EKSISTENSI KESENIAN TANJIDOR DI KOTA PONTIANAK Imam Azhari, Ismunandar, Chiristianly Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik FKIP Untan Pontianak Email: hidrakhairunnisa4gmail.com Abstract - EKSISTENSI KESENIAN TANJIDOR DI KOTA PONTIANAK

EKSISTENSI KESENIAN TANJIDOR DI KOTA PONTIANAK

  

Imam Azhari, Ismunandar, Chiristianly

  Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik FKIP Untan Pontianak

  

Email : hidrakhairunnisa4@gmail.com

Abstract

  

Tanjidor is a kind of entertainment bersiafat artistry Betawi folk orchestra,

which uses western musical instruments, especially wind instruments.

Tanjidor originally developed from landhuis environment. This art entered

West Kalimantan around the 16th century through the trade at the time. This

art is played to enliven a variety of events such as weddings, circumcisions,

and events such as birthdays governance Pontianak. This study was to

determine objectively clarity about the arts tanjior in Pontianak. The method

used in this research is descriptive. Forms of research used in this research is

a form of qualitative research. The research subjects were the players

Tanjidor in Pontianak. The results showed that the presence of musical arts

tanjdor in Pontianak is as follows: factors that encourage the existence of

musical arts tanjidor in Pontianak is factor artist changes in the society

Factors inhibiting presence tanjidor musical arts in Pontianak is The element

of art dating from the West. Changes in agrarian society to industrial.

Measures to overcome barriers to the existence of musical arts tanjidor in

Pontianak Regarding the readiness of the Indonesian nation in the face of

modernization.) Music tanjidor in Pontianak City is in need of Pontianak City.

  Keywords: Existence, MusikTanjidor PENDAHULUAN

  Tanjidor merupakan kesenian yang bersifat hiburan sejenis orkes rakyat Betawi, yang menggunakan alat-alat musik Barat, terutama alat tiup, seperti yang dikatakan Nirwanto dkk (1998:50) yang membahas tentang tanjidor yang ada di Jakarta. Nirwanto mengatakan bahwa tanjidor adalah sejenis orkes rakyat Betawi yang menggunakan alat- alat musik barat terutama alat musik tiup seperti piston (cornet a piston), trombon, tenor, klarinet, bas dan dilengkapi dengan alat musik membran yang biasa disembut tambur dan genderang.

  Pada tahun 1980-an, Kesenian Tanjidor bisa dikatakan salah satu pertunjukan yang paling diminati di Kota Pontianak.Oleh masyarakat setempat. tanjidor biasa digunakan untuk memeriahkan hajatan seperti pernikahan, khitanan atau pesta-pesta umum seperti perayaan HUT RI. Kelompok Tanjidor juga kadang diundang untuk acara penyambutan para tamu undangan Pejabat-pejabat Negara pada acara-acara besar di kantor pemerintahan.

  Kesenian Tanjidor di Kota Pontianakmerupakanaset yang harus dijaga dan dilestarikan dan diharapkan tidak punah dan tetap bertahan di tengah-tengah masyarakat Kota Pontianak.Kesenian Tanjidor di Pontianak merupakan kesenian musik orkes Betawi yang diwarisi dari generasi terdahulu ke generasi selanjutnya. Oleh karena itu dengan tetap adanya kesenian ini maka tidak akan pernah putus pesan- pesan dari para leluhur untuk dijadikan sebagai pedoman hidup masyarakat Pontianak, serta kekayaan budaya daerah tetap dapat dilestarikan oleh masyarakat setempat.

  Pewarisan seni tradisional terutama pada era modernisasi dihadapkan pada tantangan zaman yang semakin kuat.Karena adanya perubahan komposisi penduduk, tingkat pendidikkan, mata pencaharian serta industrialisasi yang mampu menggusur aspek kehidupan budaya masyarakat setempat. Keadaan ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh A.O Yoeti (1985: 10) bahwa: Dalam bidang kesenian terjadi permasalahan yang menyangkut pada selera masyarakat.Sebagian masyarakat seleranya beralih pada seni modern, karena kesenian-kesenian yang tradisional yang masih ada dirasakan terdapat kekurangan-kekurangan dibandingkan kesenian modern yang mulai melanda masuk desa.

