Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Bidirectional Associative Memory Untuk Pengidentifikasian Telapak Tangan Manusia (Studi Kasus: Mahasiswa S1 Ilmu Komputer Usu Stambuk 2010 Kom A)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pola Telapak Tangan
Kode telapak tangan (palm code) adalah kode unik yang diperoleh melalui
ekstraksi fitur telapak tangan seseorang. Kode ini dapat digunakan untuk mewakili
pemilik telapak tangan bersangkutan dan dapat digunakan sebagai identitas pembeda
dengan orang lain. Kode telapak tangan mirip dengan kode sidik jari (finger code)
atau kode iris (iris code)[14].
Sistem biometrika menggunakan karakteristik fisiologi atau perilaku untuk
melakukan otentifikasi secara otomatis terhadap identitas seseorang dengan
membandingkannya dengan identitas yang terdaftar sebelumnya [13-15].

Sistem biometrika beroperasi pada dua model, yaitu:
1. Sistem verifikasi
a. Bertujuan untuk menerima atau menolak identitas yang diklaim oleh
seseorang.
b. Menjawab pertanyaan “Apakah identitas saya sama dengan identitas
yang saya sebutkan?”.
c. Lebih sederhana karena hanya mencocokkan satu masukan dengan satu
acuan (one to one matching).
2. Sistem identifikasi

a. Bertujuan untuk memecahkan identitas seseorang.
b. Menjawab pertanyaan “identitas siapakah ini?”.
c. Terjadi pencocokan satu masukan dengan banyak acuan (one to many
matching).
Berbeda dengan sidik jari, iris, wajah, geometri tangan, dan lain-lainnya yang
merupakan biometrika yang sudah cukup lama dikenal, telapak tangan

Universitas Sumatera Utara

(palmprint) merupakan biometrika fisiologi yang masih relatif baru[14].

Gambar 2.1 Pola Telapak Tangan

Pada Gambar 2.1 ciri-ciri yang dimiliki oleh telapak tangan:
1. Ciri geometri
2. Ciri garis-garis utama
3. Ciri garis-garis kusut
4. Ciri minusi
Telapak tangan kaya akan fitur-fitur unik, seperti fitur geometri (lebar,
panjang dan luas area telapak tangan), fitur garis-garis utama (principle lines), fitur

garis-garis lemah (wrinkle lines), fitur delta points dan fitur minusi (minutiae).
Telapak tangan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan biometrika
lainnya, yaitu dapat menggunakan citra resolusi rendah, biaya alat akuisisi relatif
rendah, sulit untuk dipalsu dan bersifat unik dan stabil [14,15].

2.2 Perbaikan kualitas citra

Perbaikan kualitas citra dilakukan untuk menghasilkan citra guna memperkuat
informasi khusus pada citra hasil pengolahan sesuai dengan tujuan pengolahannya.
Misalnya citra yang mempunyai variasi intensitas yang kurang seragam, lemah dalam
hal kontras sehingga obyek sulit dipisahkan dari latar belakangnya melalui proses
binerisasi karena terlalu banyak noise. Maka, diperlukan pengolahan citra untuk

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan kualitas citra dengan menggunakan teknik pengolahan antara lain
dengan modifikasi histogram, penggunaan filter, analisis frekuensi dan lain-lain[1].
Proses-proses yang termasuk ke dalam perbaikan kualitas citra[11]:
1. Pengubahan kecerahan gambar (image brightness)
2. Peregangan kontras (contrast stretching)

