Pelayanan Pendidikan Dalam Perspektif Sound Governance (Studi Kasus MBS dan Pelayanan Publik di Kota Probolinggo Tahun 2016) Djoko Siswanto Muhartono Lektor Kepala pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Pawyatan Daha Kediri djoko_siswanto28yahoo.com
Pelayanan Pendidikan Dalam Perspektif Sound Governance (Studi Kasus MBS dan Pelayanan Publik di Kota Probolinggo Tahun 2016)
Djoko Siswanto Muhartono
Lektor Kepala pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Pawyatan Daha Kediri djoko_siswanto28@yahoo.com
Abstrak
Penelitian tentang pelayanan pendidikan di Kota Probolinggo, Provinsi Jawa Timur melalui pelaksanaan program Manajemen Berbasis Sekolah-Berorientasi Pelayanan Publik ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan program MBS-BPP dalam perspektif sound governance. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ini lebih difokuskan pada pelaksanaan program Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik. Data diperoleh dengan menggunakan pengamatan partisipatif, wawancara mendalam kepada informan, angket, dan telaah dokumen. Sumber informasi penelitian mencakup penyedia pelayanan, pengguna pelayanan, eksekutif, legislatif, media massa, dan lembaga kemasyarakatan yang lain. Analisis data mengacu pada langlah-langkah yang dikemukakan oleh Creswell. Temuan penelitian ini memperlihatkan seluruh tahapan pelaksanaan program MBS-BPP terjadi interaksi secara dinamis dan saling mendukung dari seluruh dimensi sound governance, sehingga sekolah dapat memperbaiki pelayanan pendidikan secara berkelanjutan. Berdasarkan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program MBS-BPP sekolah dapat memadukan seluruh dimensi sound governance, sehingga ada jaminan pelayanan pendidikan secara berkelanjutan. Implikasi teoretis yang dapat dikemukakan adalah adanya “modifikasi” terhadap teori sound governance Farazmand (2004) pada level lokal, dengan diajukannya sebuah teori sound local governance (SLG).
Kata kunci: Dimensi sound governance, manajemen berbasis sekolah, perbaikan
pelayanan pendidikan, pembangunan yang berkelanjutan.
Abstract
Research on Education Services in Probolinggo City, East Java Province through the implementation of School Based Management program - Public Service Oriented is to describe and analyze the implementation of MBS-BPP program in the perspective of sound governance. The research using this qualitative approach is more focused on the implementation of the Public Service Oriented School Based Management program. Data were obtained by using participatory observation, in-depth interviews with informants, questionnaires, and document review. Sources of research information include service providers, service users, executives, legislatives, mass media, and other community institutions. Data analysis refers to the steps Creswell puts forward. The findings of this study show that all stages of MBS-BPP program implementation interaction dynamically
Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 | 133 Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 | 133
Keywords: Dimentions of sound governance, school-based management, improve public services, sustainable development
A. LATAR BELAKANG
sebagian besar untuk gaji dan tunjangan Perserikatan
pegawai atau hanya untuk belanja (PBB) pada tanggal 25-27 September
Bangsa-Bangsa
operasional.
2015 di New
Pelaksanaan program Manajemen menyelenggarakan pertemuan tingkat
York
telah
Berbasis Sekolah (MBS) pada satuan tinggi dengan beberapa negara anggota
pendidikan dasar baik negeri dan swasta, telah mengevaluasi pelaksanaan Millenium
mendapat dana Bantuan Operasional Development Goals (2000-2015) dan
Sekolah (BOS) dari Anggaran Pendapatan sekaligus
dan Belanja Negara (APBN) melalui mencanangkan
telah berkomitmen
dan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pembangunan
yang diteruskan dengan skema Dana (Sustainable Development Goals/SDGs) Dekonsentralisasi Provinsi. Sedangkan
periode 2016 – 2030. SDG’s terdiri dari titik berat dari penggunaan dana BOS,
17 tujuan dan 169 target pembangunan adalah untuk pencapaian target Standar berkelanjutan dan kualiatas pendidikan
Nasional Pendidikan (SNP) yang terdiri (Quality Education) menjadi tujuan yang
dari 8 (delapan) standar, yaitu: isi, proses, ke-4 dari SDGs.
kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga Hal ini membuktikan bahwa
kependidikan, sarana dan prasarana, permasalahan kualitas pendidikan (quality
pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian education) telah menjadi permasalahan
pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor global dan perlu mendapatkan perhatian
19 Tahun 2005 jo Peraturan Pemerintah yang lebih serius oleh negara-negara di
Nomor 23 Tahun 2013). Di samping itu, dunia. Pokok permasalahan pelayanan
untuk mencapai target kedelapan standar pendidikan di level global, terutama di
tersebut, dana BOS juga untuk memenuhi negara Indonesia adalah terletak pada
target Standar Pelayanan Minimal (SPM) komitmen
Pendidikan Dasar yang diatur dalam meningkatkan
pemerintah
untuk
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional pendidikan. Di negara Indonesia anggaran
kualitas
pelayanan
Nomor 15 Tahun 2010, sehingga pihak pemerintah meskipun besar, namun masih
sekolah terbeban berat yaitu pencapaian
134 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 134 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018
Mereka menyatakan Beban berat yang ditanggung oleh
Indonesia.
seharusnya Pemerintah Kota Probolinggo sekolah itulah akhirnya kualitas pelayanan
menyusun suatu peraturan yang mengatur pendidikan kurang mendapat perhatian
tentang pelayanan pendidikan, agar sekolah, karena sekolah terjebak pada
sekolah berani untuk memperbaiki kegiatan untuk mencapai target SPM dan
pelayanan pendidikan melalui partisipasi SNP. Selama ini ada anggapan bahwa
masyarakat.
pelayanan pendidikan yang baik adalah Kebijakan pemerintah terkait tingginya pencapaian target SPM dan
dengan pelayanan publik berbasis SNP. Berdasarkan wawancara dengan
pengaduan telah ada, namun pada saat ini ARK Kasubag Sungram Diknas Kota
masih hanya berlaku untuk instansi publik, Probolinggo, bahwa Kota Probolinggo
dinas, badan dan kantor telah mencapai target SPM yaitu rata-rata
seperti
Pemerintah Daerah. Mengapa sekolah 80,5 % dan pencapaian target SNP rata-
sebagai penyedia pelayanan belum rata 75 % yang sebagian besar untuk
mendapat perhatian dalam bentuk sarana
kebijakan sekolah sebagai penyedia menunjukkan bahwa pencapaian target
dan prasarana.
