FAKTOR-FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA DOSEN IAIN ANTASARI BANJARMASIN Ahmad Salabi

  

FAKTOR-FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA KOMITMEN

ORGANISASIONAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA DOSEN

IAIN ANTASARI BANJARMASIN

  

Ahmad Salabi

Abstrak

  Komitmen organisasional dan kinerja menjadi isu yang penting, karena banyak hasil riset menjelaskan bahwa komitmen organisasional dari individu dapat mendorong individu untuk berkinerja lebih baik. Kinerja organisasi sendiri merupakan akumulasi dari kinerja anggotanya secara menyeluruh. Namun demikian, komitmen organisasional pada diri anggota organisasi tidak muncul dengan sendirinya, hal ini karena komitmen organisasional didorong oleh berbagai faktor pendorong.

  Penelitian ini termasuk penelitian penjelasan (explanatory research) yang berguna untuk menjelaskan fenomena yang ada dan menganalisis bagaimana suatu variabel memengaruhi variabel lain melalui pengujian hipotesis. Populasi penelitian ini adalah seluruh dosen tetap Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin. Sampel penelitian diambil dengan pendekatan complex random kategori cluster sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survey kategori self-administered survey, yakni mengumpulkan data dengan memberikan pertanyaan kepada responden secara langsung dengan menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan L I S R E L 8.80, yakni teknik

  

Structural Equation Modeling (SEM) berbasis varian yang secara simultan dapat

melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural.

  Temuan penelitian adalah: (1) kepercayaan kepada pimpinan berhubungan langsung dan signifikan dengan komitmen organisasional pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin; (2) partisipasi penetapan kebijakan berhubungan langsung dan signifikan dengan komitmen organisasional pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin; (3) keadilan prosedural berhubungan langsung dan signifikan dengan komitmen organisasional pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin; dan (4) komitmen organisasional tidak berhubungan langsung dan signifikan dengan kinerja pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin.

  Kata Kunci: Komitmen Organisasional, Kinerja Dosen

   Penulis adalah Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Antasari Banjarmasin, Jurusan

A. PENDAHULUAN

  Isu mengenai komitmen organisasioanl dan kinerja individu sebenarnya telah banyak menjadi bahan penelitian dilingkup studi keorganisasian dalam beberapa dekade terakhir (Zand, 1997; Ketchand & Strawser, 2001; Lau dkk., 2008; Sholihin & Pike, 2010). Komitmen organisasional dan kinerja menjadi isu yang penting karena banyak hasil penelitian menjelaskan bahwa komitmen organisasional dari individu dapat mendorong individu tersebut untuk berkinerja lebih baik. Kinerja organisasi sendiri merupakan akumulasi dari kinerja anggotanya secara menyeluruh. Oleh karenanya, kinerja organisasi hanya akan baik jika kinerja anggotanya juga baik (Robbins, 2010; Sofyani & Akbar, 2013). Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasioanl menjadi hal yang penting untuk dimunculkan dalam diri anggota organisasi.

  Namun demikian, komitmen organisasional pada diri anggota organisasi bisa jadi tidak muncul dengan sendirinya. Hal ini dikarenakan komitmen organisasioanl didorong oleh berbagai faktor seperti: atribut pekerjaan, hubungan anggota organisasi tersebut dengan pimpinannya, persepsi individu tersebut dengan organisasi dimana dia berada, peran organisasi, keadilan pengukuran kinerja anggota organisasi, kepercayaan kepada pimpinan organisasi, insentif, penghargaan, dan masih banyak faktor lain yang mungkin dapat menjadi faktor pendorong munculnya komitmen organisasional individu (Camilleri & Heijden, 2007; Sholihin & Pike, 2010).

  Dalam perjalanannya, penelitian tentang komitmen organisasioanl sebagian besar dilakukan pada organisasi bisnis dan jarang dilakukan pada organisasi sektor publik dan non-profit seperti lembaga pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga non-laba lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini akan menguji faktor-faktor yang mungkin mendorong munculnya komitmen organisasioanl pada anggota organisasi pemerintah, dalam hal ini para dosen di lingkungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin, dengan mengacu kepada model penelitian yang dilakukan Sholihin & Pike, 2010 dengan sedikit modifikasi model penelitian.

  Pemilihan isu komitmen organisasional dan kinerja individu penting dilakukan khususnya di lingkungan lembaga pendidikan yang dibawahi pemerintah. Pentingnya penelitian ini dilakukan didasari pada dua hal, yakni: pertama, penelitian terkait komitmen organisasional ini masih jarang dilakukan pada lembaga pemerintah. Kedua, penelitian ini penting sebagai upaya untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mendorong munculnya komitmen organisasional dosen dan selanjutnya mendorong kepada kinerja, khususnya para dosen di lingkungan IAIN Antasari Banjarmasin. Hal ini sebagai upaya manjaga mutu dan kualitas kinerja institut mengingat kinerja institut merupakan akumulatif dari kinerja anggotanya yang makna didominasi oleh kinerja dosen.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori organisasi (institutional theory), khususnya terkait isu komitmen organisasional di lingkungan lembaga pemerintah, dalam hal ini IAIN Antasari praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan masukan, khususnya terkait aspek-aspek non-keuangan yang penting diperhatikan agar komitmen organisasional dosen dapat muncul dan terjaga jika memang sudah ada, yang Selanjutnya komitmen organisasional ini diharapkan berpengaruh terhadap kinerja dosen yang bersangkutan.

