BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI - 3BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI
2.1. Umum
Infrastruktur air perkotaan meliputi tiga sistem yaitu sistem air bersih (urban water supply), sistem sanitasi (waste water) dan sistem drainase air hujan (strom Water system). Ketiga sistem tersebut saling terkait, sehingga idealnya dikelola secara integrasi. Hal ini sangat penting untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya dan fasilitas, menghindari ketumpang-tindihan tugas dan tanggung jawab, serta keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya air.
Sistem air bersih meliputi pengadaan (acquisition), pengolahan (treatment), dan pengiriman/pendistribusian (delivery) air bersih ke pelanggan baik domestik, komersil, industri, maupun sosial. Sistem sanitasi dimulai dari titik keluarnya sistem air bersih. Sistem pengumpul mengambil air buangan domestik, komersil, industri dan kebutuhan umum. Ada dua istilah yang banyak dipakai untuk mendiskripsikan sistem air buangan (wastewater system) yaitu, “wastewater” dan “sewage”. Air buangan digunakan untuk menunjukkan perpipaan, stasiun pompa, dan fasilitas yang menangani air buangan (wastewater). Sedangkan “sanitary
sewage” merupakan peristilahan umum yang biasanya untuk permukiman.
2.2. Pengertian Drainase
Drainase yang berasal dari bahasa Inggris yaitu drainage mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secaraumum,drainase dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untukmengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan,maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau lahan,sehinggafungsi kawasan atau lahan tidak terganggu (Suripin, 2004).
Selain itu, drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah. Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu hujan, air yang mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang agar tidak menimbulkan genangan yang dapat mengganggu aktivitas dan bahkan dapat menimbulkan kerugian (R. J. Kodoatie, 2005).
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Berikut beberapa pengertian drainase. Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. (Suhardjono 1948:1). Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permkaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir. Sehingga dapat disimpulkan drainase adalah suatu system untuk menangani kelebihan air. Kelebihan air yang perlu ditangani atau dibuang meliputi:
- Air atau aliran/limpasasn diatas permukaan tanah(surface flowatau surface run
off)
- Aliran bawah tanah(subsurface flow atau subflow)
Pada dasarnya drainase tidak diperlukan bila kelebihan air yang tidak menimbulkan permasalahan bagi masyarakat. Drainase diperlukan bila air kelebihan menggenang pada daerah-daerah yang mempunyai nilai ekonomis seperti daerah perkotaan, pertanian, industri, dan pariwisata.
2.3. Fungsi Drainase
Adapun fungsi drainase menurut R. J. Kodoatie adalah:
Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat dari permukiman) dari - genangan air, erosi, dan banjir.
Karena aliran lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil resiko - kesehatan lingkungan bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya.
Kegunaan tanah permukiman padat akan menjadi lebih baik karena - terhindar dari kelembaban.
Dengan sistem yang baik tata guna lahan dapat dioptimalkan dan juga - memperkecil kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan lainnya.
2.4. Sistem Drainase
Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal (Suripin, 2004). Dilihat dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air, bangunan terjun, kolam tando dan stasiun pompa. Pada sistem yang lengkap, sebelum masuk ke badan air penerima, air diolah dahulu di instalasi pengolah air limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah memenuhi baku mutu tertentu yang dimasukan ke badan air penerima, sehingga tidak merusak lingkungan.
Menurut R. J. Kodoatie sistem jaringan drainase di dalam wilayah kota dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu:
- Sistem drainase mayor adalah sistem saluran yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer.
- Sitem drainase minor adalah sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan dimana sebagian besar di dalam wilayah kota, contohnya seperti saluran atau selokan air hujan di sekitar bangunan. Dari segi kontruksinya sistem ini dapat dibedakan menjadi sistem saluran tertutup dan sistem saluran terbuka.
Konsep dasar pengembangan sistem drainase yang berkelanjutan adalah meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi lingkungan (Suripin, 2004). Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat struktural maupun non struktural, untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep Sistem Drainase yang Berkelanjutan prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan.
2.5. Jenis – Jenis Drainase
Drainase secara umum dibagi menjdai dua bagian yaitu drainase permukaan tanah ( Surface drainage ) dan drainase bawah permukaan tanah ( Sub surface drainage ). Dalam perencanaan keduanya memilki konsep dasar yang berbeda, namun dalam perencanaan system drainase tentu perlu direncanakan baik drainase permukaan maupun drainase bawah permukaan.
