PERBEDAAN NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) ANTARA PEREMPUAN YANG MEMASAK DENGAN KAYU BAKAR DAN

LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran IMANIAR HIDAYATI ARINDHA G.0009106 FAKULTAS KEDOKTERAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 27 Agustus 2012

Imaniar Hidayati Arindha NIM. G0009106

Ekspirasi (APE) antara Perempuan yang Memasak dengan Kayu Bakar dan Liquefied Petroleum Gas (LPG). Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Latar Belakang: Terdapat berbagai laporan mengenai fenomena obstruksi saluran pernapasan akibat dari penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak. Hal ini dapat diketahui dengan pemeriksaan APE yang menunjukkan adanya penurunan nilai.

Tujuan Penelitian: Membuktikan adanya perbedaan nilai APE pada perempuan yang memasak menggunakan kayu bakar dan LPG .

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di Desa Giripeni Kecamatan Wates. Subjek yang digunakan adalah perempuan yang memasak menggunakan kayu bakar dan LPG. Pengambilan sampel dilaksanakan secara purposive random sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Data diperoleh dari pengukuran langsung nilai arus puncak ekspirasi menggunakan Mini Wright Peak Flow Meter. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Chi Square melalui program SPSS 17.0 for Windows.

Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai APE rata – rata perempuan yang memasak dengan kayu bakar adalah 63,49 ± 13,01 dan kelompok kontrol adalah 82,82 ± 6,57. Uji t-independent p = 0,000. Uji Chi Square p = 0,003 dengan Odd Ratio = 5,23.

Simpulan Penelitian: Terdapat perbedaan nilai APE antara perempuan yang memasak menggunakan kayu bakar dan LPG dengan pengguna kayu bakar memiliki risiko 5,23 kali lebih besar daripada pengguna LPG.

Kata Kunci: Arus Puncak Ekspirasi (APE), kayu bakar, Liquefied Petroleum Gas (LPG)

Ekspiratory Flow (PEF) between A Woman who Cooking Use Firewood and Liquefied Petroleum Gas (LPG). Mini Thesis. Faculty of Medicine. Sebelas Maret University Surakarta.

Background: There are a lot of report about obstruction phenomenon because of firewoods use for fuel consumption of cooking. Its known from decrease value of PEF examination.

Objectives: This research aims to know the differences value of PEF between a woman who cooking use firewood and LPG.

Methods: This research was an analytical descriptive research using cross sectional approach and had been done in March 2012 in Giripeni Wates. The subjects were a woman who cooking use firewood and LPG in Giripeni Wates. Data was collected by using purposive random sampling method within inclusion and exclusion criteria. Data was collected by directed meaurement with mini wright peak flow meter. Data was analyzed using Chi Square test through SPSS

17.00 for Windows.

Results: This research showed a mean of peak flow value’s in woman who cooking use firewood are 63,49 ± 13,01 and LPG are 82,82 ± 6,57. t-test shows p = 0,000 and Chi Square shows p = 0,003, Odd Ratio = 5,23.

Conclusion: from this research can be concluded that there were significant differences of PEF between a woman who cooking use firewood and LPG, firewood user has risk 5,23 bigger than LPG user.

Keyword: Peak Ekspiratory Flow (PEF), firewood, Liquefied Petroleum Gas

(LPG)

Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Perbedaan Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) antara Perempuan yang Memasak dengan Kayu Bakar dan Liquefied Petroleum Gas (LPG). Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ana Rima Setijadi, dr., Sp. P selaku Pembimbing Utama yang telah

menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

3. Novi Primadewi, dr., Sp.THT-KL, M.Kes. selaku Pembimbing Pendamping yang tak henti-hentinya bersedia meluangkan untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

4. Dr. Reviono, dr., Sp. P selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Kiyatno, dr. PFK. M. Or. AIFO selaku Penguji Pendamping yang

telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Nur Hafidha Hikmayani, dr, M.ClinEpid dan Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.

7. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda M. Afdhal Darul dan Ibunda Sri Wahyuningsih dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan tiada henti, dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini.

8. Sahabat-sahabat terdekat, Dhiandra Dwi Hapsari, Calista Giovani, Asri Sukawati Putri, Aldila Akhadiyati N, dan Nani Isyrofatun, serta teman-teman angkatan 2009 atas semangat dan bantuan yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia.

9. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, September 2012

Tabel 2.1. Kandungan asap kayu bakar ........................................................... 15 Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur pada perempuan

yang memasak dengan kayu bakar dan LPG ................................. 35

Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan kelompok tinggi badan pada

perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG ............... 36

Tabel 4.3. Rata-rata persentase APE pada perempuan yang memasak dengan

kayu bakar dan LPG ....................................................................... 36

Tabel 4.4. Distribusi sampel berdasarkan prevalensi obstruksi dan non

obstruksi pada perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG ................................................................................................ 37

Tabel 4.5. Hasil uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov………………38 Tabel 4.6. Hasil uji homogenitas ..................................................................... 39 Tabel 4.7. Hasil uji t-independent ................................................................... 39 Tabel 4.8. Hubungan pemakaian bahan bakar dengan status obstruksi .......... 40

Gambar 2.1 Kerangka berpikir ........................................................................ 24 Gambar 3.1 Rancangan penelitian ................................................................... 28

Lampiran 1. Inform Consent Lampiran 2. Kuesioner penelitian Lampiran 3. Tabel nilai APE IPP 1992 Lampiran 4. Data pengukuran arus puncak ekspirasi pada perempuan yang

memasak dengan kayu bakar dan gas LPG

Lampiran 5. Hasil uji analisis Lampiran 6. Surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran UNS kepada

kepala Desa Giripeni Kecamatan Wates

Lampiran 7. Dokumentasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Respirasi adalah memasukkan gas oksigen (O 2 ) serta mengeluarkan gas karbondioksida (CO 2 ) dari tubuh. Proses respirasi berlangsung beberapa tahap yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi (Widiyanti et al., 2004). Ventilasi adalah proses pergerakan udara ke dan dari dalam paru. Pada proses ini terdiri dari dua tahap yaitu inspirasi dan ekspirasi. Agar proses ventilasi dapat berlangsung secara sempurna diperlukan fungsi yang baik dari saluran pernapasan, otot-otot pernapasan serta elastisitas jaringan paru dan dinding toraks (Alsagaff, 2010).

Gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan dapat dilihat dari volume dan kapasitas pernapasan. Volume pernapasan paru terdiri dari volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan ekspirasi, volume residu, dan volume ekspirasi paksa. Sedangkan kapasitas pernapasan paru terdiri dari kapasitas inspirasi, kapasitas residu fungsional, kapasitas vital, dan kapasitas paru total (Alsagaff, 2010).

Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas pernapasan dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi pada

Dari pemeriksaan dapat ditentukan gangguan fungsional ventilasi seseorang. Jenis gangguan dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif dan restriktif. Gangguan paru restriktif merupakan gangguan pada proses pengembangan paru sehingga volume paru berkurang. Sedangkan gangguan paru obstruktif disebabkan adanya hambatan aliran udara pada saluran pernapasan (Widiyanti et al., 2004). Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab salah satunya adalah polusi udara (Alsagaff, 2010).

Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan, mengganggu estetika dan kenyamanan. Polusi udara dapat berasal dari sumber- sumber alami dan kegiatan manusia serta dapat terjadi baik di dalam ruangan ataupun di luar ruangan (indoor dan outdoor) (Pohan et al., 2003).

Polusi udara biasanya banyak terjadi pada daerah perkotaan seperti asap kendaraan bermotor, gas buangan pabrik, pembangkit tenaga listrik, dan asap rokok. Namun, tak terkecuali pada daerah pedesaan. Polusi udara yang biasanya terjadi di daerah pedesaan adalah penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar utama memasak.

Indonesia merupakan negara berkembang yang rata-rata penduduknya adalah golongan ekonomi menengah ke bawah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar penduduknya lebih senang memakai kayu bakar Indonesia merupakan negara berkembang yang rata-rata penduduknya adalah golongan ekonomi menengah ke bawah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar penduduknya lebih senang memakai kayu bakar

Kayu bakar merupakan bahan bakar tradisional untuk memasak yang biasanya banyak digunakan di pedesaan. Namun antara 10-20% bahan bakar ini tidak dapat terbakar secara sempurna sehingga memicu penyebaran polusi ke udara yang dapat membahayakan kesehatan sistem pernapasan terutama pada kaum perempuan (Mansyur, 2006).

WHO menyebutkan bahwa polusi udara di dalam rumah bertanggung jawab terhadap 1,6 juta kematian tiap manusia setiap tahunnya dan dalam 59% dari semua kematian akibat polusi udara di dalam ruangan dialami oleh perempuan dan anak-anak sebagai efek pemakaian bahan bakar tradisional. (Sukar et al., 2003)

Dari salah satu penelitian oleh International Energy Agency tahun 2002 menyebutkan bahwa 155 juta jiwa penduduk Indonesia pada tahun 2000 masih menggunakan arang dan kayu bakar. Sehingga penyakit infeksi saluran pernapasan akut mencatat jumlah tertinggi di puskesmas ataupun desa di Indonesia (Kasnodiharjo, 2007).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Syafrida pada tahun 2009 di Desa Bantan Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang juga menunjukkan bahwa angka kejadian infeksi saluran pernapasan akut masih tinggi yaitu 688 kasus hal Penelitian lain yang dilakukan oleh Syafrida pada tahun 2009 di Desa Bantan Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang juga menunjukkan bahwa angka kejadian infeksi saluran pernapasan akut masih tinggi yaitu 688 kasus hal

Partikel debu pada kayu bakar yang mengendap pada mucociliary akan menstimulasi suatu aliran mukus. Bila produksi mukus berlebihan dan tidak dikeluarkan akan terjadi akumulasi mukus pada saluran napas sehingga dapat meningkatkan resistensi aliran udara (obstruktif). Untuk mengetahui perubahan resistensi saluran pernapasan dapat diukur Arus Puncak Ekspirasinya (Siregar, 2008).

Arus Puncak Ekspirasi (APE) adalah suatu hembusan ekspirasi terbesar yang didapat dengan melakukan tiupan maksimal paksa setelah melakukan inspirasi maksimal (Sari, 2004). Untuk nilai APE dipengaruhi oleh umur, tinggi badan, jenis kelamin, status gizi, riwayat penyakit paru, infeksi saluran napas atas, dan paparan asap. Pemeriksaan APE dilakukan dengan menggunakan alat spirometer atau mini peak flow meter (Maranatha, 2004). APE yang diukur merupakan APE persentase yaitu APE ukur dibagi APE prediksi.

Dengan latar belakang inilah peneliti ingin membuktikan adanya perbedaan nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) antara perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).

B. Perumusan Masalah

Adakah perbedaan nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) antara perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Utama Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya perbedaan nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) antara perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG.

2. Tujuan Khusus Mengetahui nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) antara perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan informasi ilmiah yaitu membuktikan adanya perbedaan nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) antara perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG.

b. Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam bidang penelitian.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan pertimbangan dalam usaha preventif terhadap timbulnya gangguan saluran pernapasan pada perempuan.

b. Memotivasi para perempuan untuk memperhatikan efek debu terhadap fungsi paru, sehingga mereka lebih berhati-hati dan intensif dalam menggunakan bahan bakar untuk memasak.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sistem Respirasi

a. Pengertian Respirasi Respirasi adalah gabungan aktivitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai oksigen ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida atau hasil pembakaran sel (Soemantri, 2008).

Respirasi terdiri dari tiga tahap yaitu : ventilasi, difusi, dan perfusi. Ventilasi adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam paru, serta keluarnya karbondioksida dari alveoli ke udara luar. Sedangkan difusi adalah proses berpindahnya oksigen dari alveoli ke dalam darah, serta keluarnya karbondioksida dari darah ke alveoli. Terakhir adalah perfusi yaitu distribusi darah yang telah teroksigenasi di dalam paru untuk dialirkan ke seluruh tubuh (Siregar, 2008). Ketiga komponen ini selalu bersama, bila terdapat gangguan pada salah satu atau lebih dari komponen tersebut, maka akan terjadi gangguan pertukaran gas (Widiyanti et al., 2004).

b. Mekanisme Pertahanan Saluran Napas

1) Rongga Hidung

Rongga hidung terdiri dari dua struktur yang berbeda, yaitu vestibulum nasi dan konka nasalis. Vestibulum merupakan bagian rongga hidung paling depan yang permukaannya mengandung kelenjar sebacea, kelenjar keringat, dan vibrisae. Hal ini mengakibatkan penyaringan udara inspirasi dari partikel-partikel besar bahkan serangga (Muluk, 2009).