B. METODE PENELITIAN

  Penelitian ini termasuk penelitian penjelasan (explanatory research) yang berguna untuk menjelaskan fenomena yang ada (Hartono, 2014), dan menganalisis bagaimana suatu variabel memengaruhi variabel lain melalui pengujian hipotesis. Dalam menguji faktor pendorong munculnya komitmen organisasional dosen IAIN Antasari Banjarmasin, variabel yang diajukan merupakan variabel yang bersifat non- keuangan, yakni: kepercayaan terhadap pimpinan, partisipasi pembuatan kebijakan dan keadilan prosedural. Hal ini didasarkan pada argumen bahwa IAIN sebagai lembaga pemerintah yang belum berstatus Badan Layanan Umum (BLU), pemerintah kerap menghadapi masalah keuangan, khususnya keterbatasan anggaran. Hal ini berdampak pada rendahnya insentif yang dibayarkan sebagai penghargaan kepada dosen. Kondisi yang demikian bisa jadi berdampak pada menurunnya atau bahkan hilangnya komitmen organisasioanl dikalangan dosen, perlu faktor pendorong lain yang bersifat non-keuangan.

  Berdasarkan argument inilah, maka ketiga variabel yang disebutkan di atas dinilai dapat menjadi pendorong muncul dan meningkatnya komitmen organisasioanl para dosen tersebut. Penelitian ini adalah replika modifikasi dari hasil penelitian Sholihin & Pike (2010) yang meneliti mengenai topik komitmen organisasional polisi di Inggris. Adapaun model penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:

  Kepercayaan kepada pimpinan Partisipasi penetapan Komitmen Kinerja kebijakan organisasional dosen Keadilan prosedural

  Gambar 1: Model Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dosen tetap Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin. Adapun sampel penelitian diambil dengan pendekatan complex random kategori

  

cluster sampling, yakni pengambilan sampel dilakukan dengan membagi populasi

  menjadi beberapa grup (cluster) populasi dan Selanjutnya sampel dipilih secara acak dan Keguruan, Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam, dan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora. Jumlah per strata diharapkan berjumlah minimal 10 sehingga total sampel minimal 40 (10 x 4 fakultas).

  Jumlah ini sudah memenuhi syarat jika pengujian dilakukan dengan alat uji yang menuntut jumlah minimal sampel 30 seperti softwere SPSS. Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer berupa hasil jawaban angket kuesioner dan hasil wawancara yang diperoleh dari sampel penelitian.

  Pengumpulan data dilakukan untuk tujuan analisis kuantitatif, pengumpulan data dilakukan dengan teknik survey kategori self-administered survey, yakni mengumpulkan data primer dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden secara langsung dengan menggunakan instrumen berupa angket kuesioner (Hartono, 2014).

  Dalam penelitian ini terdapat dua jenis analisis, yaitu: (1) analisis deskriptif; dan (2) analisis inferensial. Analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendiskripsikan masing-masing variabel penelitian berdasarkan data yang diperoleh, sedangkan analisis inferensial dilakukan dengan cara mengkuantifikasikan data yang diperoleh. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan teknik SEM (Structural

Equation Modeling ) melalui program LISREL (Linear Structure Relation) versi 8.30.

Teknik SEM ini memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antar variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. Melalui SEM ini pula dapat melakukan pengujian secara bersama: (1) model struktural, yaitu hubungan antar konstruk

  

independent dan dependent; (2) model measurement, yaitu nilai loading antar

  indikator dengan konstruk (variabel laten). Dengan digabungkannya pengujian model struktural dan model pengukuran tersebut, maka peneliti dapat menguji kesalahan pengukuran (measurement error) dan melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis (Ghozali & Fuad, 2005). Secara keseluruhan, aplikasi SEM sebagaimana yang ditulis Ferdinand (2002) dan Solimun (2002) terdapat tujuh langkah sebagai berikut:

  Tabel 1: Langkah-Langkah dalam SEM

LANGKAH KEGIATAN

  1 Pengembangan model berbasis teori dan konsep

  2 Membuat diagram jalur untuk menunjukkan hubungan kausalitas

  3 Menterjemahkan diagram jalur ke dalam serangkaian persamaan struktural dan spesifikasi model pengukuran

  4 Memilih matriks input dan teknik estimasi atas model

  5 Menilai masalah identifikasi

  6 Evaluasi model

  7 Interpretasi dan modifikasi model

C. Pengujian Hipotesis Penelitian

  Pengujian hipotesis dengan teknik Model Persamaan Struktural (SEM) merupakan pengembangan lebih lanjut dari teknik analisis faktor, analisis regresi, dan analisis jalur (Ferdinand, 2000; Solimun, 2002). Tahap ke 6 dari keseluruhan tahap pemodelan dalam SEM adalah Evaluasi Goodness-of Fit Model, evaluasi ini bertujuan untuk menguji hipotesis dan untuk mengetahui apakah model persamaan struktural yang dirancang dalam penelitian benar-benar fit. Oleh karena itu, pengujian model persamaan struktural ini secara garis besar meliputi: (1) pengujian keseluruhan model; (2) pengujian model struktural; dan (3) pengujian model pengukuran, sebagai berikut: 1.

   Pengujian Model Persamaan Struktural (SEM)

  Pengujian model yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: pengujian model secara keseluruhan (overall model); pengujian model struktural; dan pengujian model pengukuran. Masing-masing pengujian model tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

  a.

