Sistem Penunjang Keputusan Pemilihan Sales Promotion Girl

   33

  

Sistem Penunjang Keputusan Pemilihan Sales Promotion Girl

  1

  2 Sandy Kosasi , I Dewa Ayu Eka Yuliani 1,2

  STMIK Pontianak, Jl. Merdeka No. 372 Pontianak Yogyakarta

  1

  2 E-mail: sandykosasi@yahoo.co.id, eresha_dewaayu@yahoo.com

Abstrak

  Keputusan pemilihan SPG (Sales Promotion Girl) harus memiliki sejumlah kriteria yang jelas

dan tidak hanya sekedar mengandalkan sisi kecantikan saja. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan

penurunan jumlah omzet penjualan, penyebaran produk untuk setiap segmen masyarakat cenderung

menurun, dan seringkali tidak mencapai target penjualan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kriteria

yang harus menjadi dasar pertimbangan bagi pihak manajemen mengambil keputusan memilih karyawan

SPG kontrak yang paling tepat dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Metode AHP

memberikan langkah-langkah evaluasi baik subjektif dan objektif, menyediakan mekanisme yang berguna

untuk memeriksa konsistensi dari evaluasi sehingga mengurangi bias dalam pembuatan keputusan. Hasil

perhitungan memperlihatkan performance sebagai kriteria terpenting dengan nilai 41%, body language

27%, communicating style 16%, experience 11%, dan knowledge 5%. Sementara perhitungan alternatif

SPG produk rokok yang direkomendasikan adalah SPG Gita Pratiwi dengan nilai paling tinggi 0.38

(38%), kedua Ayu Novita dengan nilai 0.32 (32%), dan terakhir Lila Fitria dengan nilai 0.30 (30%).

  Kata kunci: Sistem Penunjang Keputusan, Sales Promotion Girl (SPG), Analytical Hierarchy Process (AHP) Method

  

Abstract

The decisions of Sales Promotion Girl selection must have a number of clear criteria and not

only rely on the beauty. Such condition can cause the decrease of the sales turnover, the product

distribution of each segment of consumers, so sales target is not achieved. This research aims to find out

the criteria that should become basic consideration for the management party who takes the decision to

select Sales Promotion Girl employees through the most appropriate contracts using Analytical

Hierarchy Process method. This method provides steps of good subjective and objective evaluation,

useful mechanism to check the consistency of the evaluation, therefore the refraction of decision making

can be minimized. The calculation result shows that the performance as the most important criterion is at

41%, while body language, communicating style, experience, and knowledge are at 27%, 16%, 11%, and

5% respectively. Meanwhile the alternative calculation of cigarettes is recommended for Gita Pratiwi

with the highest value at 38%, Ayu Novita with the value at 32%, and finally, Lila Fitria with the value at

30%.

  Keywords: Decision Support Systems, Sales Promotion Girl (SPG), Analytical Hierarchy Process (AHP) Method

1. Pendahuluan

  Keputusan memilih karyawan SPG (Sales Promotion Girl) bukan merupakan suatu

proses yang mudah karena kebanyakan perusahaan yang mempekerjakan seorang SPG hanya

untuk jangka waktu tertentu. Mempekerjakan karyawan SPG pada saat hanya ada acara kegiatan

pameran atau bulan promosi untuk produk-produk tertentu. Kebanyakan status mereka hanyalah

sebagai karyawan kontrak dan bukan sebagai karyawan tetap sehingga dengan berakhirnya isi

kontrak berakhir juga karyawan tersebut bekerja pada perusahaan tersebut. Kondisi ini akan

terus berulang seiring dengan jadwal dari kegiatan perusahaan. Kemungkinan untuk

mempekerjakan lagi karyawan SPG yang sebelumnya untuk acara lainnya kemungkinannya

adalah sangat kecil dan bahkan kebanyakan hanya bisa mendapatkan SPG-SPG baru dengan

kemampuan terbatas.