Struktur lainnya adalah konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat epitel celah antara konka yang mengandung epitel respirasi dan mengakibatkan aliran udara yang turbulen (Alsagaff, 2010). Aliran turbulen dapat menyaring udara inspirasi karena udara yang mengalir akan membentur banyak dinding penghalang yaitu konka nasalis, septum nasi, dan dinding faring (Guyton, 2006). Partikel yang tersuspensi di dalam udara tidak dapat mengubah arah perjalanannya secepat udara karena mempunyai massa dan momentum yang lebih besar dari udara. Oleh karena itu, partikel terus maju ke depan sehingga membentur dinding penghalang. Dengan adanya mekanisme ini, hampir tidak ada partikel yang berdiameter lebih besar dari 2-3 mikron dapat

2) Lapisan Mukus dan Mukosiliaris

Semua permukaan saluran napas dari hidung sampai bronkiolus terminalis dilapisi oleh lapisan mukus yang disekresikan oleh membran mukosa sel goblet dalam lapisan epitel saluran napas dan sebagian lagi oleh kelenjar submukosa yang kecil (Guyton, 2006). Lapisan mukus tidak hanya berfungsi mempertahankan kelembapan permukaan, tetapi juga menangkap partikel kecil dari udara inspirasi dan menahannya agar tidak sampai ke alveoli. Selain itu lapisan mukus pada saluran napas juga mengandung faktor-faktor efektif dalam pertahanan yaitu immunoglobulin terutama IgA, PMNs, interferon, dan antibodi spesifik (Ganong, 2003).

Pada permukaan saluran napas dilapisi oleh epitel bersilia dengan kira-kira 200 silia pada tiap epitel. Silia ini akan memukul dengan kecepatan 10-20 kali per detik dengan arah menuju faring. Dengan demikian, silia dalam paru akan memukul ke arah atas, sedangkan silia dalam hidung akan memukul ke arah bawah. Pukulan yang terus-menerus ini menyebabkan selubung mukus ini mengalir dengan lambat, pada kecepatan beberapa milimeter per menit ke arah faring. Kemudian mukus dan partikel yang dijerat

3) Refleks Batuk

Refleks batuk merupakan mekanisme yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan. Impuls afferen dari saluran pernapasan terutama berjalan melalui nervus vagus ke medula oblongata. Rangkaian otomatis digerakkan oleh sirkuit neuron medula medula oblongata sehingga menyebabkan efek-efek sebagai berikut :

a) Mula-mula 2,5 liter udara dihirup.

b) Epiglotis menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru-paru.

c) Otot perut berkontraksi dengan kuat yang mendorong digfragma, begitu juga otot ekspirasi berkontraksi kuat sehingga tekanan di dalam paru-paru meningkat.

d) Pita suara dan epiglotis tiba-tiba terbuka lebar sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru-paru dapat keluar. Kecepatan udara ini dapat mencapai 75-100 ml/jam. Udara yang mengalir keluar akan membawa benda asing apapun yang berada di dalam bronkus dan trakea (Guyton, 2006).

4) Makrofag Alveolar

Merupakan pertahanan yang paling akhir dan paling penting Merupakan pertahanan yang paling akhir dan paling penting

Makrofag alveolar merupakan sel fagositik yang dapat bermigrasi dan mempunyai sifat enzimatik. Sel ini bergerak bebas pada permukaan alveolus dan bisa meliputi serta menelan benda asing atau mikroba. Setelah meliputi mikroba maka enzim litik yang terdapat dalam makrofag akan membunuh dan mencernakan mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan reaksi peradangan. Partikel asing ini kemudian ditranspor oleh makrofag ke pembuluh limfe atau bronkiolus kemudian dibuang oleh kerja mukus dan silia.

2. Macam dan Patofisiologi Partikel dalam Paru

a. Macam-macam ukuran partikel Partikel berukuran antara 5-10 mikron bila terhisap akan tertahan dan

tertimbun pada saluran napas bagian atas (Kerri, 2002). Sedangkan partikel ukuran 3-5 mikron akan tertimbun pada saluran napas tengah. Partikel dengan ukuran 1-3 mikron atau partikel respirabel akan tertahan dan tertimbun di bronkiolus sampai alveoli. Partikel yang ukurannya tertimbun pada saluran napas bagian atas (Kerri, 2002). Sedangkan partikel ukuran 3-5 mikron akan tertimbun pada saluran napas tengah. Partikel dengan ukuran 1-3 mikron atau partikel respirabel akan tertahan dan tertimbun di bronkiolus sampai alveoli. Partikel yang ukurannya

Contoh partikel yang berukuran 0,5 mikron adalah asap (smoke). Asap tersusun dari berbagai macam partikel karbon hasil pembakaran dari bahan organik baik kayu ataupun batu bara. Partikel yang tersusun di dalamnya dapat berupa padat, cair, maupun gas. Bahan partikel asap yang bergabung dengan debu (dust) atau partikel lain di udara akan membentuk particulate matter .

b. Patofisiologi Partikel dalam Paru Partikel asing yang masuk ke dalam paru akan dilawan oleh

mekanisme pertahanan pada paru seperti vibrisae pada rongga hidung, silia, lapisan mukus, reflek batuk, reflek bersin, dan makrofag alveolar. Namun, paparan partikel yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan sekresi mukus. Partikel akan merangsang ujung saraf sensorik pada saluran napas yang menimbulkan refleks lokal dan kolinergik sehingga meningkatkan sekresi mukus (Abiyoso, 2002). Bila produksi mukus berlebihan dan tidak dikeluarkan, maka akan terjadi mekanisme pertahanan pada paru seperti vibrisae pada rongga hidung, silia, lapisan mukus, reflek batuk, reflek bersin, dan makrofag alveolar. Namun, paparan partikel yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan sekresi mukus. Partikel akan merangsang ujung saraf sensorik pada saluran napas yang menimbulkan refleks lokal dan kolinergik sehingga meningkatkan sekresi mukus (Abiyoso, 2002). Bila produksi mukus berlebihan dan tidak dikeluarkan, maka akan terjadi

Partikel yang masuk dan mengendap di lapisan mukosa pada mukosa bronkus juga dapat menyebabkan terhambatnya aktivitas silia. Hal ini menyebabkan pergerakan cairan yang melapisi mukosa bronkus akan sangat berkurang sehingga mengakibatkan meningkatnya iritasi pada epitel mukosa bronkus (Yunus, 1999).