3. Pengubahan histogram citra
4. Pelembutan citra (image smoothing)
5. Penajaman (sharpening) tepi (edge)
6. Pewarnaan semu (pseudocolouring)
7. Pengubahan geometrik
2.2.1 Sharpen Filtering
Citra sharpen digunakan untuk menegaskan garis tepi pada citra, sehingga
kelihatan lebih tajam pada citra yang kabur (blur). Operasi penajaman dilakukan
dengan melewatkan citra pada penapis lolos-tinggi (high-pass filter). Penapis lolostinggi akan meloloskan (memperkuat) komponen yang berfrekuensi tinggi (misalnya
tepi atau pinggiran objek) dan akan menurunkan komponen berfrekuensi rendah.
Akibatnya, pinggiran objek telihat lebih tajam dibandingkan sekitarnya. Karena
penajaman citra lebih berpengaruh pada tepi (edge) objek, maka penajaman citra
sering disebut juga penajaman tepi (edge sharpening) atau peningkatan kualitas tepi
(edge enhancement) [11]. Efek sharpen diperoleh dengan mengalikan matriks
bertetangga yang menjadi sampel dengan sebuah matriks filter tertentu[1].
Contoh matriks filter yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

Selain untuk mempertajam gambar, penapis lolos-tinggi juga digunakan untuk
mendeteksi keberadaan tepi (edge detection). Dalam hal ini, piksel-piksel tepi
ditampilkan lebih terang (highlight) sedangkan piksel-piksel bukan tepi dibuat gelap

(hitam)[11].

Universitas Sumatera Utara

(a)

(c)

(b)

Gbr 2. 2(a) Citra Semula (b) Citra Gray Semula (c) Citra Setelah
Penajaman

2.2.2 Deteksi tepi (edge detection)
Suatu citra dapat dapat diketahui apa yang menjadi obyeknya ketika
perbedaan antara latar belakang citra dengan objek terlihat jelas. Objek yang berada
dalam bidang citra dan tidak bersinggungan dengan batas bidang citra, berarti objek
tersebut dikelilingi oleh daerah yang bukan objek yaitu latar belakang.
Pertemuan antara objek dengan latar belakang disebut dengan tepi objek. Tepi
dapat mewakili informasi yang penting dari obyek. Tepi ditandai dengan adanya

perubahan intensitas yang bersifat lokal di dalam citra dan dapat dilacak berdasarkan
perubahan intensitas ini. Deteksi tepi banyak digunakan untuk pengembangan
algoritma untuk analisis fitur-fitur citra, segmentasi citra dan analisis pergerakan[1].
Edge detection memiliki beberapa algoritma, diantaranya: metode Sobel,
Prewitt, Roberts, Laplacian of Gaussian, zero-cross dan Canny.

2.2.3 Deteksi tepi Canny
Metode Canny adalah salah satu algoritma deteksi tepi modern. Deteksi tepi
Canny ditemukan oleh Marr dan Hildreth yang meneliti pemodelan persepsi visual
manusia.
Ada beberapa kriteria pendeteksi tepian paling optimum yang dapat dipenuhi oleh
algoritma Canny:
a. Mendeteksi dengan baik (kriteria deteksi)
Kemampuan untuk meletakkan dan menandai semua tepi yang ada sesuai dengan
pemilihan parameter-parameter konvolusi yang dilakukan. Sekaligus juga

Universitas Sumatera Utara

memberikan fleksibilitas yang sangat tinggi dalam hal menentukan tingkat deteksi
ketebalan tepi sesuai yang diinginkan.

b. Melokalisasi dengan baik (kriteria lokalisasi)
Dengan Canny dimungkinkan dihasilkan jarak yang minimum antara tepi yang
dideteksi dengan tepi yang asli.
c. Respon yang jelas (kriteria respon)
Hanya ada satu respon untuk tiap tepi. Sehingga mudah dideteksi dan tidak
menimbulkan kerancuan pada pengolahan citra selanjutnya[5].

