BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Limbah Praktikum Kimia Analisis - BAB II UMI USWATUN KHASANAH TKIM'17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Limbah Praktikum Kimia Analisis Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997

  tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Limbah cair adalah limbah berupa cairan yang berasal dari hasil buangan dari bahan-bahan yang telah terpakai dari suatu proses produksi industri, domestik (rumah tangga), pertanian serta laboratorium yang tercampur (tersuspensi) dan terlarut didalam air.

  Limbah laboratorium berasal dari buangan hasil reaksi-reaksi berbagai larutan kimia berbahaya dalam suatu eksperimen. Larutan kimia tersebut diantaranya mengandung bahan-bahan kimia toksik dan logam-logam berat seperti Pb, Cd, Ni, Mg, Cu dan lainnya, yang berbahaya bagi makhluk hidup dan lingkungan (Azamia 2012). Limbah laboratorium hasil Praktikum Kimia Analisis merupakan limbah yang memilliki jenis dan jumlah bahan kimia yang beragam, terutama jenis bahan anorganik yang mendominasi limbah ini.

  Pada praktikum ini terjadi berbagai reaksi kimia dari zat yang berbahaya seperti zat dari golongan kation dan golongan anion. Limbah yang dihasilkan dari hasil Praktikum Kimia Analisis memiliki pH yang relatif rendah atau dapat dikatakan bersifat asam. Jenis praktikum kimia analisis yang dilakukan meliputi : a. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif dilakukan untuk mengidentifikasi unsur yang terdapat dalam suatu sampel, yang terdiri dari golongan kation, dan anion.

  Analisis golongan kation meliputi :

  • 2+ 2+

  1. Golongan I, disebut golongan asam klorida (Pb , Ag , Hg )

  2+

  2. Golongan II, disebut golongan hidrogen sulfida (As, Sn, Sb, Cu, Pb ,

  2+ 2+ 2+

  Bi , Cd , Hg )

  3. Golongan III, disebut golongan amonium sulfida (Al, Cr, Fe, Zn, MN, Co, dan Ni)

  4. Golongan IV, disebut golongan amonium karbonat (Ba, Sr, dan Ca)

  4+

  5. Golongan V, disebut golongan sisa (Mg, K, NH )

  Analisis golongan anion

  Perubahan spesifik dari sampel yang diuji, meliputi perubahan warna/terjadinya gas/bau dari sampel atas penambahan asam sulfat encer atau pekat. Analisis anion dilakukan dengan menambah larutan Na CO

  2

  3

  jenuh, untuk menghilangkan logam berat. Hal ini menyebabkan logam- logam akan terlarutkan sebagai garam karbonat, sedangkan anion terlarut sebagai garam natrium. Analisis anion meliputi : o

  Uji sulfat dengan HCl encer dan BaCl

  2 : jika terjadi endapan maka 2-

  mengandung Sulfat (SO ).

  4

  o Uji untuk reduktor dengan H

  2 SO 4 encer dan KmnO 4 : jika warna

  • 2- 2-

  ungu hilang maka ada sulfit (SO

  3 ), tiosianat (SCN ), sulfida (S ),

  • ), bromida (Br
  • ), iodida (I
  • ), dan arsenit (AsO

  • ), klorat (ClO
  • ), kromat (CrO
  • ), iodat, dan permanganat
  • ). Jika hasil uji negatif maka hanya sedikit nitrat dan nitrit.
  • ), klorida (Cl
  • -

    ), dan bromida (Br
  • ).

  3 ).

  1. Analisis Titrimetri (Volumetri) Analisis ini berkaitan dengan pengukuran volume suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui, yang diperlukan untuk bereaksi dengan analit. Berdasarkan reaksi kimianya, titrimetri dikelompokkan dalam empat jenis yaitu : a. Titrasi Asidi Alkalimetri (Reaksi Asam

  b. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif dilakukan untuk penetapan banyaknya suatu zat tertentu (analit) yang ada dalam sampel. Analisis kuantitatif digolongkan dalam dua jenis yaitu :

  ), iodida (I

  3 2-

  (S

  o Uji dengan larutan perak nitrat : untuk menguji adanya tiosulfat

  4

  (MnO

  3

  ), ferisianida, bromat (BrO

  2

  4 2-

  3 ), nitrit (NO

  3

  jenuh : jika larutan coklat atau hitam maka ada nitrat (NO

  2

  o Uji untuk oksidator dengan HCl pekat dan MnCl

  2 2-

  ). Jika warna ungu hilang pada pemanasan maka ada oksalat (COO)

