Memahami mutasi Teori Interaksi Simbolik

TEORI INTERAKSI SIMBOLIK
Makalah ini diajukan untuk memenuhi mata kuliah Teori Komunikasi

Dosen Pembimbing :
Drs. A. M. Moefad, SH., M.Si

Disusun Oleh :

1. Hilda Faiza I
2. Siti Ummul Latifah
3. Danus Ardiansah

(B06210001)
(B06210002)
(B06210003)

Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Dakwah
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
April 2011


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Teori Interaksi Simbolik.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan
sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini penulis
mengucapkan ribuan terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala bantuan
dari semua pihak mudah – mudahan mendapat amal baik yang diberikan oleh
Allah SWT.

Surabaya, April 2011

Penyusun

I

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

................................................................................................. I

Daftar Isi ............................................................................................................... II
BAB I

:

PENDAHULUAN ………………..………………………. .. 1
A. Latar Belakang …………………………...……………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………….. 2

BAB II


:

PEMBAHASAN ………………………………...…...……... 3
A. Sejarah Teori Interaksi Simbolik …………………………. 3
B. Tema dan Asumsi Teori ………………………………….. 6
C. Konsep Teori ……………………………………………… 8

BAB III

:

PENUTUP ……...………………….………………………. 12
A. Kesimpulan ………………………………………......… 12
B. Saran ……………………………………………..……... 13

Daftar Pustaka …………………………………………………..……………..

II


BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Salah satu kebutuhan manusia, seperti dikatakan Susanne K. Langer,

adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Manusia memang satusatunya hewan yang menggunakan lambang, dan itulah yang membedakan
manusia dengan makhluk lainnya. Ernest Cassier mengatakan bahwa keunggulan
manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal
symbolicium.
Orang bergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikan pada
orang, benda, dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang
digunakan orang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan
dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk
mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang
lainnya dalam sebuah komunitas.
Interaksi

simbolik


didasarkan

pada

ide-ide

mengenai

diri

dan

hubungannya dengan masyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara
luas, akan dijelaskan secara detail tema-tema teori ini dan dalam prosesnya,
dijelaskan pula kerangka asumsi teori ini.
Inti pandangan pendekatan ini adalah individu. Para ahli di belakang
perspektif ini mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting
dalam konsep sosiologi. Mereka melihat bahwa individu adalah obyek yang bisa
secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang

lain.
Dalam perspektif ini dikenal nama sosiolog George Herbert Mead (18631931 yang memusatkan perhatiannya pada interaksi antara individu 1 dan
kelompok. Mereka menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi
dengan menggunakan simbol-simbol, yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat
dan kata-kata.

B.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dalam

makalah ini akan membahas tiga pokok permasalahan diantaranya adalah :
1. Sejarah Teori Interaksi Simbolik
a. Generasi George Harbert Mead
b. Generasi Pasca George Harbert Mead
2. Thema dan Asumsi Teori Interaksi Simbolik
3. Konsep Teori Interaksi Simbolik

2


BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Teori Interaksi Simbolik
1.

Generasi George Harbert Mead (1863-1931)
Sejarah Teori Interaksi Simbolik tidak bisa dilepaskan dari pemikiran

George Harbert Mead (1863-1931). Mead dilahirkan di Hadley, satu kota kecil di
Massachusetts. Karir Mead berawal saat beliau menjadi seorang professor di
kampus Oberlin, Ohio, kemudian Mead berpindah pindah mengajar dari satu
kampus ke kampus lain, sampai akhirnya saat beliau di undang untuk pindah dari
Universitas Michigan ke Universitas Chicago oleh John Dewey. Di Chicago inilah
Mead sebagai seseorang yang memiliki pemikiran yang original dan membuat
catatan kontribusi kepada ilmu sosial dengan meluncurkan The Theoretical
Perspective. yang pada perkembangannya nanti menjadi cikal bakal Teori
Interaksi Simbolik, dan sepanjang tahunnya, Mead dikenal sebagai ahli sosial
psikologi untuk ilmu sosiologis. Mead menetap di Chicago selama 37 tahun,
sampai beliau meninggal dunia pada tahun 1931 (Rogers. 1994: 166).
Semasa hidupnya Mead memainkan peranan penting dalam membangun