Dalam proses pendeteksian tepi terhadap citra yang dilakukan dengan
menggunakan metode Canny dapat menggunakan function di Matlab, sehingga cukup
menggunakan function edge dalam pengkodean[6]. Citra grayscale sesudah proses
deteksi tepi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2.3 (a) Citra Semula (b) Citra Gray sharpening (c) Citra setelah dektesi tepi
canny
2.3 Pengenalan pola (pattern recognition)

Pengenalan pola merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengelompokkan
atau mengklasifikasikan data numerik dan simbol. Banyak teknik statistik dan
sintaksis yang telah dikembangkan untuk keperluan klasifikasi pola dan teknik-teknik
ini dapat memainkan peran yang penting dalam sistem visual untuk pengenalan obyek

yang biasanya memerlukan banyak teknik. Bentuk-bentuk obyek tertentu dalam dunia
nyata yang sangat kompleks dapat dibandingkan dengan pola-pola dasar di dalam
citra sehingga penggolongan obyek yang bersangkutan dapat dilakukan lebih
mudah[1].

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Skema Pengenalan Pola[11]

2.4 Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) atau disingkat dengan JST
merupakan suatu sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari
pengetahuan tentang sel syaraf biologis di dalam otak, yang merupakan salah satu
presentasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba menstimulasi proses
pembelajaran pada otak manusia tersebut. JST dapat digambarkan sebagai model
matematis dan komputasi untuk simulasi dari koleksi model syaraf biologi [10].

Gambar 2.5 Sistem Syaraf Otak Manusia[2]


Model syaraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam emulasi, analis,
prediksi dan asosiasi. Kemampuan yang dimiliki oleh JST dapat digunakan untuk

Universitas Sumatera Utara

belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari beberapa contoh atau input
yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan output yang akan
muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang disimpan kepadanya[7,8].
2.4.1 Karakteristik Jaringan Saraf Tiruan
Karakteristik jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh tiga hal[10]:
1. Pola hubungan antar neuron-neuron (disebut dengan arsitektur jaringan).
2. Metode penentuan bobot-bobot penghubung disebut metode pelatihan/

{

training/ learning / proses belajar jaringan).
2. Fungsi aktivasi.

Pada jaringan syaraf, hubungan antar neuron-neuron dikenal dengan nama bobot
[10].


Input
signals

x1

wk1

x2

wk2

.
.
.

.
.
.


xm

wkm



Activation
function

vk

ϕ (•)

Output

yk

Summing
junction


Synaptic
weights

Gambar 2.6 Struktur Neuron Jaringan syaraf[3]
�� menerima masukan dari input signals �1 , �2 , …, �� dengan bobot hubungan
masing-masing adalah ��1 , ��2 , …, ��� . Semua impuls neuron yang ada
dijumlahkan.
Net = �1 ��1 + �2 ��2 + … + �� ���
(1.1)
Besarnya impuls yang diterima oleh �� mengikuti fungsi aktivasi ( ϕ ()•) dari y =
f(net). Nilai fungsi aktivasi (keluaran model jaringan) juga dapat dipakai sebagai
dasar untuk mengubah bobot[17].
2.4.1.1 Algoritma Pembelajaran
Proses yang lazim dari pembelajaran meliputi tiga tugas, yaitu[3]:
1. Perhitungan output.
2. Membandingkan output dengan target yang diiginkan.
3. Menyesuaikan bobot dan mengulangi prosesnya.

Universitas Sumatera Utara

Proses pembelajaran tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.7 Proses Pembelajaran Suatu JST

Proses pembelajaran dalam JST dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu [3]:

1. Supervised

Learning (Pembelajaran terawasi) yang menggunakan sejumlah

pasangan data masukan dan keluaran yang diharapkan. Contoh metode ini adalah
metode back propagation, jaringan Hopfield dan percepton.
2. Unsupervised Learning (Pembelajaran tidak terawasi) yang hanya menggunakan
sejumlah pasangan data masukan tanpa ada contoh keluaran yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Bidirectional Associative Memory

Bidirectional Associative Memory (BAM) adalah salah satu model neural
network dengan hetero associative memory dengan menggunakan dua layer,
yaitu

layer input dan

layer output [2]. Model ini memiliki lapisan yang

terhubung penuh dari satu lapisan dengan lapisan lainnya. Pada hubungan ini
dimungkinkan adanya hubungan timbal balik antara layer input dan layer output.
Namun demikian, bobot yang menghubungkan antara satu neuron (A) di satu
lapisan dengan neuron (B) dilapisan lainnya akan sama dengan bobot yang
menghubungkan neuron (B) ke neuron (A). Bisa dikatakan bahwa, matriks bobot
yang menghubungkan neuron-neuron pada lapisan output ke lapisan input sama
dengan transpose matriks bobot neuron-neuron yang menghubungkan lapisan
input ke lapisan output[10].