   Pengujian Model secara Keseluruhan (overall model)

  Model keseluruhan atau overall model dalam penelitian yang menggunakan model persamaan struktural (SEM) terdiri dari model struktural dan model pengukuran. Sebuah model akan dikatakan baik atau fit apabila dalam pengembangan model secara teoritis didukung oleh data empirik. Hasil pengolahan data dengan menggunakan Lisrel 8.30 terhadap model secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

  Gambar 2: Model Persamaan Struktural Hubungan Kepercayaan Pada Pimpinan, Partisipasi

  Pembuatan Keputusan, Keadilan Prosedural, Komitmen Organisasional, dan Kinerja (Estimate) Model terstandar sebagaimana gambar di atas menunjukkan adanya hubungan kausalitas dari masing-masing variabel eksogen maupun variabel endogen penelitian. Selanjutnya berdasarkan pengolahan data dengan Lisrel 8.30 terhadap model yang diajukan dalam penelitian ini terhadap gambar 2: di atas, diperoleh indeks-indeks goodness-of fit model sebagai berikut:

  Tabel 2: Goodness of fit Statistic Analisis Konfirmatori Hubungan Kepercayaan Pada

  Pimpinan, Partisipasi Pembuatan Keputusan, Keadilan Prosedural, Komitmen Organisasional, dan Kinerja

  Goodness-of fit Cut-off Value Hasil Model Keterangan Index - Chi Square Diharapkan kecil

  95.95 Cukup fit CMIND/DF

  64 Fit ≤ 2.00

  P-value 0.00598 Fit

  ≤ 0.05 RMSEA

  0.113 Fit ≤ 0.08

  GFI

  0.80 Kurang fit ≥ 0.90

  AGFI

  0.78 Kurang fit ≥ 0.90

  PGFI

  0.70 Fit ≥ 0.60

  CFI

  1.00 Fit ≥ 0.95

  Tabel 2: di atas menunjukkan bahwa model dapat diterima dengan baik (fit), walaupun terdapat beberapa index yang relatif kurang fit. Ferdinand (2002) dan Solimun (2002) mengemukakan hal penting yang dapat dijadikan keputusan terhadap suatu model yang baik (fit) adalah nilai Chi-square statistic yang rendah. Hasil analisis menunjukkan nilai sebesar 95.95, untuk mengetahui suatu model itu dikatakan fit dapat diuji dengan menggunakan rumus X² : df = < 3.0. Dengan demikian 95.95 : 979 = 0.098 < 3.0. Jadi model persamaan struktural yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat diterima.

  Selanjutnya Ghozali dan Fuad (2005) menegaskan suatu model dapat diterima apabila nilai index RMSEA maksimum adalah 0.08 (> 0.08), nilai RMSEA dalam penelitian ini adalah 0.113, nilai index PGFI sebesar 0.70, nilai ini lebih besar dari 0.60 yang sudah ditentukan, sedang nilai index CFI sebesar 1.00, lebih besar dari

  0.95. Dengan demikian model yang dikembangkan dalam penelitian ini cukup fit.

  Untuk nilai GFI dan AGFI yang merupakan sebuah ukuran nonstatistik dengan rentang nilai antara 0.0 (poor fit) sampai dengan 1.0 (perfect fit). Berpedoman pada rentang nilai tersebut, berarti nilai index GFI sebesar 0.80 dan nilai index AGFI 0.78 yang diperoleh dalam pengujian model penelitian ini dapat dikatakan mendekati fit.

  b.

   Pengujian Model Struktural

  Pengujian model struktural dalam pemodelan SEM bertujuan untuk mengetahui besarnya prediksi yang dapat dilihat pada besarnya koefisien jalur total. Model struktural dapat dikatakan baik apabila nilai koefisien jalur berkisar antara 0.0 sampai 1.0. Untuk lebih jelas mengenai hasil pengujian model struktural ini, dapat dilihat pada gambar 2: di bawah ini:

  X5 Y1

  7.45

  0.00 X6

  Y2

  4.61

  3.86 X7

  Y3

  7.29

  3.05

  • 0.20

KOMO KIDO

  4.90

8.00 X8

  Y4

  2.78

  3.76 X13

  Y5

  3.07

  6.45 X14

  Y6

  2.06 Y7

  Gambar 3: Model Persamaan Struktural Hubungan Kepercayaan Pada Pimpinan, Partisipasi

  Pembuatan Keputusan, Keadilan Prosedural, Komitmen Organisasional, dan Kinerja (Loading faktor) Dari gambar 3: di atas dapat dilihat nilai koefisien jalur hasil pengujian. Garis-garis lurus menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan, sedangkan garis-garis putus menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan.

c. Pengujian Model Pengukuran

  Pengujian model pengukuran bertujuan untuk mengetahui apakah dimensi- dimensi variabel tersebut dapat menjelaskan sebuah variabel laten atau unidimensionalitas variabel yang diuji. Selain itu, pengujian model pengukuran juga bertujuan untuk memeriksa validitas dan reliabilitas dimensi. Pengujian terhadap dimensi-dimensi yang ada dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

  Unidimensionalitas variabel dalam penelitian ini berjumlah 5 variabel yang terdiri dari 4 variabel eksogen yaitu kepercayaan pada pimpinan, partisipasi pembuatan keputusan, keadilan prosedural, dan komitmen organisasioanl, serta 1 variabel endogen kinerja dosen. Sedangkan variabel dimensi indikator dalam penelitian ini berjumlah 23 indikator yang tersebar ke dalam 5 variabel unidimensionalitas, meliputi 16 variabel dimensi dari variabel eksogen, dan 7 variabel dimensi dari variabel endogen.