  Gejala tersebut di atas dipengaruhi oleh adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masalah selera dari generasi muda, karena dalam persoalan seni tradisi, banyak keunikan dan nilai yang tersembunyi dan umumnya hal tersebut tidak diketahui oleh banyak orang terutama generasi muda.Secara fisik mereka tahu wujud dari tradisi, namun nilai dan makna di balik wujud musik- musik tradisi tersebut tidak diketahui.Oleh sebab itu, cukup beralasan bila kesenian tradisional pada saat ini mulai dilupakan oleh generasi muda.

  Kesenian tanjidor di Kota tersebut tidak terlepas dari berkurangnya permintaan untuk melakukan pementasan.Sebagian masyarakat seleranya mulai beralih pada seni modern seiring maraknya kesenian modern yang muncul di lingkungan masyarakat. Bahkan tidak sedikit orang yang sudah melupakan seni dan budaya daerahnya sendiri, sementara seni dan budaya asing dipertahankan dalam gaya kehidupannya.

  Selain itu dalam kenyataanya, pembinaan kesenian tradisional dilaksanakan terlambat, sehingga banyak seni tradisi yang ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya.Hal tersebut bisa jadi merupakan salah satu dampak dari arus transformasi seni budaya yang datang dari Barat.Akibatnya, kelompok-kelompok kesenian tradisional banyak yang “gulung tikar” karena sepinya permintaan untuk pentas, sehingga pergelaran sudah jarang dilakukan dan hal itu menyebabkan proses pelestarian dan pewarisan kebudayaan menjadi terhambat.

  Dalam konteks Kesenian tanjidor, bahwa kepunahan sebuah kesenian lokal sebagai aset budaya daerah dapat terjadi jika tidak ada rasa kepedulian serta keinginan melestarikannya, terutama dari generasi muda selaku generasi yang bertanggungjawab untuk meneruskan kelestarian seni tradisional.Tantangan yang dihadapi oleh kesenian tanjidor saat ini adalah regenerasi.Minimnya minat generasi muda untuk belajar tanjidor adalah salah satu penyebab kenapa kesenian ini diambang kepunahan.Bahkan anak-anak pemain Tanjidor sendiri banyak diantaranya yang sudah tidak ingin meneruskan keahlian orang tua mereka.

  Selain itu, perhatian dari instansi terkait pun dirasakan sangat kurang terhadap keberadaan dan perkembangan kesenian tanjidor.Setelah semakin berkembangnya kesenian modern, maka digelar. Seni budaya tradisional yang harus dijaga, bukan hal yang mustahil akan mengalami kekosongan yang akan berujung kepada kepunahan di tempat seni budaya itu muncul dan berkembang. Padahal mengingat keberadaannya itu sebagai salah satu komoditi penting dalam suatu budaya masyarakat. kesenian tanjidor ini sudah seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah, karena hal ini, mengkhawatirkan akan memusnahkan aset budaya bangsa ini. Kekhawatiran ini pun diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa sistem pewarisannya pun sangat lambat dan tersendat.

  Hal tersebut di atas menjadi ketertarikan bagi penulis sehingga dijadikanlah ide dasar dari judul skripsi ini.Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk mengkaji lebih dalam tentang Kesenian Tanjidor di Kota Pontianak.Maka diangkatlah judul; “Eksistensi Kesenian Musik Tanjidor di Kota Pontianak”.

  Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Riyanto, Y. (2001:3) mengatakan,

  “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberi gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat- sifat populasi atau daerah tertentu”. Subana, M. dan Sudrajat, S. (2001:23) menyatakan, “Penelitian deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel dan fenomena pada saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya”.

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif adalah sebuah cara penelitian yang dilakukan untuk mengungkap suatu gambaran berupa kata-kata dan disajikan atau ditafsirkan secara objektif. Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini karena ingin menggambarkan eksistensi perkembangan musik tanjidor di Kota Pontianak.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

  Kebutuhan masyarakat akan musik tanjnidor untuk mengisi acara hiburan sangat mempengaruhi eksistensi musik tanjidor yang ada. Selama musik tanjidor masih digunakan masayarakat, maka musik tanjidor masih bisa dipertahankan keberadaanya, karena masyarakat hidup karena seni dan seni bisa menghidupi masyarakat. Selain itu biaya yang dikeluarkan untuk jasa hiburan seperti musik tanjidor sangat terjangkau dibandingkan dengan musik yang lain. Adat dan tradisi yang berlaku di masyarakat merupakan faktor yang sangat mendukung dalam menjaga eksistensi musik tanjidor secara umm dan kelompok khususnya pada grup tanjidor yang ada di Kota Pontianak.