1. Drainase Permukan:
a. Drainase Perkotaan Semua kota-kota besar mempunyai system drainase untuk pembuangan airhujan. Aliran permukaan dialirkan melalui saluran tersier, sekunder, kemudian berkumpul di saluran primer (utama) untuk kemudian dibuang ke dalam sungai, danau, laut. Pembuangan sedapat mungkin dilakukan dengan cara gravitasi, apabila tak mungkin maka digunakan system pompa dengan bangunan pendukung. Saluran dapat berupa saluran tertutup ataupun saluran terbuka yang sesuai dengan kebutuhan dan system pemeliharaan yangada. Dilihat dari cara pemeliharaan saluran terbuka lebih mudah dibandingkan yang tertutup.
b. Drainase Lahan Drainase lahan bertujuan membuang kelebihan air permukaan dari suatu daerah atau menurunkan taraf muka air tanah sampai dibawah daerah akar, untuk memperbaiki tumbuhnya tanaman atau menurunkan akumulasi garam- garam tanah, kondisi ini difungsikan untuk pertanian dan perkebunan.
c. Drainase Jalan Drainase jalan raya dibedakan untuk perkotaan dan luar kota. Umumnya di perkotaan dan luar perkotaan drainase jalan raya selalu mempergunakan drainase muka tanah (Surface drainage). Di perkotaan saluran muka tanah selalu ditutup sebagai bahu jalan atau trotoar. Walaupun juga sebagaiman diluar perkotaan, ada juga saluran drainase muka tanah tidak tertutup (terbuka lebar), dengan sisi atas saluran rata dengan muka jalan sehingga air dapat masuk dengan bebas. Drainase jalan raya pi perkotaan elevasi sisi atas selalu lebih tinggi dari sisi atas muka jalan .Air masuk ke saluran melalui inflet. Inflet yang ada dapat berupa inflet tegak ataupun inflet horizontal. Untuk jalan raya yang lurus, kemungkinan letak saluran pada sisi kiri dan sisi kanan jalan. Jika jalan ke arah lebar miring ke arah tepi, maka saluran akan terdapat pada sisi tepi jalan atau pada bahu jalan, sedangkan jika kemiringan arah lebar jalan kea rah median jalan maka saluran akan terdapat pada median jalan tersebut. Jika jalan tidak lurus ,menikung, maka kemiringan jalan satu arah , tidak dua arah seperti jalan yang lurus. Kemiringan satu arah pada jalan menikung ini menyebabkan saluran hanya pada satu sisi jalan yaitu sisi yang rendah. Untuk menyalurkan air pada saluran ini pada jarak tertentu,direncanakan adanya pipa nol yang diposisikan dibawah badan jalan untuk mengalirkan air dari saluran.
2. Drainase Bawah Permukaan
a. Drainase Lapangan Bola
b. Drainase Lapangan Terbang / Bandar Udara
2.6. Definisi Sungai
Secara umum sungai berarti aliran air yang besar. Secara ilmiah sungai adalah perpaduan alur sungai dan aliran air.
Sungai merupakan suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan. Aliran air marupakan bagian yang senantiasa tersentuh oleh air. Daerah aliran sungai merupakan lahan total dan permukaan air yang dibatasi oleh suatu batas-air topografi dan yang dengan salah satu cara memberikan sumbangan terhadap debit suatu sungai pada suatu irisan melintang (Sehyan, 1990:6).
Sebuah sungai dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang berbeda sifat-sifatnya (Mulyono, H. R, 2007:3)
a. Hulu sungai berarus deras dan turbulent atau torrential river yang dapat berupa sungai jeram atau rapids river atau sungai jalin atau braided river.
b. Sungai alluvial.
c. Sungai pasang surut atau tidal river.
d. Muara sungai atau estuary. e. Mulut sungai atau tidal inlet yaitu bagian laut yang langsung berhubungan dengan muara dimana terjadi interaksi antara gelombang laut dan aliran air yang ke luar masuk melewati muara.
f. Delta sungai yang berupa dataran yang terbentuk oleh sedimentasi di dalam muara dan mulut sungai delta ini perlu ditinjau karena berpengaruh terhadap sifat- sifat sungai dimana delta ini terbentuk di dalam muaranya.
