Membangun Mekanisme Fembuatan Kebijakan Negara yang Partisipatif

Membangun Mekanisme Fembuatan Kebijakan
Negara yang Partisipatif
Muntoha

Abstract

Itis common that in Indonesia, the economic considerations, stability and securityoften
overcome considerations on society aspiration and their right as citizen. Otherwise
people would respond warmly the changes made if they are invited to take a part in
planning to create the changes. Theprocess must be taken when it starts to design,
reconstruct, implement and evaluate them.

Pendahuluan

Maraknya demontrasi di Indonesia yang
dilakukan oleh para warga negara terutama
para mahaslswa akhir-akhir ini, konon

disebabkan karena kebijakan pemerintah yang
tidak memenuhi aspirasi warga masyarakat.
Di saat-saat daya beli warga masyarakat

sangat menurun drastis, pemerintah
mengeluarkan kebi>akan yang menaikkan
harga tiga sektor kebutuhan hidup warga
masyarakat, yaitu harga bahan bakar minyak
(BBM), tarif dasar listrik (TDL), dantarif telepon.
Sebagai akibatnya meletuslah aksi-aksi demo
yang terjadi di sebagian wilayah nusantara,
untuk menolak kebijakan pemerintah tersebut
karena berdasarkan pengalaman empirik,
dengan naiknya harga di tiga sektor tersebut
akan berdampak pada kenalkan harga-harga
di berbagai sektor kebutuhan hidup yang lain.
Dari berbagai aksi demo itu, kemudian

direspon oleh pemerintah dengan merevisi
kebijakannya itu untuk menunda kenaikan
harga/ tarif ketiga sektor kebutuhan hidup
warga masyarakat itu dan apa yang menjadi
kebijakan pemerintah Itu merupakan kebijakan
yang aspiratlf. Persoalannya adalah bagaimana membangun kebijakan negara yang

aspiratif itu. Bukan rahasia lagi bahwa di
negara Indonesia ini pertimbangan-pertimbangan ekonomis, stabilitas, dan securitysenng
mengalahkan pertimbangan-pertimbangan

mengenai aspirasi masyarakat dan hak asasi
merekasebagai warga negara.^ Kenyataannya,
pembangunan politik dalam banyak hal telah
disubordinasi oleh pembangunan ekonomi
maupun kebijakan-kebijakan pragmatis pejabat

tertentu. Sesuhgguhnya sudah saatnya untuk
lebih memperhatikan kehendak rakyat yang
sebenarnya, sekaligus untuk mendidik mereka

^Wahyudi Kumartono, EtikaAdministrasi Negara, Cetakan ke-t, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), him. 111.
72

JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL iO. MEi 2003:12 - 84

Muntoha. Membangun Mekanisme Pembuatan Kebijakan ...

yang terlibat dalam gerak pembangunan
dengan sepenuh hati. Rakyat sudah semakin
pintar dan tidak mudah lagi untuk dijejali
dengan janji-janji kosong atau dipaksa untuk
ikut serta dalam program-program yang
bertentangan dengan cita-oita mereka.^
Dengan demikian, pentingnya partisipasi
warga negara in! bukannya tanpa landasan.
ApalagI di era reformasi in! telah terjadi
perubahan sosial, polltik, ekonomi, dan lingkup
kenegaraan yang makin kompleks. Oleh karena itu, suatu keniscayaan untuk mengupayakan pembaruan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan agar sesuai dengan tuntutan
zaman.

Isu reformasi administrasi negara pada
perspektif masyarakat modern, umumnya
dikaitkan dengan peluang untuk partisipasi.
Bila pemerintahan dipegang oleh satu kelas
sosial - apalagi la pengejawantahan dari
laplsan elite — maka produk kenegaraan tak


mencegah profiteering. Kepekaan instrumeninstrumen tradisional, guna melancarkan

pembaruan administrasi seperti pemisahan
urusan kantor, urusan pribadi dan urusan

rumah tangga, penugasan berdasarkan
kemampuan dan kecakapan {merit}, jabatan
diberikan atas dasar kontrak, iugas, dan Iain-

lain, perlu dilihat dalam perspektif persamaan
peluang bagI semua itu.^
UrgensI Partisipasi Masyarakat

Istilah partisipasi lazimnya dikaitkan
dengan pembangunan. Dalam partisipasi ini
sasaran utamanya adalah timbulnya keiikutsertaan aktif dari segaia potensi lokal mulai
dari perencanaan, pengambilan keputusan,
dan pelaksanaan program-program pem


bangunan. Istilah in! tambah penting artinya,
terutama di saat-saat redefining hakekat

pembangunan mulai dilakukan.'*

pelak menjadi cenderung menguntungkan
strata sosial yang elite itu. Kelas elite itu

Isu partisipasi dalam proses pem
bangunan mulai popular sebenarnya pertama

dimanifestasikan oleh politisi partisan, kerabat,

kali muncul dalam masyarakat negara-negara

korp, anak cucu, cronies, dan sebagainya. Bila

yang sudah lebih maju. Partisipasi muncul

demikian keadaannya, maka konduk ke

negaraan lalu tampak seperti penyeleng
garaan sebuah urusan bisnis pribadi atau
keluarga saja. Oleh karena itu, segalagagasan
ke arah pembaruan administrasi negara
haruslah diarahkan agar sistem tata usaha
negara itu kondusif bag! terciptanya iklim

bersamaan dan bergandengan dengan

persamaan peluang bagi semua, mengurangi
kebljaksanaan sepihak {arbitrainess) dan

pertumbuhan pendidikan, tumbuhnya institusi
demokrasi, dan menyebarnya komunikasi.
Kalimat-kalimat pembuka untuk menunjukkan

betapa pentingnya studi dimensl politik
terhadap proses partisipasi dalam negara-

negara berkembang dapat dibaca misalnya:®

Broadening political participation is a hailmark ofpolitical modernization (Hunting-

2/Wd.,him.112.