  Kenyataan ini merupakan kondisi yang sering terjadi, tidak terkecuali bagi perusahaan

distributor rokok GG Mild di Kota Pontianak dalam proses keputusan penarikan karyawan SPG

secara kontrak. Selama ini proses keputusan pemilihan SPG belum memiliki sejumlah kriteria

yang jelas dan cenderung mengandalkan dari sisi kecantikan saja. Pada hal keputusan memilih

SPG juga harus mempertimbangkan kriteria lainnya. Kejadian ini mengakibatkan perusahaan

mengalami penurunan jumlah omzet penjualan, penyebaran produk untuk setiap segmen

masyarakat cenderung menurun, dan seringkali tidak mencapai target penjualan.

  Salah satu upaya penyelesaian persoalan tersebut adalah menerapkan sistem penunjang

keputusan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Metode AHP merupakan

suatu alat pengukuran kualitatif yang mengolah hal yang bersifat kuantitatif. Model ini sangat

mendukung pengukuran kinerja terkait dalam hal penilaian prioritas dari indikator-indikator

kinerja. Keutamaan metode AHP tidak menganut syarat konsistensi mutlak. Menerapkan

konsistensi secara mutlak adalah sangat sulit, karena untuk memecahkan masalah yang sama,

dua orang yang berbeda akan membuat dua hirarki yang berbeda. Metode AHP memiliki 3

(tiga) keuntungan yaitu penerapannya dalam masalah empiris mengarah ke solusi intuitif,

hasilnya tidak mudah dimanipulasi dan dalam masalah keputusan memungkinkan membangun

kepentingan relatif dari sejumlah kriteria [1]. Metode AHP memiliki struktur hirarkis dalam

merepresentasikan tipe hubungan ketergantungan fungsional yang paling sederhana dan

berurutan sehingga mempermudah mendekomposisikan persoalan multikriteria yang kompleks

menjadi elemen-elemen keputusannya. Hirarki bersifat linear dan distrukturkan mulai dari

elemen keputusan yang bersifat umum (misalnya tujuan, objektif, kriteria, dan subkriteria)

sampai ke variabel atau faktor yang paling konkrit dan mudah terkontrol pada level hirarki

terbawah yaitu alternatif keputusan [2].

  Sudah banyak penelitian yang membahas mengenai sistem penunjang keputusan menggunakan metode AHP untuk sejumlah kasus yang berbeda dan hasil penelitian rata-rata memperlihatkan keputusan yang cukup signifikan dalam menyelesaikan setiap persoalan. Metode AHP cukup efektif dalam menyederhanakan dan mempercepat proses serta kualitas hasil pengambilan keputusan yang merupakan satu model yang fleksibel yang memungkinkan pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok untuk membentuk gagasan-gagasan dan membatasi masalah dengan membuat asumsi (dugaan) mereka sendiri dan menghasilkan pemecahan yang diinginkan [3,4,5]. Dalam hal ini sepengetahuan penulis, terdapat sebuah penelitian sebelumnya mengenai keputusan memilih SPG kontrak menjadi karyawan tetap dengan metode penjumlahan terbobot atau SAW (Simple Additive Weighting) [6]. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, dimana yang menjadi tujuan utama untuk mengetahui kriteria apa saja yang harus menjadi dasar pertimbangan bagi pihak manajemen mengambil keputusan memilih karyawan SPG kontrak yang paling tepat sesuai kebutuhan perusahaan. Pembahasan penelitian ini menggunakan perangkat lunak Expert Choice.

2. Metode Penelitian

  Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh pelamar yang sudah memasukan lamarannya menjadi seorang SPG untuk produk rokok dengan studi kasus salah satu distributor rokok GG Mild di Kota Pontianak. Sementara yang menjadi objek penelitian adalah penunjang keputusan melakukan pemilihan karyawan SPG. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian menggunakan teorema centra limit. Untuk jumlah sampel yang digunakan sebagai alternatif dalam penelitian ini berjumlah 3 (tiga) orang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan cara menyebarkan instrumen penelitian berupa kuesioner/angket kepada 3 (tiga) orang pelamar tersebut. Penyebaran kuesioner ini untuk memperoleh informasi mengenai apa saja kriteria yang diperlukan sebagai keputusan dalam memilih seorang SPG.