2.7. Peranan Sungai
Sungai sebagai aset negara yang bernilai dan perlu dipelihara. Sungai mempumyai peranan dalam kehidupan manusia di seluruh dunia, sehingga pada saat ini sungai masih mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Peranan sungai selain sebagai pembangkit listrik tenaga air, sungai juga berperan sebagai sumber air untuk sarana irigasi, penyedia air minum, dan masih banyak lagi yang lainnya. Ada dua fungsi utama yang diberikan alam kepada sungai yang ke-duanya berlangsung secara bersamaan dan saling mempengaruhi (Mulyono, H. R, 2007:6).
a. Mengalirkan air. Air hujan yang jatuh pada sebuah daerah aliran sungai (DAS) akan terbagi menjadi akumulasi-akumulasi yang tertahan sementara di situ sebagai air tanah dan air permukaan, serta runoff yang akan memasuki alur sebagai debit sungai dan terus dialirkan ke laut. b. Mengangkut sediment hasil erosi pada DAS dan alurnya.
2.8. Permasalahan Drainase
Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia. Khususnya pada musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana banjir. Banjir merupakan proses meluapnya air sungai ke daratan sehingga dapat menimbulkan kerugian harta benda penduduk serta dapat menimbulkan korban jiwa. Banjir dapat merusak bangunan, sarana dan prasarana, lingkungan hidup serta merusak tata kehidupan masyarakat, maka sudah semestinya dari berbagai pihak perlu memperhatikan hal-hal yang dapat mengakibatkan banjir dan sedini mungkin diantisipasi, untuk memperkecil kerugian yang ditimbulkan (Kodoatie, J. Robert dan Sugiyanto, 2002:73).
Banjir dan bencana akibat banjir dapat terjadi karena faktor alamiah maupun pengaruh perlakuan masyarakat terhadap alam dan lingkungannya.
Pada diagram mekanisme terjadinya banjir dan bencana, terlihat bahwa faktor alamiah yang utama adalah curah hujan. Faktor alami lainnya adalah erosi dan sedimentasi kapasitas sungai, kapasitas drainasi yang tidak memadai, pangaruh air pasang, perubahan kondisi DPS, dll. Sedangkan faktor non- alamiah penyebab bnjir adalah adanya pembangunan kompleks perumahan atau pembukaan suatu kawasan untuk lahan usaha yang bertujuan baik sekalipun, tanpa didasari dengan pengaturan yang benar akan menimbulkan aliran permukaan yang besar atau erosi yang menyebabkan pendangkalan aliran sungai. Akibatnya, debit pengaliran sungai yang terjadi akan lebih besar dari pada kapasitas pengaliran air sungai sehingga terjadilah banjir.
Usaha pengendalian dan penanggulangan banjir pada suatu pihak dan perlakuan masyarakat terhadap lingkungannya di pihak lain akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap fenomenan hujan-banjir- bencana. Pengaruh kedua hal tersebut dapat saling menunjang perbaikan keadaan, saling meniadakan atau memperburuk keadaan. Bergantung pada tingkat kerawanan dan kewaspadaan masyarakat di daerah potensial bencana, banjir dapat menimbulkan bencana. Misalnya, pemukiman daerah retensi banjir atau daerah bantaran sungai, suatu saat pasti akan terlanda banjir. Bila menjelang banjir penghuni daerah tersebut mengungsikan diri dan harta bendanya akan berkurang. Keberhasilan usaha penanggulangan banjir dan bencana akibat banjir dapat diperoleh tanpa peran serta dari masyarakat. Di samping itu suksesnya program pengendalian banjir juga tergantung dari aspek lainnya yang menyangkut sosial, ekonomi, lingkungan, institusi, kelembagaan dan lainnya.
Sistem drainase konvensional adalah sistem drainase dimana air hujan dibuang atau dialirkan ke sungai dan diteruskan sampai ke laut. Berbeda dengan sistem drainase berkelanjutan, sistem ini bertujuan hanya membuang atau mengalirkan air hujan agar tidak menggenang, sehingga tidak diperlukan fasilitas resapan air hujan seperti sumur resapan, kolam, dan fasilitas lainnya. Banjir adalah suatu kondisi fenomena bencana alam yang memiliki hubungan dengan jumlah kerusakan dari sisi kehidupan dan material. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya banjir. Secara umum penyebab terjadinya banjir di berbagai belahan dunia (Suripin, 2004) adalah :
1. Pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan nasional, akibat urbanisasi baik migrasi musiman maupun permanen.
Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi tidak teratur.
2. Keadaan iklim; seperti masa turun hujan yang terlalu lama, dan mengakibatkan banjir sungai. Banjir di daerah muara pantai umumnya disebabkan karena kombinasi dari kenaikan pasang surut, tinggi muka air laut dan besarnya ombak yang di asosiasikan dengan terjadinya gelombang badai yang hebat.
3. Perubahan tata guna lahan dan kenaikan populasi; perubahan tata guna lahan dari pedesaan menjadi perkotaan sangat berpotensi menyebabkan banjir.