  3 2-

  2

  nitrit (NO

2 O

  • –Basa) Reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral, analisis asam sitrat, analisis asam salisilat, analisis natrium tetraborat (boraks), analisis natrium bikarbonat (NaHCO
b. Titrasi Oksidasi-Reduksi (Reaksi Redoks) Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi, seperti analisis

  2+ -

  iod bebas, analisis ion iodida (I ), analisis ion ferro (Fe )

  c. Titrasi Argentometri (Reaksi Pengendapan) Pengendapan kation perak dengan anion halogen pada suasana

  • tertentu, seperti analisis ion kalium (K ) dalam KCl, analisis ion

  bromida (Br ), analisis ion iodida (I )

  d. Titrasi Kompleksometri (Reaksi Pembentukan Kompleks) Suatu titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks, seperti analisis MgSo ,

  4 2+ 3+

  analisis ion kalsium (Ca ), analisis ion alumunium (Al ),

  2+

  analisis ion timbal (Pb )

  2. Analisis Gravimetri Analisis ini merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

  a) Penguapan, misalnya untuk menentukan kadar air, yaitu air kristal atau air yang ada dalam suatu spesies.

  b) Elektrolisis, zat yang dianalisa ditempatkan didalam sel elektrolisa, sehingga logam yang mengendap pada katoda dapat ditimbang. c) Pengendapan, menggunakan pereaksi yang akan menghasilkan endapan dengan zat yang dianalisa sehingga mudah dipisahkan dengan cara penyaringan. Contohnya, Ag+ diendapkan sebagai

  3 AgCl, atau ion besi (Fe3+) diendapkan sebagai Fe(OH) , yang setelah dipisahkan, dipijarkan dan ditimbang sebagai Fe O .

  2

  3 Contoh lain yaitu:

  BaCl

  2 (aq) + K

  2 CrO 4 (aq) BaCrO 4 (s) + 2 KCl (aq)

  Contoh senyawa yang dapat diendapkan dan ditimbang dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Senyawa yang dapat di endapkan dan di timbang pada

  Analisis Gravimetri 1.2.

   Koagulasi

  Koagulasi adalah proses pencampuran koagulan dan air baku serta pengadukan secara cepat didalam suatu wadah, agar diperoleh suatu campuran koagulan dan air baku yang homogen, sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata.

  (Hardina,dkk.,2012). Partikel-partikel dalam sistem koloid mempunyai

  • 7 -5

  ukuran yang sangat kecil, yaitu berkisar antara 10 cm sampai dengan 10 cm. Sifat partikel selalu dalam keadaan stabil, hal ini disebabkan karena muatan antar partikel sama sehingga terjadi gaya tolak menolak. Karena sifatnya tersebut, maka partikel koloid akan selalu menyebabkan kekeruhan dan sulit untuk dipisahkan dengan cara penyaringan maupun pengendapan. Salah satu cara untuk dapat memperbesar ukuran partikel tersebut adalah dengan menetralkan muatan partikel dengan jalan menambahkan larutan kimia tertentu, sehingga partikel-partikel koloid akan membentuk suatu gumpalan. Cara tersebut dinamakan koagulasi (Buchari,1981).

  Senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai bahan kogulan biasanya adalah senyawa yang mempunyai molekul berukuran besar dan mempunyai gugus reaktif disepanjang rantainya, misalnya selulosa, protein dan senyawa polimer lainnya (Prayudi & Susanto 2000). Bahan koagulan yang digunakan dalam proses pengendapan limbah cair adalah bahan koagulan utama dan bahan koagulan pendukung. Bahan koagulan utama termasuk tawas, ferosulfat, ferisulfat, feriklorida, dan bahan koagulan pendukung termasuk air kapur, soda abu, dan polyalumunium chlorida (Droste,R.L1975;Kiely,G.,1997).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi

  Proses koagulasi untuk pengolahan air dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a. pH Nilai pH untuk proses koagulasi beragam, bergantung pada koagulan dan karakteristik air yang dipilih. Sebagai contoh, pH optimum untuk aluminium sulfat 5,5-7,5, untuk garam besi 5,0-8,5, sedangkan pH optimum untuk kitosan adalah pH 5 (Roussy et al., 2005).