  Pengukuran terhadap unidimensionalitas dari masing-masing dimensi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  (1) Komitmen Organisasional

  Dimensi-dimensi yang digunakan untuk membentuk konstruk komitmen organisasional (KOMO) dalam penelitian ini adalah: (1) merasa bebas membicarakan masalah dan kesulitan yang dihadapi dalam pekerjaan; (2) merasa atasan memberi peluang dan kesempatan untuk kemajuan karier; (3) merasa atasan memberi informasi tentang apa yang menjadi perhatian; (4) merasa keputusan atasan adalah keputusan yang benar walau masih banyak kritik; (5) berperan serta dalam proses penyusunan program kerja di Jurusan/Institut; (6) frekuensi diskusi terkait perencanaan program kerja di Jurusan/Institut; (7) berperan dalam proses perencanaan program kerja di Jurusan/Institut; (8) merasa berkontribusi dalam perencanaan program kerja di Jurusan/Institut; (9) evaluasi kinerja dosen yang dilakukan atasan sudah mengikuti prosedur yang adil; (10) komunikasi yang dibangun atasan sudah mengikuti prosedur yang adil; (11) senang menghabiskan karier hingga pensiun di lembaga sekarang; (12) senang membicarakan masalah organisasi dengan orang lain; (13) tidak akan keluar dari organisasi, walau di tempat lain lebih menguntungkan; (14) merasa sebagai bagian dari keluarga besar organisasi tempat bekerja; (15) lembaga tempat bekerja berhak mendapat loyalitas; dan (16) rasa memiliki yang kuat terhadap lembaga tempat bekerja. Berdasarkan pengujian menggunakan analisis faktor konfirmatori diperoleh hasil sebagai berikut:

  X5

7.45 X6

  4.61

7.29 X7

  KOMO

  8.00 X8

  2.78 X13

  3.07

  Gambar 4: Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Komitmen Organisasional

  Gambar 4: di atas menunjukkan bahwa variabel dimensi seperti (5) berperan

  

serta dalam proses penyusunan program kerja di Jurusan/Institut; (6) frekuensi diskusi terkait

perencanaan program kerja di Jurusan/Institut; (7) berperan dalam proses perencanaan

program kerja di Jurusan/Institut; (8) merasa berkontribusi dalam perencanaan program kerja

di Jurusan/Institut; (13) tidak akan keluar dari organisasi, walau di tempat lain lebih

menguntungkan; dan (14) merasa sebagai bagian dari keluarga besar organisasi tempat

bekerja, memiliki dimensi yang sama dalam membentuk konstruk komitmen

  organisasional (KOMO).

  erasa bebas membicarakan

  Sementara itu, variabel dimensi seperti: (1) m

  

masalah dan kesulitan yang dihadapi dalam pekerjaan; (2) merasa atasan memberi peluang

dan kesempatan untuk kemajuan karier; (3) merasa atasan memberi informasi tentang apa

yang menjadi perhatian; (4) merasa keputusan atasan adalah keputusan yang benar walau

masih banyak kritik; (9) evaluasi kinerja dosen yang dilakukan atasan sudah mengikuti

prosedur yang adil; (10) komunikasi yang dibangun atasan sudah mengikuti prosedur yang

adil; (11) senang menghabiskan karier hingga pensiun di lembaga sekarang; (12) senang

membicarakan masalah organisasi dengan orang lain; (15) lembaga tempat bekerja berhak

mendapat loyalitas; dan (16) rasa memiliki yang kuat terhadap lembaga tempat bekerja, tidak

  memiliki dimensi yang sama dalam membentuk konstruk komitmen organisasional (KOMO).

  Hal tersebut dapat dilihat pada nilai lambda (λ) yang ditunjukkan oleh masing-masing variabel dimensi harus lebih besar atau sama dengan 0.40 (Ferdinand, 2002), karena apabila nilai lambda kurang dari 0.40 maka variabel dipandang tidak berdimensi sama dengan variabel lainnya untuk menjelaskan sebuah variabel laten. Sedangkan Solimun (2002) mengatakan bahwa nilai lambda untuk setiap variabel minimal sebesar 0.30.

  (2) Kinerja Dosen

  Dimensi-dimensi yang digunakan untuk membentuk konstruk kinerja dosen (KIDO) dalam penelitian ini adalah: (1) m engajar sesuai jumlah tatap muka yang

  

dijadwalkan; (2) menyiapkan silabus kuliah yang dijadwalkan; (3) perkulihan yang dilakukan

selalu mengikuti materi yang disusun dalam silabus; (4) membuat soal UTS dan UAS secara

tepat waktu; (5) menyerahkan soal UTS dan UAS secara tepat waktu; (6) mengoreksi

jawaban mahasiswa sesuai dengan aturan penilaian yang berlaku; dan (7) meminta masukan

kepada mahasiswa mengenai cara mengajar.

  Berdasarkan pengujian menggunakan analisis faktor konfirmatori diperoleh hasil sebagai berikut:

  Y1

  0.00 Y2

  3.86 Y3

  3.05 KIDO

  4.90 Y4

  3.76 Y5

  6.45 Y6

  2.06 Y7

  Gambar 5: Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Kinerja Dosen

  (2)

  Gambar 5: di atas menunjukkan bahwa variabel dimensi seperti

  

menyiapkan silabus kuliah yang dijadwalkan; (3) perkulihan yang dilakukan selalu mengikuti

materi yang disusun dalam silabus; (4) membuat soal UTS dan UAS secara tepat waktu; (5)

menyerahkan soal UTS dan UAS secara tepat waktu; (6) mengoreksi jawaban mahasiswa

sesuai dengan aturan penilaian yang berlaku; dan (7) meminta masukan kepada mahasiswa

mengenai cara mengajar, memiliki dimensi yang sama dalam membentuk konstruk

kinerja dosen (KIDO). engajar sesuai jumlah tatap muka

  Sementara itu, variabel dimensi seperti (1) m

  

yang dijadwalkan, tidak memiliki dimensi yang sama dalam membentuk konstruk

kinerja dosen (KIDO).