perspektif dari Mahzab Chicago, dimana memfokuskan dalam memahami suatu
interaksi perilaku sosial, maka aspek internal juga perlu untuk dikaji (WestTurner. 2008: 97). Mead tertarik pada interaksi, dimana isyarat non verbal atau
symbol dan makna dari suatu pesan verbal, akan mempengaruhi pikiran orang
yang sedang berinteraksi.
Lambang atau symbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk
sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi
kata-kata (pesan verbal), perilaku non-verbal, dan objek yang maknanya
disepakati bersama.1
2.

Generasi Pasca George Harbert Mead
1

Mulyana, Dedi. 2009. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya. Hal. 92

3

Generasi setelah Mead merupakan awal perkembangan interaksi simbolik,
dimana pada saat itu dasar pemikiran Mead terpecah menjadi dua Mahzab
(School), dimana kedua mahzab tersebut berbeda dalam hal metodologi, yaitu (1)

Mahzab Chicago (Chicago School) yang dipelopori oleh Herbert Blumer, dan (2)
Mahzab Iowa (Iowa School) yang dipelopori oleh Manfred Kuhn dan Kimball
Young (Rogers. 1994: 171).
Mahzab Chicago ini dipelopori oleh Herbert Blumer. Herbert Blummer,
ditahun 1937, dalam artikel yang berjudul “Social Psychology”, menyebut
“interaksi simbolik” untuk menujukkan suatu pendekatan yang telah dipaparkan
oleh beberapa pemikir misalnya, Charles H, Cooley, W.1. Thomas, Robert E.
Park, E.W. Burgess, Florian Znaniecki, William James, John Dewey dan George
Herbert Mead.2
Blumer melanjutkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mead. Blumer
melakukan pendekatan kualitatif, dimana meyakini bahwa studi tentang manusia
tidak bisa disamakan dengan studi terhadap benda mati, dan para pemikir yang
ada di dalam mahzab Chicago banyak melakukan pendekatan interpretif
berdasarkan rintisan pikiran George Harbert Mead (Ardianto. 2007: 135). Blumer
beranggapan peneliti perlu meletakkan empatinya dengan pokok materi yang akan
dikaji, berusaha memasuki pengalaman objek yang diteliti, dan berusaha untuk
memahami nilai-nilai yang dimiliki dari tiap individu. Pendekatan ilmiah dari
Mahzab Chicago menekankan pada riwayat hidup, studi kasus, buku harian
(Diary), autobiografi, surat, interview tidak langsung, dan wawancara tidak
terstruktur (Wibowo. 2007).

Interaksi Simbolik, kata Blummer, merujuk pada karakter interaksi khusus
yang berlangsung antar manusia. Aktor tidak semata-mata bereaksi terhadap
tindakan yang lain tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan
orang lain. Respon aktor baik secara langsung maupun tidak selalu didasarkan
atas penilain makna tersebut. Oleh karenanya, interkasi manusia dijembatani oleh
2
. Zeitlin. Irving M. 1998. Memahami Kembali Sosiologi. Kritik terhadap teori Sosiologi
Kontemporer. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal 331.

4

penggunaan simbol-simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan
orang lain. 3
Sebuah objek menjadi sebuah simbol tatkala simbol itu berdasarkan
konvensi dan penggunaan, maknanya mampu untuk menunjuk sesuatu yang lain.4
Mahzab Iowa dipelopori oleh Manford kuhn dan mahasiswanya (19501960an). Kuhn yakin bahwa konsep interaksi simbolik dapat dioprasionalisasi,
dikuantifikasi, dan diuji. Mahzab ini mengembangkan beberapa cara pandang
yang baru mengenai konsep diri (West-Turner. 2008: 97-98). Kuhn berusaha
mempertahankan prinsip-prinsip dasar kaum interaksionis, dimana Kuhn
mengambil dua langkah cara pandang baru yang tidak terdapat pada teori

