ANALISIS PERAN SERTA LEMEGA PEMERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KECAMATAN BUAH BATU KOTA BANDUNG HENDRAWAN SETIA WIWAHA NPM : 158010006 PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK KONSENTRASI KEBIJAKAN PUBLIK PASCASARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN
ARTIKEL
ANALISIS PERAN SERTA LEMEGA PEMERDAYAAN MASYARAKAT
DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
DI KECAMATAN BUAH BATU KOTA BANDUNG
HENDRAWAN SETIA WIWAHA
NPM : 158010006
PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
KONSENTRASI KEBIJAKAN PUBLIK
PASCASARJANA
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2017
ABSTRAK
Penelitian ini didasarkan pada masalah pokok, yaitu pengelolaan sampah yang masih belum baik. Hal ini diduga disebakan oleh belum maksimalnya peran serta Lembaga Pemerdayaan Masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung.
Penedekatan dalam penelitian ini tentang peran serta Lembaga Pemerdayaan Masyarakat dalam Pengelolaa Sampah dilihat dari konteks kebijakan publik dan admiistrasi publik sebagai teori induknya untuk mengembangkan khasanah ilmu administrasi publik.
Menggunakan metode kualitatif, peneliti dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif (Anselm Strauss & Juliet Corbin, 2003). Metode ini digunakan untuk menjelaskan Peran Serta Lembaga Pemerdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah. Pendekatan Penelitian. Pemberdayaan masyarakat dapat dipandang sebagai jembatan bagi konsep-konsep pembangunan makro dan mikro. Konsep pemberdayaan merupakan salah satu cara efektif dalam pembangunan masyarakat terutama dalam pengelolaan sampah. Konsep pemberdayaan merupakan sebuah proses bagi masyarakat memperoleh kemampuan dan kemandirian dalam mengubah taraf hidup masyarakat menjadi lebih baik.
Hasil penelitian menunjukan kesimpulan umum penelitian menunjukkan bahwa peran Lembaga Pemerdayaan Masyarakat di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung sudah ada, akan tetapi masih banyak kekuranga. Hal ini bisa dilihat dari penemuan yang didapat oleh peneliti melalui observasi dan wawancara.
Pertama, Kedaaan aadaptasi peran lembaga pemerdayaan masyarakat di
Kecamatan Buah Batu Kota Bandung sudah terlihat. Tebukti dengan pendapat responden bahwa ada partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan sampah.
Kedua, dimensi pencapian tujuna untuk pengelolaan sampah di Kecamatan Buah
Batu Kota Bandung. Di beberapa kelurahan pemahamanmasyarakat dalam segi ekonomi sampah sudah ada dalam upaya penanganan pengelolaan sampah, dengan bijak memilah sampah.Tetapi meskipun sudah ada peraturan pemerintah terkait pengelolaan sampah tapi dalam tahap pelaksanaan masih lemah dalam segi pengawasan.
Ketiga, dimensi integrasi untuk pengelolaan sampah di Kecamatan Buah Batu Kota
Bandung, dapat disimpulkan di beberapa kelurahan masyarakat sudah mengerti dalam memilah sampah. Sarana sudah ada tapi belum secara maksimaluntuk pengelolaan sampah.
Keempat, dalam dimensi pola pemeliharan yang dilakukan Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat dalam pelaksanaannya masih kurang baik. Tingkat konsistensi pola pemeliharaan pengelolaan sampah masih kurang.
Kata Kunci : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dan Pengelolaan Sampah.
Permasalahan sampah di negeri ini adalah masalah yang cukup besar, selain masalah kemiskinan.Terutama di kota-kota besar yang sering dihinggapi dengan masalah sampah ini.Yang pada akhirnya beujung kepada masalah yang lebih besar, yaitu masalah bencana alam. Seperti yang kita tahu beberapa kota bebesar di Indonesia sering menjadi langganan dihinggapi oleh masalah banjir seperti Jakarta, Surabaya, dan tidak terkecuali willayah kita kota Bandung.
Kecamatan Buah Batu merupakan salah satu dari 30 Kecamatan di Kota Bandung tidak terlepas dari persoalan sampah. Hampir 48,79 mᶟ menghasilkan sampah tiap harinya yang dibuang ke temopat pembuangan sampah yang ada di wilayah Kecamatan Buah Batu. Apabila ini didiamkan tidak ada upaya melakukan pengelolaan sampah, maka kondisi sampah akan terus bertambah.
Pengelolaan sampah dengan model open dumping harus ditinggalkan karena dalam Undang Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah disebutkan bahwa sistem pengelolaan sampah open dumpingtidak ramah lingkungan serta rentah terhadap bencana longsor, sehingga perlu dilakukan pengembangan sitem dalam melakukan pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir. Keterpaduan di sini adalah suatu bentuk transformasi pendekatan ekosistem ke dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan. (Undang-undang No 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah). Pengelolaan sampah secara terpadu berarti bahwa dalam mengelola sampah harus diperhatikan segala aspek yang terkait sebagai satu kesatuan yang terintegrasi.