  Dalam penelitian ini menggunakan metode AHP. Disamping bersifat multikriteria, metode AHP juga didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis. Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu prosedur yang logis dan terstruktur [7]. Penyelesaian persoalan dengan metode AHP memiliki beberapa tahapan, yaitu tahap penguraian (decomposition). Perbandingan berpasangan (pair comparisons), sintesa prioritas (synthesis of priority), dan konsistensi logis (logical consistency) [7]. Metode AHP memberikan langkah-langkah evaluasi baik subjektif dan objektif, menyediakan mekanisme yang berguna untuk memeriksa konsistensi dari evaluasi sehingga mengurangi bias dalam pembuatan keputusan.

  Langkah pertama adalah menguraikan tujuan utama kemudian ke bagian sub tujuan atau dari penilaian yang umum ke yang khusus, dengan urutan hirarki tujuan, kriteria, atau tingkat objektif dan

   alternatif. Setiap set kriteria kemudian akan dibagi lagi menjadi tingkat detil yaang sesuai. Setelah faktor- faktor kriteria diidentifikasi, nilai yang diberikan setiap level berhubungan dengan level diatasnya. Skor relatif untuk setiap pilihan dihitung dalam setiap tingkatan hirarki. Skor ini kemudian disintesis melalui model, menghasilkan skor komposit untuk pilihan masing-masing pada setiap lapisan, serta skor keseluruhan. Penilaian ini relatif dalam setiap tingkat akan menghasilkan skor matriks. Namun hasil penilaian harus konsisten. Untuk itu perlu melalukan uji inkonsistensi agar dapat mengetahui dan mengidentifikasi kemungkinan kesalahan dalam input penilaian data. Sebuah matriks (i,j) dikatakan konsisten jika semua unsur-unsurnya mengikuti transitivitas (Tabel 1) [8].

  Tabel 1. Skala Dasar Urutan Kepentingan Dalam teori matriks dapat diketahui kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pula pada eigenvalue. Caranya dengan mengkombinasikan apa yang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama dari matriks A bernilai satu dan jika A konsisten maka penyimpangan kecil dari aij akan tetap menunjukkan eigenvalue terbesar maks, nilainya akan mendekati n dan eigenvalue sisanya akan mendekati nol. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan Indeks Konsistensi dengan persamaan:

  (1) Nilai CI (Consistency Index) tidak akan berarti seandainya tidak memiliki acuan untuk menyatakan apakah CI menunjukkan suatu matriks yang konsisten. Suatu nilai matriks yang dihasilkan dari sebuah perbandingan secara acak merupakan suatu matriks yang mutlak tidak konsisten. Matriks acak tersebut memberikan nilai CI, yang disebut dengan RI (Random Index). Batas ketidakkonsistenan yang ditetapkan diukur dengan menggunakan CR (Consistency Ratio). Perbandingan CI dengan nilai pembangkit random (RI) akan memberikan suatu nilai acuan untuk menentukan tingkat konsistensi suatu matriks. Nilai RI bergantung pada ordo matrik n (Tabel 2) [8].

  Tabel 2. Nilai Indeks Random Ukuran Matriks 1,2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9

  10

  11

  12 Indeks Random 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,58 .

3. Hasil dan Analisis

  Dalam menganalisa sistem penunjang keputusan dengan metode AHP diawali dengan proses untuk menentukan sejumlah kriteria penting yang berhubungan dengan kebutuhan bagi seorang SPG, khususnya SPG untuk produk rokok. Kriteria untuk seorang SPG produk rokok jelas akan berbeda dengan kriteria SPG untuk produk-produk lain. Berdasarkan hasil analisa dan pengamatan dari berbagai kegiatan penjualan khusus untuk produk rokok yang melibatkan sejumlah SPG dari beberapa perusahaan merepresentasikan sejumlah kriteria penting. Setelah melalui sejumlah proses penelusuran dan penyaringan untuk semua kriteria tersebut diperoleh sejumlah kriteria yang sangat berpengaruh bagi seorang SPG berdasarkan tingkatan prioritas. Sejumlah kriteria tersebut meliputi performance,