3. Kayu Bakar

a. Definisi Kayu Bakar Kayu bakar merupakan bahan bakar tradisional untuk memasak yang biasanya banyak digunakan di pedesaan. Antara 10-20% bahan bakar ini tidak terbakar secara sempurna, hal ini memicu penyebaran polusi ke udara yang sangat membahayakan kesehatan sistem pernapasan terutama pada kaum perempuan (Mansyur, 2006).

b. Kandungan Asap Kayu Bakar Asap kayu bakar terdiri dari berbagai macam substansi yang berasal dari proses pembakaran. Beberapa substansi yang terkandung di dalam kayu bakar adalah partikel berbahaya. Di antaranya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1. Kandungan Asap Kayu Bakar

Zat kimia

Gram per kilogram kayu

Karbon monoksida

Organik volatil (C2-C7)

Furans pengganti

Alkil benzena

Asam asetat

1,8-2,4

Asam formiat

0,06-0,08

Nitrogen oksida (NO, NO 2 )

0,2-0,9

Sulfur dioksida

0,16-0,24

Metil klorida

Naftalin pengganti

0,3-2,1

Oksigenasi monoaromatik

1-7

Total particulate matter

7-30

Partikel organik karbon

2-20

Oksigenasi PAH

0,15-1

Variasi PAH Benzo(a)piren

3×10 -4 -5×10 -3

Dibenzo(a,h)piren

3×10 -4 -1×10 -3

Dibenz(a,h)antrasin

2×10 -5 -2×10 -3

Partikel elemen karbon

0,3-0,5

Alkalin normal (C24-C30)

1×10 -3 -6×10 -3

Siklik di- dan triterpenoid Asam dehidroabietik

0,01-0,05

Asam isoprimarik

0,02-0,10

Lupenon

2×10 -3 -8×10 -3

(Carlos et al., 2008) Dari tabel menunjukkan bahwa emisi terbesar dari kayu bakar adalah berasal karbon monoksida, gas organik, particulate matter, dan nitrit oksida.

4. Liquefied Petroleum Gas (LPG)

a. Definisi LPG LPG adalah salah satu kelompok hidrokarbon yang berasal dari

minyak mentah atau gas alam di mana gas menjadi cair akibat penurunan temperatur dan tekanan (Zakaria dan Mustafa, 2011). Pembuatan gas dari minyak bumi ini melalui beberapa tahap yaitu proses primer dan proses sekunder. Tiap komponen hidrokarbon minyak bumi memiliki titik didih yang berbeda-beda. Pada gas memiliki rantai karbon sepanjang C1-C5 dan memiliki titik didih sebesar 0-50 °C.

b. Kandungan Asap LPG Komponen gas LPG didominasi oleh propana (C 3 H 8 ) dan butana

(C 4 H 10 ). Selain itu, LPG juga mengandung hidrokarbon ringan dalam jumlah kecil yaitu etana (C 2 H 6 ) dan pentana (C 5 H 12 ). LPG dipertimbangkan sebagai bahan bakar yang bersih karena tidak memproduksi asap yang terlihat oleh mata. Namun bagaimanapun gas polutan atau buangan tetap dihasilkan seperti Nitrit Oksida (NO), karbon (C 4 H 10 ). Selain itu, LPG juga mengandung hidrokarbon ringan dalam jumlah kecil yaitu etana (C 2 H 6 ) dan pentana (C 5 H 12 ). LPG dipertimbangkan sebagai bahan bakar yang bersih karena tidak memproduksi asap yang terlihat oleh mata. Namun bagaimanapun gas polutan atau buangan tetap dihasilkan seperti Nitrit Oksida (NO), karbon

5. Pengukuran Faal Paru

a. Faal Paru Pemeriksaan faal paru bertujuan untuk mengukur kemampuan paru

dalam tahap respirasi yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi. Ada dua volume yang bisa diukur yaitu volume statis dan volume dinamis (Munawaroh, 2008).

1) Volume statis, misalnya :

a) Volume Tidal (VT) Volume tidal yaitu volume udara yang secara normal dihirup (inspirasi) atau dihembuskan (ekspirasi) pada setiap tarikan napas. Volume ini akan meningkat bila ada aktivitas fisik. Nilai rata-ratanya adalah 500 ml pada saat istirahat.

b) Volume cadangan inspirasi (Inspiratory Reserve Volume/IRV) Volume cadangan inspirasi adalah volume di atas inspirasi volume tidal yang dapat secara maksimum dihirup setiap tarikan napas. Nilai rata-ratanya adalah 300 ml.

c) Volume cadangan ekspirasi (Expiratory Reserve Volume/ERV) Volume cadangan ekspirasi adalah jumlah udara maksimum yang dapat dihembuskan melebihi ekspirasi normal. Nilai rata- ratanya adalah sekitar 1000 ml.

d) Kapasitas vital (Vital Capacity/VC) Volume udara yang dapat dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum setelah inspirasi maksimum. Kapasitas ini mencakup volume tidal, IRV, dan ERV.

e) Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capacity/FVC) VC yang diukur persatuan waktu dilakukan secara cepat dan paksa.

(Laila, 2008)

2) Volume dinamis, misalnya :

a) Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya dalam 1 detik pertama pada waktu ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal (Yunus et al., 2003).

b) Arus Puncak Ekspirasi (APE) yaitu jumlah aliran udara maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu (Menaldi et al., 2001).

Arus Puncak Ekspirasi (APE) adalah suatu hembusan ekspirasi terbesar yang didapat dengan melakukan tiupan atau manuver maksimal paksa setelah melakukan inspirasi maksimal (Sari, 2004).

Pemeriksaan APE yaitu pengukuran jumlah aliran udara maksimal yang dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu yang dilakukan dengan menggunakan peak flowmeter atau spirometer (Menaldi et al., 2001). Variasi nilai APE sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, ras, tinggi badan, dan merokok. Angka normal APE pada pria dewasa adalah 500-700 L/menit dan pada wanita dewasa 380-500/menit (Jain et al., 1998).