^SoetjiptoWirosardjono, D/a/ogDenganKe/cuasaan, Cetakanke-1,(Bandung: Mizan, 1995), him. 137.
^Mlftah Thoha, BeberapaAspek Kebijakan Bmkrasi, Cetakan ke-1, (Yogyakarta: PT. Media Widya Mandala,
1991),him. 16.
*/b/c/.,hlm. 16-17.
73

ton dan Nelson, 1976)
Daniel Lerner, pada tahun 1958 telah

mengatakan: Traditional society is non-partici
pant ...Modern society is participant
itis well established factthatindeveloped
countries more people become involved
in decision-making through citizen action
groups and many other ivays than is the
casein countries which are less developed

(Mathur dan Palla, 1983)
On the other hand, government in tradi
tional societies tends to remain the con

cern ofa small elite group (Mair, 1962)
Itis a pretense ti think that the crisis that
the third world is facing can be overcome
and that the reshaping of its societiesand
the development of its nirai areas can be
undertaken without theparticipation ofthe
people, particularly thelargenumbers who
are poor (Wignaraja, 1984)

There is a growing consensus thatpeople
everywhere have a basic human right to
takepart in decisions that affecttheirlives.

Consequently, participation in third world
countries is being promoted by the United
Nation agencies and the government

themselves (United Nation, 1975)
China, Tanzania and Guyana are among
the developing countries where participa
tion has procededquite far (Wertheim dan
Stiefei, 1982)
The experience suggest- andencourages
the hope - that participation is possible
eveninsocieties thatare notyetpartofthe
developed world. Following the success
ofthese efforts, participation in someform
or the other isbeing included as animpor

tant element in development strategies of
most third world countries (Oakley dan
Marsden, 1984)
Lothar Gundiing mengemukakan 4
(empat) dasar bag! pentingnya partisipasi
masyarakat, sebagai berikut
(1) Member! Informasi Kepada Pemerintah.
Partisipasi masyarakat terutama akan

dapat menambah perbendaharaan
pengetahuan mengenai sesuatu aspek
tertentu yang diperoieh dari pengetahuan

khusus masyarakat itu sendiri maupun dari
para ahli yang dimintai pendapat oieh
masyarakat. Partisipasi masyarakat
sangat diperiukan untuk member!
masukan kepada pemerintah tentang
masalah yang dapat ditimbuikan oieh
sesuatu renoana tindakan pemerintah
dengan berbagai konsekuensinya.
Dengan demikian, pemerintah akan
dapat mengetahui adanya berbagai
kepentingan yang dapat terkena tindakan
tersebut yang perlu diperhatikan.
Pengetahuan tambahan dan pemahaman
akan masaiah-masaiah yang mungkin
timbui yang diperoieh sebagai masukan
partisipasi masyarakat bagi proses

pengambiian keputusan pemerintah akan
dapat meningkatkan kuaiitas keputusan
tersebut.

(2) Meningkatkan Kesediaan Masyarakat Untuk
Menerima Keputusan. Seorang warga
masayarakat yang telah memperoieh
kesempatan untuk berpartisipasi dalam
proses pengambiian keputusan dan tidak
dihadapkan pada suatu fait accompli akan
cenderung untuk memperlihatkan

lotharGundiing, dalam Zairin Harahap, DiktatMate Kuliah Hukum Administrasi Lan/uf(Yogyakarta: FH.
1,2001), him. 69-72.

74

JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003:12 - 84

Muntoha. Membangun Mekanisme Pembuatan Kebijakan ...

kesediaan yang lebih besar guna
menerima dan menyesuaikan diri dengan
keputusan tersebut. Pada pihak lain, dan
ini adalah lebih penting, partisipasi
masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan akan dapat banyak msngurangl
kemungklnan timbulhya perlentangan asal
partisipasi tersebut dilaksanakan pada
saatyang tepat. Akan tetapi, perlu dipahami
bahwa suatu keputusan tidak pemah akan
memuaskan semua kepentingan, semua
golongan atau semua warga masyarakat,
namun kesediaan masyarakat untuk
menerima keputusan pemerintah akan
dapat ditingkatkan.
(3) Membantu Perlindungan Hukum. Apabila
sebuah keputusan akhir diambil dengan
memperhatikan keberatan-keberatan
yang diajukan oleh masyarakat selama
proses pengambilan keputusan berlangsung, maka dalam banyak hal tIdak akan
ada keperluan untuk mengajukanperkara
ke pengadilan. Apabila sebuah perkara
diajukan ke pengadilan, maka lazlmnya
perkara tersebut memusatkan diri pada
suatukegiatan tertentu. Dengan demikian,
tidak dibuka kesempatan untuk menyarankan dan mempertimbangkan alternatif
kegiatan iainnya. Sebaliknya, di dalam

keputusan dapat mempunyai konsekuensi
begitu jauh, maka sangatlah diharapkan
bahwa setiap orang yang akan terkena
akibat keputusan itu perlu dibertltahukan
dan diberi kesempatan untuk mengajukan
keberatan-keberatannya sebelum kepu
tusan Itu diambil.