Hal
ini
pelayanan pendidikan oleh pemerintah, hanya bersifat fisik lebih penting daripada
pemerintah provinsi bahkan pemerintah proses pelayanan sekolah kepada siswa
kabupaten/kota? Hal ini dapat dilihat yaitu dan orang tua/wali siswa.
dengan adanya beberapa peraturan yang Kondisi di atas, membawa
terkait dengan pelayanan publik berbasis implikasi terhadap kurang kepedulian
pengaduan, yaitu: kebijakan dalam bentuk sekolah pada pengaduan dari para siswa
peraturan perundang-undangan, yaitu: maupun orang tua/wali siswa. Misalnya,
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 seringkali siswa dari putra YYK, mengadu
tentang Pemerintahan Daerah, Undang- bahwa ruang kelas panas, namun kurang
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang mendapat tanggapan atau tidak segera
Pelayanan Publik, Peraturan Daerah dibelikan kipas angin oleh sekolah atau
Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun guru tidak memeriksa hasil pekerjaan
2005 yang telah diubah dengan Peraturan rumah
Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 disampaikan ke kepala sekolah, namun
siswa dan inipun
sudah
Tahun 2011 tentang Pelayanan Publik, juga belum ada perubahan yaitu untuk
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor memeriksa hasil pekerjaan rumah.
87 Tahun 2011 tentang Kode Etik Penyebab dari kurang peduli terhadap
Pelaksana Pelayanan Publik. Sedangkan pengaduan siswa dan orang tua/wali
Kementerian Negara siswa, karena sekolah tidak ada peraturan
regulasi dari
Pendayagunaan Aparatur Negara masih atau ketentuan dari pemerintah Kota
bersifat pedoman yaitu dengan diterbitkan Probolinggo,
Menteri Pendayagunaan disampaikan oleh RKM Kepala SDN
Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2009 Tisnonegaran 1 dan END Kepala SDN
tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Sukabumi 1, bahwa keduanya menyatakan
Pelayanan Publik dengan Partisipasi bahwa sekolah melaksanakan tugas
Masyarakat.
berdasarkan petunjuk
Berdasarkan kondisi regulasi penggunaan dana BOS dari Kementerian
pelaksanaan
tentang pelayanan publik tersebut di atas,
Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 | 135 Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 | 135
pembatasan penggunaan dana BOS, publik pada tingkat satuan pendidikan,
mengakibatkan pihak sekolah kekurangan baik di tingkat pemerintah pusat,
perbaikan pelayanan pemerintah provinsi dan pemerintah
dana
untuk
pendidikan. Di sisi lain, pemerintahan kabupaten/kota, khususnya Pemerintah
(eksekutif dan legislatif) Kota Probolinggo. Peraturan Menteri
daerah
mengambil kebijakan agar sekolah tidak Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun
memungut dana kepada orang tua/wali 2010 yang telah diubah dengan Peraturan
murid.
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010
karena itu rumusan tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Oleh
permasalahannya dan yang menjadi Pendidikan, belum memuat secara
penelitian, adalah: eksplisit mengatur tentang penerapan
pertanyaan
”Bagaimanakah pelaksanaan program prinsip-prinsip
MBS-BPP di Kota Probolinggo dalam Sekolah - Berorientasi Pelayanan Publik
Manajemen
Berbasis
sound governance? ”. (MBS-BPP). Oleh karena itu dengan
perspektif
Sedangkan tujuan penelitian inidalah memperhatikan gambaran pelaksanaan
untuk mendeskripsikan dan menganalisis peraturan di atas, maka penulis melakukan
pelaksanaan program MBS-BPP dalam penelitian ini.
perspektif sound governance. Pelaksanaan program MBS-BPP untuk tujuan pencapaian target SPM, SNP dan perbaikan pelayanan pendidikan,
B. LANDASAN TEORI
pihak sekolah, masyarakat yang diwakili
Good dan Sound Governance
good governance (perusahaan) serta
oleh Komite Sekolah, pihak swasta
Pengertian
secara umum, sering diterjemahkan internasional (USAID). Pelibatan komite
pihak
lembaga
sebagai ”tata kelola kepemerintahan yang sekolah dalam pelaksanaan program
sedangkan World Bank MBS-BPP, khususnya penyusunan dan
baik, ”
mendefinisikan good governance sebagai penganggaran, beberapa sekolah terkesan
penyelenggaraan manajemen hanya formalitas, artinya ketua komite
suatu
pembangunan yang solid dan bertanggung sekolah tinggal menandatangani dokumen
jawab yang sejalan dengan prinsip-prinsip Rencana Kerja Sekolah (RKS) dan
demokrasi dan pasar yang efisien, Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah
penghindaran salah alokasi dana investasi (RKAS). Di samping itu, pada tataran
dan pencegahan tindak pidana korupsi pelaksanaan dan pertanggungjawaban
baik secara politik maupun administratif, program kegiatan dan keuangan, komite
menjalankan disiplin anggaran serta sekolah dilibatkan secara terbatas.
penciptaan kerangka hukum dan politik Hubungan antara
sekolah
sebagai
bagi kegiatan bisnis.
penyedia pelayanan dengan orang tua UNDP-PBB memperkenalkan 9 siswa dan/atau siswa sebagai pengguna
(sembilan) karakteristik good governance pelayanan terbatas, dan segala pengaduan
yang terdiri dari (Mardiasmo, 2002: 17- dari orang tua siswa dan/atau siswa sering
18): (1) participation; (2) rule of law; (3) diabaikan, sehingga pengaduan tersebut
transparency ; (4) responsiveness; (5) tidak diakomodasi dalam penyusunan
consensus orientation; (6) equity; (7) perencanaan dan penganggaran sekolah.