Produksi sampah Kota Bandung khususnya di KecamatanBuah Batu semakin hari semakin meningkat.Di tahun 2011, produksi sampah perharinya sudah mencapai 1.500 m³.Oleh karena itu, ketersediaan sarana dan prasana persampahan persampahan perlu didukung secara optimal.Tempat pembuangan sampah (TPS) persatuan penduduk di Kota Bandung selama periode 2008-2012 mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2011 di tingkat 74%, maka pada tahun 2016 mengalami peningkatan menjadi 76%.
Sumber : RPJMD 2014-2018.
Kecamatan Buah Batu merupakan kawasan permukiman yang berada di Kota Bandung dengan kepadatan penduduk mencapai ± 101,920 jiwa/Ha.Kecamatan Buah Batu tedapat beberap pusat perbelanjaan dan kawasan pendidikan. Keberadaan hal tersebut tidak dapat dijaga dengan baik oleh masyarakat sekitar. Hal ini dapat dilihat dari terdapatnya sampah yang menumpuk di TPS yang disebabkan karena masyarakat yang masih tidak sadar dalam menjaga lingkungan.Hal ini semua dapat dilihat dari data yang diperoleh berdasarkan data dan dokumentasi sebagai berikut:
SUMBER DIANG YANG SAMPAH NAMA DAN KUT N MASUK PERUNTU (RM,KELUR LOKASI TPS KE TPA (Tmp/ KAN AHAN, O (JALAN) (Tmp/ hari) KECAMATA hari N)
UMUM KEL.CIJAUR / A 6 RW.KEL
1 CIPAGALO
9.29
9.29 MASYARA MARGASARI KAT
8 RW UMUM KOMPLEK / KOMPLEK
2
1.5
1 CIJAURA MASYARA CIJAURA KAT KHUSUS EMERALD EMERALD EMERALD
3
1.2
1.2 TOWER TOWER/ TOWER JATISARI KHUSUS RW.11.12 PASAR RW.11.12
4
24
24 KEL.SEKEJA CIWASTRA KEL. TI SEKEJATI KHUSUS RW.13 CIDURIAN RW.13
5
2
2 KEL.SEKEJA SELATAN KEL. TI SEKEJATI
Jumlah
48.79
48.29 I. PELAYANAN PENANAGNAN SAMPAH DIKECAMATAN BUAH BATUKOTA BANDUNG TAHUN 2016
Sumber : Laporan Kinerja Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung tahun 2016
II. DOKUMENTASI PENUMPUKAN SAMPAH Gambar 1.1 TPS RW. 12 Kelurahan Sekejati, Februari 2017 Gambar 1.2 TPS Bea dan Cukai RW. 13 Kelurahan Sekejati
Gambar 1.3 Kali Cicadas baruPermasalahan lain yang muncul di Kecamatan Buah Batu yang berkaitan dengan sistem pengelolaan sampah yaitu masih terdapat sampah rumah tangga yang berserakan di lingkungan Kecamatan Buah Batu. Sampah yang berasal dari rumah tangga merupakan konstribusi yang paling besar untuk timbunan sampah, disamping itu sampah rumah tangga merupakan sampah yang berbahaya karena dikategorikan sebagai sampah B3 (Bahan Beracun Berbahaya). Apabila dibiarkan sampah tersebut akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Hal ini berdampak terhadap menurunnya kualitas lingkungan yang disebabkan oleh sampah yang tidak dikelola dengan baik dan ramah lingkungan.
Pengelolaan sampah melalui pola 3R ( reduce, reuse dan recyle ). Cakupan lokasi percontohan pola 3R terus meningkat dan mencapai sekitar 16% dari lokasi kelurahan di Kota Bandung. Untuk mpengelolaan sampah perkotaan relative meningkat disbanding dengan tahun lalu, dimana cakupan pelayanan pengangkutan sampah tahun 2016 berkisar 69%.
Sumber : Laporan Kinerja Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung
Permasalahan Kecamatan Buah Batu menyeruak lagi diawal tahun 2013 dimana sampah menumpuk dibeberapa tempat pembuangan sampah sementara (TPS) di Kecamatan Buah Batu, bahkan beberapa diantaranya menumpuk ditepi jalan karena rusaknya alat berat yang dipergunakan ditempat pembuangan sampah akhir (TPA) Cipagalo, Kecamatan Buah Batu. Akibatnya, selama hampir dua minggu, sampah di Kota Bandung tidak dapat diangkat ke TPA.