  Hal tersebut dapat dilihat pada nilai lambda (λ) yang ditunjukkan oleh masing-masing variabel dimensi harus lebih besar atau sama dengan 0.40 (Ferdinand, 2002), karena apabila nilai lambda kurang dari 0.40 maka variabel dipandang tidak berdimensi sama dengan variabel lainnya untuk menjelaskan sebuah variabel laten. Sedangkan Solimun (2002) mengatakan bahwa nilai lambda untuk setiap variabel minimal sebesar 0.30.

  Hasil penghitungan komputer dengan Lisrel 8.30 terhadap kriteria nilai lambda ditunjukkan dengan angka warna merah bagi indikator yang tidak dapat membentuk faktor. Pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa semua indikator pada masing-masing faktor dalam penelitian ini adalah berdimensi sama dalam membentuk faktor, kecuali indikator m engajar sesuai jumlah tatap muka yang

  

dijadwalkan (Mtj) untuk variabel kinerja dosen. Secara keseluruhan hasil analisis

  faktor konfirmatori dengan menggunakan Lisrel 8.30 dapat dilihat pada tabel 3: berikut ini:

  Tabel 3: Hasil Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Penelitian

  berperan dalam proses perencanaan program kerja di Jurusan/Institut dengan komitmen organisasional

  diterima dengan nilai t sebesar 7.45; 3.

  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  frekuensi diskusi terkait perencanaan program kerja di Jurusan/Institut dengan komitmen organisasional

  pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin; artinya hipotesis alternatif (Ha)

  diterima dengan nilai t sebesar 4.61; 4.

  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin; artinya hipotesis alternatif (Ha)

  berperan serta dalam proses penyusunan program kerja di Jurusan/Institut dengan komitmen organisasional

  diterima dengan nilai t sebesar 7.29; 5.

  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  merasa berkontribusi dalam perencanaan program kerja di Jurusan/Institut

  dengan komitmen organisasional pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin; artinya hipotesis alternatif (Ha)

  diterima dengan nilai t sebesar 8.00; 6.

  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin; artinya hipotesis alternatif (Ha)

  Tidak terdapat hubungan positif dan signifikan antara komitmen organisasional dengan kinerja pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin; artinya hipotesis nihil (Ho) ditolak karena nilai t sebesar -0.20; 2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  

Jalur Hubungan Koefisien Jalur Kesimpulan

Ppp  KOMO

  0.00 Kurang signifikan Msk  KIDO

  7.45 Signifikan Fdpp  KOMO

  4.61 Signifikan Ppkj  KOMO

  7.29 Signifikan Kppk  KOMO

  8.00 Signifikan Tkwm  KOMO

  2.78 Signifikan Bkbo  KOMO

  3.07 Signifikan Mtj  KIDO

  3.86 Signifikan Psm  KIDO

  Dari hasil pengujian hipotesis apakah kepercayaan kepada pimpinan, partisipasi pembuatan kebijakan, dan keadilan prosedural berpengaruh terhadap komitmen organisasional dosen, dan apakah komitmen organisasional tersebut berpengaruh pula terhadap kinerja dosen IAIN Antasari Banjarmasin, didapatkan hasil sebagai berikut: 1.

  3.05 Signifikan Msut  KIDO

  4.90 Signifikan Msua  KIDO

  3.76 Signifikan Msja  KIDO

  6.45 Signifikan Mmcm  KIDO

  2.06 Signifikan 2.

   Pengujian Hipotesis Penelitian

  tidak akan keluar dari organisasi dosen IAIN Antasari Banjarmasin; artinya hipotesis alternatif (Ha) diterima dengan nilai t sebesar 2.78;

  7.

  merasa sebagai bagian dari

  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  keluarga besar organisasi tempat bekerja dengan komitmen organisasional pada

  dosen IAIN Antasari Banjarmasin; artinya hipotesis alternatif (Ha) diterima dengan nilai t sebesar 3.07;

  8.

  engajar sesuai jumlah tatap muka

  Tidak terdapat hubungan langsung antara m

  yang dijadwalkan dengan kinerja pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin;

  artinya hipotesis nihil (Ho) ditolak karena nilai t sebesar 0.00; 9.

  menyiapkan silabus kuliah yang

  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  dijadwalkan

  dengan kinerja pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin; artinya hipotesis alternatif (Ha) diterima dengan nilai t sebesar 3.86;

  10.

  perkulihan yang dilakukan

  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  selalu mengikuti materi yang disusun dalam silabus dengan kinerja pada dosen

  IAIN Antasari Banjarmasin; artinya hipotesis alternatif (Ha) diterima dengan nilai t sebesar 3.05;

  11.

  membuat soal UTS dan UAS

  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  secara tepat waktu dengan kinerja pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin;

  artinya hipotesis alternatif (Ha) diterima dengan nilai t sebesar 4.90; 12.

  menyerahkan soal UTS dan

  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  UAS secara tepat waktu

  dengan kinerja pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin; artinya hipotesis alternatif (Ha) diterima dengan nilai t sebesar 3.76;

  13.

  mengoreksi jawaban mahasiswa

  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  sesuai dengan aturan penilaian yang berlaku dengan kinerja pada dosen IAIN

  Antasari Banjarmasin; artinya hipotesis alternatif (Ha) diterima dengan nilai t sebesar 6.45;

  14.

  meminta masukan kepada

  Terdapat hubungan positif dan signifikan antara

  mahasiswa mengenai cara mengajar dengan kinerja pada dosen IAIN Antasari

  Banjarmasin; artinya hipotesis alternatif (Ha) diterima dengan nilai t sebesar 2.06.

