Pasal UUD 1945 yang diputuskan oleh Sidang Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, hanya 6 pasal
(sekitar 16,21%) yang belum diubah.
Pasal-pasal tersebut adalah, 1) Pasal 4 tentang Presiden memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar; 2) Pasal 10 tentang
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara; 3) Pasal 12 tentang kewenangan Presiden menyatakan
keadaan bahaya; 4) Pasal 22 tentang kewenangan Presiden mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang; 5) Pasal 25 tentang syaratsyarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim; dan 6) Pasal 29
tentang agama.
Sedangkan pasal-pasal yang diubah berjumlah 31 Pasal (83,79%)
ditambah dengan pasal-pasal baru dengan sistem penomoran pasal lama ditambah
huruf A, B, C, D, dan seterusnya beserta ayat-ayat yang baru dalam pasal-pasal
lama. Dengan pasal-pasal baru yang berjumlah 36 pasal atau 97,30% dari UUD
1945 asli, patut dipersoalkan bahwa MPR telah mengganti konstitusi lama dengan
yang baru, dan bukan amandemen UUD 1945.
Kemudian, masalah inkonsistensi yang menyangkut bagian mana dari
UUD 1945 pasca-amandemen yang tidak dapat diubah atau dapat diubah dengan
persyaratan tertentu. Dalam UUD 1945 pasca-amandemen yang tidak dapat

24

diubah adalah hanya bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berarti
bahwa terhadap landasan dasar filosofis kehidupan bangsa dan negara yakni
Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila, secara teoritis, terbuka penafsiran untuk
dapat diubah sekalipun diperlukan persyaratan sesuai Pasal 37 ayat (1) UUD
1945, karena Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 tidak mencantumkannya. Sedangkan,
Pembukaan UUD 1945 yang berisikan Pancasila, adalah perjanjian luhur bangsa
atau pacta sunt seranda.
Kelemahan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan yang bersifat mendasar
dari UUD 1945 pasca-amandemen itulah yang menyebabkan UUD 1945 tidak
bisa berlaku sebagai konstitusi yang hidup, yang berlaku puluhan tahun ke depan.
Oleh karena itu dibutuhkan sebuah solusi untuk mencegah kelemahan-kelemahan
ini kembali bermunculan di masa yang akan datang, karena tidak menutup
kemungkinan amandemen UUD 1945 kembali akan dilakukan. Salah satu solusi
yang bisa dilakukan adalah dengan membentuk Komisi Konstitusi dalam
membuat draft konstitusi sebelum dibahas dalam rapat paripurna MPR.

Pembentukan Komisi Konstitusi Sebagai Upaya Penguatan UUD 1945
Selama ini MPR dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD
1945sebelumnya tidak membuat dan memiliki content draft konstitusi secara utuh
sebagai langkah awal yang menjadi dasar perubahan (preliminary) yang dapat
ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan. Content draft yang
didasari paradigma yang jelas yang menjadi kerangka (overview) tentang
eksposisi ide-ide kenegaraan yang luas dan mendalam mengenai hubungan
Negara dengan warga negara, negara dan agama, negara dengan Negara hukum,
negara dalam pluralitasnya, serta negara dengan sejarahnya. Juga eksposisi yang
mendalam tentang esensi demokrasi, apa syaratnya dan prinsip-prinsipnya
serta check and balancesnya bagaimana dilakukan secara mendalam.
MPR lebih menekankan perubahan itu dilakukan secara adendum, dengan
memakai kerangka yang sudah ada dalam UUD 1945. Cara semacam ini membuat
perubahan itu menjadi parsial, sepotong-sepotong dan tambal sulam saja sifatnya.
MPR tidak berani keluar dari kerangka dan sistem nilai UUD 1945 yang

25

relevansinya sudah tidak layak lagi dipertahankan. Proses Amandemen secara
parsial seperti diatas tidak dapat memberikan kejelasan terhadap konstruksi nilai
dan bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk. Sehingga terlihat adanya
paradoks dan inkonsistensi terhadap hasil-hasilnya yang telah diputuskan. Hal ini
bisa dilihat dari pasal-pasal yang secara redaksional maupun sistematikanya yang
tidak konsisten satu sama lain. Seperti misalnya, penetapan prinsip sistem
Presidensial namun dalam elaborasi pasal-pasalnya menunjukkan sistem
Parlementer yang memperkuat posisi dan kewenangan MPR/DPR.
Selain itu MPR yang dikarenakan keanggotaannya terdiri dari fraksifraksi politik menyebabkan dalam setiap pembahasan dan keputusanamat kental
diwarnai oleh kepentingan politik masing-masing.Fraksi-fraksi politik yang ada
lebih mengedepankan kepentingandan selera politiknya dibandingkan kepentingan
bangsa yang lebihluas. Hal ini dapat dilihat dari pengambilan keputusan
finalmengenai Amandemen UUD 1945 dilakukan oleh sekelompok kecil elit
fraksi dalam rapat Tim Lobby dan Tim Perumus tanpaadanya risalah rapat.
Mengapa hal itu terjadi? Penulis berpendapat, di samping kepentingan
politik fraksi-fraksi di MPR ditambah beberapa faktor seperti minimnya
pengalaman para anggota MPR, juga akibat tidak adanya kerangka acuan dan/atau
naskah akademik yang dipersiapkan dengan matang oleh suatu Tim Pembuat
Draft Amandemen yang terdiri dari para ahli konstitusi dan ahli-ahli lainnya serta
wakil-wakil dari daerah.

