PENERAPAN SANKSI TERHADAP PERBUATAN MANANGKA (DELIK PENCURIAN) DALAM HUKUM ADAT TO PEKUREHUA DI DESA MAHOLO KABUPATEN POSO
PENERAPAN SANKSI TERHADAP PERBUATAN
MANANGKA (DELIK PENCURIAN) DALAM HUKUM ADAT
TO PEKUREHUA DI DESA MAHOLO KABUPATEN POSO
RIZKI MUH. AMIN
JUBAIR
HAMDAN HI. RAMPADIO
Abstrak
Masyarakat hukum adat di kepulauan Indonesia mempunyai latar belakang
sejarah serta kebudayaan yang sudah sangat tua dan jauh lebih tua dari
terbentuknya kerajaan ataupun negara. Secara historis, warga masyarakat hukum
adat di Indonesia serta etnik yang melingkupinya, sesungguhnya merupakan
migran dari kawasan lainnya di Asia Tenggara. Secara kultural mereka termasuk
dalam kawasan budaya Austronesia, yaitu budaya petani sawah, dengan tatanan
masyarakat serta hak kepemilikan yang ditata secara kolektif, khususnya hak
kepemilikan atas tanah ulayat. Dalam kehidupan politik, beberapa etnik berhasil
mendominasi etnik lain beserta wilayahnya, dan membentuk kerajaan-kerajaan
Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat dan tradisional, atau kelompok suku. hak
- – haknya mendapat landasan hukum dalam Undang–Undang Dasar, yang dirumuskan dalam penjelasan Pasal 18 B (2) Undang –Undang Dasar yang berbunyi :
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang- undang.”Salah satu masyarakat hukum adat yang hingga kini masih tetap
mempertahankan hukum adatnya yaitu suku Pekurehua atau biasa disebut dengan
sebutan To Pekurehua. Suku ini tesebar di Kecamatan Lore Utara, Lore Timur,
Lore Peore atau biasa di sebut dengan Lembah Napu, Kabupaten Poso. Pada
penyelesaian delik pencurian atau dalam bahasa lokal disebut “Manangka”
memiliki proses penyelesaian yang bertujuan memperbaiki hubungan pelaku dan
korban melalui sidang adat dan pemberian sanksi adat (Giwu). Pada delik ini
memiliki sanksi adat (Giwu) yang terbagi menjadi Sanksi adat (Giwu) Besar bagi
delik pencurian dengan nilai besar dan Giwu kecil bagi delik pencurian dengan
nilai kecil.
Kata Kunci: Manangka (Delik Pencurian); Masyarakat Hukum Adat; Penerapan
Sanksi; To Pekurehua.I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Supremasi hukum adalah salah satu cara untuk memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana pencurian, tetapi dalam penanganan kasus pencurian harus mempertimbangkan kondisi dan penyebab seseorang melakukan perbuatan tersebut.
Belakangan ini masyarakat indonesia dihebohkan dan terketuk pintu hatinya atas kasus pencurian yang menyebabkan kontroversi di tengah masyarakat, karena di anggap hukum di indonesia tidak adil dan hanya condong kepada masyarakat menengah kebawah. Kasus pencurian yang menimbulkan kontroversi di masyrakat bukan hanya sekali terjadi, tetapi telah beberapa kali terjadi. Kasus yang menjadi perbincangan hangat di masyrakat itu diantaranya sebagai berikut :
3 Buah Coklat Pada hari Kamis (19\/11\/2009), majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.
1 2.
Kasus Nenek Asyani Yang Dituduh Mencuri Kayu Bakar
Pada hari Kamis (23/4/2015),Nenek Asyani divonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun 3 bulan dan denda Rp 500 juta subsider 1 hari hukuman percobaan.
2 Sudah cukup lama timbul
wacana untuk merubah KUHP buatan Belanda dengan KUHP buatan Indonesia, tetapi sampai saat ini belum terealisasikan. Kiranya dari kasus ini bisa menjadi cambuk kepada pemerintah untuk segera membenahi sistem hukum kita dan merubah dasar hukum pidana secepat mungkin, apabila hal ini akan terealisasikan maka menurut penulis KUHP haruslah menjadikan hukum adat sebagai acuan dalam pembentukan KUHP yang baru, hukum adat merupakan hukum asli bangsa indonesia yang bisa menjadi solusi dan referensi untuk pembuatan KUHP yang baru, terutama pada delik 1
1. Kasus Nenek Minah Yang Mencuri
“Mencuri 3 Buah Kakao Nenek Minah Dihukum 1 Bulan 15 Hari” Diakses pada
5 Desember 2017. 2 “Nenek Asyani Terdakwa Pencuri Kayu Divonis
1 Tahun Penjara” Diakses pada tanggal
5 Desember 2017. pencurian yang secara khusus diatur dalam Bab XXII Pasal 362-367 KUHP. Secara umum dirumuskan dalam Pasal 362.