sebelumnya, yaitu: (1) memperjelas konsep diri menjadi bentuk yang lebih
kongkrit; (2) untuk mewujudkan hal yang pertama maka beliau menggunakan
riset kuantitatif, yang pada akhirnya mengarah pada analisis mikroskopis
(LittleJohn. 2005: 279).
Pada tahap ini terlihat jelas perbedaan antara Mahzab Chicago dengan
Mahzab Iowa, karena hasil kerja Kuhn dan teman-temannya menjadi sangat
berbeda jauh dari aliran interaksionisme simbolik. Kelemahan metode Kuhn ini
dianggap tidak memadai untuk menyelidiki tingkah laku berdasarkan proses, yang
merupakan elemen penting dalam interaksi. Akibatnya, sekelompok pengikut
Kuhn beralih dan membuat Mahzab Iowa baru.
Mahzab Iowa baru dipelopori oleh Carl Couch, dimana pendekatan yang
dilakukan mengenai suatu studi tentang interaksi struktur tingkah laku yang
terkoordinir, dengan menggunakan sederetan peristiwa yang direkam dengan
rekaman video (video tape). Inti dari Mahzab ini dalam melaksanakan penelitian,
melihat bagaimana interaksi dimulai (openings) dan berakhir (closings), yang
kemudian

melihat

bagaimana

perbedaan

diselesaikan,

dan

bagaimana

konsekuensi-konsekuensi yang tidak terantisipasi yang telah menghambat
pencapaian tujuan-tujuan interaksi dapat dijelaskan. Satu catatan kecil bahwa

3

. Ibid. Hal. 332.
Fiske, John. 2006. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar paling komprehensif..
Yogyakarta dan Bandung : Jalasutra. Hal. 126.
4

5

prinsip-prinsip yang terisolasi ini, dapat menjadi dasar bagi sebuah teori interaksi
simbolik yang terkekang di masa depan (LittleJohn. 2005: 283)
B. Tema dan Asumsi Teori Interaksi Simbolik
Ralph LoRossa dan Donald C. Reitzes (1993) telah mempelajari Teori
Interaksi Simbolik yang berhubungan dengan kajian mengenai keluarga. Mereka
mengatakan bahwa tujuh asumsi mendasar SI (Social Interaction Theory) dan
bahwa asumsi-asumsi ini memperlihatkan tiga tema besar :
o Pentingnya makna bagi perilaku manusia
o Pentingnya konsep mengenai diri
o Hubungan antara individu dengan masyarakat
1.

Pentingnya makna bagi perilaku manusia
Teori Interaksi Simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna

melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat intrinsik terhadap apapun.
Dibutuhkan konstrulsi interpretif di antara orang-orang untuk menciptakan
makna. Bahkan, tujuan dari interaksi menurut SI adalah untuk menciptakan
makna yang sama. Hal ini penting, karena tanpa makna yang sama berkomunikasi
akan menjadi sangat sulit. Menurut LaRossa dan Reitzes, tema ini mendukung
tiga asumsi SI yang di ambil dari karya Herbert Blumer (1969). Asumsi-asumsi
ini adalah :
o

Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna
yang diberikan orang lain pada mereka. Asumsi ini menjelaskan
perilaku sebagai suatu rangkaian pemikiran dan perilaku yang dilakukan
secara sadar antar rangsangan dan respons orang berkaitan dengan
rangsangan tersebut.
6

o

Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia. Mead menekankan
dasar intersubjektif dari makna. Makna dapat ada, menurut Mead, hanya
ketika orang-orang memiliki interpretasi yang sama mengenai symbol
yang mereka pertukarkan dalam interaksi.

o

Makna dimodifikasi melalui proses interpretif. Blumer menyatakan
bahwa proses interpretif ini memiliki dua langkah. Pertama, para pelaku
menentukan benda-benda yang mempunyai makna. Langkah kedua
melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek, dan melakukan
transformasi makna di dalam konteks di mana mereka berada.