136 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 136 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018
Dari sembilan karakter good sama dengan cara yang solid; (4) governance tersebut di atas disesuaikan
konstitusi, adalah dimensi yang paling menjadi
penting dari governance dan sound governance oleh UNDP (2008), yaitu:
10 prinsip-prinsip
good
governance adalah konstitusi dari sistem participation, rule of law, transparency,
pemerintahan dan governance. Konstitusi equality,
merupakan dokumen pembimbing dan accountability, oversight, efficiency dan
responsiveness,
vision,
mendasar yang berfungsi sebagai cetak
biru governance; (5) organisasi dan Doorgapersad dan Ababio, 2010: 413-414)
effectiveness, professionalism (Vyas-
institusi adalah seberapa baik institusi- Munshi (2009: 10) hanya
institusi ini beroperasi dalam koordinasi memberikan
dengan institusi lainnya. Struktur dan governance , yaitu: partisipasi, transparan,
proses governance meskipun baik, tanpa akuntabel dan adil; sedangkan Khawaja
organisasi dan institusi governance, maka (2011: 15) memberikan karakteristik good
tidak ada sound governance; (6) governance, yaitu:
manajemen dan kinerja adalah terkait partisipasi,
akuntabilitas,
dengan sound transparansi.
governance . Manajemen dan kinerja Sound
adalah bagian integral dari keseluruhan beberapa komponen atau dimensi, yaitu
Governance memiliki
sistem, sehingga hanya kinerja saja tidak (Farazmand, 2004: 12-18): (1) proses,
cukup, melainkan harus menghasilkan sound governance melibatkan suatu proses
hasil yang diinginkan dan dimaksudkan governing dengan interaksi semua elemen
serta hasil yang diterjemahkan ke dalam atau pemangku kepentingan, baik proses
legitimasi sistem dan institusi; (7) internal maupun eksternal; (2) Struktur,
memberikan pedoman, arah adalah tubuh dari unsur-unsur konstitutif,
kebijakan,
dan kemudi kepada elemen atau dimensi aktor, aturan,
peraturan, prosedur, proses, struktur, dan manajemen. Dua kerangka kerja pengambilan keputusan,
jenis kebijakan menurut sound governance dan sumber-sumber kewenangan yang
adalah: Pertama , adalah kebijakan menyetujui atau melegitimasi proses
eksternal untuk organisasi governance governance . Perwujudan struktural ini
secara individu, dan itu bersumber dari dibentuk dan beroperasi baik secara
otoritas legislatif dan politik atau hukum vertikal dan horizontal dan dipengaruhi
yang mewakili kehendak rakyat. Ini oleh banyak faktor internal dan eksternal,
panduan kebijakan dan lokal dan kekuatan internasional; (3)
semacam
memberikan arah ke lembaga governance kognisi dan nilai, mewakili keunikan atau
dan organisasi untuk mencapai tujuan dan sistem nilai yang menyimpang dari proses
sasaran yang diinginkan. Kedua, adalah atau struktur governance. Nilai-nilai
kebijakan internal untuk institusi dan normatif kejujuran, keadilan, integritas,
organisasi governance secara individual; keterwakilan, tanggap, tanggung jawab,
organisasi, pedoman toleransi, dan persamaan di depan hukum
kebijakan
serangkaian pengarahan peran yang bagi semua warga negara tanpa
mendefinisikan dan menentukan aturan, memandang warna kulit, ras, etnis, gender,
peraturan, prosedur, dan nilai-nilai yang usia membentuk perekat yang menempel
digunakan untuk mengelola kinerja
Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 137 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 137 |
alternatif terhadap good governance (tata Bersama-sama, kebijakan internal dan
sound governance yang diinginkan.
kelola kepemerintahan yang baik), ada eksternal berfungsi sebagai pengarah
beberapa alasan. Pertama, itu lebih mekanisme dari kinerja organisasi dalam
komprehensif. Kedua, hal itu juga sound governance ; (8) Sektor, adalah fitur
mencakup normatif serta fitur teknis dan sektoral yang juga mewujudkan semua
rasional good governance . Ketiga , dimensi lain yang diuraikan di atas.
memiliki karakteristik kualitas governance Dimensi ini penting karena terfokus pada
yang lebih unggul daripada good sektor-sektor tertentu seperti industri,
governance dan sehat. Keempat, sound pertanian, pedesaan, perkotaan, penelitian
governance sesuai dengan nilai-nilai ilmiah, dan pengembangan, pendidikan,
konstitusi dan responsif terhadap norma- kesehatan, transportasi, dan area lainnya.
norma internasional, aturan, dan rezim. Dimensi sektoral governance memerlukan
Kelima , konsep sound governance partisipasi langsung warga, manajemen,
memiliki asal kuno di kerajaan Persia dan pengetahuan dan keterampilan dalam
negara dunia pertama dengan sistem kinerja organisasi publik. Keperluan
administrasi yang sangat efisien dan tersebut membutuhkan suatu koordinasi
efektif. (Farazmand, 2004:10-11). Konsep lintas sektoral dan lintas organisasional,
sound governance dapat digunakan untuk kerjasama, dan berbagi pengetahuan dan
menunjukkan suatu sistem pemerintahan informasi;
yang tidak hanya kekuatan di dalam negeri internasional/global, dapat menimbulkan
kekuatan
tanpa cacat secara pengaruh bagi negara di dunia dan
dan
hampir
ekonomi/finansial, politik, demokratis, semakin ditarik ke dalam –dengan
konstitusional, administratif, manajerial, sukarela atau tidak- kelompok rejim yang
dan etis, namun juga mendapatkan berkembang, baik yang menunjukkan
internasional/global serta intoleransi menuju perilaku governance
dukungan
interaksi dengan negara-bangsa lainnya yang dipertimbangkan secara tradisional
dan pemerintah mereka. sebelumnya dan tradisional dianggap
Sehubungan dengan kondisi di normal dan internal untuk pemerintah
atas maka negaralah yang memungkinkan, yang berdaulat serta kesepakatan bersama
membutuhkan kerangka antar organisasi internasional. Contoh:
sehingga
konstitusional, masyarakat sipil, sektor PBB dan organisasi lainnya semacam
dan struktur kelembagaan ILO, WFO, WHO, WB, IMF, WTO dan
swasta,
dalam rangka lain-lainnya; (10) etika, akuntabilitas, dan
internasional/global
mewujudkan proses partisipatif untuk transparansi adalah fondasi prinsipnya
memecahkan masalah publik. Oleh karena pada
itu governance bersifat inklusif dan akuntabilitas, dan transparansi struktur dan
nilai-nilai etika,
persyaratan
memperkenalkan partisipasi dan interaksi nilai-nilai.
Prinsip
lingkungan nasional dan governance ini memeriksa terhadap
internasional yang semakin kompleks penyimpangan potensial dan korupsi dari
(complex) , beragam (diverse), dan dinamis sistem sebaik berhadapan dengan prinsip-
(dynamic) .
prinsip yang tidak jelas dari efisiensi dan ekonomi dalam proses administrasi dan
Pembangunan Kemitraan bagi Sound
manajemen.
Governance.