  comunicating style, body language, experience, dan knowledge. Performance diukur dari penampilan

  fisik dan cara berpakaian dari calon SPG Rokok. Communicating style harus terpenuhi oleh SPG Rokok karena melalui komunikasi ini akan mampu membangun interaksi antara konsumen dan SPG tersebut. Komunikasi ini diukur dari gaya bicara dan cara berkomunikasi. Body language ini lebih mengarah pada gerak tubuh ketika menawarkan produk rokok. Experience diukur dari pengalaman menjadi seorang karyawan SPG khusus Rokok. Seseorang yang pernah menjadi SPG untuk produk rokok tentunya akan tahu bagaimana untuk menarik perhatian calon pembeli produk tersebut, dan tentunya ditunjang juga dengan knowledge yang berkaitan dengan pengetahuan SPG tersebut tentang product knowledge, dalam hal ini diukur dari seberapa cepat mereka mempelajari informasi dari produk yang akan mereka jual.

  Tahap selanjutnya adalah menyusunan hirarki yaitu dengan menentukan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara keseluruhan pada tingkat teratas. Tingkatan berikutnya terdiri dari kriteria-kriteria untuk menilai atau mempertimbangkan alternatif-alternatif yang ada dan menentukan alternatif-alternatif tersebut. Kriteria dan Alternatif adalah 2 komponen yang sangat penting dalam proses AHP, setiap kriteria dapat memiliki subkriteria dibawahnya dan setiap kriteria dapat memiliki nilai intensitas masing- masing. Kriteria memilih karyawan SPG Rokok adalah performance, comunicating style, body language,

  

experience , dan knowledge. Untuk tingkatan alternatif yang merupakan sampel dalam penelitian ini

  adalah 3 (tiga) orang calon karyawan SPG status kontrak yang telah melalui proses seleksi administrasi sebelumnya. Mereka adalah Ayu Novita, Gita Pratiwi, dan Lila Fitria. Hubungan antara Kriteria dan Alternaif dalam AHP dapat digambarkan sebagai berikut:

PEREKRUTAN SPG ROKOK

  Performance Communicating Style Body Language Experience Knowledge

§ Ayu Novita § Ayu Novita § Ayu Novita § Ayu Novita § Ayu Novita

§ Gita Pratiwi § Gita Pratiwi § Gita Pratiwi § Gita Pratiwi § Gita Pratiwi

§ Lila Fitria § Lila Fitria § Lila Fitria § Lila Fitria § Lila Fitria

  Gambar 1. Hubungan antara Kriteria dan Alternatif dalam AHP Pada tahap ini, matriks perbandingan berpasangan akan dibentuk untuk membandingkan tingat kepentingan dari suatu kriteria dengan cara membandingkan kriteria yang satu dengan kriteria yang lain, dan perbandingan alternatif dari masing-masing kriteria. Kriteria yang dinilai adalah performance,

  

comunicating style, body language, experience, dan knowledge. Untuk menilai perbandingan tingkat

  kepentingan kriteria tersebut dilakukan melalui pembagian kuesioner/angket kepada manajer dan staf penjualan/pemasaran dari GG Mild Pontianak. Berikut ini memperlihatkan hasil perbandingan tingkat kepentingan kriteria untuk melakukan proses pemilihan karyawan SPG rokok yang paling baik dan memenuhi semua kriteria tersebut (Tabel 3).

  Tabel 3. Perbandingan Tingkat Kepentingan Kriteria

  KRITERIA P C B E K Performance (P)

  1.00

  2.00

  4.00

  3.00

  5.00 Comunicating Style (C)

  0.50

  1.00

  0.33

  2.00

  3.00 Body Language (B)

  0.25

  3.00

  1.00

  3.00

  5.00 Experience (E)

  0.33

  0.50

  0.33

  1.00

  3.00 Knowledge (K)

  0.20

  0.33

  0.20

  0.33

  1.00 Selain melakukan perbandingan kriteria, matriks perbandingan berpasangan juga dibuat untuk membandingkan alternatif dengan masing-masing kriteria yang telah ditetapkan. Alternatif calon

   karyawan SPG Rokok terdiri dari Ayu Novita, Gita Pratiwi, dan Lila Fitria. Berikut merupakan semua hasil perbandingan alternatif untuk masing-masing kriteria yang telah ditetapkan (Tabel 4 s/d Tabel 8).