2.

Pentingnya konsep diri
Tema kedua pada SI berfokus pada pentingnya konsep diri (self concept),

atau seperangkat persepsi yang relatif stabil yang dipercaya orang mengenai
dirinya sendiri. SI, sangat tertarik dengan cara orang mengembangkan kosep diri.
SI menggambarkan individu dengan diri yang aktif, didasarkan pada interaksi
sosial dengan orang lainnya. Tema ini memiliki dua asumsi tambahan, menurut
LaRossa Reitzes (1993).
o

Individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan
orang lain. Asumsi ini menyatakan bahwa membangun perasaan akan
diri (sense of self) tidak selamanya melalui kontak dengan orang lain.
Orang-orang tidak lahir dengan konsep diri, mereka belajar tentang diri
mereka melalui interaksi.

o

Konsep diri memberikan motif penting untuk perilaku. Proses ini
sering kali dikatakan sebagai prediksi pemenuhan diri (self-fulfilling
prophecy), atau pengharapan akan diri yang menyebabkan seseorang
untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga harapannya terwujud.
7

3.

Hubungan antara individu dan masyarakat
Tema yang terakhir berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu

dan batasan sosial. Mead dan Blumer mengambil posisi yang netral untuk
pernyataan ini. Mereka mencoba untuk menjelaskan baik mengenai keteraturan
dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema
ini adalah sebagai berikut:


Orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses sosial dan budaya.
Asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku
individu.



Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.

Asumsi ini

menengahi posisi yang di ambil oleh asumsi sebelumnya. SI
mempertanyakan pandangan bahwa struktur sosial tidak berubah serta
mengakui bahwa individu dapat memodifikasi situasi sosial.

C.

Konsep Teori Interaksi Simbolik (Mind-Self-Society)
8

Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) interaksi simbolik
pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana
manusia, bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana
cara dunia membentuk perilaku manusia. Interaksi simbolik ada karena ide-ide
dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind)
mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan
bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah
masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap.
 Pikiran (mind)
Mead mendefinisikan pikiran

(mind) sebagai kemampuan untuk

menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dan
Mead percaya bahwa manusia harus mengembangkan pikiran melalui
interaksi dengan orang lain. Mead menyatakan bahwa esensi pemikiran
merupakan perbincangan pengalaman isyarat makna yang terinternalisir di
mana kita juga dapat melakukannya atas dasar eksternal, yakni pengaruh
dari orang lain.5
 Kedirian (self)
Menurut Mead, kedirian itu merupakan suatu entitas sosial yang berbeda
dengan organisme fisik, meskipun kedirian itu tidak akan muncul kecuali
melalui organisme fisik tersebut. Kedirian itu muncul dalam konteks
pengalaman dan interaksi sosial secara spesifik, dan ia akan terus
berkembang berhubungan dengan proses sosial dan berhubungan dengan
individu yang ada didalamnya. Seringkali kedirian itu menjadi objek bagi
dirinya sendiri dan juga menjadi pusat bagi seluruh bentuk-bentuk
pengalaman yang telah diorganisir.6
 Masyarakat (society)
5
Zeitlin. Irving M. 1998. Memahami Kembali Sosiologi. Kritik terhadap teori Sosiologi
Kontemporer. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal 340.
6
Ibid. hal. 347.

9

Individu-individu lahir dalam konteks sosial yang sudah ada. Mead
mendefinisikan masyarakat (society) sebagai jejaring hubungan sosial
yang diciptakan oleh manusia. Individu-individu terlibat di dalam
masyarakat keterhubungan yang mereka pilih secara aktif dan sukarela.
Jadi masyarakat menggambarkan keterhubungan beberapa perangkat
perilaku yang terus disesuaikan oleh individu-individu. Masyarakat ada
sebelum individu tetapi juga diciptakan dan dibentuk oleh individu,
dengan melakukan sejalan dengan orang lainnya (Forte, 2004).
Kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang
membangun, memelihara serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu,
termasuk dalam hal bahasa dan simbol. Fokus pengamatannya tidak
terhadap struktur saja, tetapi tentang bagaimana bahasa digunakan untuk
membentuk struktur sosial serta bagaimana bahasa dan simbol-simbol
lainnya direproduksi, dipelihara, serta diubah dalam penggunaannya.7

BAB III
PENUTUP
7

Bungin, H.M Burhan. Sosiologi Komunikasi. Teori paradigma, dan diskursus teknologi komunikasi di
Masyarakat. Jakarta : Prenada Media Group. Hal. 250.