METODE PENELITIAN

  

Kesenian Tanjidor Saat Penampilan HUT Kota Pontianak Di Masjid Raya.

  Kebudayaan termasuk faktor yang mempengaruhi eksistensi musik tanjidor khususnya pada masyarakat Melayu di Kota Pontianak. Musik tanjidor masih ada sampai saat ini karena budaya turun temurun dari nenek moyang yang menggunakan musik tanjidor sebagai sarana hiburan pada acara yang di selenggarakan.

  Minat ditandai dengan adanya dorongan, perhatian, rasa senang, kamampuan, dan kecocokan atau kesesuaian.Muhammad Saad Ahmad, 68 tahun mengatakan:Musik tanjidor di Pontianak memmang tidak se eksis dulu lagi, karena pemain tanjidor sudah benyak berusia lanjut.Generasi muda yang melanjutkan musik tanjidor sangat minim personilnya, dikarenakan kurangnya minat generasi muda memainkan musik ini.Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerus musik tanjidor ini sangat kurang, sebab generasi muda lebih menyukai musik modern. Faktor pendapatan juga merupakan salah satu penghambat minatnya kesenian tanjidor. Pendapatan bermain musik tanjidor hanya berkisar 100 sampai 150 ribu itupun belum termasuk bensin kendaraan pribadi.

  Pemerintah kurang mendukung kebudayaan tanjidor misalnya perlombaan kesenian tanjidor juga jarang diadakan pemerintah lagi dengan alasan peminatnya yang sedikit, padahal menurut bapak Saad jika perlombaan tanjidor gratis pendaftarannya akan banyak yang mengikuti, karena kalau menggunakan uang pendaftaran yang berkisar Rp.150.000 sampai Rp.200.000 kami menyewa pekap, siapkan baju dll.

  Faktor penghambat keberadaan kesenian musik tanjidor di Kota Pontianak adalah pengaruh globalisasi.Kesenian musik tanjidor dan hubungannya dengan globalisasi mengenai eksistensi kesenian khususnya seni musik tanjidor yang sedang dihadapkan pada pengaruh globalisasi.Globalisasi ditandai dengan semakin majunya sistem komunikasi dan informasi menjadikan masyarakat lebih cenderung meminati jenis hiburan yang ditayangkan oleh stasiun TV, baik itu kesenian tradisional maupun seni yang datangnya dari budaya luar bila dibandingkan dengan hiburan seni pertunjukkan daerah. Berubahnya minat masyarakat yang lebih memilih jenis kesenian yang ditayang kan oleh media elektronik membuat tugas seniman musik tanjidor menjadi semakin berat.

  Untuk menumbuhkan kecintaan terhadap kesenian tradisioanl diperlukan pengetahuan tentang asal mula kesenian tersebut sehingga dapat berkembang dalam masyarakat.Hal inilah yang tidak diketahui khususnya oleh sebagian besar generasi muda masyarakat Pontianak sehingga kesenian musik tanjidor sulit berkembang karena kebanyakan masyarakat yang masih melestarikan kesenian musik tanjidor di Pontianak adalah orang-orang yang bisa dibilang sudah tua.

  Kelompok tanjidor yang di pilih oleh tuan rumah hendaknya memberikan tarif yang sesuai agar penghasilan yang di dapat cukup untuk para pemain tanjidor. Tuan rumah juga harus mempertimbangkan para pemain tanjidor yang memiliki usia lanjut, perawatan alat-alatnya, serta kostum khas yang biasa digunakan pemain saat tampil di sebuah acara. Sehingga tuan rumah dapat menigkatkan tarif untuk para pemain tanjidor.

  Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam melestarikan kesenian ini merupakan aset yang dimiliki oleh Kota Pontianak. Hal ini bisa diwujudkan dengan bantuan dana dari pemerintah, sering mengadakan perlombaan tanjidor yang gratis pendaftaranya serta hadiah yang menarik. Tentunya hal ini akan menambah minat kesenian tanjidor di Kota Pontianak.

  Kesenian tradisional khususnya kesenian musik tanjidor di Pontianak harus melakukan berbagi inovasi dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang untuk menciptakan kesenian yang menarik bagi masyarakat.Perubahan dan inovasi yang dilakukan kesenian musik tanjidor tentunya dengan tidak menghilangkan esensi dari kesenian itu sendiri sebagai sebuah kesenian tradisional yang mencirikan masyarakat pendukungnya.