138 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018
Partisipasi dari sisi demokrasi, global dengan isu-isu regional, nasional Muluk (2010)
menyatakan bahwa dan lokal di mana hal ini dapat dijelaskan partisipasi sebagai nilai dasar demokrasi
bahwa isu-isu global mempunyai dampak menjadi
pada isu-isu regional, nasional dan lokal. administrasi publik yang demokratis. Pada
Sehubungan dengan multi-level dasarnya, gagasan partisipasi dalam
Sloat (2002-35) administrasi publik mencakup dua ranah,
governance ,
mengemukakan bahwa multi-level yakni
governance dikembangkan sebagai suatu partisipasi masyarakat dalam administrasi
kerangka konsep sebagian untuk meralat publik.
kesalahan teori terdahulu untuk mengenali Barber
peran yang dimainkan oleh berbagai aktor. 2007:155)
(dalam
Callahan,
Selanjutnya secara umum Marks (1993) partisipatori berargumen bahwa partisipasi
mengatakan
teoritisi
dalam Sloat (2002: 37) multi-level warga secara langsung tidak hanya
governance dapat dipahami sebagai suatu mengarah untuk pembuatan keputusan
negosiasi antar pemerintah supranasional, yang lebih baik, tetapi juga stabilitas
nasional, dan sub nasional, sebagai hasil fasilitas sosial dengan pengembangan
kreasi proses kelembagaan yang luas dan suatu rasa komunitas, peningkatan
realokasi keputusan yang ditarik dari pembuatan keputusan secara kolektif dan
beberapa fungsi yang terpusat sebelumnya pengenalan penerimaan dan respek
dari negara untuk level supranasional dan terhadap proses governance.
beberapa turun ke level regional/lokal. Masih terkait dengan model
Sehubungan dengan hubungan antar level, partisipasi yaitu kolaborasi, Callahan
Keskitalo (2010: 4) mengemukakan (2007: 161-166) mengingatkan bahwa
bahwa suatu problem atau isu yang pada struktur yang kaku dan otoriter
mengglobal diperlukan untuk governance administrasi publik tentunya membatasi
permintaan dan partisipasi yang penuh dan potensial dan
perlu
koordinasi
lintas internasional, kolaborasi memberikan tempat dan
membutuhkan
nasional, regional dan lokal, sebaik menguatkan peran administrator sebagai
koordinasi antara sektor-sektor. Lebih jauh keahlian. Dengan partisipasi kolaboratif,
tentang (Farazmand, 2004; Armitage et. publik mempunyai
al, 2007) local governance di bawah mempengaruhi keduanya yaitu proses dan
peluang untuk
model sound governance atau dengan kata hasil (outcome). Sedangkan Kolaboratif
lain sound governance pada level lokal governance memerlukan manajer publik
menuntut partisipasi warga aktif, melalui untuk
keterlibatan langsung atau tidak langsung, melepaskan beberapa kontrol mereka
kerja sama dalam pemberian pelayanan, terhadap proses dan hasil (outcome).
produksi bersama, dan kerja sama di dalam pengelolaan (co-management) .
Governance Level
dan
Local
Memperhatikan beberapa denifisi co-
Governance
management tersebut di atas, maka dapat Governance level (Farazmand,
disimpulkan bahwa co-management atau 2004:18-19) meliputi lokal, nasional,
pengelolaan bersama adalah pembagian regional,
kewenangan dan tanggung jawab antara (selanjutnya disebut global). Dalam
dan
internasional/global
pemerintah dan multi stakeholders di level kenyataannya, ada korelasi antara isu-isu
lokal. Multi stakeholders ini merupakan
Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 | 139 Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 | 139
ekonomi, namun tidak meninggalkan dan lembaga swadaya masyarakat
sektor pendidikan. Ngok (2007: 142) (LSM/NGO).
mengemukakan bahwa reformasi yang Selain definisi co-management,
pasar dan pengejaran Armitage (2007:3) menyatakan bahwa
berorientasi
pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam manfaat dari co-management melalui
era ekonomi yang mengglobal berdampak proses dan tujuan, adalah: (1) co-
secara signifikan terhadap pembangunan management bagi pembangunan sosial
dan kebijakan pendidikan di China. ekonomi berbasis komunitas, (2) co-
kebijakan desentralisasi management
Pelaksanaan
pendidikan di Indonesia dalam bentuk keputusan pengelolaan sumberdaya dan
untuk
desentralisasi
transfer kewenangan kepada level lokal, (3) co-management
terutama kepada sekolah-sekolah dengan mekanisme untuk mengurangi konflik
sebagai
suatu
alasan bahwa di sekolah terdapat banyak melalui
sumberdaya manusia yang terlatih. Namun Sedangkan
demokrasi
partisipatori.
demikian, langkah berikutnya kadang- management , Pinketon (1989) dalam
kadang harus menunggu pengarahan dari Armitage (2007:3) mengemukakan co-
atasan (Bjork, 2006: 143-144), sehingga management berfungsi
desentralisasi pendidikan dengan sistem pengumpulan data, (2) keputusan
untuk:
sentralisasi ini menjadikan penyediaan logistik seperti siapa dapat memungut dan
pelayanan kurang efektif (Behrman, kapan, (3) keputusan alokasi, (4) proteksi
Deolalikar, Soon, 2002: 38). Lebih jauh sumberdaya dari kehancuran lingkungan,
Bjork (2006:144) perlunya peran baru dan (5) pelaksanaan regulasi, (6) peningkatan
tanggung jawab dalam suatu sistem perencanaan jangka panjang, dan (7) lebih
pendidikan yang didesentralisasikan yang banyak pengambilan keputusan yang
dipergunakan untuk pelayanan yang lebih inklusif. John (2001: 6-8) telah melakukan
baik. Behrman, Deolalikar, dan Soon sebuah penelitian beberapa pemerintahan
(2002: 38) menyatakan bahwa elemen nasional di Eropa Barat dan hasil
desentralisasi dalam sistem pendidikan, penelitian dapat dikemukakan bahwa ada
meliputi: penyerahan kewenangan dan pergeseran dari local government menuju
tanggung jawab kepada sekolah dari level ke local governance. Pelayanan publik
pusat ke level lokal, keuangan lokal atas dasar preferences of citizens (pilihan
sekolah ditingkatkan, desentralisasi fungsi atau keinginan warga).
sekolah, reformasi struktur insentif sekolah dan guru.