(4) Mendemokratisasikan Pengambilan
Keputusan. Dalam hubungan dengan
partisipasi masyarakat ini ada pendapat
yang menyatakan bahwa dalam pemerintahan dengan sistem perwakilan, maka
hak untuk melaksanakan kekuasaan ada

pada wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh
rakyat. Dengan demikian, tidak ada
keharusan adanya bentuk-bentuk dari
partisipasi masyarakat karena wakil-wakil
rakyat itu bertindak untuk kepentingan
rakyat. DIkemukakan pula argumentasl
bahwa dalam sistem perwakilan, parti
sipasi masyarakat dalam proses pengam
bilan keputusan administratif akan
menimbulkan masalah keabsahan demo-

kratis, karena warga masyarakat, kelompok
atau organisasi yang berpartisipasi dalam
proses pengambilan keputusan tidaklah

dipilih atau dangkat secara demokratls.
Terhadap kritik-kritik tersebut di atas,
Gundling mengemukakan pendapatnya, yaitu:

prosespengambilan keputusan, alternatif-

(1) bahwa demokrasi dengan sistem perwakilan

alternatif dapat dan memang dibicarakan,
setldak-tidaknya sampal pada suatu
tingkatan tertentu. Seiainitu, ada beberapa
bentuk tindakan admlnlstratif misalnya
pemberian Izin untuk kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan bahan pencemar {pollutanf), dimana undang-undang
dapat menangguhkan aksi perdata
dengan ketentuan dikaitkan pada
tenggang waktu tertentu. Apabila sebuah

adalah salah satu bentuk demokrasi, bukan

satu-satunya; (2) bahwa sistem perwakilan
tidak menutup bentuk-bentuk demokrasi
langsung dan (3) bahwa bukanlah warga
masayarakat, sekeiompok warga masyarakat,
atau organisasi yang sesungguhnya mengambil
keputusan, mereka hanya berpartisipasi dalam
tahap-tahap persiapan pengambilan keputusan.
Oleh karena itu, dlperlukan penegakan
partisipasi dalam sebuah konduk kenegaraan
75

berdasarkan asas-asas birokrasi yang letaknya
berada pada demokratisasi birokrasi. Menurut
Soetjipto Wirosardjono/ di masyarakat dalam
kenyataannya ada berbagai golongan dan
kepentingan. Mereka itu berhimpun mengorganisasikan diri dalam bentuk tradisional
maupun modern. Lahirnya berbagai golongan
dan kepentingan Ini, umumnya bersamaan
dengan meluasnya jaringan dan fungsi
pemerintahan. Karena keduanya merupakan
manifestasi dari respon terhadap berkembangnya kompleksitas tantangan yang
dihadapi masyarakat dan pemerintah.
Golongan dan kepentingan yang ada di
masyarakat itu hakikatnya hadir dan merasa
saling membutuhkan dengan fungsi-fungsi
kenegaraan baik eksekutif maupun legislatif.
Di satu pihak goiongan-golongan yang ada di
masyarakat itu memerlukan agar kepentingannya tersalurkan dan dipertimbangkan
dalam pengambilan'keputusan dan konduk
kenegaraan. Di pihak lain, negara - eksekutif
maupun legislatif—perlu untuk memperoleh
dan memperkaya informasi tangan pertama
untuk dapat menjalankan fungslnya dengan
seksama.
Format Ideal darl demokratisasi-birokrasi

iaiah dilahirkannya kebijaksanaan yang
beragam {pluralistic polity) dan responsif
terhadap kekuasaan tiap problematik yang
dihadapi. Birokrasi yang demokratis iaiah
birokrasi yang sudah marnpu meienturkan
kekakuan wajah rules dan regulatioris.
Caranya, dengan makin mendesenlralisasikanfungsi pengambilan keputusan baik secara
vertikai maupun horizontal; termasuk