  Pembahasan A. Faktor Pendukung Eksistensi Kesenian Tanjidor Di Kota Pontianak

  Adat istiadat dan tradisi masyarakat berpengaruh terhadap kebutuhan masyarakat, seperti tradisi perkawinan yang menggunakan musik tanjidor sebagai pengisi hiburan ketika arak- arakan pengantin dilakukan. Kebutuhan masyarakat akan musik tanjidor untuk memeriahkan berbagai acara mendorong masyarakat untuk tetap menggunakan musik tanjidor karena ada kebanggaan tersendiri apabila acara yang diadakan masyarakat menggunakan musik tanjidor.

  Teori mengenai fungsi musik dalam masyarakat menurut Alam P. Merriam (dalam R. Okky Satya 2012:10) juga membuktikan bahwa musik sebagai sarana entertaiment yang berarti musik berfungsi sebagai sarana hiburan bagi pendengarnya dan juga menjadi sarana kelangsungan dan ststistik kebudayaan yang artinya musik juga berperan dalam pelestarian guna kelanjutan dan stabilitas sesuatu bangsa. Kebutuhan masyarakat akan musik tanjnidor untuk mengisi acara hiburan sangat mempengaruhi eksistensi musik tanjidor yang ada.

  Unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2009:165) ada 7 yang satu diantaranya adalah kesenian, seperti kesenian musik tanjidor yang secara turun-temurun sampai sekarang masih berperan dalam memeriahkan acara yang diselenggarakan pada masyarakat khususnya pada masyarakat Melayu Pontianak. Menurut Muin (dalam Astuti:2011:66) selama adat dan budaya berjalan dimasyarakat, tanjidor tetap dibutuhkan dan sangat berperan dalam segala hal. Hal ini sebagaimana diakatakan “acara-acara yang diselenggarakan oleh masyarakat tanpa adanya keikutsertaan musik tanjidor, ibarat sayur tanpa garam”. Acara yang dimaksud seperti arak-arakan pengantin yang tidak sah jika tidak ada musik tanjidornya.

  Pernyataan diatas menunjukan bahwa kebudayaan termasuk faktor yang mempengaruhi eksistensi musik tanjidor khususnya pada masyarakat Melayu di Kota Pontianak. Musik tanjidor masih ada sampai saat ini karena budaya turun temurun dari nenek moyang yang menggunakan musik tanjidor sebagai sarana hiburan pada acara yang di selenggarakan.

  B. Faktor Penghambat Eksistensi Kesenian Tanjidor di Kota Pontianak

  Minat tidak akan muncul dengan sendirinya secara tiba-tiba dari dalam individu, tetapi timbul melalui suatu proses. Dengan adanya perhatian dan interaksi dengan lingkungan, maka minat tersebut dapat berkembang.Munculnya minat ini biasanya ditandai dengan adanya dorongan, perhatian, rasa senang, kamampuan, dan kecocokan atau kesesuaian.Muhammad Saad Ahmad, 68 tahun mengatakan:Musik tanjidor di Pontianak memmang tidak se eksis dulu lagi, karena pemain tanjidor sudah benyak berusia lanjut.Generasi muda yang melanjutkan musik tanjidor sangat minim personilnya, dikarenakan kurangnya minat generasi muda memainkan musik ini. Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerus musik tanjidor ini sangat kurang, sebab generasi muda lebih menyukai musik modern.Faktor pendapatan juga merupakan salah satu penghambat minatnya kesenian tanjidor. Pendapatan bermain musik tanjidor hanya berkisar 100 sampai 150 ribu itupun belum termasuk bensin kendaraan pribadi disetiap pemain, seperti menurut bapak Kedit salah satu anggota kelompok tanjidor Setia Kawan yang mengatakan: Rumah saye di Kalimas Punggur, dengan rumah penganten laki-laki biasenye jaoh, bensin dan berape belom rokok saye agik. Mane saye nak nyimpanuntuk keperluan laen. Jadi ini mungkin salah satunye ngape anak-anak sekarang tak maok maen tanjidor.