Gambar 2.8 Arsitektur Jaringan Bidirectional Associative Memory[10]

Gambar 2.8 menunjukkan arsitektur jaringan BAM yang dibutuhkan.BAM
terdiri dari dua lapis elemen pemroses. Keluaran tiap lapis yang diinterkoneksi
dengan elemen-elemen pada lapisan lain [12].

Ada 2 jenis jaringan syaraf tiruan BAM, yaitu (Kusumadewi, 2003):

Universitas Sumatera Utara

2.4.2.1 BAM Diskret

Pada BAM diskret ada 2 kemungkinan tipe data, yaitu biner dan bipolar.
Matriks bobot awal dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menyimpan
pasangan vektor input dan vektor output s(p)-t(p), dengan p = 1, 2, 3, ..., P.

a. Untuk vektor input biner, matriks bobot ditentukan sebagai :
��� = ∑� (2 �� (p) – 1)( 2 �� (p) – 1)
(1.2)

Sedangkan fungsi aktivasi yang digunakan adalah:
Yj Untuk lapisan output :
1 ; ���� �_�� � > 0
�� = ��� ; ���� �_�� � = 0�
0 ; ���� �_�� � < 0
Xi Untuk lapisan input:
1 ; ���� �_�� � > 0
�� = ��� ; ���� �_�� � = 0�
0 ; ���� �_�� � < 0
b. Sedangkan untuk vektor input bipolar, matriks bobot ditentukan sebagai:
��� = ∑� ( �� (p) �� (p))
(1.3)

Sedangkan fungsi aktivasi yang digunakan adalah :

Universitas Sumatera Utara

Yj Untuk lapisan output:
1 ; ���� �_�� � > �
�� = � �� ; ���� �_�� � = � �
−1; ���� �_�� � < �
Xi Untuk lapisan input:
1 ; ���� �_�� � > �
�� = � �� ; ���� �_�� � = � �
−1 ; ���� �_�� � < �
Dengan catatan bahwa input hasil olahan pada jaringan (x_ini atau y_in j)
sama dengan nilai thresholdnya, maka fungsi aktivasi akan menghasilkan nilai sama
dengan nilai sebelumnya.
Keterangan:
s(p)

= vektor masukan

t(p)

= vektor keluaran

���

= bobot hubungan ke-i dan ke-j

��
��

= sinyal masukan ke-i
= sinyal keluaran ke-j

�_�� � = masukan hasil olahan ke-i
�_�� � = keluaran hasil olahan ke-j
��

�(. )

= nilai ambang

= fungsi aktivasi

2.4.2.2 BAM Kontinyu

Universitas Sumatera Utara

BAM kontinyu akan mentransformasikan input secara lebih halus dan
kontinyu ke kawasan output dengan nilai yang terletak pada range [0,1]. Fungsi
aktivasi yang digunakan adalah fungsi sigmoid.

Algoritma jaringan syaraf tiruan BAM adalah sebagai berikut:

Langkah 0 : Insialisasi bobot (untuk menyimpan sekumpulan P vektor). Inisialisasi
semua aktivasi sama dengan 0.

Langkah 1 : Untuk tiap-tiap input, kerjakan langkah 2-6.

Langkah 2a : Berikan input pola x kelapisan X (kita set aktivasi lapisan X sebagai
pola input).