desentralisasi perumusan kebijaksanaan
pada berbagai tingkat, bahkan di luar batas
birokrasi pemerintahan an sich\ seperti pada
panitia; taskforce. Di sisilain, porsi yang masih
perlu dipertahankan pada tangan pemerintah
pusat - dan pusat pengambil keputusan —
iaiah pokok-pokok persoalan yang menyangkut
kebijaksanaan umum, garis-garis besar arahan
dan kebijaksanaan yang bercorak global.
Bahkan dalam sebuah birokrasi yang dewasa,
proses pendemokrasiannya, kehadiran, dan
partisipasi golongan dan kelompok kepentingan
itu menjadi sangat dibutuhkan dan tak
terelakkan, sebagai forum konsultasi, kerjasama
bahkan legltimasi atas klaim negara yang
tegaknya menggunakan premis kedaulatan
rakyat® •
Mekanisme Pengambilan Keputusan
Mekanisme pengambilan keputusan
dalam kaitannya denganpartisipasi masyarakat,
berarti berbicara tentang partisipasi warga
negara secara langsung di lingkungan
pemerintahan. Oleh karena Itu, sebelum sampai
pada fokus pembioaraan ini, perlu diblcarakan
terlebih dahulu corak partisipasi warga negara.
Secara umum corak partisipasi warga negara
dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam:®
(1) Partisipasi dalampemilihan {electoralpar
ticipation). Ini merupakan corak patislpasi
yangpaling mudah dilihat karena biasanya
bersifat rasional. Aktivitas partisipasi
massa dalam hal ini ditunjukkan untuk
memilih wakil-wakil rakyat, mengangkat
pemimpin, atau menerapkan ideologi

'Soetjipto Wirosardjono, op.cit, him. 137-138.
®Soetjipto Wirosardjono, Ibid., him. 138.
®Wahyudi Kumartono, op.cit, him. 112-114.
76

JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003: 12 - 84

Muntoha. Membangun Mekanisme Pembuatan Kebijakan ...
pembangunan tertentu. Oleh sebab itu •
aktivitas yang dilakukan antara Iain
keglatan-keglatan dalam partai,
kampanye, mengisl kota suara, propa
ganda, atau menyumbangkan uang
pribadi untuk kegiatan aksl tertentu. Di
samping Itu partisipasi dapat mengambil
bentuk keikutsertaan warga negaradalam

mengetahui kadar partisipasi warga
negara, aparatur pemerintah mungkin
ingin mengadakan survei mengenai opini
pubilk atas kebijakan tertentu. Di beberapa
negara terdapat saluran partisipasi
masyarakat yang disebut ombudsman (di
Indonesia sekarang iembaga tersebutsudah ada). Pranata ini merupakan wadah
voting melalui koran, selebaran atau me
dari setiap pendapat dan keiuhan
dia massa lainnya.
masyarakat atas kebijkan dabn iayanan
(2) Partisipasi Kelompok {Group Participation),
yang diiaksanakan oleh pemerintah.
warga negarabergabungdalam kelompok(4) Partisipasi warga negara secara
kelompok tertentu untuk menyuarakan iangsung di iingkungan pemerintahan.
aspirasi mereka. Keiompok-kelompok itu Partisipasi seperti in! mensyaratkan keteriibatan
mungkin terdiri dari orang-orang yang Iangsung seorang warga negara di daiam
bekerjasama ingin memerangl kemlskinan, pembuatan kebijakan pemerintah. Misalnya
mengadukan penyeiewengan administra- saja jika terdapat seorang tokoh masyarakat
tif kepada iembaga-lembaga kerakyatan, yang didudukkan sebagai wakii rakyat di
atau sekedar membeia kepentlngan- iembaga-lembaga pembuat kebijakan. Cara
kepentingan.sekeiompok individu yang yang lain iaiah dengan menggaji client dari
sama. Jika di antara para pejabat dan suatu program untuk menjadi peiaksana pro
keiompok-kelompok partisipan Ini dapat gram itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan mekanisme
terbina saiing pengertian, kelompok ini
dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengambilari keputusan, Prajudl Atmosudirdjo
penengah {intermediary medium) antara mendefinisikan keputusan sebagai suatu
pejabat dan warga negara. la sekaligus ' pengakhiran atau pemutusan dari suatu
bisa berfungsi sebagai saluran untuk • •proses pemlklran untuk menjawab suatu
mengkomunlkasikan kepentingan warga • .pertanyaan, khusunya suatu masalah atau
negara dengan pejabat-pejabat yang probiema.''® Menurutnya, secara teorltis proses
berkompeten.
pengambilan keputusan itu dibahas melalui
(3) Kontak antara warga negara dan tahapan penteiaahan terhadap leadership
pemerintah {diizen-govemmentcontacting), yang harus dijaiankan, menelaah masalah
proses komunikasi dapat terjalin antara yang dihadapi (identlfikasi dan spesifikasi dari
warga negara dengan pemerintahnya probiema ini harus dilakukan secermatdengancara menuiis surat, menelpon, atau cermatnya), dan menelaah situasi dan kondisi
pertemuan secara pribadi. Untuk keberadaan masalah yang terjadi, diteruskan