Penanganan permasalahan sampah perlu ditangani segera mungkin karena TPA Sekejati habis masa pakainya tahun 2015. Alternatif solusi penanganan sampah Kota Bandung kedepan akan dilakukan melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Gedebage. Namun dalam proses pembangunan PLTSa terdapat beberapa kendala, mulai dari penolakan hingga resiko yang dikhawatirkan akan berdampak pada lingkungan cekungan Bandung. Perkembangan terakhir, pembangunan PLTSa telah melalui proses tender dan pembangunannya direncanakan dimulai di awal tahun 2014. PLTSa di Kota Bandung akan menjadi teknologi pengelolaan sampah modern pertama dan ramah lingkungan yang ada di Indonesia.
Penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah di kota juga menjadi aspek penting yang perlu ditingkatkan. Sarana truk sampah, motor sampah dan sarana lainnya perlu disediakan secara layak. Penyediaan TPS yang inovatif akan menjadi salah satu perhatian agar tidak mengganggu lingkungan di sekitarnya.
Karena untuk mengatasi masalah pengelolaan sampah tidak cukup hanya peran pemerintah saja.Tetapi membutuhkan peran dan kontribusi masyarakat juga. Dalam menangani masalah pengelolaan sampah, sangat dibutuhkan kesadaran dan peran serta dari masyarakat.Seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan.Oleh karena itu Lembaga/Intansi Non Pemerintah (Non Government Organitation) sagat diperlukan kontribusinya dalam menangani permasalahan pengolahan sampah di Kota Bandung khususnya di Kecamatan Buah Batu. Kecamatan Buah Batu sendiri terdapat cukup banyak Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang bisa membantu menangani masalah pengelolaan sampah.
Penelitian ini memfokuskan kepada apa dampak (impact) yang didapat dari peran lembaga pemerdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Dampak positif yang akan dirasakan ketika peran masyarakat dapa dimaksimalkan.
Dilihat dari beberapa permasalahan diatas maka permasalahan utama yang muncul yaitu masyarakat yang masih belum terlibat dan mampu dalam kegiatan pemberdayaan pengelolaan sampah secara terpadu. Untuk itu, yang menjadi judul penelitian ini ialah : Analisis Peran Serta Lembaga Pemerdayaan Masyarakat
dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka peneliti mengemukakan pernyataan masalah peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung.Selanjutnya berdasarkan pernyataan masalahtersebut dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung?
2. Apastrategi/konsep Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung?
Indentifikasi Masalah Beberapa permasalahan yang ingin temukan penyelesaian masalahnya.
Permasalahannya diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana adapatsi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung.
2. Bagaimana pencapaian tujuan untuk pengelolaan sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung.
3. Bagaimana integrasi tujuan untuk pengelolaan sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung.
4. Bagaimana pola pemeliharaan tujuan untuk pengelolaan sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung.
Tujuan Penelitian
1. Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung.
2. Menghasilkan strategi/konsep Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung.
Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis, hasil penelitian ini dapat mengembangkan khasanah keilmuan, khususnya Ilmu Kebijakan Publik yang berkaitan dengan Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung.
2. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan masukan kepada Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam masalah Pengelolaan Sampah di Kecamatan Buah Batu Kota Bandung.
Pengertian Sampah Permasalahan lingkungan saat ini ada di berbagai tempat. Permasalahan itu menyangkut pencemaran, baik pencemaran tanah, air, udara dan suara. Pencemaran tersebut diakibatkan oleh aktivitas manusia. Pencemaran tanah misalnya, banyaknya sampah yang tertimbun di tempat sampah, apabila tidak ditangani dengan baik akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat.
Berdasarkan SK SNI Tahun 19901 (Sri Subekti, 2014:124), sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.
Menurut Hadiwiyoto (1983: 134) Sampah adalah: “Istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan- perlakuan, baik karena telah sudah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya yang ditinjau dari segi social ekonimis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup”.
Sampah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktifitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomi. E. Colink (1996:23)
Menurut kamus istilah lingkungan hidup, sampah mempunyai definisi sebagai bahan yang tidak mempunyai nilai, bahan yang tidak berharga untuk maksud biasa, pemakaian bahan rusak, barang yang cacat dalam pembikinan manufaktur, materi berkelebihan, atau bahan yang ditolak.
Menurut Tchobanoglous (1993:78) Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan dari aktivitas manusia dan binatang yang secara normal padat dan dibuang ketika tidak dikehendaki atau sia-sia.
Sedangkan yang dimaksud dengan sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di kota (tidak termasuk sampah yang berbahaya dan beracun). Definisi mengenai sampah, hal ini perlu diketahui terlebih dahulu sebelum mengenal sampah lebih dekat.
Alex S (1999:78) “Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan. Sampah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sampah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya dari pemakai semula, atau sampah adalah sumber daya yang tidak siap pakai”.