Langkah 2b : Berikan input pola y ke lapisan Y (salah satu dari vektor input tersebut
biasanya diset sebagai vektor nol).

Langkah 3 : Kerjakan langkah 3-6 jika aktivasi-aktivasi tersebut belum konvergen.

Langkah 4 :

Perbaiki setiap unit aktivasi di lapisan Y :
Hitung :

�_�� � = ∑� ���

∗ ��

Hitung :
�� = f(y_��� )
Berikan informasi tersebut ke lapisan X.
Langkah 5 : Perbaiki setiap unit aktivasi di lapisan X :
Hitung :
�_�� � = ∑� ���

∗ ��

Universitas Sumatera Utara

Hitung :
�� = f ( x_��� )
Berikan informasi tersebut ke lapisan Y.

Langkah 6: Tes kekonvergenan. Jika vektor x dan y telah mencapai keadaan stabil,
maka interasi berhenti, jika tidak demikian lanjutkan iterasi [2,10].

2.4.2.3

BAM Connections matrice
�� sebagai vektor masukan dan �� sebagai vector keluaran berasosiasi

dengan pasangan (�� ,�� ) yang dapat digambarkan secara logika dengan
implikasi: jika �� dan �� . Begitu pula sebaliknya: jika �� dan �� asosiasi

pasangan tersebut akan diketahui oleh BAM dengan membentuk suatu bobot
W. Proses untuk membentuk matriks W disebut encoding.
Encoding : terdapat m pasangan pola{(�1 ,�1 ) , (�2 ,�2 ),…, (�� ,�� )}.

�� = (��1 ,��2 ,…,��� ) adalah vektor biner dengan panjang n ;�� ∈{0,1}� dan
�� = (��1 ,��12 ,…,��� ) adalah vektor biner dengan panjang p ; �� ∈ {0,1}� .

Formula untuk menghitung W adalah:
W = ∑��� � �� � �� , i=1, 2, …,m

(1.4)

Dan dualitas BAM (bobot yang menghubungkan antara satu neuron B dengan
A) � � adalah:

� � = ∑��� � ( �� � �� )� = ∑��� � �� � ��

(1.5)

Jika dalam bentuk bipolar maka bentuk binari �� dan �� harus

ditransform menjadi bentuk bipolar �� dan �� dengan mengganti 0 dengan -1
dan 1 tetap 1, atau dengan rumus berikut:

Universitas Sumatera Utara

�� = 2 �� − 1

(1.6)
Atau

�� = 2 �� – 1

(1.7)

Sekarang m pasangan pola dalam bentuk bipolar {(�1 , �1 ), (�2 , �2 ), …,( ��

, �� )}.

�� = (��1 ,��2 , ….,��� ), �� = (��1 ,��2 , ….,��� ), �� ∈{-1,1}� , �� ∈{-1,1}�
Maka perumusan W adalah:
W = ∑��� � �� � �� , i = 1, 2, …, m
(1.8)

Dan dualitas BAM � � adalah :
(1.9)

� � = ∑��� � ( �� � �� )� = ∑��� � �� � ��

Contoh :

Terdapat suatu himpunan S yang terdiri dari 4 pasang pola, S – {(�1 ,�1 ),
(�2 ,�2 ), (�3 ,�3 ), (�4 ,�4 )}.
Representasi vektor pasangan dalam bentuk biner :
�1 =[ 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 ]

�1 = [ 1 0 0 0 0 1 1]

�3 = [ 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1]

�3 = [ 1 0 1 1 0 1 0]

�2 = [ 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1]

�2 = [ 1 0 0 1 1 1 0]

�4 = [ 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1]

�4 = [ 0 1 1 0 1 0 1]

Sedangkan dalam bentuk bipolar, representasi vektor menjadi :
�1 = [ 1 1 1 -1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 1 1

1 -1 ]

�3 = [ 1 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1

1 1 ]

�2 = [ 1 -1 -1 1 1 1 -1 1 1 -1 1 1 1 -1 -1 1 ]