3. Temuan Hasil Penelitian

  Dari hasil pengujian hipotesis apakah kepercayaan kepada pimpinan, partisipasi pembuatan kebijakan, dan keadilan prosedural berpengaruh terhadap komitmen organisasional dosen, dan apakah komitmen organisasional tersebut berpengaruh pula terhadap kinerja dosen IAIN Antasari Banjarmasin, didapatkan hasil sebagai berikut: 1.

  Kepercayaan kepada pimpinan berhubungan langsung dan signifikan dengan komitmen organisasional pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin;

  2. Partisipasi penetapan kebijakan berhubungan langsung dan signifikan dengan komitmen organisasional pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin;

  3. Keadilan prosedural berhubungan langsung dan signifikan dengan komitmen organisasional pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin;

4. Komitmen organisasional tidak berhubungan langsung dan signifikan dengan kinerja pada dosen IAIN Antasari Banjarmasin.

D. Analisis Hasil Penelitian 1. Komitmen Organisasional

  Dimensi-dimensi yang digunakan untuk membentuk konstruk komitmen organisasional (KOMO) dalam penelitian ini adalah: (1) merasa bebas membicarakan masalah dan kesulitan yang dihadapi dalam pekerjaan; (2) merasa atasan memberi peluang dan kesempatan untuk kemajuan karier; (3) merasa atasan memberi informasi tentang apa yang menjadi perhatian; (4) merasa keputusan atasan adalah keputusan yang benar walau masih banyak kritik; (5) berperan serta dalam proses penyusunan program kerja di Jurusan/Institut; (6) frekuensi diskusi terkait perencanaan program kerja di Jurusan/Institut; (7) berperan dalam proses perencanaan program kerja di Jurusan/Institut; (8) merasa berkontribusi dalam perencanaan program kerja di Jurusan/Institut; (9) evaluasi kinerja dosen yang dilakukan atasan sudah mengikuti prosedur yang adil; (10) komunikasi yang dibangun atasan sudah mengikuti prosedur yang adil; (11) senang menghabiskan karier hingga pensiun di lembaga sekarang; (12) senang membicarakan masalah organisasi dengan orang lain; (13) tidak akan keluar dari organisasi, walau di tempat lain lebih menguntungkan; (14) merasa sebagai bagian dari keluarga besar organisasi tempat bekerja; (15) lembaga tempat bekerja berhak mendapat loyalitas; dan (16) rasa memiliki yang kuat terhadap lembaga tempat bekerja.

  Berdasarkan pengujian menggunakan analisis faktor konfirmatori diperoleh

  (5) berperan serta dalam proses

  hasil yang menunjukkan bahwa variabel dimensi seperti

  

penyusunan program kerja di Jurusan/Institut; (6) frekuensi diskusi terkait perencanaan

program kerja di Jurusan/Institut; (7) berperan dalam proses perencanaan program kerja di

Jurusan/Institut; (8) merasa berkontribusi dalam perencanaan program kerja di

Jurusan/Institut; (13) tidak akan keluar dari organisasi, walau di tempat lain lebih

menguntungkan; dan (14) merasa sebagai bagian dari keluarga besar organisasi tempat

bekerja,

  memiliki dimensi yang sama dalam membentuk konstruk komitmen organisasional (KOMO).

  Sementara itu, variabel dimensi seperti: (1) m erasa bebas membicarakan

  

masalah dan kesulitan yang dihadapi dalam pekerjaan; (2) merasa atasan memberi peluang

dan kesempatan untuk kemajuan karier; (3) merasa atasan memberi informasi tentang apa

yang menjadi perhatian; (4) merasa keputusan atasan adalah keputusan yang benar walau

masih banyak kritik; (9) evaluasi kinerja dosen yang dilakukan atasan sudah mengikuti

prosedur yang adil; (10) komunikasi yang dibangun atasan sudah mengikuti prosedur yang

adil; (11) senang menghabiskan karier hingga pensiun di lembaga sekarang; (12) senang

membicarakan masalah organisasi dengan orang lain; (15) lembaga tempat bekerja berhak

mendapat loyalitas; dan (16) rasa memiliki yang kuat terhadap lembaga tempat bekerja, tidak

  memiliki dimensi yang sama dalam membentuk konstruk komitmen organisasional (KOMO). Hal t ersebut dapat dilihat pada nilai lambda (λ) yang ditunjukkan oleh masing-masing variabel dimensi harus lebih besar atau sama dengan 0.40 (Ferdinand, berdimensi sama dengan variabel lainnya untuk menjelaskan sebuah variabel laten. Sedangkan Solimun (2002) mengatakan bahwa nilai lambda untuk setiap variabel minimal sebesar 0.30.