Pengukuran APE dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan alat mini peak flow meter, pneumotachograph (dengan grafik flow volume), spirometer (Menaldi et al., 2001). Sifat peak flow meter yang mudah digunakan, mudah dibawa, dan murah menjadikan peak flow meter ideal sebagai ambulatory monitoring untuk menilai obstruksi saluran napas (Jain et al., 1998).

c. Macam Nilai Arus Puncak Ekspirasi Terdapat 3 macam nilai APE yaitu :

1) APE sesaat. Nilai ini didapatkan dari nilai tiupan pada waktu yang tidak tertentu dan dapat kapan saja. Nilai APE ini berguna untuk mengetahui adanya obstruksi saat itu juga dan mengetahui derajat obstruksi bila diketahui nilai standar normalnya.

2) APE tertinggi. Nilai ini didapatkan dari hasil tiupan APE tertinggi setelah melakukan evaluasi tiupan sehari 2 kali, pagi dan sore hari pukul

06.00 dan 20.00 selama 2 minggu pada keadaan asma stabil. Nilai APE tertinggi digunakan sebagai standar nilai APE seseorang.

3) APE variasi harian. Nilai ini didapatkan dari hasil tiupan APE selama 2 minggu. Variasi harian berguna untuk mengetahui nilai tertinggi standar normal seseorang (Pradjnaparamita, 1997).

Interpretasi hasil pemeriksaan APE menurut Menaldi et al. (2001) :

a) Obstruksi : <80% dari nilai prediksi atau pada orang dewasa jika didapatkan APE < 200 L/menit.

b) Obstruksi akut : < 80% dari nilai terbaik

c) APE variasi harian = nilai tertinggi – nilai terendah x 100%

nilai tertinggi

1) Faktor Host

a) Umur Faal paru akan meningkat volumenya dan mencapai maksimal pada umur 19-21 tahun, setelah itu nilai faal paru akan terus- menerus menurun sesuai dengan bertambahnya umur (Yunus, 2003).

b) Tinggi badan Tinggi badan mempunyai korelasi positif dengan APE, semakin tinggi seseorang, nilai APE akan semakin besar (Alsagaff et al., 1993).

2) Faktor Lingkungan

a) Status gizi Salah satu akibat kekurangan gizi dapat menurunkan sistem imunitas dan antibodi sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk, diare, dan juga berkurangnya kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap benda asing yang masuk dalam tubuh (Almatsier, 2002).

b) Infeksi saluran nafas atas Riwayat infeksi saluran napas berat waktu anak-anak menyebabkan penurunan faal paru dan keluhan respirasi waktu dewasa (Maranatha, 2004).

c) Riwayat penyakit paru Ada dua tipe utama penyakit paru yaitu obstruksi dan restriksi. Obstruksi adalah gangguan saluran napas baik struktur maupun fungsi yang menimbulkan perlambatan arus respirasi. Keadaan yang menimbulkan obstruksi adalah lumen normal tetapi ada masa dalam lumen (sekret, benda asing, tumor), lumen memang menebal (bronkitis kronik, PPOK, asma). Sedangkan restriksi adalah gangguan pengembangan paru yang ditandai dengan berkurangnya volume paru. Keadaan yang menimbulkan restriksi yaitu kelainan parenkim paru, pleura, dinding dada, neuromuskular, mediastinum, dan diafragma (Widiyanti et al, 2004).

d) Paparan asap rokok Asap rokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan napas maupun parenkim paru. Perubahan struktur jalan napas yang terjadi berupa hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus

(Antaruddin, 2003). Selain itu asap rokok bertindak sebagai oksidan yang dapat menekan aktivitas silia (Alsagaff, 2010).

e) Paparan obat nyamuk Obat nyamuk adalah pengusir nyamuk dengan asap atau baunya, bentuknya dibedakan menjadi bakar, semprot, ataupun elektrik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa partikel dalam obat nyamuk dapat mengiritasi saluran pernapasan bagian atas (McKean, 2005).

B. Kerangka Berpikir

Dan

Gambar 2.1. Kerangka berpikir

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) antara perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG.

SALURAN NAPAS

Paparan asap kayu bakar dan LPG

1. Lama paparan

2. Frekuensi paparan

3. Ventilasi ruangan

a. Paparan asap rokok

b. Paparan obat nyamuk

c. Riwayat penyakit paru

d. Infeksi saluran napas atas

HIPERSEKRESI

MUKUS OBSTRUKSI SALURAN NAPAS

Nilai APE

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Giripeni Kecamatan Wates pada bulan Maret 2012.

C. Subjek Penelitian

Perempuan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

a. Usia 19-70 tahun

b. Rutin memasak minimal dua kali sehari selama 2 tahun

c. Lama memasak minimal 15 menit

d. Bersedia ikut penelitian dengan persetujuan tertulis

2. Kriteria eksklusi

a. Memiliki riwayat pekerjaan yang dapat menimbulkan penyakit atau a. Memiliki riwayat pekerjaan yang dapat menimbulkan penyakit atau

c. Sedang menderita penyakit gangguan saluran pernapasan akut

d. Perokok pasif dan aktif

e. Penggunaan obat nyamuk bakar, semprot, ataupun elektrik

f. Penggunaan bahan bakar untuk memasak selain kompor gas dan kayu bakar

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel diambil secara purposive sampling, dimana pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang sesuai dengan karakteristik populasi (Arief, 2004).

E. Sampel Penelitian

Jumlah sampel penelitian dihitung menurut rumus yang dikembangkan oleh Snedecor dan Cochran sebagai berikut ( Budianto, 2004) :

n=Z 2 α . p. q

Keterangan : n

= besarnya sampel

= populasi variabel yang dikehendaki

Zα = simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat kemaknaan α dimana α = 0,05 sehingga nilai Zα = 1,96

d = kesalahan yang masih dapat ditolerir Dalam penelitian ini karena belum diketahui proporsi variabel penting dalam penelitian ini maka diambil proporsi terbesar yaitu 50% (p = 0,05).