Desentralisasi Pendidikan
Pada realitasnya, perlu disadari Seiring
bahwa desentralisasi pendidikan adalah demokrasi di dunia, maka telah terjadi
dengan
gelombang
suatu proses yang berevolusi dan panjang tuntutan dari masyarakat terhadap
untuk memperbaiki kualitas pendidikan, penyediaan pelayanan publik, maka
efisiensi dan keadilan (Winkler dan muncullah kebutuhan akan desentralisasi
Gershberg, 2003: 2-3; Supriyadi, 2009: pelayanan publik, termasuk sektor
11). Lebih jauh Maikish dan Gershberg pendidikan. Sebagai contoh negara yang
menegaskan bahwa mereformasi pelayanan publik pendidikan
desentralisasi pendidikan mengambil adalah negara China, di mana negara
pertanggungjawaban ke tangan
140 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 140 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018
(2006:144) menyatakan ada tiga indikator, perbaikan pengambilan keputusan dan
responsiveness; (2) pengalokasian kebutuhan sumber-sumber
yaitu:
responsibility; dan (3) Accountability. untuk dieksplorasi.
Wallace dan Fertig dalam Hartley Ada prasyarat untuk melakukan
at. al. (2008: 257-258) menyatakan bahwa desentralisasi
perbaikan pelayanan publik (improving 2002:21-22) dan sasaran desentralisasi
pendidikan
(Naidoo,
public services) berarti keberhasilan pendidikan
implementasi perubahan yang lebih baik. desentralisasi pendidikan yang efektif
(Alisjahbana,
formal dalam tidak hanya melibatkan proses pemberian
Para
profesional
pengawasan kelompok stakeholders yang kewenangan dan pendanaan yang lebih
bermacam-macam berkontribusi untuk besar dari pemerintah pusat ke pemerintah
governance pelayanan (service daerah, tetapi desentralisasi juga harus
governance). Membuat perubahan yang menyentuh
kebijakan-kebijakan: terprogram dan kompleks adalah pokok organisasi dan proses belajar-mengajar,
dari perbaikan pelayanan publik. Wallace manajemen
et al., (2007: 3) mengemukakan bahwa perencanaan di tingkat sekolah, dan
reorganisasi sekolah perlu sumber-sumber pendanaan sekolah. menyediakan sumber-sumber ide yang Ada kendala dalam pelaksanaan
untuk
pokok bagi konsep yang muncul dari desentralisasi pendidikan adalah karena
perubahan pendidikan yang kompleks adanya kesenjangan kapasitas untuk
mewujudkan karakteristik kompleksitas mengelola pendidikan. Titik berat dalam
dengan manajemen implikasi. Sehubungan desentralisasi di sektor pendidikan adalah
dengan perbaikan pelayanan publik dengan diberikan kewenangan kepada
Thomas (Wallace et. al. 2007:116 dan pemimpin komunitas, orang tua, guru dan
133) menyatakan bahwa kompleksitas administrator sekolah. Aktor lokal telah
reformasi pelayanan publik dihubungkan didorong untuk mempertajam kebijakan
dengan kemajemukan kepentingan yang dan praktik di dalam sekolah (Bjork, 2006:
sebagian dalam 143).
mempermainkan
pembuatan keputusan kebijakan dan memobilisasi implementasi aktivitas.
Pelayanan Publik
Saling mempengaruhi dari governance Pemerintah
dan kepemimpinan pengambil risiko mempertanggungjawabkan sumber daya
lokal dalam
diekpresikan oleh politikus dan pelayan masyarakat, perlu meningkat kualitas
publik (pegawai negeri) senior dalam layanan publik. Kualitas layanan publik
bentuk kerangka praktik operasional untuk dalam hal ini Zeithaml, Parasuraman dan
implementasi perubahan. Perubahan teknis Berry
adalah lebih mudah dicapai daripada kualitas pelayanan didasarkan beberapa
(1997:133-134),
menyatakan
penyisiran perubahan kebijakan yang dimensi yaitu: (1) tangibles (bukti
melibatkan jaringan yang kompleks dari langsung); (2) reability (keandalan); (3)
dan aktor-aktor. responsiveness (daya tanggap); (4)
institusi-institusi
Governance pasti melibatkan politik dan assurance (jaminan); dan (5) empathy
kekuasaan. Melibatkan atas pertimbangan (empati). Selanjutnya terkait dengan
kepercayaan publik dan keyakinan, pelayanan publik di negara demokrasi,
keterwakilan,
daya tanggap, etika,
Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 141 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 141 |
No. 067/123/425.012/2011 dan No. perubahan disebarkan secara meningkat
bahwa
kepemimpinan
025/VII/KINERJA-EJ/2011 tertanggal 13 dan kolektif, mencerminkan fakta bahwa
Juli 2011.
Lokasi Penelitian di 29 sekolah perubahan tidak melalui perintah dan
aktor-aktor pemerintah
memimpin
dasar di Kota Probolinggo dan kriteria kontrol tetapi atas dasar pengaruh,
yang dipergunakan untuk memilih adalah negosiasi dan persuasi. Keterampilan
sekolah-sekolah adalah penilaian Dinas kepemimpinan
Pendidikan Kota Probolinggo yang telah lingkungan governance yang baru tidak
diperlukan
dalam
melaksanakan MBS-BPP dengan baik. manajerial yang ketat.
Sedangkan untuk sekolah yang dijadikan tempat wawancara mendalam (indepth
C. METODE PENELITIAN
interview) adalah: 10 SD Negeri dan 1 Pendekatan penelitian ini adalah
SMP Negeri serta 1 SD Swasta, yaitu: kualitatif
Tisnonegaran 1, Sukabumi 1, Kanigaran 5, fenomenologi (Cresswel, 2010: 20-21).