  5.00

  0.32

  0.68

  0.29

  0.44

  KRITERIA P C B E K Performance (P)

  Tabel 9. Normalisasi Matriks Kriteria

  1.00 Tahap berikutnya melakukan proses normalisasi matriks. Nomalisasi matriks dilakukan dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. Berikut merupakan hasil normalisasi matriks kriteria dan alternatif (Tabel 9 dan Tabel 10).

  2.00

  0.22

  0.20 LILA FITRIA

  1.00

  0.25

  0.50 GITA PRATIWI

  4.00

  1.00

  

ALTERNATIF AYU NOVITA GITA PRATIWI LILA FITRIA

AYU NOVITA

  0.29 Comunicating Style (C)

  0.15

  0.33

  0.07

  0.04

  0.03

  0.05

  0.09

  0.18 Knowledge (K)

  0.11

  0.06

  0.15

  0.06

  0.29 Experience (E)

  0.32

  0.17

  0.44

  0.11

  0.18 Body Language (B)

  0.21

  1.00 Tabel 8. Perbandingan Alternatif Terhadap Kriteria Knowledge

  0.20

  Tabel 4. Perbandingan Alternatif Terhadap Kriteria Performance

  0.20

  1.00

  0.20

  2.00 GITA PRATIWI

  5.00

  1.00

  

ALTERNATIF AYU NOVITA GITA PRATIWI LILA FITRIA

AYU NOVITA

  1.00 Tabel 5. Perbandingan Alternatif Terhadap Kriteria Communicating Style

  0.33

  0.50

  5.00 LILA FITRIA

  1.00

  3.00

  3.00 GITA PRATIWI

  0.33

  1.00

  

ALTERNATIF AYU NOVITA GITA PRATIWI LILA FITRIA

AYU NOVITA

  0.33 LILA FITRIA

  3.00

  3.00 LILA FITRIA

  3.00

  1.00

  0.33

  5.00 GITA PRATIWI

  3.00

  1.00

  

ALTERNATIF AYU NOVITA GITA PRATIWI LILA FITRIA

AYU NOVITA

  1.00 Tabel 7. Perbandingan Alternatif Terhadap Kriteria Experience

  5.00

  1.00 Tabel 6. Perbandingan Alternatif Terhadap Kriteria Body Language

  0.33 LILA FITRIA

  1.00

  3.00

  0.20 GITA PRATIWI

  0.33

  1.00

  

ALTERNATIF AYU NOVITA GITA PRATIWI LILA FITRIA

AYU NOVITA

  0.06 Tabel 10. Normalisasi Matriks Alternatif Terhadap Kriteria

COMMUNIC PERFORMAN BODY ATING EXPERIENCE KNOWLEGE CE LANGUAGE ALTERNATIF STYLE A1 A2 A3 A1 A2 A3 A1 A2 A3 A1 A2 A3 A1 A2 A3

  0.2

  0.2

  0.3

  0.5

  0.5

  0.6

  0.1

  0.0

  0.1

  0.6

  0.6

  0.5

  0.3

  0.4

  0.2 AYU NOVITA

  3

  2

  3

  9

  6

  1

  8

  3

  5

  9

  6

  1

  9 GITA

  PRATIWI

  0.6

  0.6

  0.5

  0.1

  0.1

  0.1

  0.3

  0.2

  0.2

  0.2

  0.2

  0.3

  0.0

  0.1

  0.1

  (A

  9

  5

  6

  2

  1

  3

  3

  2

  2

  3

  3

  8

  2

  2)

  0.0

  0.1

  0.1

  0.2

  0.3

  0.3

  0.5

  0.6

  0.6

  0.1

  0.0

  0.1

  0.6

  0.5

  0.5 LILA FITRIA

  8

  3

  1

  9

  3

  6

  9

  5

  3

  8

  1

  2

  9 Tahap berikutnya adalah menghirung nilai eigen vector. Nilai ini merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini dilakukan dengan menghitung rata-rata dari setiap baris kriteria dan alternatif (Tabel 11).