  b. Suhu Dengan turunnya suhu, maka viskositas air semakin tinggi sehingga kecepatan flok untuk mengendap semakin turun. Penurunan suhu menyebabkan kecepatan reaksi berkurang, sehingga flok lebih sukar mengendap.

  c. Konsentrasi koagulan Konsentrasi koagulan akan berpengaruh pada banyaknya jumlah bahan kimia (koagulan) yang ditambahkan, sehingga proses pengendapan dari tiap konsentrasi akan bervariasi. Selain itu, hal ini akan berpengaruh terhadap tumbukan antar partikel yang akan membentuk flok-flok (Azamia 2012).

  d. Kecepatan dan waktu pengadukan Pengadukan ini diperlukan agar tumbukan antar partikel untuk netralisasi menjadi sempurna. Dalam proses koagulasi ini, pengadukan dilakukan dengan cepat. Air yang memiliki turbiditas yang rendah memerlukan pengadukan yang lebih banyak dibandingkan dengan air yang memiliki turbiditas yang tinggi.

  Mekanisme Koagulasi

  Mekanisme koagulasi ada dua jenis, yaitu sweep coagulation dan

  adsorption coagulation . Sweep coagulation ialah koagulasi yang dimana

  partikel koloid yang tidak terlarut membentuk flok-flok yang ternetralkan oleh koagulan, sedangkan adsorption coagulation ialah koagulasi yang dimana muatan elektris partikel koloid diubah oleh molekul koagulan yang menempel pada permukaan koloid (Lilis.,2006). Mekanisme koagulasi dapat di

  lihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1. Mekanisme Koagulasi 1.3.

   Koagulan

  Koagulan adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sulit terhilangkan di dalam air.

  Penggunaan koagulan pada proses koagulasi dimaksudkan untuk destabilisasi muatan dengan menekan atau menghilangkan lapisan diffused layer, sehingga yang tersisa adalah gaya tarik menarik antar partikel. Koagulan memegang peranan cukup penting dalam pengolahan air bersih, yaitu dalam hal menurunkan kekeruhan, total dissolved solid (TDS) dan total suspended solid (TSS).

  Menurut Kawamura (1991), koagulan yang digunakan dapat dibedakan menjadi polimer anorganik dan polimer alami. Koagulan yang umum digunakan adalah koagulan kimia seperti alum sulfat, polyaluminium

  chloride , ferro sulfat (FeSO

4 ), dan ferri khlorida (FeCl

3 ).

  Jenis-jenis Koagulan: Alumunium sulfat (Al 2 (SO 4 ) 3 .14H

  2 O)

  Alumunium sulfat biasanya disebut tawas, bahan ini sering dipakai karena efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Tawas berbentuk kristal atau bubuk putih, larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, tidak mudah terbakar, ekonomis, mudah didapat dan mudah disimpan. Penggunaan tawas memiliki beberapa keuntungan yaitu harga relatif murah dan sudah dikenal luas oleh operator water treatment. Namun tawas juga memiliki kerugian, yaitu umumnya dipasok dalam bentuk padatan, sehingga perlu waktu yang lama untuk proses pelarutan. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

  • 3 -2

  Al

  2 (SO4)

  3

  2 Al + 3SO

  4

  →

  H + OH

2 O → H

  • 3 -

  2Al + 6 OH

  3

  → 2 Al (OH)

  • 2

  3SO + 6 H SO

  4

  2

  4

  → 3H

  PAC (Poly Alumunium Chlorida)

  Polimer alumunium merupakan jenis baru sebagai hasil riset dan pengembangan teknologi air. Sebagai dasarnya adalah alumunium yang berhubungan dengan unsur lain membentuk unit berulang dalam suatu ikatan rantai molekul yang cukup panjang, pada PAC unit berulangnya adalah Al- OH. Rumus empirisnya adalah Aln(OH)mCl3n-m, dimana : n = 2 2,7 <> 0 Dengan demikian PAC menggabungkan netralisasi dan kemampuan menjembatani partikel-partikel koloid sehingga koagulasi berlangsung efisien. Namun terdapat kendala dalam menggunakan PAC sebagai koagulan, yaitu perlu pengarahan dalam pemakaiannya karena bersifat higroskopis.