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan. Sampah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sampah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya dari pemakai semula, atau sampah adalah sumber daya yang tidak siap pakai.
Sumber Sampah
Sampah berasal dari kegiatan penghasil sampah seperti pasar, rumah tangga, perkotaan (kegiatan komersial/ perdagangan), penyapuan jalan, taman, atau tempat umum lainnya, dan kegiatan lain seperti dari industri dengan limbah yang sejenis sampah. Sumber dari sampah di masyarakat pada umumnya, berkaitan erat dengan penggunaan lahan dan penempatan.
Menurut G. Theisen (1993: 155) Beberapa sumber sampah dapat diklasifikasikan menjadi antara lain: 1) Perumahan 2) Komersil 3) Institusi 4) Konstruksi dan Pembongkaran 5) Pelayanan Perkotaan 6) Unit Pengolahan 7) Industri 8) Pertanian
Menurut Gelbert dkk (1996:56), sumber-sumber sampah adalah sebagai berikut : 1) Sampah permukiman, yaitu sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan makanan, perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas, kain, sampah kebun/ halaman, dan lain-lain. 2) Sampah pertanian dan perkebunan, sampah kegiatan pertanian tergolong bahan organik, seperti jerami dan sejenisnya. Sebagian besar sampah yang dihasilkan selama musim panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk. Untuk sampah bahan kimia seperti pestisida dan pupuk buatan perlu perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan. Sampah pertanian lainnya adalah lembaran plastik penutup tempat tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk mengurangi penguapan dan penghambat pertumbuhan gulma, namun plastik ini bisa di daur ulang. 3) Sampah dari sisa bangunan dan konstruksi gedung. Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung ini bisa berupa bahan organik maupun anorganik. Sampah organik, misalnya: kayu, bambu, triplek. Sampah anorganik, misalnya: semen, pasir, spesi, batu bata, ubin, besi dan baja, kaca dan kaleng. 4) Sampah dari perdagangan dan perkantoran. Sampah yang berasal dari daerah perdagangan seperti: toko, pasar tradisional, warung, pasar swalayan ini terdiri dari kardus, pembungkus, kertas, dan bahan organik termasuk sampah makanan dan restoran. Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan swasta biasanya terdiri dari kertas, alat tulis menulis (bolpoint, pensil, spidol dan lain-lain), toner foto copy, pita printer, kotak printer, baterai, bahan kimia dari laboratorium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dan lain-lain. Baterai bekas dan limbah bahan kimia haurs dikumpulkan secara terpisah dan harus memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun. 5) Sampah industri, yaitiu sampah yang berasal dari seluruh rangkaian proses produksi berupa bahan-bahan kimia serpihan atau potongan bahan, serta perlakuan dan pengemasan produk berupa kertas, kayu, plastik, atau lap yang jenuh dengan pelarut untuk pembersihan.
Konsep Gelbertini menjelaskan bahwa jenis-jenis sampah berdasarkan sumbernya. Jenis sampah bias dilihat dari beberapa sumbernya. Karena jenis sampah yang berasal dari beberapa industri yang berbeda keadaannya.Lingkungan sangat mempengaruhi terhadap sampah yang dihasilkan.
Sedangkan Hadiwiyoto (1983:99) berdasarkan tingkat penguraian, sampah pada umumnya dibagi menjadi dua macam.
1) Sampah organik, yaitu sampah yang mengandung senyawa- senyawa organik, karena tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N dan sebagainya. Sampah organik umumnya dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan, karton, kain, karet, kulit, sampah halama. 2) Sampah anorganik, yaitu sampah yang bahan kandungannya bersifat anorganik dan umumnya sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya: kaca, kaleng, alumunium, debu, dan logam lainnya.
Pengelolaan Sampah
Dalam pasal 12 (1) UUPPS dalam buku Alex S (1999:41-46), setiap orang diwajibkan melakukan pengelolaan atau memilah sampah dengan cara atau metode yang berwawasan lingkungan metode tersebut adalah 3R, yaitu:
1) Reduce (mengurangi sampah) dalam arti tidak membiarkan tumpukan sampah yangberlebihan.
2) Reuse (menggunakan kembali sisa sampah yang bisa digunakan). 3) Recycle (mendaur ulang).
Metode pengelolaan atau memilah sampah berbeda-beda tergantung dari banyak yang seperti jenis zat sampah, tanah untuk mengolah dan ketersediaan area di mana metode tersebut secara umum berupa: 1) Solid waste generated: penentuan timbulan sampah.
2) On site handling: penanganan di tempat atau pada sumbernya.
Tahap ini terbagi menjadi tiga, yakni: (1)Pengumpulan (collecting) (2)Pengangkutan (transfer and transport) (3)Pengolahan (treatmen), seperti pengubahan bentuk, pembakaran, pembuatakomposdan energy recovery (sampah sebagai penghasil
energy).