Kesalahan sampling yang masih dapat ditolerir adalah 10% sehingga dengan rumus di atas maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : n = (1,96) 2 . 0,5 . 0,5 0,1 2

n = 96,04 n = 96

Namun karena keterbatasan waktu maka perhitungan sampel menggunakan patokan umum atau rule of thumb, yaitu setiap penelitian yang dianalisis dengan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 sampel subjek penelitian (Murti, 2006). Sehingga pada penelitian ini dibutuhkan total 60 sampel yang terdiri dari 30 sampel kontrol dan 30 sampel kasus.

F. Rancangan Penelitian

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian

G. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan gas

LPG.

2. Variabel terikat : Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE).

3. Variabel luar

a. Terkendali : Umur, tinggi badan, paparan asap rokok, paparan obat

Populasi

Sampel

Perempuan yang memasak dengan kayu bakar

Perempuan yang memasak dengan LPG

Kuesioner

Ukur APE Ukur APE

Analisis data

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Kuesioner

penyakit paru, dan penyakit gangguan saluran napas atas, ventilasi ruangan.

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Perempuan yang memasak dengan kayu bakar. Sampel memasak dengan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak rutin minimal 2 kali selama 15 menit setiap hari selama 2 tahun. Skala pengukuran : Nominal

2. Variabel bebas : Perempuan yang memasak dengan LPG. Sampel memasak dengan LPG sebagai bahan bakar untuk memasak. Sampel yang diambil adalah orang yang memasak dengan LPG saja dari awal memasak sampai sekarang.

Skala pengukuran : Nominal

3. Variabel terikat

: Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) adalah aliran udara ekspirasi terbesar yang didapat melalui ekspirasi maksimum secara paksa setelah inspirasi maksimum terlebih dahulu. Pemeriksaan APE yang dilakukan merupakan APE sesaat. Hasilnya adalah nilai APE persentase yaitu nilai APE ukur dibagi dengan nilai APE prediksi.

Alat ukur

: Mini Wright Peak Flow Meter

Skala pengukuran : Rasio

4. Variabel luar

a. Umur Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran sampai ulang tahun terakhir saat penelitian ini dilakukan. Alat ukur

Skala pengukuran : Rasio

b. Tinggi badan Tinggi badan mempunyai korelasi positif dengan APE, artinya semakin bertambah tinggi seseorang, APE akan bertambah besar. Alat ukur

: Alat pengukur tinggi badan

Satuan

: cm

Skala pengukuran : Rasio

c. Lama paparan Lama paparan adalah lama waktu sampel penelitian memasak sendiri sampai saat penelitian dilakukan. Alat ukur

Skala pengukuran : Rasio Skala pengukuran : Rasio

: Kuesioner

Skala pengukuran : Rasio

e. Paparan asap rokok

Sampel merupakan perokok aktif maupun perokok pasif. Alat ukur

: Kuesioner

Skala pengukuran : Nominal

f. Paparan obat nyamuk Obat nyamuk yang digunakan dapat berupa obat nyamuk bakar, semprot, ataupun elektrik. Alat ukur

: Kuesioner

Skala pengukuran : Nominal

g. Riwayat penyakit paru Sampel mempunyai riwayat penyakit paru obstruktif seperti bronkitis kronik, emfisema, asma, dan bronkiektasis. Alat ukur

: Kuesioner

h. Penyakit gangguan saluran pernapasan atas Sampel saat ini sedang menderita penyakit gangguan saluran pernapasan h. Penyakit gangguan saluran pernapasan atas Sampel saat ini sedang menderita penyakit gangguan saluran pernapasan

I. Alat dan Bahan Penelitian

1) Mini Wright Peak Flow Meter; 2) Kapas; 3) Alkohol 70%; 4) Tabel nilai normal APE untuk wanita Indonesia berdasarkan penelitian tim IPP 1992; 5) Alat ukur tinggi badan; 6) Kuesioner.

J. Cara Kerja

1. Sampel penelitian diminta untuk mengisi kuesioner.

2. Tinggi badan sampel penelitian diukur dengan berdiri tegak dan tanpa alas kaki.

3. Pemeriksaan APE :

a. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan dalam kondisi berdiri tegak.

b. Skala pengukuran pada alat harus dibuat nol.

c. Sampel penelitian diajarkan manuver meniup dengan benar. Sampel penelitian menghirup udara sebanyak mungkin dengan cepat kemudian letakkan alat pada mulut dan katupkan bibir di sekeliling mouthpiece , udara dikeluarkan dengan tenaga maksimal (secara cepat c. Sampel penelitian diajarkan manuver meniup dengan benar. Sampel penelitian menghirup udara sebanyak mungkin dengan cepat kemudian letakkan alat pada mulut dan katupkan bibir di sekeliling mouthpiece , udara dikeluarkan dengan tenaga maksimal (secara cepat

d. Pemeriksaan dilakukan tiga kali dan diambil nilai yang tertinggi.

4. Baca hasil pemeriksaan APE (nilai APE ukur) pada Peak Flow Meter (dalam L/menit).

5. Berdasarkan umur dan tinggi badan sampel penelitian, dibaca nilai APE prediksi pada tabel nilai normal APE untuk wanita Indonesia berdasarkan penelitian tim IPP 1992.

6. Persentase nilai APE diukur terhadap APE prediksi

Persentase APE = Nilai APE ukur (L/menit) x 100% Nilai APE prediksi (L/menit)

K. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan analisis statistik menggunakan uji parametrik t-test dan Chi Square dengan Odd Ratio untuk menguji hipotesis yang diajukan setelah sebelumnya dilakukan uji normalitas dengan One Sample Kolmorgov-Sminov test. Data diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00.

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 di Desa Giripeni, Kecamatan Wates Kulon Progo. Subjek penelitian adalah para perempuan di Desa Giripeni yang menggunakan kayu bakar atau kompor gas untuk memasak. Penelitian ini telah mendapat izin dari perangkat desa setempat serta warga bersedia mengikuti dengan sukarela.

Pada penelitian ini menggunakan 60 sampel penelitian yang terdiri dari 30 orang merupakan perempuan yang memasak menggunakan kayu bakar dan 30 orang lainnya menggunakan kompor gas.