"Prajudi Atmosudirdjo, Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan Keputusan (Jakarta: Tanpa
Penerbit, 1976), him. 36.
77

dengan menelaah keputusan yang.harus
diambil. Setelah keputusan diambil, maka
keputusan tersebut akan dipenntahkan untuk
dilaksanakan, disertai dengan telaahan
lanjutan dan akibat dari pelaksanaan

akan timbul kesulitan bagi mereka untuk
mengenal siapakah yang paling ahii
diantara mereka. Popularitas individu dan
jumiah kekuasaan yang ada pada
seseorang aoapkaii mempengaruhi

keputusan tersebuL^'

pemiiihan siapakah yang paling ahii

Dalam hal ini, Beckky menyebutkan ada
beberapa cara bagaimana keputusan itu
dibuat. Beberapa cara itu antara lain sebagai

tersebut

berikut:^^

(1) Keputusan Diambil Berdasarkan Otoritas,
Tanpa Disertai Diskusi Keiompok.
Cara ini diiakukan oieh pemimpin tanpa
didahului musyawarah dengan anggota
keiompok. Cara ini sering diiakukan dan
seiaiu terjadi daiam setiap organisasi.
Cara semacam ini merupakan cara yang
etisiendiiihatdari seg! waktu yang singkat,
akan tetapi tidak efisien diiihat dari segi
keteriibatan keiompok. Dengan cara ini
seberapa jauh keputusan itu bisa
dilaksanakan dengan balk masih meru
pakan keraguan yang besar sekaii.
(2) Keputusan yang Diiakukan oieh Ahii.
Keputusan keiompok dapat diiakukan
dengan menyerahkan kepada anggota
keiompok yang ahii di bidangnya. Prosedurnya dapat dimuiai dengan memilih
para ahlinya, dan membiarkan mereka
mempertimbangkan isu-isu tertentu, dan
kemudianmereka ini memberitahukan

kepada keiompok tentang keputusan apa
saja yang telah diambiinya. Persoaian
yang muncui dengan cara ini adalah
banyak orang yang tidak setuju dengan
pendekatan yang dipergunakan, maka

(3) Keputusan Dengan Cara Mengambii
Pendapat Rata-Rata. Cara ini diiakukan
dengan memberikan serangkaian pertanyaan secara terpisah pada setiap
anggota keiompok, menanyakan pendapatnya, dan menyimpulkan pendapat
secara rata-rata. Daiam cara ini para
anggota keiompok dimintai pendapat
secara merata. ini merupakan keuntungannya. Ketidak-untungan cara ini,
antaranya pendapat dari anggota yang
kurang cakap dapat menghapus
pendapat dari anggota yang cakap, cara
ini masih tetap mencerminkan keter
iibatan yang sedikit dari anggota
keiompok.
(4) Keputusan yang Diambil oieh yang
Berwenang Seteiah Diskusi Keiompok.
Banyak keiompok yang mempunyai
struktur kewenangan yang menunjukkan

secara jeias bahwa suatu keputusan itu
dibuat oieh pemimpin. Fungsi keiompok
daiam cara seperti ini mendiskusikan ideide yang ada, sedangkan keputusan
terakhir ada pada pimpinan.

(5) Keputusan yang Diambil oieh Minoritas.
. Minoritas di sini iaiah dua atau tiga

anggota yang mewakiii kurang dari
separuh anggota keiompok. Mereka ini

^'Prajudi Atmosudirc^o, Ibid., him. 46- 47.
"Becky, dalamMiftahThoha, PerspekUfPenlakuBlrokrasi, Cetakanke-1, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987),
him. IBS-169.

78

JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003: 72 - 84

Muntoha. Membangun Mekanisme Pembuaian Kebijakan
membuat keputusan untuk keiompoknya.
•Dalam beberapa hal, tindakannya
,

kuaiitasnya paling tinggi, dan karenanya
merupakan cara pengambilan keputusan
yang paling efektif. Ada beberapa cara
mencapai konsensus dalam pengambilan
keputusan, antara Iain:
(1) Menghindari argumentasi yang
memaksakan pendapatnya sendiri;
(2) Menghindari usaha yang mudah
mengubah pendapat hanya karena
ingin mencapai persetujuan dan tidak
menginginkan konfiik;
(3) Menghindari prosedur mengurangi
konfiik, misalnya meialul pemungutan
suara, 'horn pimpah" {tossing a coin),
tawar menawar {bargaining), dan
yang sejenlsnya;
(4) Mengenaii pendapat yang berbeda;
(5) Janganiah mempunyai dugaan

mempunyai legitimasi, kadangkala tidak.
Cara pengambilan keputusan minoritas
yang mempunyai legitimasi, misalnya
bertindak sebagai panitla pelaksana.

Panitia ini terdiri dari para anggota saja,
dan membuat keputusan yang amat
penting untuk keiompoknya. Adapun
tindakan minoritas yang tidak mempunyai
legitimasi dengan cara-cara yang
sukarela. Misalnya dua-tiga orang bersetuju untuk meiaksanakan serangkaian
tindakan dan menawarkan kepada
anggota kalau ada komentar, kritik, dan
saran. Jika tidak ada jawaban, mereka
akan meneruskan ke pertanyaan berikutnya. Cara semacam ini dinamakan 'rail
roading." Anggota minoritas yang mem
buat keputusan ini mungkin terikat pada
keputusan yang dibuatnya, akan tetapi
.anggota mayoritas barangkaii tidak mau
terikat. Dalam cara ini "railroading" ini, jika
ada anggota yang ditanya akan tetapi

jawabannya diam, maka dianggap setuju.
(6) Keputusan Dilakukan oleh Mayoritas.
Mekanisme pengambiiam keputusan
.macam ini adalah dengan membagi
kelompok atas dua bagian, yaknl mereka
yang "menang" dan mereka yang "kalati".
Minoritas yang tidak Ikut dalam
pemungutan suara sama sekali tidak
memberikan sahamnya dalam mempengarutii keputusan yang diambiinya.
(7) Keputusan Dengan Konsensus. Keputusan
yang diambil dengan cara konsensus
merupakan sebuati keputusan yang

teriebih dahulu bahwa seseorang
harus menang- dan lalnnya harus

kalah ketika diskusi mencapai
kemacetan {stalemate), sebaiiknya
hendaknya dicari aiternatlf lain yang
bisa diterima oleh anggota kelompok;
(6) Mendiskusikan asumsi-asumsi yang
disepakati, mendengarkan secara
aktif dan seksama anggota iainnya,
dan mendorong partisipasi semua
anggota.