Pembuangan akhir: pembuangan akhir sampah harus memenuhi syaratsyarat kesehatan dan kelestarian lingkungan.
Menurut Kodoatie (2003: 312) sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh- tumbuhan.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor T-13-1990, yang dimaksud dengan sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi bangunan. Sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di kota dan tidak termasuk sampah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Dari menjelaskan bahwa sampah adalah limbah padat yang terdiri dari bahan organik dan anorganik (tidak termasuk limbah berbahaya dan beracun) yang dipandang oleh pemiliknya sudah tidak berguna dan telah dibuang, sehingga harus dikelola dengan baik agar tidak membahayakan lingkungan. Tata ruang diperlukan dalam pembangunan daerah agar alokasi pembangunan dapat diarahkan secara tepat sesuai dengan tuntutan perkembangan dan keterbatasan yang ada.
Hal ini menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan strategis pembangunan daerah.(Bappeda Kota Bandung, 2004: 1).
Menurut Kodoatie (2005: 119): Master plan infrastruktur suatu wilayah kabupaten atau kota harus dibuat bersamaan dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
(RUTRW) Kabupaten/Kota, mengingat masing-masing saling mendukung dan saling mempengaruhi baik dalam rencana pengembangan, pengelolaan dan rencana tindak pembangunan. Bilamana master plan infrastruktur telah dibuat maka untuk komponenkomponen infrastruktur perlu dibuat master plannya karena masing-masing komponen infrastruktur, seperti persampahan misalnya mempunyai karakteristik berbeda-beda, baik teknis, sosial, ekonomi maupun lingkungan. Menurut Kodoatie tata ruang diperlukan dalam pembangunan daerah agar alokasi pembangunan dapat diarahkan secara tepat sesuai dengan tuntutan perkembangan dan keterbatasan yang ada. Hal ini menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan strategis pembangunan daerah.
Menurut Kodoatie (2005: 119) Master plan infrastruktur suatu wilayah kabupaten atau kota harus dibuat bersamaan dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Kabupaten/Kota, mengingat masing-masing saling mendukung dan saling mempengaruhi baik dalam rencana pengembangan, pengelolaan dan rencana tindak pembangunan. Bilamana master plan infrastruktur telah dibuat maka untuk komponenkomponen infrastruktur perlu dibuat master plannya karena masing-masing komponen infrastruktur, seperti persampahan misalnya mempunyai karakteristik berbeda-beda, baik teknis, sosial, ekonomi maupun lingkungan.
Konsep Pengembangan Manajemen Pengelolaan Sampah Arah Kebijakan Sistem Teknik Operasional
Kebijakan manajemen pengelolaan sampah di Indonesia diarahkan pada pengembangan tingkat pelayanan untuk mencapai sasaran nasional secara bertahap. Rentang antara cakupan pelayanan yang harus dicapai secara nasional pada tahun 2015 dengan tingkat pelayanan saat ini cukup jauh, yaitu vii vii sekitar 30 – 40 %, tentunya memerlukan kesungguhan semua pihak. Kebijakan ini dapat dilaksanakan melalui berbagai strategi, yaitu:
(1) Optimalisasi pemanfaatan prasarana dan sarana persampahan yang tersedia agar prasarana dan sarana yang ada dapat digunakan lebih efisien; (2) Meningkatkan kapasitas pelayanan yang berkeadilan, terencana dan terprogram sesuai kebutuhan dan prioritas; (3) Meningkatkan kualitas pengelolaan TPA ke arah Sanitary Landfill dan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan; (4) Melakukan penelitian, pengembangan dan aplikasi teknologi penanganan persampahan tepat guna dan berwawasan lingkungan.
Analisis Peran Masyarakat
Habitat (dalam Panuju, 1999:71) mendefinisi peran serta masyarakat sebagai usaha untuk melibatkan masyarakat dalam mendefinisikan permasalahan dan usaha untuk mencari pemecahan masalah. Kunci utama dari peran serta masyarakat adalah pembentukan kerja sama berdasarkan pada kepercayaan dan keterbukaan. Peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui perseorangan maupun kelompok.