K.C. Wheare, seorang ahli hukum konstitusi Inggris, menjelaskan tentang
arti penting konstitusi berderajat tertinggi atau supreme constitution. Pada intinya,
kedudukan konstitusi dilihat dari aspek hukum mempunyai derajat tertinggi atau
supremasi. Dasar pertimbangan supremasi konstitusi terdapat beberapa hal, yakni:
1) konstitusi dibuat oleh Badan Pembuat Undang-Undang Dasar; 2) konstitusi
dibentuk atas nama rakyat, berasal dari rakyat, kekuatan berlakunya dijamin oleh
rakyat, dan ia harus dilaksanakan langsung kepada masyarakat untuk kepentingan
mereka; dan 3) konstitusi ditetapkan oleh lembaga atau badan yang diakui
keabsahannya.

26

Mencermati diktum pertama dasar pertimbangan supremasi konstitusi di
atas, bahwa untuk melakukan perubahan UUD 1945 merupakan sesuatu yang
bersifat spesifik. Untuk membuatnya haruslah ditangani oleh orang-orang yang
mempunyai kemampuan dan kompetensi untuk itu, dilakukan seleksi yang ketat
oleh MPR secara terbuka, transparan, dan diketahui oleh publik. Jadi perubahan
UUD 1945 tidak ditangani oleh MPR, karena keterlibatan unsur partisan akan
menjadikan setiap proses pembicaraan sebagai wahana untuk mendesakkan
kepentingan masing-masing. Mereka lupa untuk memikirkan kepentingan rakyat,
dan tak jarang pula menimbulkan berbagai konflik. Sebagai solusi terhadap
perubahan

konstitusi

haruslah

deserahkan

kepada

Komisi

Konstitusi

atau Constitutional Commission yang independen, sehingga kata “dibuat” dalam
diktum pertama akan terpenuhi.
Sejalan dengan adanya Komisi Konstitusi, Haysom mengemukakan
adanya empat proses pembuatan konstitusi yang demokratis, yaitu: 1) by a
democratically constituted assembly; 2) by a democratically elected parliament;
3) by a popular referendum; dan 4) by a popularly supported constitutional
commission.

Dengan cara keempat, sebagai salah satu proses pembuatan konstitusi di
atas, merupakan konstitusi yang kokoh bagi suatu negara konstitusional
(constitutional

state)

yang

mampu

menjamin

suatu

demokrasi

yang

berkelanjutan (a sustainable democracy), juga harus merupakan konstitusi yang
legitimate, dalam arti proses pembuatannya harus secara demokratis, diterima dan
didukung sepenuhnya oleh seluruh komponen masyarakat dari berbagai aliran dan
faham, aspirasi, dan kepentingan.
Untuk dapat menjalankan tugasnya dengan efektif, Komisi Konstitusi
harus memiliki tugas dan wewenang, yaitu: a) melakukan penyelidikan dalam
rangka penyusunan naskah konstitusi; b) melakukan upaya-upaya untuk
memperoleh masukan dari publik dan lembaga-lembaga negara; c) menyusun
masukan di masyarakat menjadi naskah rancangan konstitusi secara komprehensif

27

untuk disahkan; dan d) melakukan sosialisasi naskah rancangan konstitusi kepada
publik.
Dimasukkannya tugas dan wewenang Komisi Konstitusi untuk melakukan
penyelidikan dalam rangka penyusunan konstitusi dan untuk merumuskan naskah
konstitusi, merupakan tujuan utama dari pembentukan komisi ini. Tugas dan
wewenang untuk melakukan upaya guna menerima masukan dan sosialisasi
naskah pada publik, dimaksudkan untuk melibatkan secara aktif peran-serta
masyarakat dalam penyusunan konstitusi.
Sementara itu, keanggotaan Komisi Konstitusi harus terdiri atas: 1) pakar
dari berbagai disiplin ilmu; 2) perwakilan dari tiap daerah di Indonesia. Secara
keseluruhan, anggota Komisi Konstitusi haruslah non-partisan, dengan komposisi
yang mencerminkan kesetaraan jender, keadilan agama dan etnis, serta
mengakomodasi unsur dan kepentingan daerah.
Keanggotaan Komisi Konstitusi di atas, diyakini dapat menjembatani
secara optimal mayoritas kepentingan-kepentingan rakyat Indonesia terhadap
materi muatan konstitusi yang akan dibuat, sekaligus meminimalisasi materi
muatan konstitusi yang berorientasi jangka pendek dan sarat kepentingan
sekelompok

orang

atau

golongan.