�1 = [ 1 -1 -1 -1 -1 1 1 ]

�2 = [ 1 -1 -1 1 1 1 -1 ]

�3 = [ 1 -1 1 1 -1 1 -1 ]

Universitas Sumatera Utara

�4 = [-1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 -1 -1 -1 1 ]

�4 = [-1 1 1 -1 1 -1 1 ]

Dari persamaan 1.8 matriks W yang terbentuk dalam BAM adalah :
W = �1 � �1 + �2 � �2 + �3 � �3 + �4 � �4
Didapatkan :

W =

Decoding adalah operasi pemanggilan terhadap pasangan pola yang disimpan.

Universitas Sumatera Utara

Persamaan decoding untuk pola dalam bipolar adalah :
�� = � ( �� � � )
(1.10)

�� = � ( �� � )

(1.11)

Dimana � adalah fungsi threshold untuk ��� dan ��� :

Dan

1, ���� �� �� � > 0

��� = �
−1, ���� �� �� � ≤ 0
��� = �

1, ���� �� �� > 0

−1, ���� �� �� ≤ 0

Jika diberikan �� maka akan dengan

dihasilkan adalah :

(1.12)

(1.13)

menggunakan persamaaan (1.13), �� yang

�1 = � ( �1 � ) = [ 1 -1 -1 -1 -1 1 1 ]
�2 = � ( �2 � ) = [ -1 -1 -1 1 1 -1 -1 ]

�3 = � ( �3 � ) = [ 1 -1 1 1 -1 1 -1 ]

�4 = � ( �4 � ) = [ -1 1 1 -1 1 -1 1 ]
Perlu diperhatikan bahwa �2 belum sama[ 2 ].
Keterangan :

�� = vektor masukan

�� = vektor keluaran
W = matriks bobot
n

= jumlah baris

p

= jumlah kolom

� � = transpos matriks bobot

Universitas Sumatera Utara

2.4.2.4 Stabilitas BAM

Kosko (1988) mendefinisikan stabilitas BAM dengan mengidentifikasikan fungsi
Lyapunov atau fungsi energy E untuk setiap state (�� ,�� ). Menurut Zurada (1992),
prosedur yang dikatakan Kosko berdasarkan atas pendekatan dari analisis kestabilan
sistim dinamik yang dikembangkan oleh A.M.Lyapunov. Yang unik dari pendekatan
Lyapunov ini adalah hanya persamaan differensialnya yang perlu diketahui bukan
nilai hasilnya.
Fungsi Lyapunov E memetakan variabel-variabel sistem ke suatu bilangan real
dan menurun sejalan dengan waktu. Pada BAM, E memetakan product matriks –
matriks ke dalam bilangan real yang dirumuskan sebagai berikut :
E(A,B) = - A � �

(1.14)

Model BAM menggunakan interlayer feedback, dengan melewatkan data melalui
W didapatkan satu arah dan melalui transposnya � � didapatkan diarah yang lainnya.
Jika pasangan pattern(A,B) dilewatkan dalam BAM, maka akan dilakukan beberapa

iterasi yang dapat digambarkan sebagai berikut:
A →W→B
B → W → A'
A' → W → B'
B ' → W → A''
......... .
......... .
�� → W → ��
�� → W → ��

Setelah beberapa kali iterasi, (A,B) akan terkonvergensi secara tetap menjadi
(�� ,�� ) dengan nilai energi minimum. Hal inilah menjadi keunggulan BAM, yaitu

bersifat stabil sehingga dapat mengenali proses yang tidak sempurna[16, 17].

