Setyo Mardani 21100112130072 2017 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sebagai pulau yang terbentuk dari interaksi empat lempeng besar dunia yaitu
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng
Filipina, Papua menjadi daerah dengan keadaan geologi yang sangat kompleks.
Setidaknya terdapat empat periode tektonik yang terjadi di Papua menurut Henage
(1993) yang mempengaruhi rupa bumi Papua hingga saat ini, yang mana masingmasing episode tektoniknya akan membentuk batuan yang khas.
Cekungan Bintuni adalah cekungan depan benua yang posisinya terletak di
“Kepala Burung” Papua. Cekungan ini berada di sekitar tumbukan Lempeng
Australia, Eurasia, dan Pasifik. Salah satu formasi batuan sedimen silisiklastik
yang persebaranya paling luas adalah Formasi Steenkool. Formasi ini diendapkan
selama Kenozoik Akhir dengan ketebalan mencapai lebih dari satu kilometer pada
batuan dasar karbonat berumur Miosen Tengah (Visser dan Hermes, 1962).
Salah satu metode untuk memahami kondisi tektonik provenans, dan
memberikan pemahaman mengenai proses serta lingkungan diagenesis yang
terjadi selama batuan terbentuk adalah dengan mempelajari komposisi batuan
sedimen secara mendetail. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti merasa
tertarik untuk meneliti batupasir Formasi Steenkool. Pemelitian ini berkaitan
dengan analisis petrografi yang mencakup penentuan jenis dan komposisi mineral,

tekstur, serta fitur kenampakan mikroskopis.
Hasil pengamatan ini nantinya dianalisis dan diinterpretasikan untuk dapat
mengetahui asal-usul serta proses-proses geologi yang terjadi pada provenans
hingga proses diagenesis yang terjadi pada saat batupasir Formasi Steenkool
diendapkan. Kesimpulan dari penelitian akan memberikan jawaban serta
gambaran mengenai kondisi tatanan tektonik provenans serta gambaran proses
dan lingkungan diagenesis batupasir Formasi Steenkool.

1

1.2 Rumusan Masalah
Ditinjau dari latar belakang di atas, serta didukung oleh keingintauhan penulis
karena sedikitnya penelitian yang dilakukan di daerah Papua Barat khususnya
Teluk Bintuni tentang provenans dan diagenesis, maka dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa jenis batuan sumber serta bagaimana tatanan tektonik provenans
batupasir Formasi Steenkool?
2. Bagaimana pembentukan batupasir Formasi Steenkool berkaitan dengan
proses dan lingkungan diagenesisnya?
1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud
Untuk menjawab rumusan masalah yang ada di atas, penelitian ini dilakukan
dengan maksud untuk:
1.

Melakukan analisis petrografi berkaitan dengan komposisi material
penyusun batupasir Formasi Steenkool yang selanjutnya dimasukan pada
diagram provenans dan diagram variasi kuarsa.

2.

Melakukan analisis petrografi berkaitan dengan tekstur, hubungan antar
butir dan jenis porositas batupasir, serta interpretasi kolom stratigrafi
terukur dan struktur sedimen pada batupasir Formasi Steenkool.

1.3.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Mengetahui provenans serta kondisi tatanan tektonik batuan asal dari

batupasir Formasi Steenkool.

2.

Mengetahui proses dan lingkungan diagenesis dari batupasir Formasi
Steenkool.

1.4 Batasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan dibatasi pada pembahasan mengenai komposisi
material penyusun batupasir Formasi Steenkool dari hasil pengamatan 5 sayatan
tipis petrografi. Penentuan provenans terkait tipe batuan sumber, tatanan tektonik
batuan asal, serta pembahasan mengenai proses dan lingkungan diagenesis yang

2

tercermin dari komposisi, tekstur, dan struktur sedimen batupasir Formasi
Steenkool yang diperoleh dari data permukaan pada daerah penelitian yang
dijelaskan pada subab 1.6.2.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat diantaranya

sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran mengenai proses-proses geologi yang berperan dalam
pembentukan batupasir Formasi Steenkool dengan memanfaatkan komposisi
penyusun batupasir tersebut. Gambaran mengenai proses-proses geologi tersebut
dapat dimanfaatkan kembali untuk penelitian-penelitian dimasa yang akan
datang sehingga penelitian di daerah Teluk Bintuni dapat terus berkembang
menjadi lebih baik.
2. Melatih kemampuan peneliti dalam melakukan serangkaian aktivitas penelitian
ilmiah secara sistematis dengan metode yang benar sesuai dengan kaidah
keilmuan. Selain itu, penelitian ini juga dapat melatih kemampuan peneliti
dalam mengintegrasikan data-data geologi untuk dapat digunakan sebagai dasar
interpretasi kondisi geologi di masa lalu.
1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian
1.6.1 Waktu Penelitian
Pengamatan di lapangan dilakukan pada tanggal 10 sampai 18 Maret 2016.
Waktu penelitian bertepatan dengan pelaksanaan kegiatan Ekspedisi NKRI 2016
koridor Papua Barat.
1.6.2 Lokasi Penelitian
Lokasi daerah penelitian berada di Provinsi Papua Barat. Tepatnya pada
singkapan tebing proyek pembangunan terminal baru, Kampung Waraitama,

Distrik Manimeri, Kabupaten Teluk Bintuni. Luas daerah penelitian adalah 3 Km2
mencakup lintasan stratigrafi terukur sepanjang 50 meter. Secara geografis daerah
penelitian terletak pada koordinat lintang 02,07590 0 hingga 02,075890 LS dan
133,682830 hingga 133,682300 BT.

3

Lokasi ini berada di bagian Selatan lereng jajaran ujung perbukitan
Sigemerai, sebelah Utara jalan trans Bintuni - Manokwari. Daerah penelitian
berada sekitar 50 km arah Timur dari Kabupaten Kota Bintuni atau pelabuhan
kota. Lokasi dapat ditempuh menggunakan transportasi darat selama satu jam
perjalanan mengikuti jalan utama trans Bintuni – Manokwari (Gambar 1.1)

Gambar 1.1 Lokasi daerah penelitian ditunjukan pada kotak kuning
(Google Earth, 02/10/2016)

1.7 Penelitian Terdahulu
Pieters, Atmawinata dan Hakim (1990) melakukan penelitian pada daerah
Ransiki. Hasil penelitian berupa kondisi geologi regional yang dirangkum dalam
Peta Geologi Lembar Ransiki, Irian Jaya pada skala 1 : 250.000 yang diterbitkan

oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Anjani (2016) melakukan penelitian pada lokasi yang sama membahas
mengenai fasies dan pengendapan Formasi Steenkool. Hasil penelitain yaitu
Formasi Steenkool dienapkan pada lingkungan pengendapan transisi pasang surut
dengan asosiasi fasies menunjukan lingkungan pengendapan tidal flat.

4