Banyak lokasi yang menjadi subjek dari banjir terutama daerah muara. Perencanaan penaggulangan banjir merupkan usaha untuk menanggulangi banjir pada lokasi-lokasi industri, komersial dan pemukiman. Proses urbanisasi, kepadatan bangunan, kepadatan populasi memiliki efek pada kemampuan kapasitas drainase suatu daerah dan kemampuan tanah menyerap air, dan akhirnya menyebabkan naiknya volume limpasan permukaan. Meskipun luas area perkotaan lebih kecil dari 3 % dari permukaan bumi, tapi sebaliknya efek dari urbanisasi pada proses terjadinya banjir sangat besar.
4. Land subsidence; adalah proses penurunan level tanah dari elevasi sebelumnya. Ketika gelombang pasang datang dari laut melebihi aliran permukaan sungai, area land subsidence akan tergenangi. Drainase sering diabaikan oleh ahli hidraulik dan seringkali direncanakan seolah- olah bukan pekerjaan penting, atau paling tidak dianggap kecil dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan pengendalian banjir. Padahal pekerjaan drainase merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks, bisa jadi memerlukan biaya, tenaga dan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan pengendalian banjir. Secara fungsional, sulit memisahkan secara jelas sistem drainase dan pengendalian banjir. Namun, secara praktis kita dapat mengatakan bahwa drainase menangani kelebihan air sebelum masuk ke alur-alur besar atau sungai.
Drainase yang kurang baik akan mengakibatkan berbagai macam masalah yang bisa merugikan manusia itu sendiri. Salah satunya adalah masalah banjir.
Adapun penanggulangan umum banjir dapat dikategorikan menjadi pendekatan struktur dan non struktur:
1. Pendekatan struktur. Penanggulangan banjir dengan melakukan pembangunan fisik seperti memenuhi syarat sungai yang ideal seperti adanya sudetan, pembuatan penampungan air, kemampuan pengaliran air ke sungai lainnya dan dengan kombinasi di antaranya.
Pendekatan ini membutuhkan waktu untuk perencanaan dan pelaksanaan serta biaya yang besar, namun dapat menghilangkan banjir atau genangan yang terjadi pada suatu daerah.
2. Pendekatan non struktural. Penanggulangan banjir dengan membuat sistem ramalan dan pemugaran secara dini. Pengembangan ini membutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak.
Perangkat keras yang diperlukan ini meliputi komputer, sensor hujan dan muka air, telpon atau satelit, master stasiun dan lain lain. Sedangkan perangkat lunak seperti meter hidrologi, model hidrolik dan model operasi bangunan air yang ada. Pendekatan ini relatif murah, namun sistem penanggulangannya bukan menghubungkan dengan banjir yang ada, namun memberikan peringatan dini terhadap banjir sehingga dapat mengurangi kerugian yang besar. Dan juga diperlukan partisipasi masyarakat untuk mencegah terjadinya banjir.
2.9. Dasar-dasar dan Kriteria Perencanaan Drainase
Tujuan perencanaan ini adalah untuk mengalirkan genangan air sesaat yang terjadi pada musim hujan serta dapat mengalirkan air kotor hasil buangan dari rumah tangga. Kelebihan air atau genangan air sesaat terjadi karena keseimbangaan air pada daerah terentu terganggu. Disebabkan oleh air yang masuk dalam daerah tertentu lebih besar dari air keluar. Pada daerah perkotaan, kelebihan air terjadi oleh air hujan. Kapasistas infiltrasi pada daerah perkotaan sangat kecil sehingga terjadi limpasan air sesaat setelah hujan turun. Dalam perancangan saluran drainase akan digunakan dasar-dasar perancangan saluran tahan erosi yaitu saluran yang mampu menahan erosi dengan memuaskan dengan cara mengatur kecepatan maupun menggunakan dinding dan dasar diberi lapisan yang berguna menahan erosi maupun mengontrol kehilangan rembesan.
Kriteria dalam perencanaan dan perancangan drainase perkotaan yang umum (Suripin, 2004) yaitu : 1. perencanaan drainase haruslah sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya berdaya guna dan berhasil guna.
2. Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase haruslah mempertimbangkan faktor ekonomis dan faktor keamanan.
Konsep dasar pengembangan sistem drainase yang berkelanjutan adalah meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi lingkungan (Suripin, 2004). Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat struktural maupun non struktural, untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep Sistem Drainase yang Berkelanjutan prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan.
Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi kemudahan dan nilai ekonomis dari pemeliharaan sistem drainase
2.9.1. Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (Suripin, 2004). Fenomena hidrologi sebagai mana telah dijelaskan di bagian sebelumnya adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi. Fenomena hidrologi seperti besarnya curah hujan, temperature, penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air, akan selalu berubah menurut waktu. Untuk suatu tujuan tertentu data-data hidrologi dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan dengan menggunkan prosedur tertentu.
1. Analisis Hujan Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisis hidrologi pada perancangan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase.
Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan sangat luas tidak bisa diwakili satu titik pos pengukuran. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa pos pengukuran hujan yang ada disekitar kawasan tersebut. Ada 3 macam cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan rata-rata kawasan : (1) rata-rata aljabar, (2) poligon thiessen dan (3) isohyet.
2. Curah Hujan Maksimum Harian rata-rata
Curah hujan diperlukan untuk menentukan besarnya intensitas yang digunakan sebagai prediksi timbulnya aliran permukaan wilayah. Curah hujan yang digunakan dalam analisis adalah curah hujan harian maksimum rata-rata dalam satu tahun yang telah dihitung. Perhitungan data hujan maksimum harian rata-rata harus dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan.
3.Analisis Frekuensi dan Probabilitas
Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir dan kekeringan. Besarnya peristiwa berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang luar biasa ekstrim kejadiannya sangat langka. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent) dan terdistribusi secara acak serta bersifat stokastik. Analisis frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari pos pengukuran hujan, baik manual maupun otomatis. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang.
Dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu. Ada dua macam seri data yang dipergunakan dalam analisis frekuensi, yaitu :
a. Data maksimum tahunan Data tiap tahun diambil hanya satu besaran maksimum yang dianggap berpengaruh pada analisis selanjutnya. Seri data seperti ini dikenal dengan seri data maksimum (maximum anual series). Jumlah data dalam seri akan sama dengan panjang data yang tersedia. Dalam cara ini, besaran data maksimum kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih besar dari besaran data maksimum dalam tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya dalam analisis. b . S e r i p a r s i a l
Data dalam seri dapat ditetapkan suatu besaran tertentu sebagai batas bawah, selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil dan dijadikan bagian seri data untuk kemudian dianalisis seperti biasa. Pengambilan batas bawah dapat dilakukan dengan sistem peringkat, di mana semua besaran data yang cukup besar diambil, kemudian diurutkan dari besar ke kecil. Data yang diambil untuk analisis selanjutnya adalah sesuai dengan panjang data dan diambil dari besaran data yang paling besar. Dalam hal ini dimungkinkan dalam satu tahun data yang diambil lebih dari satu data, sementara tahun yang lain tidak ada data yang di ambil.
Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang terjadi. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :
a. Distribusi Normal,
b. Distribusi Log Normal,
c. Distribusi Log-Person III, dan d. Distribusi Gumbel.
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koofisien variasi, dan koofisien skewness (kecondongan atau kemencengan).
4. Uji Kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of
fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi
peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah chi-kuadrat
5.Analisis Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF=IntensityDuration-Frequency
Curve).Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 10
menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung
IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis. Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat dengan salah satu dari persamaan berikut :
a. Rumus Talbot Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan- tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur. a
I = ............................................... ( 1 ) t + b Di mana I = intensitas hujan (mm/jam) t = lamanya hujan (jam) a & b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi
b. Rumus Sherman Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam. a
.................................................... ( 2 )
I = n t
Di mana I = intensitas hujan (mm/jam) t = lamanya hujan (jam) n = konstanta
c. Rumus Ishiguro a I = .............................................. ( 3 )
√ t+b Di mana
I = itensitas hujan (mm/jam) T = lamanya hujan (mm) a & b = konstanta b. Rumus Manonobe Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung.
R
24
24 ⅔ .................................
( 4 )
I = 24 t
Di mana I = itensitas hujan (mm/jam) t = lamanya hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)
2.9.2. Debit
1. Debit Rencana Menentukan debit saluran drainase dapat menggunakan rumus persamaan kontinuitas dan rumus Manning. Rumus ini mempunyai bentuk sederhana tetapi memberikan hasil yang baik. Q = A . V = A . 1 . n R2 3 . S1 2 ....................................... (5)
Dimana :
3 Q = debit saluran (m /detik)
V = kecepatan aliran (m/detik) n = angka kekasaran saluran R = jari-jari hidrolis saluran (m) S = kemiringan dasar saluran
2 A = luas penampang saluran (m )
2. Debit Limpasan (Run Off) Air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap vegetasi atau oleh permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan kedap air lainnya, maka akan jatuh permukaan bumi dan sebagian akan menguap, berifiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan. Bila kehilangan seperti cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir langsung di atas permukaan tanah menuju alur aliran terdekat. Dalam perencanaan drainase, bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan, tetapi limpasan (runoff). Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow). Ketepatan dan menetapkan besarnya debit air yang harus dialirkan melalui saluran drainase pada daerah tertentu, sangatlah penting dalam penentuan dimensi saluran. Dimensi saluran yang terlalu besar tidak ekonomis, namun bila terlalu kecil akan mempunyai tingkat ketidakberhasilan yang tinggi. Perhitungan debit puncak untuk drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan mengunakan rumus rasional atau hidrograf satuan.