  Tabel 11. Nilai Eigen Kriteria dan Alternatif

EIGEN EIGEN VALUE ALTERNATIF

  VALUE KRITERIA KRITERI A1 A2 A3 A Performance

  0.41

  0.26

  0.63

  0.11 Comunicating Style

  0.16

  0.58

  0.11

  0.31 Body Language

  0.27

  0.11

  0.26

  0.63 Experience

  0.11

  0.63

  0.26

  0.11 Knowledge

  0.05

  0.33

  0.10

  0.57 Penentuan TPV (Total Priority Value) untuk proses penarikan karyawan SPG Rokok pada GG Mild Pontianak dilakukan dengan cara menampilkan matriks bobot alternatif dan kriteria dimana kolomnya diisi dengan nilai eigen dari setiap alternatif terhadap kriteria dan nilai eigen dari kriteria yang telah dihitung sebelumnya. Langkah berikutnya yaitu menghitung total skor untuk prioritas solusi dari alternatif pilihan SPG Rokok dengan cara mengalikan matrik nilai eigen dari alternatif dengan nilai eigen dari kriteria kemudian ditotalkan setiap barisnya. Berikut ini adalah hasil perkalian nilai eigen alternatif dengan kriteria (Tabel 12).

  Tabel 12. Matriks Hasil Perkalian Nilai Eigen Alternatif dengan Kriteria

  COMMUN BODY PERFORM EXPERIE KNOWLE ALT / KRI

  ICATING LANGUAG CHOICE ANCE NCE GE STYLE E AYU NOVITA

  0.11

  0.09

  0.03

  0.07

  0.02

  0.32 GITA

  0.26

  0.02

  0.07

  0.03

  0.01

  0.38 PRATIWI LILA FITRIA

  0.04

  0.05

  0.17

  0.01

  0.03

  0.30 Berdasarkan perhitungan perkalian alterntif dan kriteria (tabel 12), calon SPG Gita Pratiwi dapat

  direkomendasikan untuk terpilih menjadi SPG Rokok di GG Mild Pontianak karena memiliki nilai paling tinggi yaitu 0.38 (38%), diurutan kedua adalah Ayu Novita dengan nilai 0.32 (32%), dan yang terakhir adalah Lila Fitria dengan nilai 0.30 (30%). Selanjutnya adalah melakukan proses pengujian konsistensi dilakukan untuk melihat apakah hasil perbandingan yang diisikan sesuai dan valid dalam dunia nyata. Nilai Konsistensi rasio harus kurang dari 10% untuk matriks dengan ukuran 6x6, dan kurang dari 5% untuk ukuran matriks 3x3. Jika lebih dari rasio dari batas tersebut maka nilai perbandingan nilai bobot matriks harus dilakukan kembali. Indikator terhadap konsistensi diukur melalui perhitungan consistency

  

ratio (CR) dimana CR = CI (consistency index) / RI (random indeks). Random Indeks didapat dari nilai

  yang sudah ditetapkan oleh metode AHP, dimana untuk nilai RI untuk 5 kriteria adalah 1,12 dan nilai RI untuk 3 alternatif adalah 0,58 (Tabel 13).