Sukabumi 6, Wonoasih 1, Pakistaji 1, Berdasarkan jenis penelitian yang dipilih,
Sukoharjo 4, Kebonsari Wetan 1, Jrebeng penelitian
Kulon 2, Sumbertaman 1; SDK Mater Dei; permasalahan penelitian yang telah
ini untuk
menjawab
dan SMPN 9.
ditetapkan dengan mendeskripsikan dan Fokus penelitian ini adalah menganalisis
pelaksanaan program MBS-BPP dalam pelaksanaan
fenomena
tentang
perspektif sound governance ditinjau dari Sekolah-Berorientasi Pelayanan Publik
Manajemen
Berbasis
beberapa dimensi yang saling terkait satu (MBS-BPP) dengan perspektif sound
sama lainnya dalam setiap tahap governance. Alasan peneliti menggunakan
pelaksanaan. Adapun dimensi yang jenis penelitian fenomenologi, karena jenis
dimaksudkan adalah meliputi: struktur, penelitian
proses, kognisi dan nilai, organisasi dan penelitian di mana di dalamnya peneliti
ini merupakan
strategi
manajemen dan kinerja, mengidentifikasi hakikat pengalaman
institusi,
kebijakan, sektor, kekuatan internasional manusia tentang suatu fenomena. Di
atau global, serta etika, akuntabilitas, dan samping itu, sejak tahun 2014 di Kota
Informan penelitian Probolinggo seluruh sekolah dasar (SD
transparansi.
sebanyak 44 orang dan sumber data dan
primer sebagai informan adalah Kepala melaksanakan program MBS-BPP secara
SMP) negeri
dan
swasta
Sekolah, guru, siswa, Ketua Komite dan intensif dan merupakan satu-satunya kota
perwakilan Paguyuban Kelas, Pengawas di Indonesia yang melaksanakan program
Sekolah, Dewan Pendidikan, Kepala MBS-BPP untuk seluruh sekolah dasar.
Dinas Pendidikan, Ketua Komisi A dan C Program MBS-BPP ini diinisiasi atas
DPRD, Forum Peduli Pelayanan Publik, kerjasama Pemerintah Republik Indonesia
Jurnalis Warga dan media massa, Forum dengan United States Agency for
Corporate Social Responsibility (Forum International Development (USAID) pada
CSR).
pengumpulan data satunya kota mitra pendampingan teknis
periode tahun 2011 – 2015 dan salah
Teknik
menggunakan
instrumen penelitian
berupa: angket, pengamatan, pedoman Probolinggo, Provinsi Jawa Timur yang
(technical assistance) adalah Kota
wawancara, dan analisis dokumen.
142 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018
Analisis Data dengan skema yang telah pelayanan daripada penyedia pelayanan; dikembangkan oleh Cresswel (2010: 276-
(5) pengambilan keputusan tentang 283), yaitu pendekatan linier dan hirarkis
pernyataan pengaduan, rencana perbaikan yang dibangun dari bawah ke atas,
janji perbaikan interaktif,
pelayanan,
dan
pelayananan dilakukan secara adil dan berhubungan dan tidak harus selalu sesuai
demokratis; dan (6) sebagian besar dengan susunan yang telah disajikan.
sekolah memiliki kapasitas yang rendah Adapun pelaksanaan pendekatan tersebut
dalam penyusunan rekomendasi teknis dan dapat dilakukan dengan langkah-langkah
membangun jejaring dengan pihak lain. sebagai berikut: (1) mengolah dan
dimensi sound mempersiapkan data; (2) membaca
Beberapa
governnace secara kesatuan pada tahap keseluruhan data; (3) menganalisis lebih
pertama pelaksanaan program MBS-BPP detail dengan meng-coding data; (4)
ini, dari dimensi struktural terlihat bahwa terapkan proses coding; (5) tunjukkan
membentuk Tim bagaimana deskripsi dan tema-tema; (6)
setiap
sekolah
Pengembangan Sekolah dan penentuan Interpretasi atau memaknai data.
peserta lokakarya pengelolaan pengaduan, Keabsahan data dengan kriteria
yaitu berasal dari orang tua siswa, siswa, untuk tingkat kepercayaan yang tinggi
guru, komite sekolah, tenaga kependidikan dalam penelitian kualitatif, adalah: (1)
dan perwakilan paguyuban kelas, dengan menetapkan
menggunakan komposisi yang ideal di (credibility); (2) menetapkan derajat
derajat
kepercayaan
mana jumlah pengguna pelayanan lebih keteralihan
jumlah penyedia menetapkan
pelayanan. Tim Pengembangan Sekolah (dependability); (4) menetapkan derajat
derajat
ketergantungan
dilihat dari dimensi organisasi dan kepastian (confirmability).
institusi,
telah menjalankan fungsi
fasilitasi
dan
koordinasi unrtuk
D. HASIL PENELITIAN
DAN
penyusunan
angket survei dan
ANALISIS
survei pengaduan Tahap pertama:
pelaksanaan
masyarakat. Kemudian dilanjutkan dengan Survei
pengelolaan pengaduan yang akan penyusunan IPM dan janji perbaikan
pengaduan
masyarakat,
Indeks Pengaduan pelayanan serta rekomendasi teknis.
menghasilkan
Masyarakat (IKM) dan janji perbaikan Temuan pada tahap pertama
pelayanan serta rekomendasi teknis. adalah: (1) setiap sekolah membentuk
pelayanan menggunakan struktur organisasi Tim Pengembang
Penyedia
pedoman pelaksanaan secara internal yang Sekolah (TPS) dengan melibatkan komite
difasilitasi oleh lembaga internasional dan sekolah
berdasarkan petunjuk dari pemerintah pelaksanaan survei pengaduan melibatkan
yang bersangkutan;
dalam rangka pengelolaan pengaduan pemangku kepentingan sekolah; (3)
masyarakat.
mekanisme pengelolaan pengaduan di Temuan penelitian ini ditinjau dari samping menggunakan survei, sekolah
dimensi proses menunjukkan bahwa ada menyediakan kotak pengaduan atau buku
interaksi semua elemen atau pemangku pengaduan; (4) komposisi
kepentingan dalam penentuan jenis lokakarya pengelolaan pengaduan secara
peserta
pengaduan yang dimasukkan ke dalam proporsional lebih banyak pengguna
dokumen janji perbaikan pelayanan dan
Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 | 143 Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 | 143
guru; (3) sekolah pengguna
salah
satu
perencanaan dan pengaduan dengan sejujur-jujurnya sesuai
penganggaran sekolah di papan informasi dengan keadaan sebenarnya dan penyedia
dan disediakan di meja petugas pelayanan pelayanan dengan rasa tanggung jawab
(4) sekolah serta responsif dalam memenuhi janji
informasi;
dan
laporan perbaikan pelayanan. Dalam penyampaian
mempublikasikan
pertanggungjawaban penggunaan pengaduan, pengguna pelayanan telah
keuangan di papan informasi dan menyampaikan informasi apa adanya
disediakan di meja petugas pelayanan tentang hal-hal yang telah dialami di
informasi.