  Karbon aktif

  Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup sehingga memperbesar kapasitas adsorbsi. Pori-pori arang biasanya diisi oleh hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya, yang terdiri dari persenyawaan kimia. Aktivasi yang ditambahkan akan meresap dalam arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia, sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar. Efisiensi adsorbsi karbon aktif tergantung dari perbedaan muatan listrik antara arang dengan zat atau ion yang diserap. Bahan yang bermuatan listrik positif akan diserap lebih efektif oleh arang aktif dalam larutan yang bersifat basa. Jumlah karbon aktif yang digunakan untuk menyerap warna berpengaruh terhadap jumlah warna yang diserap.

  Activated silica

  Activated silica merupakan sodium silikat yang telah direaksikan dengan asam sulfat, alumunium sulfat, carbon dioxide, atau klorida. Sebagai koagulan, activated silica memberikan keuntungan antara lain meningkatkan laju reaksi kimia, menurunkan dosis koagulan, memperluas jangkauan pH optimum dan mempercepat serta memperkeras flok yang terbentuk. Umumnya digunakan bersama dengan koagulan alumunium dengan dosis 7

  • – 11% dari dosis alum.

  Bentonic clay

  Bentonic clay digunakan pada pengolahan air yang mengandung zat warna tinggi, kekeruhan rendah dan mineral yang rendah.(Romel.2013)

  Bahan-Bahan Pembantu Koagulan a. Penambahan alkalinitas, biasanya menggunakan kapur dan soda abu.

  b. Polielektrolit, untuk memperoleh koagulasi yang optimum seperti anionik, kationik, dan poliamfolit.

  c. Penambahan kekeruhan, dilakukan dengan meresirkulasikan lumpur endapan, sehingga konsentrasi partikulat yang diperlukan untuk menghasilkan koagulasi tumbuh dengan cepat, contohnya tanah liat.

1.4. Kitosan

  Kitosan (C

6 H

  11 NO 4 ) merupakan polimer dengan nama kimia 2-amino-

  2-deoksi-D-glukosa, mengandung gugus amino bebas dalam rantai karbonnya dan bermuatan positif. Gugus amina bebas inilah yang banyak memberikan kegunaan bagi kitosan. Kitosan berbentuk padatan amorf, merupakan salah satu dari sedikit polimer alami yang berbentuk polielektrolit kationik dalam larutan asam organik (Hirano.,1986). Struktur kimia kitosan disajikan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Struktur kimia kitosan Kitosan merupakan turunan dari khitin melalui proses deastilasi.

  Ekstraksi khitin dari kulit udang dilakukan dalam 2 tahap, yaitu deproteinasi yang bertujuan untuk menghilangkan protein yang terdapat dalam kulit udang, dan demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan mineral yang terkandung dari kulit udang (Suptijah et al., 1992). Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer khitin, semakin kuat interaksi ikatan hidrogen dan ion dari kitosan. Kitosan mempunyai potensi untuk digunakan dalam industri dan bidang kesehatan. Beberapa kegunaan kitosan antara lain sebagai berikut :

  1. Membran penukar ion

  2. Bahan pemurni air

  3. Bahan baku benang untuk operasi plastik/bedah

  4. Bahan powder untuk sarung tangan pembedahan

  5. Koagulan dan flokulan Penggunaan kitosan tergantung dari kualitasnya. Sebagai contoh kitosan dengan kualitas rendah dapat digunakan pada pemrosesan limbah cair industri, sedang kitosan dengan kemurnian tinggi dibutuhkan dalam bidang kesehatan, seperti bahan obat-obatan (Bastaman,1989). Sebagai bahan pemrosesan limbah cair, kitosan mampu menurunkan kadar COD, BOD, padatan tersuspensi, warna, kekeruhan dan mampu mengikat logam berat seperti Fe, Cu, Cd, Hg, Pb, Cr, Ni, Mn, Co, Zn dan lain lain (Bough,1976). Kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai polikationik, pengkhelat dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. Gugus amino bebas inilah yang memberikan banyak kegunaan pada kitosan (Knorr,1982).