10

A.

Kesimpulan
Sejarah Teori Interaksi Simbolik tidak bisa dilepaskan dari pemikiran

George Harbert Mead (1863-1931). Mead dilahirkan di Hadley, satu kota kecil di
Massachusetts. Karir Mead berawal saat beliau menjadi seorang professor di
kampus Oberlin, Ohio, kemudian Mead berpindah pindah mengajar dari satu
kampus ke kampus lain, sampai akhirnya saat beliau di undang untuk pindah dari
Universitas Michigan ke Universitas Chicago oleh John Dewey.
Generasi setelah Mead merupakan awal perkembangan interaksi simbolik,
dimana pada saat itu dasar pemikiran Mead terpecah menjadi dua Mahzab
(School), dimana kedua mahzab tersebut berbeda dalam hal metodologi, yaitu (1)
Mahzab Chicago (Chicago School) yang dipelopori oleh Herbert Blumer, dan (2)
Mahzab Iowa (Iowa School) yang dipelopori oleh Manfred Kuhn dan Kimball
Young (Rogers. 1994: 171).
Mahzab Chicago yang dipelopori oleh Herbert Blumer. Blumer
melanjutkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mead. Blumer melakukan
pendekatan kualitatif, dimana meyakini bahwa studi tentang manusia tidak bisa
disamakan dengan studi terhadap benda mati, dan para pemikir yang ada di dalam
mahzab Chicago banyak melakukan pendekatan interpretif berdasarkan rintisan
pikiran George Harbert Mead.
Mahzab Iowa dipelopori oleh Manford kuhn dan mahasiswanya (19501960an). Kuhn yakin bahwa konsep interaksi simbolik dapat dioprasionalisasi,
dikuantifikasi, dan diuji. Mahzab ini mengembangkan beberapa cara pandang
yang baru mengenai konsep diri.
Mahzab Iowa baru dipelopori oleh Carl Couch, dimana pendekatan yang
dilakukan mengenai suatu studi tentang interaksi struktur tingkah laku yang
terkoordinir, dengan menggunakan sederetan peristiwa yang direkam dengan
rekaman video (video tape).
Ralph LoRossa dan Donald C.Reitzes (1993) telah mempelajari Teori
11
Interaksi Simbolik yang berhubungan dengan kajian mengenai keluarga. Mereka

mengatakan bahwa tujuh asumsi mendasar SI (Social Interaction Theory) dan
bahwa asumsi-asumsi ini memperlihatkan tiga tema besar :
o Pentingnya makna bagi perilaku manusia
o Pentingnya konsep mengenai diri
o Hubungan antara individu dengan masyarakat.
Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) interaksi simbolik
pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana
manusia, bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana
cara dunia membentuk perilaku manusia. Interaksi simbolik ada karena ide-ide
dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind)
mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan
bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah
masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap.

DAFTAR PUSTAKA

12

13

Bungin, H.M Burhan. Sosiologi Komunikasi. Teori paradigma, dan diskursus
teknologi komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Prenada Media Group.
Fiske, John. 2006. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar paling
komprehensif.. Yogyakarta dan Bandung : Jalasutra.
Mulyana, Dedi. 2009. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
West, Richard dan Lynn H. Turner. 2009. Pengantar Teori Komunikasi. Jakarta :
Salemba Humanika.
Zeitlin. Irving M. 1998. Memahami Kembali Sosiologi. Kritik terhadap teori
Sosiologi Kontemporer. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.