Dari pengambilan data dan pengisian kuesioner data diri pada perempuan yang memasak menggunakan kayu bakar ataupun LPG diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur pada perempuan yang

memasak dengan kayu bakar dan LPG

Umur

Perempuan yang memasak

dengan kayu bakar

Perempuan yang memasak dengan LPG

30 100 Sumber : Data primer, 2012

Dari tabel 4.1 dapat dilihat sampel perempuan yang menggunakan kayu bakar terbanyak adalah pada rentang usia 61 – 70 tahun yaitu sebanyak 9 orang (30%), sedangkan untuk kelompok perempuan yang menggunakan kompor gas terbanyak adalah pada rentang usia 41 – 50 tahun (47%).

Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan tinggi badan pada peremupan yang

memasak menggunakan kayu bakar dan LPG

Tinggi badan

Perempuan yang memasak

dengan kayu bakar

Perempuan yang memasak dengan LPG

30 100 Sumber : Data primer, 2012

Dari tabel 2 dapat dilihat sampel perempuan yang memasak menggunakan kayu bakar terbanyak memiliki tinggi badan antara 141 – 150 cm (57%), sedangkan pada kelompok yang menggunakan kompor gas terbanyak memiliki tinggi badan antara 151 – 160 cm (63%). Tabel 4.3 Rata-rata persentase APE pada perempuan yang memasak dengan

kayu bakar dan LPG Kelompok

__ X±SD

Perempuan yang memasak dengan kayu bakar

63,49±13,01 Perempuan yang memasak dengan LPG

82,82±6,57 Sumber : Data primer, 2012

Dari tabel 3 didapatkan bahwa rata-rata presentase nilai arus puncak ekspirasi pada perempuan yang memasak dengan kayu bakar lebih rendah daripada perempuan yang memasak dengan LPG.

Tabel 4.4 Distribusi sampel berdasarkan prevalensi obtsruksi dan non obstruksi pada perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG

Kriteria

Obstruksi

Non Obstruksi

Perempuan yang memasak dengan kayu

Perempuan yang memasak dengan LPG

60 (100%) Sumber : Data primer, 2012

Dari tabel 4 dapat dilihat prevalensi terjadinya obstruksi paru berdasarkan nilai arus puncak ekspirasi pada perempuan yang memasak dengan kayu bakar sebesar 24 orang (40%) sedangkan prevalensi obstruksi pada perempuan yang memasak dengan LPG adalah 13 orang (21,67%). Prevalensi non obstruksi perempuan yang memasak dengan kayu bakar sebesar 6 orang (10%) dan pada perempuan yang memasak dengan LPG adalah 17 orang (28,33%).

B. Analisis Data

Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan uji t-independent dengan program SPSS 17. Uji ini digunakan jika nilai dari kedua kelompok tidak berhubungan satu sama lain. Adapun syarat uji t- independent adalah data berskala numerik, terdistribusi secara normal, variansi kedua kelompok dapat sama atau berbeda (untuk dua kelompok). Untuk mengetahui bahwa data terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas. Suatu data dikatakan mempunyai sebaran normal jika didapatkan nilai p > 0,05 pada masing-masing kelompok (Dahlan, 2005).

Tabel 4.5. Hasil uji normalitas data dengan Kolmogorov Smirnov

Kelompok

Nilai p

Keterangan Perempuan yang memasak dengan kayu bakar

Distribusi normal Perempuan yang memasak dengan LPG

Distribusi normal Sumber : Data primer, 2012 Tabel di atas menunjukkan sebaran data yang diuji normalitas datanya dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Test, dengan ketentuan bila signifikan hitung > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut terdistribusi secara normal, demikian sebaliknya bila signifikan hitung <0,05 data tidak terdistribusi secara normal. Karena nilai p untuk nilai APE pada perempuan yang memasak dengan kayu bakar adalah 0,200 (p > 0,05) dan perempuan yang memasak Distribusi normal Sumber : Data primer, 2012 Tabel di atas menunjukkan sebaran data yang diuji normalitas datanya dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov Test, dengan ketentuan bila signifikan hitung > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut terdistribusi secara normal, demikian sebaliknya bila signifikan hitung <0,05 data tidak terdistribusi secara normal. Karena nilai p untuk nilai APE pada perempuan yang memasak dengan kayu bakar adalah 0,200 (p > 0,05) dan perempuan yang memasak

Jika dilakukan uji t-independent, maka akan tampak hasil uji homogenitas dengan Levene’s Test. Dengan ketentuan bila signifikan hitung > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut diasumsikan homogen, demikian sebaliknya bila signifikan < 0,05 data diasumsikan tidak homogen atau memiliki perbedaan varians.

Tabel 4.6. Hasil uji homogenitas

Data

Uji Homogenitas Levene’s Test

Keterangan

Nilai APE

Data tidak homogen Sumber : Data primer, 2012

Berdasarkan uji tersebut, dapat diketahui bahwa F = 8,385 (p = 0,005). Karena p < 0,05 maka dapat dikatakan terdapat perbedaan varians antara nilai APE antara perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG. Walaupun data tidak homogen, uji t-independent masih bisa dilakukan.

Tabel 4.7. Hasil uji t-independent

Jenis bahan bakar

Analisis Uji Kayu bakar

t = 7,262

df = 42,868 p = 0,000

LPG Sumber : Data primer, 2012 LPG Sumber : Data primer, 2012

Selain uji t-independent, juga digunakan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara penggunaan bahan bakar memasak dengan status obstruksi pada perempuan di Desa Giripeni Kecamatan Wates. Syarat uji Chi Square adalah bila nilai expected kurang dari 5 maksimal berjumlah 20%. Suatu data dikatakan mempunyai hubungan apabila signifikansi < 0,05. Pada hasil perhitungan statistik menunjukkan p = 0,003 (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pemakaian bahan bakar memasak dengan status obstruksi.

Selain itu digunakan pula rumus Odds Ratio (OR) untuk menilai kekuatan hubungan variabel (measure of association). Rumus Odds Ratio (OR) = ad/bc. Hasilnya jika OR = 1, maka prevalensi subyek yang terpapar faktor risiko sama dengan prevalensi subyek yang tidak terpapar faktor risiko. Sedangkan jika OR >

1, artinya dugaan adanya hubungan faktor yang diteliti terhadap efek memang benar dan OR < 1, artinya faktor risiko yang diteliti justru menurunkan terjadinya efek.