  Menurut Dunn et al.,(1997) Pelarutan kitosan terjadi karena interaksi hidrogen antara gugus karboksil dengan gugus amina dari kitosan. Kitosan dapat larut dalam bermacam macam asam organik, asam klorida, dan asam nitrat pada konsentrasi 0,15% s/d 1,1%. Kitosan tidak larut dalam asam sulfat dan sedikit larut dalam asam ortho pospat pada konsentrasi 0,5%. Kualitas kitosan tergantung pada beberapa parameter, misalnya untuk kitosan kualitas komersil disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Standar mutu kitosan

  Parameter Nilai

  Ukuran partikel Dari bubuk smpai serpihan Kadar air < 10% Kadar abu < 2 % Warna larutan Jernih Derajat deasetilasi > 70 Viskositas:

  • Rendah < 200 (cps)
  • Medium 200 s/d 799 (cps)
  • Tinggi 800 s/d 2000 (cps)
  • Ekstra tinggi >2000 (cps) (Sumber : Protan Laboratories Inc)

  Kelarutan kitosan dalam asam asetat dipengaruhi oleh suhu dan lamanya perendaman dalam NaOH. Asam asetat tergolong asam lemah golongan asam karboksilat yang mengandung gugus karboksil (-COOH). Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonil dan gugus hidroksil. Titik didihnya mencapai 118˚C dan baunya sangat tajam (Fessenden & Fessenden, 1986). Adapun dalam larutan asam, gugus amina bebas sangat cocok sebagai polikationik untuk mengkhelat logam atau membentuk dispersi. Oleh karena itu, dalam larutan asam kitosan akan menjadi polimer dengan struktur lurus sehingga sangat berguna untuk flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi enzim. Gugus amina bebas dari kitosan dalam suasana

  3+

  asam akan terprotonasi membentuk gugus amino kationik (NH ). Kation dalam kitosan tersebut jika bereaksi dengan polimer anionik akan membentuk kompleks elektrolit (Sanford, 1989). Reaksi pembentukan kitosan dari khitin dan reaksi kelarutan kitosan dengan asam asetat dapat di lihat pada Gambar 2.4 dan Gambar 2.5 Gambar 2.4 Reaksi pembentukan kitosan dari khitin.

Gambar 2.5 Reaksi kelarutan kitosan dengan asam asetat.

  Spesifikasi kitosan sebagai koagulan : a. Kitosan merupakan senyawa polimer organik.

  b. Kitosan berbentuk padatan amorf berwarna kuning.

  c. Kitosan larut dalam larutan asam asetat.

  d. Kitosan efektif pada pH 5.

  e. Penambahan kitosan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan PAC untuk menghasilkan pengendapan zat terlarut dalam proses koagulasi. f. Jika penambahan kitosan berlebihan, akan menambah nilai kekeruhan dan menurunkan nilai pH secara drastis namun tidak beracun, dan ramah lingkungan.

  g. Kitosan mampu mengikat logam berat seperti Fe, Cu, Cd, Hg, Pb, Cr, Ni, Mn, Co, dan Zn.

1.5. Jar Test

  Jar test atau uji jar merupakan metode standar yang digunakan untuk

  menguji proses koagulasi. Data yang didapat dengan melakukan jar test antara lain dosis optimum penambahan koagulan, lama pengendapan serta volume endapan yang terbentuk. Jar test yang dilakukan adalah untuk membandingkan kinerja koagulan yang digunakan untuk mendapatkan padatan yang tersuspensi. Metode ini dapat dilakukan untuk menentukan pH optimum, variasi dosis koagulan, alternatif kecepatan pengadukan atau menguji jenis koagulan yang berbeda (Hardina.,2012).

  Pelaksanaan jar test ini dilakukan agar diketahui titik kekeruhan akhir pada penambahan kedua koagulan yang sesuai dengan baku mutu air bersih yang ditetapkan oleh Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990. Konsentrasi koagulan yang optimum dapat ditentukan berdasarkan hasil jar

  test , yaitu konsentrasi yang memberikan kekeruhan akhir tepat dibawah 5

  NTU, bukan kekeruhan terendah (SOP Lab PDAM Tirta Pakuan, 2011). Jar

  test dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Jar test

  Faktor-faktor yang mempengaruhi percobaan dengan Jar-Test, adalah :

  1. Bahan kimia yang dipakai untuk menurunkan kadar logam berat

  2. Penambahan dosis Presipitan 3. pH

  4. Kecepatan pengadukan

  5. Waktu pengendapan