sekolah, mulai dari lingkungan sekolah, di Beberapa dimensi yang saling dalam kelas, pelayanan oleh TU dan
mendukung sehingga merupakan satu pengajaran oleh guru. Kemudian dari
kesatuan pada tahap kedua ini dapat dimensi sektoralnya terlihat bahwa
dilihat ketika dilakukan penyusunann penyedia pelayanan di dalam mengelola
perancanaan dan penganggaran sekolah pengaduan masyarakat, dan memenuhi
yaitu dimensi struktural dan sektoral di janji perbaikan pelayanan melakukan
mana sekolah melibatkan komite sekolah koordinasi dengan pengguna pelayanan
dan paguyuban yang memiliki latar dan membangun jaringan dengan pihak
belakang profesi yang berbeda-beda, eksternal.
sehingga dapat memperkaya curah Ditinjau dari dimensi etika,
pendapat dan secara tidak langsung dapat akuntabilitas, dan transparansi maka
kualitas dokumen penyusunan
meningkatkan
perencanaan dan penganggaran. Di pelaksanaan pengelolaan pengaduan untuk
samping itu, pihak sekolah memelihara penyusunan IPM, maka seharusnya yang
mekanisme kerja yang telah melembaga menyelenggarakan survei adalah anggota
dalam posedur penyusunan perencanaan kelompok
dan penganggaran sekolah berdasarkan stakeholders ,
Indeks Pengaduan Masyarakat (IPM), janji subyektivitas. Sedangkan dari sisi
untuk
menghindari
perbaikan pelayanan, analisis gap SPM sektoralnya pelaksanaan pada tahap
dan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) di mana pertama ini kurang mendapatkan perhatian
hal ini merupakan aspek dari dimensi baik dari pihak sekolah maupun pihak
organisasi dan institusi sound governance. Dinas Pendidikan, karena kurang mampu
Dimensi lain pada tahap kedua ini dalam menjalin hubungan dengan pihak
yaitu dimensi etika, akuntabilitas dan perusahaan (privat).
transparansi, ketika sekolah menyediakan petugas pelayanan dan memasang
Tahap kedua:
sekolah (RKS) dan penyusunan
perencanaan
penganggaran sekolah (RKAS). Di penganggaran sekolah
perencanaan
dan
samping itu sekolah juga memasang Temuan pada tahap kedua adalah:
laporan penggunaan dana BOS dan dana (1) dalam penyusunan perencanaan dan
partisipasi masyarakat. penganggaran
sekolah
melibatkan
pemangku kepentingan sekolah; (2) sekolah telah menyediakan petugas
144 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018
Tahap ketiga: demi peningkatan pelayanan kepada pemenuhan janji perbaikan pelayanan dan
masyarakat.
rekomendasi teknis Temuan penelitian pada tahap Temuan pada tahap ketiga adalah:
ketiga yaitu sekolah kurang memenuhi (1) Dalam pemenuhan janji perbaikan
kebutuhan komunikasi di luar kegiatan pelayanan sekolah menyusun prosedur
belajar mengajar (KBM) antara guru operasi standar (SOP); (2) sekolah kurang
sebagai penyedia pelayanan dan siswa memenuhi kebutuhan komunikasi di luar
sebagai pengguna pelayanan. Temuan kegiatan belajar mengajar (KBM) antara
tersebut menunjukkan bahwa sekolah dari guru sebagai penyedia pelayanan dan
dimensi proses kurang sempurna, karena siswa sebagai pengguna pelayanan; (3)
guru sebagai penyedia pelayanan dalam sekolah kurang memenuhi koleksi buku
komunkasi dengan para siswa tidak hanya dan petugas perpustakaan; (4)
terbatas di dalam ruang kelas, tetapi juga sekolah telah menyediakan sarana dan
harus berkomunikasi dengan para siswa di prasarana peturasan; (5) sebagian besar
luar kegiatan belajar dan mengajar dalam sekolah kurang kapasitasnya dalam
ruang kelas. Dari dimensi struktur terlihat menjalin jejaring dengan pihak lain; (6)
dengan kurangnya sebagian sekolah menyusun kontrak
kurang
toleran
komunikasi antara guru dan siswa kinerja dengan dinas pendidikan; (7)
tersebut. Dari dimensi manajemen dan sekolah telah mempublikasikan prestasi
kinerja kondisi ini telah mendorong kepala sekolah, wali kelas, prestasi siswa setiap
sekolah untuk mengajak para guru untuk minggu, kalender akademik, penggunaan
memperbaiki perilaku tersebut, sehingga dana BOS
dan dana partisipasi suasana sekolah menjadi kondusif yang masyarakat; (8) sekolah telah memenuhi
pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja janji
pelayanan kepada masyarakat. bekerjasama dengan masyarakat di dalam
perbaikan pelayanan
dengan
Pada tahap ketiga ini, ada temuan pengelolaan sampah; dan (9) sekolah
bahwa sekolah kurang memenuhi koleksi bersama dengan paguyuban kelas di dalam
buku dan petugas perpustakaan. Temuan memenuhi janji perbaikan lingkungan
ini terkait dengan dimensi struktural, sekolah.
organisasi dan institusi, Pada saat sekolah memenuhi janji
proses,
manajemen dan kinerja serta kebijakan perbaikan pelayanan pendidikan kepada
internal. Dari dimensi organisasi dan masyarakat atas dasar pengaduan, maka
institusi terlihat bahwa sekolah perlu dari dimensi struktural terlihat sekolah
membudayakan gemar membaca dan telah menetapkan prosedur pelayanan
menulis bagi para siswa, sehingga dalam bentuk SOP atau prosedur
kebiasaan perilaku ini akan dibawa ketika operasional standar. Dengan SOP ini
siswa tersebut menempuh pendidikan sekolah melayani masyarakat, dengan
yang lebih tinggi hingga perguruan tinggi menetapkan cara yang terukur dan standar,
terbiasa melakukan kegiatan sehingga masyarakat dapat merasakan
telah
membaca dan menulis. Perilaku ini perlu kepuasan atas pelayanan sekolah tersebut.
dikelola atau dilembagakan sejak siswa Dari dimensi kognisi dan nilai, pelayanan
berada dibangku sekolah dasar. Oleh dengan SOP tersebut menunjukkan bahwa
karena itu, setiap guru mewajibkan siswa sekolah telah memberikan pelayanan
untuk mengerjakan tugas terstruktur di dengan rasa tanggung jawab yang tinggi
sekolah dengan menggunakan buku-buku
Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial | 145 - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial | 145 - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018
aturan yang berlaku sekolah tidak boleh perpustakaan secara periodik misalnya
Koleksi
buku
memungut dana dari masyarakat untuk satu tahun
sekali pihak sekolah pembangunan fisik. Dengan keterbatasan menyisihkan anggaran untuk membeli
anggaran tersebut, pihak sekolah dengan buku-buku koleksi yang tidak hanya
secara bertahap menyisihkan sebagian terbatas pada buku wajib, tetapi juga
anggaran dana BOS atau menerima hibah buku-buku referensi, agar siswa terbiasa
dari instansi lain.