Komisi Konstitusi harus mendapatkan legitimasi yang kuat, baik secara
konstitusional maupun oleh rakyat, demikian pula hasilnya. Seleksi Ketua dan
Angota Komisi Konstitusi – diangkat oleh MPR dalam Sidang Tahunan – melalui
proses yang transparan, partisipatif, dan akuntabel. Waktu pelaksanaan seleksi
harus

memadahi,

tidak

terlalu

singkat,

untuk

mengoptimalkan

partisipasimasyarakat. Komisi Konstitusi ini diangkat oleh MPR dengan
pertimbangan, bahwa MPR merupakan lembaga yang berwenang untuk mengubah
dan menetapkan Undang-Undang Dasar, berdasarkan atas ketentuan Pasal 3 ayat
(1) UUD 1945 setelah perubahan.

28

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
Konstitusi adalah hukum dasar tertulis ataupun hukum dasar tak tertulis.
Konstitusi yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-undang 1945 yang
dibentuk sejak Indonesia sukses memproklamasikan kemerdekaannya. Karena
Indonesia ingin berdiri sendiri sebagai suatu negara yang mengurus rumah
tangganya

sendiri

tanpa

campur

tangan

negara

lain.

Dengan terjadinya perkembangan sistem kenegaraan, maka baik
perubahan, pertambahan, maupun pengurangan, atau yang biasa disebut
amandemenpun dilakukan terhadap isi UUD 1945. Hingga akhirnya menjadi
Undang-undang Dasar 1945 Hasil Amandemen.1.

Setelah empat kali

melakukan amandemen UUD 1945, yang sejatinya dilakukan untuk menutupi
kelemahan sebelumnya namun ternyata hasil dari amandemen tersebut
menimbulkan

beberapa

kelemahan

lagi.

Hal

ini

menyebabkan terjadi

pengelompokan sikap masyarakat. Satu kelompok menghendaki UUD 1945
dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnya menginginkan diadakan lagi
perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan kelompok terakhir tetap pada
UUD 1945 pasca-amendemen.
Ada beberapa

faktor

menyangkut

kelemahan

UUD

1945

pasca-

amendemen. Pertama, adanya kekaburan dan inkonsistensi teori dan materi
muatan UUD 1945. Kedua, kekacauan struktur dan sistematisasi pasal-pasal UUD
1945. Ketiga, ketidaklengkapan konstitusi dan pasal-pasal yang multiinterpretatif, yang menimbulkan instabilitas hukum dan politik.
Sebagai solusi terhadap perubahan konstitusi haruslah deserahkan kepada
Komisi Konstitusi atauConstitutional Commission yang independen, sehingga
kata “dibuat” dalam diktum “konstitusi dibuat oleh Badan Pembuat UndangUndang Dasar” akan terpenuhi.

29

B. Saran
Setelah menyimpulkan hasil pembahasan dari makalah ini berdasarkan
teori-teori yang ada, maka Kami mencoba untuk memberikan masukan atau saran
sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah, kami menyarankan agar berhati-hati dalam melakukan
perubahan ataupun melaksanakan Undang-Undang agar tetap terjalin keselarasan
antara Dasar Negara dan Konstitusi.
2 Bagi pembaca, kami menyarankan agar dapat mengambil hal-hal positif dari
makalah ini untuk pembelajaran dan lebih banyak membaca buku yang berkaitan
dengan Dasar Negara dan Konstitusi agar lebih memahami makna dari kedua hal
tersebut.
Demikianlah makalah yang berjudul „Konstitusi dan UUD 1945‟ ini kami
tulis dengan harapan dapat menjadi manfaat bagi setiap pembaca khususnya
penulis. Bila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini saya memohon maaf,
karena tidak ada manusia yang sempurna dalam mengerjakan apapun.

30

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

http://pandidikan.blogspot.com/2011/04/sejarah-konstitusi-dan-amandemenuud.html

http://news.detik.com/read/2006/07/12/200512/634568/10/uud-hasil-amandemenbanyak-kelemahan?nd992203605

http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Permusyawaratan_Rakyat

http://jakarta45.wordpress.com/2009/08/25/politik-amandemen-kelima-uud1945/

http://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Konstitusi_Indonesia

http://www.scribd.com/doc/23377266/makalah-pancasila

31