Peran serta masyarakat dalam bentuk kelompok dipandang lebih kuat dan menjanjikan. Kelompok masyarakat tersebut dapat didasarkan atas satuan wilayah, mata pencaharian, maupun adat. Menurut John M Chohen dan Uohoff dalam Parfi (2007:39) terdapat empat tipe partisipasi, yaitu:
1. Partisipasi dalam membuat keputusan (membuat beberapa pilihan dari banyak kemungkinan dan menyusun rencana ‐rencana yang bisa dilaksanakan dan atau layak untuk dioperasikan)
2. Partisipasi dalam implementasi (konstribusi sumber daya, administrasi, dan koordinasi kegiatan yang menyangkut tenaga kerja, biaya, dan informasi)
3. Partisipasi dalam kegiatan yang memberikan keuntungan
4. Partisipasi dalam kegiatan evaluasi dan keterlibatan dalam proses yang sedang berjalan Menurut Conyers (dalam Dicky, 2003), ada 3 (tiga) alasan utama mengapa peran serta mempunyai sifat yang sangat penting , yaitu pertama, peran serta masyarakat sebagai alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, tanpa kehadirannya program pembangunan/proyek ‐ proyek akan mengalami kegagalan. Kedua, masyarakat akan percaya bahwa proyek dan program pembangunan, jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga, merupakan suatu hak demokrasi apabila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Peran serta dari sudut pandang pemerintah adalah melakukan sesuatu dengan biaya semurah mungkin, sehingga sumber dana yang terbatas dapat dipakai untuk kepentingan sebanyak mungkin. Keterlibatan seseorang untuk memberikan sumbangan dalam kelompok berbeda ‐beda antara anggota masyarakat satu dengan anggota masyarakat lainnya.
Hal tersebut tergantung pada kemampuan fisik, pendidikan, ketrampilan, motivasi dan kepentingan. Bentuk partisipasi partisipasi masyarakat menurut Keith Davis (dalam Sastropoetro, 1988:16) adalah berupa:
Pikiran, tenaga, pikiran dan tenaga, keahlian, barang dan uang. bentuk partisipasi masyarakat tersebut dilakukan dalam berbagai cara, yaitu konsultasi biasanya dalam bentuk jasa, sumbangan spontan biasanya uang atau barang, mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya dari pihak ketiga, mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan didanai oleh Sadono Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah, sumbangan dalam bentuk kerja, aksi massa, mengadakan pembangunan di kalangan keluarga, membangun proyek masyarakat yang bersifat otonom. Tingkat partisipasi masyarakat diperlukan untuk mengidentifikasi seberapa besar peran serta masyarakat dalam pembangunan. Peran serta masyarakat dalam pembangunan terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu dari non ‐partisipasi sampai dengan kekuasaan warga. Arnstein dalam
Panudju, (1999:72 ‐76) membagi tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi 8 (delapan), yaitu: manipulasi, terapi, pemberi informasi, konsultasi, perujukan, kemitraan, pelimpahan kekuasaan, dan masyarakat yang mengontrol.
Dalam tangga partisipasi di atas, Arnstein mengelompokannya dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu sebagai berikut:
1. Tidak ada partisipasi, yang meliputi peran serta pada tingkat manipulasi dan terapi.
2. Masyarakat hanya menerima ketentuan yang diberikan (Degrees of tokenism) yang meliputi peran serta pada informing, colsultation, dan placation.
3. Kekuasaan masyarakat (Degrees of citizen power) yang meliputi peran serta pada tingkat partnership, delegated power dan citizen control.
Faktor ‐faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), dan faktor dari luar masyarakat (eksternal). Faktor ‐ faktor yang mempengaruhi peran serta masyarakat dalam pengelolaan Taman
Nasional adalah:
1. Faktor internal, yaitu umur, jenis pekerjaan, pendidikan, tingkat penghasilan dan lama tinggal, ikatan psikologis dengan lingkungan sekitar, tokoh masyarakat.
2. Faktor eksternal, yaitu semua stakeholder yang mempunyai pengaruh terhadap program/kegiatan pengelolaan Taman Nasional misalnya: LSM, Pemda, swasta, dll Masyarakat sekitar kawasan konservasi pada umumnya memiliki tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan yang rendah mempunyai keterbatasan dalam ikut berperan serta dalam pengelolaan taman nasional.
Masyarakat berkemauan untuk mengelola kawasan konservasi didorong oleh motivasi dan potensi yang dimiliki untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu dan kualitas lingkungan hidup dan kawasan konservasi yang ada. Hal tersebut didorong oleh: (ICEL, 2009:89)
1. Kedekatan masyarakat dengan kawasan konservasi
2. Adanya faktor kepentingan, baik secara historis, sosial ‐religi, ekologi maupun ekonomi masyarakat lokal/adat,
3. Adanya kepedulian dan komitmen (seperti yang ditunjukkan oleh LSM lingkungan maupun kelompok pecinta lingkungan hidup). Masyarakat sekitar kawasan pada umumnya mempunyai keterbatasan sehingga memerlukan dorongan dari pengelola kawasan untuk membangkitkan peran serta masyarakat. Pengembangan partisipasi masyarakat dilakukan melalui kegiatan peningkatan kesadaran konservasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan, sehingga masyarakat akan berperan secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan, peran serta masyarakat dalam pembangunan kehutanan dapat berupa peran serta masyarakat dalam kegiatan penyuluhan, kegiatan perencanaan pengelolaan kawasan; kegiatan pengelolaan kawasan; dan kegiatan pengawasan kawasan
Dalam menganalisis peran masyarakat dalam menggunakan Teori fungsional struktural yang pencetusnya adalah Talcott Parson. Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, salah satu paham atau prespektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tidak dapat berfungsi tanpaadanya hubungan dengan bagian yang lainya.