Perhitungan debit rencana berdasar periode ulang hujan tahunan, 2 tahunan, 5 tahunan dan 10 tahunan. Data yang diperlukan meliputi data batas dan pembagian daerah tangkapan air, tataguna lahan dan data hujan. Dalam perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang telah ditetapkan baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai, tinggi jagaan, struktur saluran dll. Tabel berikut menyajikan standar desain saluran drainase.
Tabel 2.1. Standar Desain Saluran DrainaseLuas DAS (ha) Periode Ulang Metode perhitungan (Tahun) Debit banjir
< 10
2 Rasional – – 10 100 2 – –
5 Rasional 101 500
5
20 Rasional – > 500
10
25 Hidrograf Satuan Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004.
Menghitung besarnya debit rancangan drainase perkotaan umumnya dilakukan dengan metode rasional. Hal ini karena daerah aliran tidak terlalu luas, kehilangan air sedikit dan waktu genangan relatif pendek. Metode rasional ini sangat simpel dan mudah digunakan namun terbatas pada DAS dengan ukuran kecil tidak lebih dari 500 ha. Model ini tidak dapat menerangkan hubungan curah hujan dan aliran permukaan dalam bentuk hidrogaf. Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh DAS dan intensitas tetap selama satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan.
Kapasitas pengaliran dapat dihitung dengan metode rasional.
Q p = 0,002778 C I A ................................................... (6) Dimana : Qp = debit puncak (m3/detik) C = koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1) I = intensitas hujan
(mm/jam) A = luas DAS (ha atau m2)
2.9.3. Sistem Pengaliran Air 1. Jenis Pengalirana.
a. Saluran Terbuk Aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas (free surface flow) atau aliran saluran terbuka (open chanel flow). Permukaan bebas mempunyai tekanan sama dengan tekanan atmosfir. Saluran ini berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan atau air hujan yang terletak di
daerah yang mempunyai luasan cukup, ataupun drainase air non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan / mengganggu lingkungan. Contoh saluran terbuka antara lain : Sungai, saluran irigasi, selokan, talud dan estuari. Persamaan bernoulli untuk aliran terbuka dalam saluran yaitu : 2 2 1
2 1 2 g 2 2 + Pg ............. ...... ...... ...... ...... ...... .
V
1 V
P P
( 7 )
h = h + +
Dimana : h = ketinggian (m)
2 P = tekanan hidrostatis (N/m )
3
ρ = rapat massa air (kg/m ) V = kecepatan aliran (m/detik) g = gaya grafitasi (m/detik
2 )
b. Saluran Tertutup Aliran saluran tertutup memungkinkan adanya permukaan bebas dan aliran dalam pipa (pipe flow) atau aliran tertekan (pressurized flow). Saluran tertutup kemungkinan dapat terjadi aliran bebas maupun aliran tertekan pada saat yang berbeda. Saluran ini bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa). Hal ini dikarenakan tuntutan artistik atau tuntutan fungsi permukaan tanah yang
tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang dan lain-lain. Saluran ini umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor (air yang mengganggu kesehatan / lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di tengah kota. Contoh saluran tertutup antara lain : terowongan, pipa, aquaduct, gorong-gorong dan siphon. Persamaan bernoulli untuk aliran tertutup dalam saluran yaitu :
h
1 V
- 12
2g = h
2 V 2g .................................................................................................. (8)
- 2 2
Dimana : h = ketinggian (m) V = kecepatan aliran (m/detik) g = gaya grafitasi (m/detik2) Dalam aliran fluida pipa akan akan terjadi gesekan antara air dengan pipa. Besarnya gesekan ini tergantung pada viskositas dari kecepatan aliran. Untuk mengatasi gesekan didalam mekanika fluida diterapkan kehilangan energi (hf). Hubungan kehilangan energi (hf) dengan kecepatan aliran dan gaya kekentalan (viskositas) diberikan rumus Darcy-Weisbach sebagai berikut. f l v 2 hf = ................................................... ( 9 )
2 g d dimana : f = koefisien gesekan l = panjang pipa (m) v = kecepatan aliran (m/detik) d = diameter pipa (m) g = gaya grafitasi (m/detik)
Koefisien gesekan sangat bergantung pada viskositas cairan. Hal ini ditunjukan f sebagai fungsi bilangan reynold (Nre). Rumus Darcy-Weisbach berlaku untuk aliran laminer maupun turbulen.