  Jadi dapat disimpulkan faktor ekonomi juga termasuk faktor penghambat kesenian tanjidor di Kota Pontianak.Faktor penghambat eksistensi musik tanjidor adalah kurangnya dukungan dari pemerintah. Sudirman, 52 tahun mengatakan:Berdasarkan pembicaraan dengan teman-teman kelompok tanjidor di Pontianak, pemerintah sangat jarang memberikan bantuan baik dana pemnembangan musik tanjidor, bahkan alat-alat musik tanjidor Bapak Saad juga mengatakan telah mengajukan proposal bantuan dana namun sampai saat ini belum disetujui dengan alasan proposalnya belum resmi dan harus melalui notaris, sedangkan kelompok tanjung besiku tidak mempunyai dana untuk menggunakan jasa notaris.

  Berdasarkan kutipan di atas, usaha pengembangan musik tanjidor di Kota Pontianak.Faktor penghambat keberadaan kesenian musik tanjidor di Kota Pontianak adalah pengaruh globalisasi.Kesenian musik tanjidor dan hubungannya dengan globalisasi mengenai eksistensi kesenian khususnya seni musik tanjidor yang sedang dihadapkan pada pengaruh globalisasi.Globalisasi ditandai dengan semakin majunya sistem komunikasi dan informasi menjadikan masyarakat lebih cenderung meminati jenis hiburan yang ditayangkan oleh stasiun TV, baik itu kesenian tradisional maupun seni yang datangnya dari budaya luar bila dibandingkan dengan hiburan seni pertunjukkan daerah. Berubahnya minat masyarakat yang lebih memilih jenis kesenian yang ditayang kan oleh media elektronik membuat tugas seniman musik tanjidor menjadi semakin berat.

  C. Upaya Mengatasi Hambatan Eksistensi Musik Tanjidor di Kota Pontianak

  Untuk menumbuhkan kecintaan terhadap kesenian tradisioanl diperlukan pengetahuan tentang asal mula kesenian tersebut sehingga dapat berkembang dalam masyarakat.Hal inilah yang tidak diketahui khususnya oleh sebagian besar generasi muda masyarakat Pontianak sehingga kesenian musik tanjidor sulit berkembang karena kebanyakan masyarakat yang masih melestarikan kesenian musik tanjidor di Pontianak adalah orang-orang yang bisa dibilang sudah tua.Para seniman tanjidor hendaknya mengenalkan sejak dini kepada anak-anaknya tentang kesenian tanjidor khususnya di Kota Pontianak serta membawa anaknya ketika latihan dan mengisi acara di pernikahan atau khitanan. Dari sinilah generasi akan tumbuh meskipun tidak secara langsung untuk meminati bahkan memainkan kesenian tersebut.

  Kelompok tanjidor yang di pilih oleh tuan rumah hendaknya memberikan tarif yang sesuai agar penghasilan yang di dapat cukup untuk para pemain tanjidor. Tuan rumah juga harus mempertimbangkan para pemain tanjidor yang memiliki usia lanjut, perawatan alat-alatnya, serta kostum khas yang biasa digunakan pemain saat tampil di sebuah acara. Sehingga tuan para pemain tanjidor. Menurut wawancara dengan bapak Sudirman, bahwa tarif yang diterima dari bermain tanjidor hasilnya pas-pasan kadang juga belum bisa menutupi kebutuhan, hanya saja kami bermain karena senang menghibur orang.

  Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam melestarikan perkembangan kesenian tanjidor karena kesenian ini merupakan aset yang dimiliki oleh Kota Pontianak. Hal ini bisa diwujudkan dengan bantuan dana dari pemerintah, sering mengadakan perlombaan tanjidor yang gratis pendaftaranya serta hadiah yang menarik. Tentunya hal ini akan menambah minat kesenian tanjidor di Kota Pontianak.

  Seperti wawancara yang dilakukan bersama bapak Natsir selaku Sejarawan di kota Pontianak beliau mengatakan bahwa pemerintah akan mendukung kesenian yang ada di kota Pontianak salah satunya kesenian tanjidor dengan memberikan semangat maupun bantuan dana.

  Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni bagi kesenian musik tanjidor tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai pelindung dan pengayom kesenian musik tradisional, termasuk musik tanjidor tanpa harus turut campur dalam proses estetikanya.