Talcott Parsons (2000: 67-87) menyatakan : “Masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan”. Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, salah satu paham atau prespektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tidak dapat berfungsi tanpaadanya hubungan dengan bagian yang lainya.
Kemudian perubahan yang terjadi pada satu bagian akan menyebabkan ketidakseimbangan dan pada giliranya akan menciptakan perubahan pada bagian lainya.
Perkembangan fungsionalisme didasarkan atas model perkembangan sistem organisasi yang di dapat dalam biologi, asumsi dasar teori ini ialah bahwa semua elemen harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilainilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaanperbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.
Menurut pandangan ini, masalah fungsional utama adalah bagaimana cara individu memotivasi dan menetapkan individu pada posisi mereka yang “tepat”. Dalam sistem stratifikasi, hal ini dapat diturunkan menjadi dua masalah. Pertama, bagaimana cara masyarakat menanamkan kepada individu yang “tepat” itu keinginan untuk mengisi posisi.
Kedua, setelah individu berada pada posisi yang tepat, lalu bagaimana cara individu menanamkan keinginan kepada mereka untuk memenuhi persyaratan posisi mereka. Fungsi dikaitkan sebagai segala kegiatan yang diarahkan kepada memenuhi kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan dari sebuah sistem.
Ada empat persyaratan mutlak yang harus ada supaya termasuk masyarakat bisa berfungsi. Keempat persyaratan itu disebutnya AGIL. AGIL adalah singkatan dari Adaption, Goal, Attainment, Integration, dan Latency. Demi keberlangsungan hidupnya, maka masyarakat harus menjalankan fungsi-fungsi tersebut, yakni:
1. Adaptasi (adaptation): sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diridengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.
2. Pencapain tujuan (goal attainment): sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3. Integrasi (integration): sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian- bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A,G,I,L).
4. Pemeliharaan pola(Latency): sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Sistem organisasi biologis dalam sistem tindakan berhubungan dengan fungsi adaptasi yakni menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan merumuskan tujuan dan mengerakan segalasumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan. Sistem sosial berhubungan dengan fungsi integrasi dengan mengontrol komponen pembentukan masyarakat. Akhirnya sistem kebudayaan berhubungan dengan fungsi pemeliharaan pola-pola atau struktur yang ada dengan menyiapkan norma-norma dan nilai yang memitivasi mereka dalam melakukan suatu tindakan.
Sedangkan Bernard Raho (2007: 48) mengemukakan bahwa : “Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan menyebabkan ketidakseimbangan dan pada giliranya akan menciptakan perubahan pada bagian lainya. Perkembangan fungsionalisme didasarkan atas model perkembangan sistem organisasi yang di dapat dalam biologi, asumsi dasar teori ini ialah bahwa semua elemen harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat bisa menjalankan fungsinya dengan baik”.
Menurut pandangan ini, masalah fungsional utama adalah bagaimana cara individu memotivasi dan menetapkan individu pada posisi mereka yang “tepat”. Dalam sistem stratifikasi, hal ini dapat diturunkan menjadi dua masalah. Pertama, bagaimana cara masyarakat menanamkan kepada individu yang “tepat” itu keinginan untuk mengisi posisi tertentu? Kedua, setelah individu berada pada posisi yang tepat, lalu bagaimana cara individu menanamkan keinginan kepada mereka untuk memenuhi persyaratan posisi mereka.Fungsi dikaitkan sebagai segala kegiatan yang diarahkan kepada memenuhi kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan dari sebuah sistem.
Menurut Talcott Parsons dalam George Ritzer (2010: 118) mengemukakan: Ada empat persyaratan mutlak yang harus ada supaya termasuk masyarakat bisa berfungsi. Keempat persyaratan itu disebutnya AGIL. AGIL adalah singkatan dari Adaption, Goal, Attainment, Integration, dan Latency. Demi keberlangsungan hidupnya, maka masyarakat harus menjalankan fungsi-fungsi tersebut, yakni:
1) Adaptasi (adaptation): sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diridengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. 2) Pencapain tujuan (goal attainment): sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. 3) Integrasi (integration): sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A,G,I,L). 4) Latency (pemeliharaan pola): sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola- pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Sistem organisasi biologis dalam sistem tindakan berhubungan dengan fungsi adaptasi yakni menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan merumuskan tujuan dan mengerakan segalasumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan.