Secarayuridis, dewasa ini berbagai usaha
yang meiibatkan partisipasi masyarakat,
misalnya di bidang lingkungan pengaturannya
dapat ditemukan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, antara lain:"
(1) Pasai 37 UU Nomor 5 Tahun .1990
Tentang Konsevasi Sumber Alam Hayati
dan Ekosistemnya:

"Zairin Harahap, op. cit, him. 61- 66.

i

I

.79

(a) Reran serta rakyat dalam konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan
oleh pemerintah melalui beberapa
kegiatan yang berdaya guna dan
berhasil guna.
(b) Dalam pengembangan peran serta
rakyat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), pemerintah menumbuhkan
dan meningkatkan sadar konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui
pendidikan dan penyuluhan.
(c) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat(2)
diatur dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan ayat (1) mengatakan
bahwa peran sertarakyat dapat berupa
percrangan dan kelompok balk yang
terorganisasimaupun yang tidak. Agar
rakyat dapat berperan secara aktif
dalam kegiatan konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya,
maka melalui kegiatan penyuluhan
pemerintah perlu mengarahkan dan
menggerakkan rakyat dengan
mengikutsertakan
kelompokkeiompok masyarakat.
(2) Rasa! 18ayat(2)UUNomor5Tahun 1992
Tentang Benda Cagar Budaya, yang

menyebutkan "Masyarakat. kelompok,
atau perorangan berperan serta dalam
pengelolaan benda cagar budayadan sta
tus".

(3) UU Nomor 24 Tahun 1992 Tentang
Penataan Ruang; (a) Rasal 4 ayat (2) huruf
b; "Setlap orang berhak berperan serta
dalam penyusunan rencana tat ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendallan
pemanfaatan ruang". Dalam penjelasannya
80

antara lain disebutkan bahwa "Hak setiap
orang dalam penataan ruang dapat
dlwujudkan dalam bentuk bahwa setiap
orang dapat mengajukan usul, member!
saran atau mengajukan keberatan kepada
pemerintah dalam rangka penataan
ruang." (b) Rasal 5 ayat (1) "Setiap orang
berkewajiban berperan serta dalam
memelihara "kualitas ruang". Dalam
penjelasannya antara lain disebutkan
bahwa "Kewajiban dalam memelihara
kualitas ruang merupakan pencermlnan
rasa tanggung jawab sosial setiap orang
terhadap pemanfaatan ruang".
(4) UU. Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan LIngkungan Hidup:
(a) Rasal 5 ayat (3) "Setlap orang
mempunyai hak untuk berperan
dalam rangka pengelolaan llngkungan hidup sesual dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku".
Dalam penjelasannya menyebutkan
bahwa "peran sebagaimana di
maksud dalam pasal inl mellputi
peran dalam proses pengambilan
keputusan, baik dengan cara
mengajukan keberatan, maupun
dengar pendapat atau dengan cara
Iain yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. Peran tersebut
dllakukan antara lain dalam proses
penilaian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup atau perumusan
kebijaksanaan lingkungan hidup.
Relaksanaannya didasarkan pada
prinsip keterbukaan. Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat
Ikut memikirkan dan memberlkan

pandangan serta pertimbangan
dalam pengambilan keputusan di

JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003:12 - 84

Muntoha. Membangun Mekanisme Pembuatan Kebijakan ...

bidang pengelolaan lingkungan
hidup".
(b) Pasal 7:
(1) Masyarakat mempunyaj kesempatan yang sama dan seluas-

luasnya untuk berperan dalam
pengelolaan lingkungan hidup;
(2) Pelaksanaanketentuan pada ayat
(1) dl atas, dllakukan dengan
oara;

a. Meningkatkan kemandirian,
keberdayaan masyarakat, dan
kemitraan;
b. Menumbuhkembangkan

kemampuan dan kepeloporan
masyarakat;
c. Menumbuhkan-ketanggapsegeraan masyarakat untuk
melaksanakan pengawasan
sosial;
d. Memberikan saran pendapat;
0. Menyampaikan informasi dan
atau menyampaikan laporan..
(5) UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan:

(a) Pasal60ayat,(2) Masyarakatdanatau
perorangan berperan serta dalam
pengawasan kehutanan.
(b) Pasal 69 ayat (1) Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjagakawasan hutan
darl gangguan dan perusakan. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa
"Yang dimaksud dengan memelihara
dan menjaga adalah mencegah dan
menanggulangi terjadlnya pencurlan,
kebakaran hutan, gangguan ternak,
perambahan penduduk, dan lain
sebagalnya".
(c) Pasal 70:

(1) Masyarakat turut berperan serta
dalam pembangunan dl bidang
kehutanan;

(2) Pemerlntah wajib mendorong
peran serta masyarakat melalul
berbagal kegiatan di bidang
kehutanan yang berdaya guna
dan berhasil guna;
(3) Dalam rangka meningkatkan
peran serta masyarakat peme
rlntah dan pemerlntah daerah
dapat dibantu oleh forum pemerhatl kehutanan. Dalam penje
lasannya disebutkan bahwa "Fo
rum pemerhati kehutanan merupakan mitra pemerlntah dan
pemerlntah daerah untuk me
ningkatkan peran serta masya
rakat dalam pengurusan hutan
dan berfungsl merumuskan dan
mengelola persepsi, aspirasi,
dan InovasI masyarakat sebagai
masukan bagi pemerlntah dalam
rangka perumusan kebijakan.
Keanggotaan forum antara lain
terdlri darl organlsasi profesi
kehutanan, lembaga swadaya
masyarakat yang bergerak di
bidang kehutanan, tokoh-tokoh
masyarakat, serta pemerhati
kehutanan.

(6) Peraturan Pemerlntah Nomor 27 Tahun
1999Tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan:
(a) Pasal 33:
(1) Setlap usaha dan atau kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 ayat (2) wajib diumumkan
terleblh dahulu kepadamasyarakat
sebelum pemrakarsa menyusurr
81

analisis mengenai dampak
lingkungan.

(2) Pengumuman sebagaimana
dimaksiid padaayat (1) dilakukan
oleh instansi yang bertanggung
jawab dan pemrakarsa. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa

"Pengumuman oleh instansi yang
bertanggung jawab dapat
dilakukan msiainya; melalui me
dia cetak dan atau media

eiektronik. Sedangkan peng
umuman oleh pemrakarsa dapat
dilakukan dengan memasang
papan pengumuman di lokasi

akan diselenggarakannya usaha
dan atau kegiatan".

(3) Dalam jangka waktu 39 (tiga
puluh) hari kerja sejak diumumkannya rencana usaha dan
atau kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) warga
masyarakatyang berkepentingan
berhak mengajukan saran,
pendapat, dan tanggapan tentang akan dilaksanakannya
rencanausaha dan atau kegiatan;

(4) Saran, pendapat, dan tanggapan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diajukan secara tertulis

kepada instansi yang bertanggung
jawab;
(5) Saran, pendapat, dan tanggapan
sebagaimana dimaksud pada
ayat(3) wajib dipertimbangkan dan
dikaji dalam analisis mengenai
dampak lingkungan hidup;

(6) Tata cara dan bentuk peng
umuman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), serta tata cara
penyampaian saran, pendapat,
dan tanggapan sebagaimana
dimaksud padaayat(3) ditetapkan
oleh kepala instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkung
an.

(b) Pasal 34:
(1) Warga masyarakat yang
berkepentingan wajib dilibatkan
daiam proses penyusunan kerangka acuan, penilain kerangka
acuan, analisis dampak ling
kungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan
rencana pemantauan lingkungan
hidup;
(2) Bentuk dan tata cara keteriibatan
warga masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetap
kan oieh kepala instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan.
Simpulan

Pada bagian ini, dengan mengutip
pendapat Miftah Toha dalam bukunya
"Bebepara Aspek Kebijakan Birokrasi" akan
diuraikan keuntungan yang diperoleh dari
adanya partislpasi masyarakat antara lain:"
(1) Keuntungan dari adanya partislpasi
masyarakat dapatmemecahkan persoalan
yang tidak diperkirakan sebelumnya.
(2) Dengan partislpasi masyarakat, planner

"MiftahThoha, "Beberapa Aspek Kebijakan Birokrasi', op. dt, him. 19-20.
82

JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003: 72 - 84

Muntoba. Membangun Mekanisme Pembuatan Kebijakan
dan para birokrat pada umumnya akah
mendapatkan Informasi setepaMepatnya
bagi mereka.

(3) Rakyat akan sangat menerima perubahan
yang diadakan jika mereka diajak
berperan serta di dalam merancang untuk
menghasilkan perubahan itu. Proses yang
harus dimulai dari saat merancang,
mengkonstruksi, melaksanakan, dan
sampai pada saat mengevaluasinya.
(4) Beberapa studi telah membuktikan bahwa

dengan partisipasi akan banyak menghemat biaya, kalau di bidang pembangunan
misalnya, dengan oara memoblisasikan

tenaga kerja tak terpakai {unused labour)
dan sumber-sumber daya Ickal lainnya.
(5) Telah banyak diketahui bahwa keterlibatan

rakyat itu memberikan manfaat yang besar
sekali dalam merampungkan suatu proyek.
Sekaii rakyat menerima suatu proyek
seperti yang diharapkan, maka mereka
berkeinginan menjaga proyek itu muiai

dalam pelaksanaan sampai tercapalnya.
Mereka mengetahui bahwa dengan proyek
. itu akan memetik buahnya nanti.
(6) Proses monitoring merupakan kegiatan
yang memeriukan datang sindiri ke
lapangan itu justru akan iabih bermanfaat

dan efisien jika orang-orang lokai
diiibatkan. Monitoring yang baik jika
menekankan pada sistem di mana rakyat
bisa mengawasi dan memonitor dirinya
sendiri.