  Hasil pengujian dengan program Lisrel 8.30 menunjukkan bahwa hubungan kepercayaan kepada pimpinan, partisipasi pembuatan kebijakan, keadilan prosedural, dan komitmen organisasional adalah positif dan signifikan. Ini artinya, bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan langsung antara kepercayaan kepada pimpinan, partisipasi pembuatan kebijakan, dan keadilan prosedural dengan komitmen organisasional bagi dosen IAIN Antasari Banjarmasin dapat diterima.

  Secara teori, komitmen organisasional dinilai sebagai dasar dalam penjelasan manajemen sumber daya manusia (SDM), karena kebijakan SDM biasanya memiliki tujuan utama yakni untuk meningkatkan komitmen dari anggota organisasi (karyawan dan pegawai), sehingga Selanjutnya hal tersebut dapat meningkatkan kinerja (Adler & Corson, 2003; Kuvaas, 2003). Camilleri & Heijden (2007) menilai komitmen organisasional merupakan ikatan dari individual dengan organisasi kerja. Komitmen organisasional juga dipandang sebagai aspek penting untuk pengembangan sumber daya manusia. Beberapa hasil studi juga menunjukkan hubungan antara kebijakan tertentu terkait manajemen sumber daya manusia dan loyalitas yang lebih besar dari anggota organisasi (Edgar & Geare, 2005; Gould-Williams & Davies, 2005).

  Dari banyak literatur yang Membahas komitmen organisasional, Mayer & Allen (1997) mengemukakan bahwa berbagai definisi yang telah dikemukakan mencerminkan tiga proposisi yang luas, dan mereka telah mengembangkan instrument berdasarkan proposisi-proposisi ini. Pertama, komitmen organisasional dipandang memiliki komponen afektif (affective) yang mengacu pada emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi, sehingga merngarah pada aspek-aspek yang berhubungan dengan perilaku dalam bekerja. Kedua, komitmen organisasional dapat dilihat sebagai cerminan kerelaan untuk tidak meninggalkan organisasi meskipun mendapat kemungkinan keuntungan jika bergabung dengan organisasi lain.

  Aspek ini disebut sebagai kelanjutan (continuance) atau komitmen organisasional kalkulatif (Hrebiniak & Alutto, 1972). Ketiga adalah komitmen organisasional normative yang mencerminkan perasaan memiliki tanggung jawab dan Kewajiban untuk tetap berada dalam organisasi. Komitmen organisasional normative menggambarkan proses dimana tindakan organisasi (misalnya seleksi, sosialisasi, dan prosedur) serta kecenderungan individu (misalnya: perilaku untuk bersikap loyal) mengarah pada pengembangan komitmen organisasional (Commerias & Fournier, 2002; Dodd-McCue & Wright, 1996; Wiener, 1982).

  Menurut Hoque & Kirkpatrick (2006) dan literatur lainnya yang membahas masalah komitmen organisasional dengan pandangan berbasis sumber daya manusia, menemukan bahwa kadang- kadang mungkin lebih efektif untuk “membuat” dari pada “membeli” sumber daya manusia. di sini disarankan agar tuntutan manajer atu pimpinan terfokus pada peningkatan efisiensi dan pentingnya pengetahuan anggota organisasi. Sebagai contoh, mengemukakan bahwa organisasi harus menghindari penggunaan pekerja kontingen (tidak pasti) di devisi penting. Dengan kondisi kesetiaan kepada perusahaan manjadi sangat penting. Lepak & Snell (1999) menambahkan agar kebijakan pimpinan juga focus pada dua dimensi yang mereka sebut arsitektur sumber daya manusia: nilai dan keunikan sumber daya manusia. Ketika sumber daya manusia baik, berharga dan unik, perusahaan disarankan untuk fokus pada pengembangan sumber daya manusia dan mendorong komitmen organisasional yang lebih tinggi.

  Kepercayaan diartikan sebagai keinginan satu pihak untuk bersikap terbuka terhadap pihak lain berdasarkan keyakinan bahwa pihak tersebut kompeten, terbuka, peduli, dan dapat diandalkan (Mishra, 1996). Sedangkan Zand (1997) menjelaskan perilaku percaya sebagai kesediaan untuk meningkatkan kerentanan kepada orang lain yang perilakunya tidak dapat dikendalikan dalam situasi dimana manfaat potensial jauh lebih kecil dari pada potensi kerugian jika orang lain yang dipercaya melakukan pelanggaran. Lebih lanjut, ia menyarankan bahwa kepercayaan antara individu akan sangat meningkatkan efektifitas dalam memecahkan masalah bersama, dan meningkatkan komitmen mereka satu sama lain dan kepuasan dengan pekerjaan mereka dan hubungan mereka (lihat juga Sholihin & Pike, 2010).

  Sejalan dengan argument yang diutarakan Zand (1997) tersebut, Lau, dkk (2008) berpendapat bahwa anggota organisasi melakukan penilaian kepada maju tidaknya organisasi didasarkan pada dapat dipercaya atau tidaknya pemimpin prganisasi tersebut. Sehingga, kepercayaan individu kepada pimpinan akan dapat berhubungan dengan komitmen organisasional pada diri mereka. Pendapat ini didukung oleh beberapa hasil riset yang dilakukan oleh Nyhan (1999), Albrecht & Travaglione (2003), Sholihin & Pike, 2009). Mereka menemukan bahwa kepercayaan kepada pimpinan berhubungan positif terhadap komitmen organisasional anggota organisasi tersebut.