Tabel 4.8. Hubungan antara pemakaian bahan bakar dengan status obstruksi

paru (-)

Jumlah

Perempuan yang memasak dengan kayu bakar

Perempuan yang memasak dengan LPG

Dari hasil perhitungan didapatkan OR = 5,23, sehingga dapat diketahui bahwa perempuan yang memasak dengan kayu bakar memiliki risiko mengalami obstruksi paru 5,23 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan yang memasak dengan LPG.

BAB V PEMBAHASAN

Pada penelitian kali ini sampel dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok yang pertama adalah perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan kelompok yang kedua adalah kelompok kontrol yaitu perempuan yang memasak dengan LPG. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah sampel, dari tiap kelompok diambil sejumlah

30 orang. Penelitian ini memiliki hipotesis bahwa terdapat pebedaan nilai persentase Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG. Perempuan yang memasak dengan kayu bakar memiliki nilai persentase APE yang lebih rendah daripada yang memasak dengan LPG. Dari hasil penelitian yaitu pada tabel 3 didapatkan nilai rata-rata APE pada perempuan yang memasak dengan kayu bakar adalah sebesar 63,49% sedangkan nilai rata-rata pada perempuan yang memasak dengan LPG sebesar 82,82%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa perempuan yang memasak dengan kayu bakar memiliki prevalensi obstruksi paru berdasarkan persentase nilai APE lebih tinggi yaitu 24 orang (40%) daripada yang memasak dengan LPG yaitu 13 orang (21,67%).

Hasil analisis statistik pada tabel 5 menunjukkan distribusi data pada perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG adalah normal. Sedangkan pada tabel 6 menunjukkan bahwa data nilai APE tidak homogen. Data tidak homogen bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, di antaranya adalah dari penggolongan jenis kayu bakar yang digunakan. Selain itu, perbedaan varians data dapat disebabkan oleh waktu dan lama paparan dari penggunaan masing-masing bahan bakar serta tingkat pendidikan dari masing-masing sampel dalam melakukan pengukuran.

Walaupun pada uji homogenitas didapatkan hasil data yang tidak homogen, uji t-independent masih dapat dilakukan. Hal ini dipaparkan bahwa variansi atau jenis data yang sama bukan merupakan syarat mutlak untuk data 2 kelompok yang tidak berpasangan. Hasil uji t-independent menunjukkan perbedaan yang bermakna antara nilai persentase APE pada perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan pada perempuan yang memasak dengan LPG.

Sedangkan dengan uji Chi Square dengan Odds Ratio menunjukkan terdapat hubungan antara pemakaian bahan bakar memasak dengan status obstruksi yang diketahui bahwa perempuan yang memasak dengan kayu bakar memiliki risiko mengalami obstruksi paru 5,23 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan yang memasak dengan gas LPG.

Nilai APE yang lebih rendah pada pengguna kayu bakar daripada LPG disebabkan oleh asap kayu bakar. Pada asap kayu bakar mengandung berbagai

Dokumen yang terkait

PERUMUSAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK JASA PENYEWAAN FORKLIFT PADA CV BJP DENGAN MENGGUNAKAN METODE SWOT DAN IE MATRIKS MARKETING STRATEGY FORMULATION TO FORKLIFT RENTAL SERVICE IN CV BJP USING SWOT METHOD AND IE MATRIX

0 1 6

PERUMUSAN STRATEGI DAN ROADMAP STRATEGI HOTEL XYZ MENGGUNAKAN PENDEKATAN QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX (QSPM) STRATEGY FORMULATION AND STRATEGY ROADMAP HOTEL XYZ USING APPROACH QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX (QSPM)

0 0 10

PERBAIKAN KUALITAS PELAYANAN PRODUK T-CASH DI KOTA BANDUNG MENGGUNAKAN INTEGRASI METODE E-SERVICE QUALITY DAN MODEL KANO QUALITY IMPROVEMENT OF T-CASH PRODUCT SERVICE IN BANDUNG CITY USING INTEGRATION OF E-SERVICE QUALITY METHOD AND KANO MODEL

0 0 10

PERANCANGAN USULAN PERBAIKAN UNTUK MEMINIMASI WASTE MOTION PADA PROSES PRODUKSI MODUL SURYA 260WP PT XYZ DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING IMPROVEMENT TO MINIMIZING WASTE MOTION IN PRODUCTION PROCESS OF SOLAR MODULE 260WP AT PT XYZ WITH LEAN MANUFACTUR

0 1 8

PERANCANGAN USULAN PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI BUKU SOFT COVER PT MIZAN GRAFIKA SARANA DENGAN METODE SIX SIGMA DESIGN IMPROVEMENT ON SOFT COVER BOOK PRODUCTION PROCESS OF PT MIZAN GRAFIKA SARANA WITH SIX SIGMA METHOD

0 3 13

PERANCANGAN USULAN PENGELOLAAN SPAREPART DAN KEBIJAKAN MAINTENANCE PADA MESIN ILA-0005 MENGGUNAKAN METODE RELIABILITY CENTERED SPARES (RCS) DAN RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) DI PT.XYZ DESIGN OF SPAREPART PROPOSAL MANAGEMENT AND MAINTENANCE POLICY

1 5 7

PERANCANGAN PERBAIKAN KUALITAS PROGRAM DIGITAL MARKETING BRO.DO DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DESIGN OF QUALITY IMPROVEMENT FOR DIGITAL MARKETING PROGRAM ON BRO.DO USING QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) METHOD

0 1 8

ALOKASI RESOURCE BLOCK PADA SISTEM KOMUNIKASI DEVICE-TO- DEVICE YANG UNDERLAYING PADA JARINGAN LTE-ADVANCED RESOURCE BLOCK ALLOCATION FOR DEVICE- TO-DEVICE COMMUNICATION UNDERLAYING LTE-ADVANCED NETWORKS

0 0 8

PERANCANGAN SISTEM PENGISI DAN PENYALUR DAYA BATERAI PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA HYBRID DESIGN OF CHARGE AND DISCHARGE BATTERY SYSTEM FOR HYBRID POWER PLANT

0 0 12

KWH METER DENGAN HISTORY MANAGEMENT BERBASIS MIKROKONTROLER KWH METER WITH BASED MICROCONTROLLER HISTORY MANAGEMENT

0 0 8