Universitas Sumatera Utara

2.5 Penelitian yang berkaitan

1. Identifikasi pola sidik jari dengan jaringan syaraf tiruan bidirectional associative
memory
(fringer print pattern identification by bidirectional associative memory artificial
neural network) oleh anifuddin azis

dan tanzil kurniawan, program Studi Ilmu

Komputer FMIPA Universitas Gadjah Mada.
Dalam penelitian ini, akan dibuktikan kemampuan JST BAM tersebut dengan merancang
sebuah sistem untuk mengidentifikasi pola sidik jari. Dari hasil uji coba program
menunjukkan bahwa JST BAM dapat mengidentifikasi pola sidik jari dengan tepat
setelah diberi noise secara acak antara 0% - 30%. Di atas 30% beberapa output yang
dihasilkan tidak dapat dikenai atau dikenali namun sebagai pola palsu, sehingga JST
BAM
tidak dapat mengenali pola secara tepat.
Hal ini mirip dengan identifikasi pola telapak tangan yang saya akan angkat menjadi
judul tugas akhir karena menggunakan pola inputan yang merupakan sistem biometrika
juga.

2. Pengidentifikasian

sidik telapak kaki bayi menggunakan jaringan syaraf

tiruan

metode Probalistik Neural Network (PNN) dari salah satu skripsi di Universitas
Pembangunan
Nasional Veteran.
Dalam Skripsi ini dijelaskan bahwasanya sistem aplikasi yang mempunyai
kemampuan mengenali pola sidik telapak kaki bayi untuk mengetahui identitas bayi
yang baru lahir dengan menggunakan metode Probalistik Neural Network .
Penelitian ini mirip dengan Judul Tugas Akhir yang akan saya angkat dimana
pemrosesannnya citra ada kesamaan tetapi metode pengenalannya yang berbeda.
3. Implementasi Jaringan Syaraf Metode Bidirectional Associative Memory untuk
Pengenalan Wajah, tahun 2013 dari Universitas Sumatera Utara.
Dalam Penelitian ini ,dengan data input pola wajah dan pelatihan yang cukup, sistem
dapat melakukan perbandingan antara data input dengan data yang terdaftar
sebelumnya untuk mengenali pemilik pola wajah (output sistem).
Kaitan dengan Judul yang akan saya angkat, bahwasanya dalam mengenali pola
wajah menggunakan metode BAM.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Implementasi Jaringan Syaraf Metode Bidirectional Associative Memory untuk Pengenalan Pola Wajah

3 100 120

Implementasi Jaringan Syaraf Metode Bidirectional Associative Memory Untuk Pengenalan Pola Wajah

5 41 120

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Bidirectional Associative Memory Untuk Pengidentifikasian Telapak Tangan Manusia (Studi Kasus: Mahasiswa S1 Ilmu Komputer Usu Stambuk 2010 Kom A)

3 13 108

Implementasi Jaringan Syaraf Metode Bidirectional Associative Memory Untuk Pengenalan Pola Wajah

0 0 6

Implementasi Jaringan Syaraf Metode Bidirectional Associative Memory Untuk Pengenalan Pola Wajah

0 0 2

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Bidirectional Associative Memory Untuk Pengidentifikasian Telapak Tangan Manusia (Studi Kasus: Mahasiswa S1 Ilmu Komputer Usu Stambuk 2010 Kom A)

0 0 13

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Bidirectional Associative Memory Untuk Pengidentifikasian Telapak Tangan Manusia (Studi Kasus: Mahasiswa S1 Ilmu Komputer Usu Stambuk 2010 Kom A)

0 0 1

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Bidirectional Associative Memory Untuk Pengidentifikasian Telapak Tangan Manusia (Studi Kasus: Mahasiswa S1 Ilmu Komputer Usu Stambuk 2010 Kom A)

0 0 5

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Bidirectional Associative Memory Untuk Pengidentifikasian Telapak Tangan Manusia (Studi Kasus: Mahasiswa S1 Ilmu Komputer Usu Stambuk 2010 Kom A)

0 0 25

Jaringan Syaraf Tiruan Bidirectional Associative Memory (BAM) Sebagai Identifikasi Pola Sidik jari Manusia ZAINAL ARIFIN

0 0 6