2. Bentuk Saluran
Saluran untuk drainase tidak terlampau jauh berbeda dengan saluran air lainnya pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat memperoleh dimensi tampang yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti tidak ekonomis, sebaliknya dimensi saluran yang terlalu kecil tingkat kerugian akan besar. Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk tampang saluran drainase yang dikaitkan dengan fungsi saluran adalah sebagai berikut : a. Bentuk trapesium
Saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya saluran dari tanah, Tapi dimungkinkah juga bentuk dari pasangan. Saluran ini membutuhkan ruang yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.
Luas penampang basah trapesium : A =
(10)
(B + zh)h ...........................................................................
Keliling basah trapesium : 2 ................................................................................................................
P = B + 2h 1 + z (11)
Jari-jari hidrolis trapesium
(B+zh)h
R =___ B+2h 1+z 2 ........................................................................................................
(12)
b. Bentuk persegi panjang Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang tidak banyak membutuhkan ruang, Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran harus dari pasangan atau beton. Bentuk ini juga berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.
Luas penampang basah persegi panjang
A = Bh .......................................................................................... (13) Keliling basah persegi panjang
P = B + 2h .................................................................................... (14) Jari-jari hidrolis persegi panjang
Bh
R =___
B+2h ...................................................................................................
(15)
c. Bentuk lingkaran Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi pasangan dan pipa beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran demikian berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi. Luas penampang basah lingkaran 2 A = 1/2( .........................................................................(16)
θ − sinθ)d
Keliling basah lingkaran 2 P = 1/2 .....................................................................................(17)
θ d
Jari-jari hidrolis lingkaran
Sin θ
R = 1/4(1 θ )d o ............................................................................................... (18)
−__
d. Bentuk parabola Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi pasangan atau beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran demikian berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi. Luas penampang basah parabola 1/2Th.......................................................................................
A = (19)
Keliling basah parabola 2 P = T + 8h 3T ..........................................................................................................................
(20) Jari-jari hidrolis parabola
2T h
2 R =___
3T 2 +8h 2 ..............................................................................................................
(21)
e. Bentuk segitiga Saluran drainase bentuk segitiga tidak banyak membutuhkan ruang,
Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran harus dari pasangan. Bentuk ini juga berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.
Luas penampang basah segitiga Keliling basah segitiga 2 ..............................................................................................................................................
zh 1 + z
P = (23)
Jari-jari hidrolis segitiga R =___ zh 2 ................................................................................................................
2 1+z
(24) .Klasifikasi aliran
3 Aliran permukaan bebas dapat diklasifikasikan menjadi berbagai tipe
tergantung kriteria yang digunakan. Berdasarkan perubahan kedalaman dan/atau kecepatan mengikuti fungsi waktu, maka aliran dibedakan menjadi aliran permanen (steady) dan tidak permanen (unsteady) sedangkan berdasarkan sifat¬sifat aliran dibedakan menjadi aliran laminer dan turbulen.
a. Aliran permanen dan tidak permanen Jika kecepatan aliran pada suatu titik tidak berubah terhadap waktu, maka aliranya disebut aliran permanen atau tunak (steady flow), jika kecepatan pada suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu, maka alirannya disebut aliran tidak permanen atau tidak tunak (unsteady flow). Dalam hal-hal tertentu dimungkinkan mentransformasikan aliran tidak permanen menjadi aliran permanen dengan mengacu pada koordinat referensi yang bergerak.
Penyederhanaan ini menawarkan beberapa keuntungan, seperti kemudahan visualisasi, kemudahan penulisan persamaan yang terkait dan sebagainya.