(7) Partisipasi merupakan proses pendidikan.
Dengan partisipasi rakyat dididk untuk
merasakan ikut memiliki, menjaga, dan
mengendalikan setiap program yang

dibuat bersama.

Adapun yang menjadi hambatan dari
partisipasi masyarakat adaiah hambatan in
ternal yang berupa hambatan sosio-kultural,

dan hambatan eksternal yang paling dominan
iaiah hambatan dari birokrasi pemerintah:'®
Hambatan internal, merupakan keengganan
sebagian besar rakyat untuk teriibat ikut serta
daiam suatu kegiatan. Keengganan ini
dikarenakan sosio-kuiturai mereka belum

memungkinkan mereka bisa aktif menyuarakan,
menyampaikan dan mengutarakan keinginankeinginan mereka. Sikap semacam ini iebih

banyak mendominasi rakyat pedesaan yang
iebih dikenai dengan budaya diam. Mereka
telah puas dengan apa yang ada di sekitar
lingkungannya, dan mereka tidak mempunyai
keinginan untuk sama sekali mengubah oara
hidupnya. Dengan memahami keadaan sosio-

kultural rakyat pedesaan seperti ini, maka
jeiasiah mereka kurang dan bahkan tidak
tertarik akan partisipasi.
Seiain itu, keengganan rakyat untuk

berpartisipasi itu disebabkan puia karena sikap
dan perilaku para birokrat yang iebih banyak
membuat jarak dengan rakyat. Di mata rakyat
birokrat pemerintah merupakan seonggok
manusia yang mempunyai keistimewaan
kedudukan, wewenang, dan cara bertindak

yang berbeda dengan mereka. Seonggok
manusia yang sangat menakutkan, suka

merampas haknya, meminta peiayanan rakyat,

dan meminta sumbangan cuma-cuma. Sikap
semacam ini terkesan iama bagi rakyat desa
yang memang masih sederhana dan lugas
cara berpikir dan bertindaknya. iniiah yang
membuat partisipasi ini merupakan suatu

"/Wd., him, 21-24.

83

hambatan bagi mereka dan birokrat. Faktor
lain yang termasuk hambatan internal Inl lalah
tingkat kesadaran rakyat yang amat rendah
untuk berpartisipasi.
Sedangkan hambatan pokok di bidang
eksternal dapat dialamatkan kepada birokrasi
sendiri. Hambatan Inl merupakan hambatan
yang melekat pada badan polltlk dan rutinltas
mesin birokrasi. Hampir seluruh badan-badan
pengelola pembangunan pemerintah (Goi/ernment-administered developmentagencies)
telah ada sebelum partisipasi menjadi bagian
dari falsafah pembangunan sekarang inl. Para
birokrat pada umumnya meranoang segala
aspekpembangunan yang menjadi salahsatu
tugas utama pemerintah itu secara terpusat
[centralized). Pendekatan pelayanan publik
yang didasarkan atas kelenturan dan
ketanggapan {flexibility and responsiveness)
terhadap kebutuhan-kebutuhan di bidangnya
sama sekali tidak diperhatikan. Oleh karenanya,
semua program instansi pemerintah banyak
yang kekurangan orientasi pembangunan.
Partisipasi dan pikiran-pikiran inovatif
merupakan slogan nyanyian belaka. Para

pengamat perilaku birokrasi pemerintah
hampir semua setuju bahwa pembaharuan
yang mencoba keluar dari tatanan hierarchie
yang ada selalu dihindari oleh para birokrat.
Para birokrat percayaseriusbahwa mereka
sendiri mempunyai jawaban-jawaban untuk

84

mengatasi segala persoalan kemlskinan, dan
oleh karenanya mereka sendiri satu-satunya

yang berwenang dan mengetahui seluk-beluk
kemiskinan itu. menurut kerangka pengetahuan
mereka hanya kepada orang-orang yang

mampu berperan saja yang seharusnya bisa
berpartisipasi, sedangkan sisanya harus mau
menerima sistem pelayanan yang ditetapkan.o
Daftar Pustaka

Atmosudirdjo, Prajudi, Beberapa Pandangan
Umum Tenfang Pengambllan Keputusan,
Tanpa Penerbit. Jakarta, 1976.

Harahap, Zairin, Diktat Mata Kuliah Hukum
Administrasi Negara Lanjut, F. H. - UJI,
Ycgyakarta, 2001.

Kumartono, Wahyudi, Etika Administrasi
Negara, Cetakan ke-1, Rajawali Press,
Jakarta, 1992.

Thoha, Miftah, Perspektif Perilaku Birokrasi,
Cetakan ke-1, Rajawali Pers, Jakarta,
1987.

Beberapa Aspek Kebijakan
Birokrasi, Cetakan ke-1, Widya
Mandala, Ycgyakarta, 1991.
Wirosardjono, Soetjipto, Dialog Dengan
Kekuasaan, Cetakan ke-1, Mizan,
Bandung, 1995.

JURNAL HUKUM. NO. 23 VOL 10. MEI2003: 72 - 84