   Tabel 13. Pengukuran Konsistensi Kriteria

  SUMMA KRITERIA P C B E K TOTAL RY Performance (P)

  0.41

  0.33

  1.07

  0.34

  0.27

  2.40

  5.91 Comunicating Style

  0.20

  0.16

  0.09

  0.22

  0.16

  0.84

  5.15 (C) Body Language (B)

  0.10

  0.49

  0.27

  0.34

  0.27

  1.46

  5.46 Experience (E)

  0.14

  0.08

  0.09

  0.11

  0.16

  0.58

  5.15 Knowledge (K)

  0.08

  0.05

  0.05

  0.04

  0.05

  0.28

  5.26 Total

  26.94

  λ Max

  5.39 Consistency Index (CI) Consistency Ratio (CR)

  CI = ( λ Max - n) / (n – 1) CR = CI / RI (Random Index) CR = 0.097 / 1.12

  CI = (5.39 – 5) / (5 – 1) CI = 0.097 CR = 0.086 (8.65%)

  CR <10% ACCEPTABLE

  Tabel 14. Pengukuran Konsistensi Alternatif Terhadap Kriteria

ALTERNATIF CI RI CR

  λ Max

  Performance 3.039 0.019 0.580 0.033 Comunicating

  3.004 0.002 0.580 0.003

  Style Body Language 3.039 0.019 0.580 0.033 Experience 3.039 0.019 0.580 0.033 Knowledge 3.025 0.012 0.580 0.021

  Perhitungan nilai konsistensi rasio dari kriteria dan alternatif yang ditampilkan tabel 13 dan tabel 14 menunjukan bahwa konsistensi dapat diterima karena nilai konsistensi rasio untuk kriteria adalah 8.65%, nilai tersebut tidak melebihi 10% (untuk matriks dengan ukuran 5x5) sehingga hasil perbandingan yang diisi adalah valid, begitu pula untuk pengukuran konsistensi alternatif, konsistensi rasio yang dihasilkan semuanya dinyatakan valid, karena untuk matriks ukuran 3x3 konsistensi rasio tidak boleh melebihi 5%. Perhitungan melalui perangkat lunak Expert choice diawali dengan memecah permasalahan pengambilan keputusan yang kompleks ke dalam struktur bertingkat (hierarchy structure). Dalam hal ini dapat digunakan elemen-elemen berikut: sasaran (goal) atau sub-sasaran keseluruhan yang akan dicapai (kriteria dan alternatif) (Gambar 2).

  Setelah selesai dengan pembuatan kriteria dan alternatif maka langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi dari elemen-elemen dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan. Matriks perbandingan berpasangan digunakan untuk membandingkan suatu tingkat kepentingan dua alternatif dengan melihat tanggapan dari kriteria. Melalui pemodelan ini diperlukan suatu tingkat perbandingan dengan tingkat kepentingan dari elemen lainnya. Langkah ini dapat dilakukan dengan mengklik salah satu node kriteria, kemudian klik “Assesment” dan pilih “Pairwise”. Setiap node dari pairwise comparison akan menampilkan suatu tampilan dan ini dilakukan untuk semua elemen. Sedangkan “calculate” digunakan untuk menghitung keputusan dibawah node yang terpilih, dan hasilnya merupakan “Inconsistency Ratio” yang nilainya harus dibawah 0.1 (Gambar 3). Untuk tahap Pairwise comparison juga digunakan untuk membandingan alternatif terhadap semua kriteria, yang dilakukan dengan cara memilih kriteria dan mengisikan nilai perbandingannya, setelah diisi maka akan dihasilan nilai eigen dan nilai inconsistency ratio dimana nilainya harus dibawah 0.05 untuk 3 alternatif (Gambar 4 s/d Gambar 8).

  Tahap selanjutnya memadukan prioritas dari semua hierarki untuk menghitung prioritas akhir dari alternatif-alternatif. Hasil perhitungan nilai total prioritas dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice tidak berbeda dengan perhitungan AHP yang dilakukan secara manual, yaitu rekomendasi SPG Rokok yang diterima adalah Gita Pratiwi dengan nilai 0.386 yang merupakan nilai tertinggi dibandingkan alternatif lainnya. Berikut ini merupakan hasil rekapitulasi bobot kriteria dan alternatif (Gambar 9).

  Perangkat lunak Expert Choice menyediakan fasilitas analisis sensitifitas yang digunakan untuk meneliti seberapa sensitif urutan-urutan alternatif-alternatif yang akan merubah kepentingan kriteria. Hasil perhitungan dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice dapat menawarkan lima mode untuk menggambarkan analisis sensitifitas yaitu: performance, dynamic, gradient, two-dimensional, and

  difference (Gambar 10).