  Pemerintah juga harus sering mengadakan acara-acara yang berkiatan dengan kebudayaan serta adat istiadat. Tidak hanya acara besar pemerintahan saja tanjidor diperlukan, tetapi acara- sertakan seperti pawai ta’ruf dan hari- hari besar agama lainya. Tidak hanya itu, dalam penyambutan tahun baru masehipun hendaknya pemerintah ikut sertakan kesenian tersebut dalam kegiatan yang ada. Dengan memberikan pakaian adat melayu bagi grup yang di undang atau memberikan dana yang cukup guna memfasilitasi serta merawat alat-alat tanjidor yang ada. Dalam hal danapun, pemerintah hendaknya memberikan toleransi kepada grup tanjidor khususnya di Kota Pontianak.

  KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Berdasarkan pembahasan maka peneliti menyimpulkan bahwa keberadaan kesenian music tanjdor di kota Pontianak adalah sebagai berikut: Faktor yang mendorong keberadaan kesenian musik tanjidor di Kota Pontianak. Seorang seniman musik tanjidor yang identik dengan karya seni terkandung nilai-nilai yang mampu menciptakan perubahan, meskipun secara tidak langsung, bahkan karya seni merupakan instrument penting dalam sebuah perubahan kebudayaan. Faktor yang penghambat keberadaan kesenian musik tanjidor di Kota Pontianak. Penggabungan antara kesenian tradisional dengan unsur seni yang datang dari Barat. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan keberadaan kesenian tradisional ditengah derasnya arus budaya global, karena itu dilakukan berbagai inovasi dalam segi music pengiring, kostum, bentuk musik tanjidor dan lain-lain. Upaya mengatasi hambatan keberadaan kesenian musik tanjidor di Kota Pontianak, adalah Mengenai kesiapan bangsa Indonesia dalam menghadapi pengaruh modernisasi sehingga diperoleh solusi yang biasa ditempuh guna mempertahankan seni musik tanjidor di Pontianak dibawah pengaruh budaya global, dampak modernisasi terhadap seni musik tanjidor di Pontianak secara umum tidak menyentuh aspek seniman sebagai ujung tombak dari keberlangsungan sebuah seni musik tanjidor di Pontianak yang berperan dalam perubahan atau perkembangan.

  Saran

  Putu, Wijaya. 2001. Putu Wijaya Sang

  Zaenal, Abidin, (2007). Eksistensi Keilmuan, Jakarta: Cahaya Putra.

  Jakarta. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

  Yoeti. (1985). Warisan Tradisional

  Jakarta: Rineken Wasty Soemanto. (2003). Psikologi Pendidikan,Jakarta:Rineka Cipta.

  Susetyo.(2005). Kondakting. Semarang: UniversitasNegeri Semarang. Wasty. (2003). Psikologis Pendidikan,

  Kebudayaan. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

  Sugiyono. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sunarto.(2008). Estetika Seni

  Kelas VII. Jakarta: Erlangga

  Sugiyanto.(2004). Kesenian untuk SMP

  PengantarApresiasiSeni. Jakarta: BalaiPustaka.

  Bandung: STISI. Soedarsono (2002).

  Jakarta: Universitas Negeri Jakarta. Rosyadi.(2006). Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan.

  Teroris Mental dan Pertanggung jawaban Proses Kreatifnya,

  Umum. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

  Berdasarkan hasil pembahasan dan wawancara maka di sarankan Hendaknya kesenian tanjidor Kota Pontianak dipertahankan eksistensinya sebagai musik tradisional. Hendaknya adanya pembinaan yang dilakukan generasi tua kegenerasi muda agar keberadaan musik tanjidor di Kota Pontianak tidak punah. Adanya peran serta masyarakat memanfaatkan musik tanjidor sebagai sarana hiburan dalam acara khitanan, dan pernikahan. Adanya peran serta pemerintah dalam memberikan perlindungan dan pelestarian musik tanjidor di Kota Pontianak.

  Aksara. Nasional,Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Prasetya.(2004). Dasar Teori Musik

  Penelitian Kualitatif . Jakarta: Bina

  Moleong, Lexy. (2004). Metode

DAFTAR PUSTAKA

  Jakarta:Kementrian Pendidikn

  Jamalus. (2008). Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik.

  ITB

  Jakob, (2000). Filsafat Seni. Bandung:

  Manusia. Jakarta: Pusat Musik Liturgi.

  Jakarta . Firdaus, (2011). Pengenalan Eksistensi

  Bintang Utami, (1999). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.

  Yogyakarta: Kanisius Yogyakarta

  Banoe Pono. (2003). Kamus Musik.

  Gamelan Sunda. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

  Alwi, (2003). Eksistensi Kesenian

  .

  .