melakukan pengayaan materi buku Temuan penelitian lainnya pada tersebut. Kondisi ini apabila dibiasakan
tahap ketiga ini adalah sebagian sekolah bagi siswa
akan mengembangkan menyusun kontrak kinerja dengan dinas perspektif atau wawasan yang semakin
pendidikan. Temuan ini ditinjau dari luas.
dimensi struktural, kognisi dan nlai serta Dari dimensi manajemen dan
manajemen dan kinerja, maka pihak kinerja terlihat sekolah masih kekurangan
sekolah dibatasi oleh komitmen sekolah tenaga perpustakaan. Pihak sekolah
untuk melaksanakan MBS-BPP secara merencanakan, melaksanakan, monitoring
mencapai kinerja dan evaluasi terkait dengan pengadaan
integritas
untuk
pelayanan pendidikan. koleksi buku dan tertata rapi dan
Sedangkan temuan bahwa sekolah menambah jumlah judul setiap tahunnya,
telah mempublikasikan prestasi sekolah, terutama buku-buku referensi. Dari
wali kelas, prestasi siswa setiap minggu, dimensi kebijakan, sekolah kurang
kalender akademik, penggunaan dana merespon kondisi kurangnya koleksi buku
BOS dan dana partisipasi masyarakat, dan tenaga perpustakaan. Sekolah kurang
maka sekolah telah memenuhi dimensi mengalokasikan
etika, akuntabilitas dan transparansi. Hal menambah koleksi buku dan mengangkat
anggaran
untuk
ini dapat dijelaskan bahwa pihak sekolah petugas perpustakaan dengan mengajukan
telah terbuka untuk umum, di mana segala kepada Dinas Pendidikan. Oleh karena itu,
informasi tentang prestasi sekolah dan untuk menjaga kesinambungan dalam
siswa bersifat transparan dan akuntabel. pengadaan buku koleksi perpustakaan,
Selain publikasi tentang prestasi sekolah dari dimensi struktur dan proses, maka
juga telah mempublikasikan tentang wali pihak sekolah harus menciptakan suatu
kelas dan dokumen perencanaan dan mekanisme sedemikian rupa sehingga
penganggaran sekolah, termasuk laporan secara periodik sekolah menampung
penggunaan keuangan baik yang berasal aspirasi dari masyarakat, dan terutama dari
dari dana BOS maupun dana yang berasal petugas perpustakaan, sebagai dasar
dari masyarakat.
pengambilan kebijakan internal guna Temuan berikutnya pada tahap menyusun rencana secara bertahap untuk
ketiga ini dalah sebagian besar sekolah mengalokasikan anggaran pengadaan
kurang kapasitasnya dalam menjalin buku-buku perpustakaan.
jejaring dengan pihak lain. Dari temuan ini Dalam pengadaan sarana dan
dapat dilihat dimensi organisasi dan prasarana peturasan sekolah ditinjau dari
institusi serta sektoralnya. Sebenarnya dimensi struktural dan juga dimensi
pihak Dinas Pendidikan dapat membantu manajemen dan kinerja terlihat sekolah
sekolah untuk telah berupaya mengajukan anggaran ke
kekurangmampuan
membuka jaringan dengan pihak luar, Dinas Pendidikan, karena sesuai dengan
namun pada kenyataannya masih kurang
146 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018 146 | Jurnal Ilmiah Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial - Vol. 2 No. 1 Tahun 2018
kepentingan bersama (co-interest) untuk demikian pada temuan penelitian ini
Namun
produksi bersama (co- bahwa ada anggota kominte sekolah yang
melakukan
production) atas pelayanan pendidikan telah menjadi anggota inter-organisasional
tersebut.
dan inter-sektoral. Anggota komite Dari dimensi manajemen dan sekolah yang telah menjadi anggota
kinerja pihak sekolah telah mengajak para beberapa organisasi telah membantu
orang tua untuk membicarakan bersama sekolah dalam membuka jaringan dengan
bagaimana untuk memajukan sekolah pihak lain.
tersebut. Dari dimensi kebijakan terlihat Temuan yang lain pada tahap
pihak sekolah telah mengambil kebijakan ketiga ini adalah sekolah telah memenuhi
berdasarkan aspirasi dari orang tua siswa janji
secara partisipatif dan demokrasi. Kondisi bekerjasama dengan masyarakat di dalam
perbaikan pelayanan
dengan
ini sekolah terdorong untuk mengambil pengelolaan sampah dan sekolah bersama
kebijakan internal untuk memberi dengan paguyuban kelas di dalam
kebebasan kepada orang tua untuk memenuhi janji perbaikan lingkungan
yang berhimupun dalam sekolah. Secara ringkas dapat dikatakan
berkreasi
paguyuban kelas tersebut. Dari dimensi bahwa masyarakat telah berpartisipasi
etika, akuntabulitas dan transparansi dalam sekolah memperbaiki pelayanan
terlihat pihak sekolah menyampaikan pendidikan. Dari dimensi struktur sekolah
rencana program dan kegiatan dan telah dibatasi dengan adanya peraturan
paguyuban kelas merespons dengan bahwa sekolah tidak boleh memungut
memberikan sumbangan sukarea baik dana dari masyarakat. Oleh karena itu,
untuk sarana dan prasarana di dalam kelas dengan dimensi proses terlihat bahwa
(seperti kipas angin, LCD) maupun di luar sekolah
kelas (seperti taman bunga yang asri) dan paguyuban kelas untuk membantu sekolah
pengelolaan bank sampah yang dapat dalam
dijadikan uang sebagai tambahan uang kas lingkungan dalam kelas dan di luar kelas
paguyuban kelas.
atau halaman sekolah. Pihak sekolah sebagai penyedia Organisasi
pelayanan wajib memenuhi dengan rasa paguyuban
informal
yaitu
tanggung jawab atas segala pengaduan membantu sekolah dalam pelayanan
tersebut dengan tetap mempertimbangkan sekolah khususnya tentang sarana dan
kemampuan sekolah dan dapat berupaya prasarana sekolah. Dari dimensi kognisi