  Gambar 2. Pembentukan Goal, Kriteria, dan Alternatif dengan Expert Choice Gambar 3. Matriks Perbandingan Kriteria

  Gambar 4. Matriks Perbandingan Alternatif Terhadap Kriteria Performance Gambar 5. Matriks Perbandingan Alternatif Terhadap Kriteria Communicating Style

  Gambar 6. Matriks Perbandingan Alternatif Terhadap Kriteria Body Language

   Gambar 7. Matriks Perbandingan Alternatif Terhadap Kriteria Experience Gambar 8. Matriks Perbandingan Alternatif Terhadap Kriteria Knowledge

  Gambar 9. Synthesis from Goal Gambar 10. Analisis Sensitifitas

4. Kesimpulan

  Sejumlah kriteria untuk proses pembuatan keputusan dalam memilih karyawan SPG untuk produk rokok yang telah ditetapkan adalah performance, comunicating style, body language, experience, dan knowledge. Sementara alternatif yang dijadikan sampel penelitian ini adalah 3 (tiga) orang calon SPG untuk produk rokok yang telah lolos seleksi administrasi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode AHP untuk menentukan urutan tingkat kepentingan dalam kriteria menghasilkan performance sebagai kriteria terpenting dengan nilai 41%, diikuti dengan body language 27%, communicating style 16%,

  

experience 11%, dan knowledge 5%. Kemudian berdasarkan perhitungan alternatif SPG produk rokok

  yang direkomendasikan untuk bekerja pada GG Mild Pontianak adalah SPG Gita Pratiwi karena yang bersangkutan memiliki nilai paling tinggi dengan nilai 38%, diurutan kedua adalah Ayu Novita dengan nilai 32%, dan urutan yang terakhir adalah Lila Fitria dengan nilai 30%.

  Untuk penelitian selanjutnya dapat menambahkan lebih banyak alternatif dan tidak terbatas hanya dengan jumlah alternatif tertentu dan dapat mengembangkan kriteria menjadi sejumlah sub-kriteria dan sub-alternatif agar hasil dalam menentukan tingkat prioritas akan menjadi lebih maksimal.

  Daftar Pustaka

  [1] Sharda, Ramesh., Delen, Dursun., Turban, Efraim., 2014, Business Intelligence and Analytics: Systems for Decision Support, Tenth Edition, Prentice-Hall, Inc.

  [2] Sauter, Vicki L., 2011, Decision Support Systems for Business Intelligence, Second Edition, John Wiley & Sons, Inc.

  [3] Monita, Dita., 2013, Sistem Pendukung Keputusan Penerima Bantuan Langsung Tunai Dengan

  Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process, Jurnal Pelita Informatika Budi Darma, Vol III, No 2, April 2013, hal 29-36. [4]

  Fitriyani, Sistem Pendukung Keputusan Penjurusan SMA Menggunakan Metode AHP, Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan 2012 (Semantik 2012), Semarang 23 Juni 2012, hal 601-605.

  [5] Rijayana, Iwan., Okirindho, Lirien., 2012, Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Karyawan

  Berprestasi Berdasarkan Kinerja Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process, Seminar Nasional Informatika 2012 (semnasIF 2012), UPN ”Veteran” Yogyakarta, 30 Juni 2012, hal C48- C53.

  [6] Hartoyo, Rudi., 2013, Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Menentukan Status Karyawan

  Kontrak Sales Promotion Girl Menjadi Karyawan Tetap Dengan Metode Simple Additive Weighting, Jurnal Pelita Informatika Budi Darma, Vol IV, No 3, Agustus 2013, hal 59-64. [7]

  Saaty, Thomas L., 2012, Decision Making For Leaders: The Analytic Hierarchy Process for Decisions in a Complex World, Third Revised Edition, RWS Publications. [8]

  Saaty, Thomas L., 2000, Fundamentals of Decision Making and Priority Theory With the Analytic Hierarchy Process (Analytic Hierarchy Process Series, Vol. 6), First Edition, RWS Publications.