Penyederhanaan ini hanya mungkin jika bentuk gelombang tidak berubah dalam perambatanya. Misalnya, bentuk gelombang kejut (surge) tidak berubah ketika merambat pada saluran halus dan konsekuensinya perambatan gelombang kejut yang tidak permanen dapat dikonversi menjadi aliran permanen dengan koordinat referensi yang bergerak dengan kecepatan absolut gelombang kejut.
b. Aliran laminer dan turbulen Jika partikel zat cair bergerak mengikuti alur tertentu dan aliran tampak seperti gerakan serat-serat atau lapisan-lapisan tipis pararel, maka alirannya disebut aliran laminer. Sebaliknya, jika zat cair bergerak mengikuti alur yang tidak beraturan, baik ditinjau terhadap ruang maupun waktu, maka alirannya disebut aliran turbulen. Saluran terbuka dan tertutup mempunyai bilangan reynold yang berbeda. Saluran terbuka bilangan reynold (Nre) untuk aliran laminer kurang dari sama dengan 500, sedangkan bilangan reynold untuk aliran turbulen lebih dari sama dengan 1000. Saluran tertutup bilangan reynold (Nre) untuk aliran laminer kurang dari sama dengan 2000, sedangkan bilangan reynold untuk aliran turbulen lebih dari sama dengan 4000. Faktor yang menentukan keadaan aliran adalah pengaruh relatif antara gaya kekentalan (viskositas) dan gaya inersia. Jika gaya viskositas yang dominan maka alirannya laminer, sedangkan jika gaya inersia yang dominan maka alirannya turbulen.
c. Aliran sub-kritis, kritis dan super-kritis Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan gelombang grafitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang grafitasi dapat dibangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil dari kecepatan kritis maka aliran disebut sub-kritis, dan jika kecepatan aliran lebih besar dari kecepatan kritis maka aliran disebut super-kritis. Parameter yang menetukan ketiga jenis aliran adalah perbandingan gaya-gaya inersia dan grafitasi yag dikenal sebagai bilangan Fronde :
V F = ............................................................................... ( 25 ) gl l = h untuk saluran terbuka l = D untuk saluran tertutup Aliran dikatakan kritis jika : F = 1,0 disebut aliran kritis F < 1,0 disebut aliran sub-kritis (aliran tenang) F > 1,0 disebut aliran super kritis (aliran cepat)
2.9.4. Syarat Sistem Pengaliran
1. Syarat Kecepatan
Kecepatan dalam saluran biasanya sangat bervariasi dari satu titik ke titik lainnya. Hal ini disebabkan adanya tegangan geser di dasar saluran, dinding saluran dan keberadaan permukaan bebas. Kecepatan aliran mempunyai tiga komponen arah menurut koordinat kartesius. Namun komponen arah vertikal dan lateral biasanya kecil dan dapat diabaikan. Sehingga, hanya kecepatan aliran yang searah dengan arah aliran yang diperhitungkan.
Komponen kecepatan ini bervariasi terhadap kedalaman dari permukaan air. Kecepatan minimum yang diijinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak menimbulkan pengendapan dan tidak merangsang tumbuhnya tanaman aquatic dan lumut. Pada umumnya, kecepatan sebesar 0,60 – 0,90 m/detik dapat digunakan dengan amam apabila prosentase lumpur yang ada di air cukup kecil. Kecepatan 0,75 m/detik bisa mencegah tumbuhnya tumbuh- tumbuhan yang dapat memperkecil daya angkut saluran.
Penentuan kecepatan aliran air didalam saluran yang direncanakan didasarkan pada kecepatan minimum yang diperbolehkan agar kontruksi saluran tetap aman. Persamaan Manning sebagai berikut.
V = 1 . n R 2 3 . S 1 2 .........................................................................................(26)
Dimana : V = Kecepatan aliran (m/detik) n = Koefisien kekasaran manning R = Jari-jari hidrolik S = Kemiringan memanjang saluran Harga n Manning tergantung pada kekasaran sisi dan dasar saluran. Koefisien kekasaran Manning terlampir
Tabel 2.2. Kecepatan Aliran Air Diizinkan Berdasarkan Jenis Material Jenis Bahan Kecepatan Aliran Air Diizinkan (m/detik)Pasir Halus 0,45 Lempung kepasiran 0,50 Lanau Aluvial 0,60 Kerikil Halus 0,75 Lempung Kokoh 0,75 Lempung Padat 1,10 Kerikil Kasar 1,20
Batu-batu besar 1,50 Pasangan Batu 1,50 Beton
1,50 Beton Bertulang 1,50 Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.
2. Syarat Tekanan
Distribusi tekanan dalam penampang saluran tergantung pada kondisi aliran. Seperti kondisi aliran berikut. a.Aliran statis Aliran statis mempunyai komponen horizontal dan vertikal resultan gaya yang bekerja pada kolom air adalah nol karena air dalam kondisi stasioner.
Gaya tekan yang bekerja pada dasar kolom air dengan arah vertikal = pL�. Berat air dalam kolom air bekerja vertikal ke bawah, karena resultan gaya vertikal sama dengan nol maka dapat ditulis :