  Sementara itu, dalam berbagai literatur, penyertaan pegawai dan karyawan (subordinates) dalam pembuatan kebijakan, anggaran misalnya: ditemukan berpengaruh terhadap kinerja (lihat riset: Brownell, 1982; Linquist, 1995). Di banyak riset partisipasi, mayoritas variabel partisipasi yang dimaksudkan adalah anggaran. Hal ini dikarenakan partisipasi anggaran sejatinya adalah partisipasi dalam penentuan kebijakan program kerja yang dirancang oleh organisasi. Berbeda dengan banyak riset terkait partisipasi kebijakan anggaran atau program kerja yang mengaitkannya langsung dengan kinerja, pada riset ini peneliti berargumen bahwa Sebelum sampai kepada kinerja, pengaruh partisipasi kebijakan didahului dengan hubungannya terhadap komitmen organisasional. Hal itu didasarkan pada argumen bahwa ketika individu diikutsertakan dalam menentukan program kerja maka individu tersebut merasa eksistensinya diakui dan keilmuannya diakui. Sehingga jika aspirasi yang ia usulkan diterima oleh pimpinan, maka individu akan berkomitmen untuk merealisasikan aspirasi yang ia ajukan sebagai amanah.

  Argument tersebut sejalan dengan Siegel & Marconi (1989) yang mengemukakan manfaat dari partisipasi anggaran atau kebijakan, yakni antara lain: (1) meningkatkan moral dan inisiatif seluruh tingkatan manajemen dalam mengembangkan ide dan informasi; (2) meningkatkan group cohesiveness yang kemudian meningkatkan kerjasama antar individu dalam pencapaian tujuan; (3) dan organisasi; (4) mengurangi tekanan dan kebingungan dalam melaksanakan pekerjaan, dan (5) atasan menjadi lebih tanggap pada masalah-masalah sub bagian tertentu serta memiliki pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antar departemen.

  Sementara itu secara teori, keadilan prosedural pertama kali dikenalkan oleh Thibaut & Walker (1974) dengan Wacana pengaruh prosedural terhadap fairness

  Secara legal teori keadilan prosedural dikembangkan oleh Thibaut & judgment. Walker pada 1978 dengan wacana proses kontrol untuk memecahkan perselisihan. Lind & Teyler (1988) mengartikan keadilan prosedural merupakan pertimbangan tentang keadilan norma-norma sosial yang disepakati dengan bagaimana keputusan dibuat dan bagaimana seseorang diperlakukan oleh pihak yang memiliki otoritas seperti pimpinan atau manajemen. Konsep ini lebih luas daripada konsep keadilan dalam konteks filsafat politik yang diusung oleh Rawls (1971) yang menyatakan keadilan prosedural “murni” sebagai kewajaran hasil yang harus didasarkan pada kesetaraan prosedur (lihat: Basri, 2013).

  Thibaut & Walker menjelaskan bahwa penentu keadilan prosedural yang tinggi adalah proses kontrol (partisipasi) oleh mereka yang terkena dampak keputusan dan konsekuensinya dalam pencapaian hasil yang adil (lihat: Basri, 2013). Dari review meta analisis yang dilakukan oleh Colquitt, dkk (2001) terdapat hasil riset yang menyimpulkan bahwa keadilan prosedural yang ada di dalam organisasi memiliki hubungan positif dengan komitmen organisasional anggota organisasi (lihat: Magner & Walker, 1994; Magner, dkk., 1995; Lau & Moser, 2008; Sholihin & Pike, 2010).

2. Komitmen Organisasional dan Kinerja Dosen

  Dimensi-dimensi yang digunakan untuk membentuk konstruk kinerja dosen (KIDO) dalam penelitian ini adalah: (1) m engajar sesuai jumlah tatap muka yang

  

dijadwalkan; (2) menyiapkan silabus kuliah yang dijadwalkan; (3) perkulihan yang dilakukan

selalu mengikuti materi yang disusun dalam silabus; (4) membuat soal UTS dan UAS secara

tepat waktu; (5) menyerahkan soal UTS dan UAS secara tepat waktu; (6) mengoreksi

jawaban mahasiswa sesuai dengan aturan penilaian yang berlaku; dan (7) meminta masukan

kepada mahasiswa mengenai cara mengajar.

  Berdasarkan pengujian menggunakan analisis faktor konfirmatori diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa variabel dimensi seperti (2) menyiapkan silabus kuliah yang dijadwalkan; (3) perkulihan yang

  

dilakukan selalu mengikuti materi yang disusun dalam silabus; (4) membuat soal UTS dan

UAS secara tepat waktu; (5) menyerahkan soal UTS dan UAS secara tepat waktu; (6)

mengoreksi jawaban mahasiswa sesuai dengan aturan penilaian yang berlaku; dan (7)

meminta masukan kepada mahasiswa mengenai cara mengajar, memiliki dimensi yang

  sama dalam membentuk konstruk kinerja dosen (KIDO).

  engajar sesuai jumlah tatap muka

  Sementara itu, variabel dimensi seperti (1) m

  

yang dijadwalkan, tidak memiliki dimensi yang sama dalam membentuk konstruk

kinerja dosen (KIDO).

  Hal tersebut dapat dilihat pada nilai lambda (λ) yang ditunjukkan oleh masing-masing variabel dimensi harus lebih besar atau sama dengan 0.40 (Ferdinand, 2002), karena apabila nilai lambda kurang dari 0.40 maka variabel dipandang tidak berdimensi sama dengan variabel lainnya untuk menjelaskan sebuah variabel laten. Sedangkan Solimun (2002) mengatakan bahwa nilai lambda untuk setiap variabel minimal sebesar 0.30.