Inti pemikiran Parsons ditemukan didalam empat sistem tindakan ciptaannya. Dengan asumsi yang dibuat Parsons dalam sistem tindakannya, berhadapan dengan masalah yang sangat diperhatikan Parsons dan telah menjadi sumber utama kritikan atas pemikirannya. Problem Hobbesian tentang keteraturan yang dapat mencegah perang sosial semua lawan semua – menurut Parsons tak dapat dijawab oleh filsuf kuno.
Parsons menemukan dalam George Ritzer(2010:123) jawaban problem didalam fungsionalisme struktural dengan asumsi sebagai berikut:6 1) Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung. 2) Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan. 3) Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur. 4) Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian- bagian lain.
6) Alokasi dan integrasi merupkan dua proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem. 7) Sistem cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.
Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini kerangka inti yang digunakan adalah analisis peran masyarakat dalam lingkungan sosial. Hal ini untuk mempermudah dalam menganalis penelitian ini.
Dalam menganalisis peran masyarakat dalam menggunakan Teori fungsional struktural yang pencetusnya adalah Talcott Parson. Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, salah satu paham atau prespektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tidak dapat berfungsi tanpa adanya hubungan dengan bagian yang lainya.
Berdasarkan teori diatas di atas, maka kerangka berpikir peneliti disajikan dalam gambar kerangka pemikiran sebagai berikut:
Mengeaji Pemberdayaan Masysarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kecamatn Buah Batu Kota Bandung Sistem
Adaptasi Integrasi Pola Pemeliharaan Pencapaian Tujuan Gambar 2.1
Tindakan Sitem Kepribadian
Sistem Sosial Sistem Kultural
Integrasi Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pengelolaan Sampah Secara Terpadu
Pola Pemeliharaan Pengelolaan Sampah
Yang Baik
Kesimpulan dan Rekomendasi
Talcott Parson(2010:123)
Pendekatan Penelitian. Pemberdayaan masyarakat dapat dipandang sebagai jembatan bagi konsep-konsep pembangunan makro dan mikro. Konsep pemberdayaan merupakan salah satu cara efektif dalam pembangunan masyarakat terutama dalam pengelolaan sampah. Konsep pemberdayaan merupakan sebuah proses bagi masyarakat memperoleh kemampuan dan kemandirian dalam mengubah taraf hidup masyarakat menjadi lebih baik.
Pemberdayaan diharapkan masyarakat dapat memiliki kemampuan dan kemandirian dalam mengelola sampah secara terpadu. Penelitian ini lebih terfokus pada pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah secara terpadu, sehingga penelitian ini menggunakan strategi pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dapat menjelaskan dengan lebih baik mengenai kondisi sosial masyarakat yang dihadapi dibandingkan dengan penelitian kuantitatif. Dengan metode ini kita dapatkan informasi atau pengetahuan mengenai sesuatu yang baru yang hanya sedikit kita ketahui sebelumnya.
Menggunakan metode kualitatif, peneliti dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif (Anselm Strauss & Juliet Corbin, 2003).
Oprasional Variabel
Peran serta masyarakat sangat mendukung program pengelolaan sampah (kebersihan) di suatu kota/wilayah. Peran serta masyarakat menurut Habitat dalam Panudju (1999: 71) adalah sebagai berikut:
“Participation is process of involving people; especially those directly
effected, to define the problem and involve solutions with them”. (HabitatCitynet,
1997: 29) Pada dasarnya arah kebijakan di bidang peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah ke depan meliputi tiga hal, yaitu:
Mengedepankan peran dan partisipasi aktif masyarakat sebagai mitra dalam pengelolaan sampah. Kebijakan ini dapat dilakukan melalui: a. Peningkatkan pemahaman tentang pengelolaan sampah sejak dini;
b. Meningkatkan pembinaan peran serta/kemitraan masyarakat dan kaum perempuan; Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya:
Untuk melaksanakan kebijakan ini dapat dilakukan dengan strategi melakukan promosi dan kampanye peningkatan upaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle,
Recovery). Upaya-upaya ini terutama diarahkan kepada masyarakat sebagai
sumber sampah, agar kesadaran, kepedulian dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah lebih meningkat lagi. Adapun yang dimaksud dengan prinsip 3R adalah (Ditjend Cipta Karya, 2005: 17):
1) Reduce (mengurangi timbulan pada sumber), yaitu upaya mengurangi timbulan sampah dengan jalan sebisa mungkin melakukan minimalisasi x x barang atau material yang digunakan, karena semakin banyak material yang dipergunakan, semakin banyak sampah yang dihasilkan. 2) Reuse (pakai ulang), prinsip ini menghindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Sebisa mungkin menggunakan barang-barang yang bisa dipakai kembali. Apabila dilakukan, hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum akhirnya menjadi sampah. 3) Recycle (daur ulang) sebisa mungkin barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri nonformal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.