3 Karena didalam hukum adat
terdapat nilai-nilai yang mencerminkan kepribadian bangsa kita. Indonesia memiliki banyak sekali hukum adat di penjuru nusantara, maka KUHP nantinya dapat mencerminkan hukum asli bangsa indonesia dengan mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Salah satu hukum adat yang bisa di jadikan acuan dan referensi untuk pembentukan KUHP yang baru adalah Hukum adat di Desa Maholo, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso. Penduduk yang mendiami tempat ini bernama To Pekurehua, To dalam bahasa setempat berarti orang, maka apabila di artikan secara harfiah To Pekurehua adalah orang Pekurehua atau bisa kita sebut sebagai suku Pekurehua. Maka Penulis Melakukan penelitian di Desa Maholo, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, Untuk Menggali dan memahami penerapan sanksi terhadap delik 3 Solahuddin. Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, Acara Pidana dan Perdata (KUHP, KUHAPdan KUHPdt) , cet. ke-1.
Visimedia: Jakarta. 2008. Hlm. 86.
pencurian dalam hukum adat To Pekurehua sebagai acuan pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Hak masyarakat hukum adat diatur dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia Pada pasal 18B ayat 2, serta Undang Undang Tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
4 B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas, maka penulis menarik suatu rumusan
4 Djaman, “Perlindungan Hak Tersangka Terhadap Penangkapan Pelaku
Tindak Pidana Pencurian.” Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 6, Volume 1, Tahun 2013, hlm. 7. masalah yang akan di bahas dalam bertentangan dengan hukum, baik itu hukum adat atau hukum pidana penulisan diantaranya sebagai berikut : nasional di indonesia.
1. Bagaimana penerapan sanksi
Sebagai acuan, penulis akan terhadap delik pencurian menjelaskan konsep hukum adat To menurut hukum adat To Pekurehua dalam menyelesaikan
Pekurehua di Desa Maholo? perbuatan Manangka atau di dalam 2. sanksi yang
Apakah bahasa hukum pidana disebut sebagai diancamkan kepada pelaku delik pencurian. pencurian menurut hukum adat
Konsep hukum adat To Pekurehua To Pekurehua di Desa Maholo ? mengenal penggolongan aturan seperti
II. PEMBAHASAN
pada sistem hukum di Indonesia, tetapi penggolongan tersebut tidak seperti
A. Penerapan Sanksi Terhadap Perbuatan Manangka (Delik
pada sistem hukum barat, misalnya ada
Pencurian)
perkara pidana dan perkara perdata Istilah masyarakat hukum adat atau di dalam hukum pidana ada dilahirkan dan digunakan oleh pakar kejahatan dan pelanggaran. Menurut hukum adat yang lebih banyak penulis penggolongan pada hukum adat difungsikan untuk keperluan teoritik mereka lebih sederhana, sehingga kita akademis. Sedangkan istilah tidak bisa menyamakan atau membuat masyarakat adat adalah istilah yang teori yang menghegemoni konsep lazim diungkapkan dalam bahasa hukum adat. Hukum adat seharusnya sehari-hari oleh kalangan non-hukum menjadi ruh bangunan hukum pidana di yang mengacu pada sejumlah indonesia, karena merupakan hukum
5 .
kesepakatan internasional asli Indonesia.
Pencurian atau dalam bahasa Hukum adat To Pekurehua
Pekurehua disebut Manangka memiliki pembagian atau merupakan perbuatan yang penggolongan aturan hukum sebagai 5 berikut :
Saafroedin Bahar, Seri Hak a.
Hukum adat yang mengatur
Masyarakat Hukum Adat : Inventarisasi Dan
Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, tentang perkawinan (Ada
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia , Jakarta :Mpotambi) 2005, Hlm. 76. b.
6. Hukum adat yang mengatur Pembunuhan tata cara bercocok tanam Berbagai perbuatan yang (Mpowia) digolongkan kedalam hukum adat
c. pergaulan sehari-hari (Mpo Galo-galo) Hukum adat yang mengatur apabila ada seseorang yang memiliki sanksi berbeda antara satu meninggal (Ombo) dan lainnya. Begitu juga dengan cara
d. penanganan, masing-masing perbuatan Hukum adat yang mengatur pergaulan sehari-hari (Mpo memiliki cara tersendiri untuk
Galo-galo) menyelesaikannya. Pada saat ini Perbuatan manangka atau delik kebanyakan kasus yang ditangani pencurian di golongkan kedalam lembaga adat desa maholo yaitu : hukum adat pergaulan sehari-hari (Mpo pemukulan, pencurian, salah bicara, Galo-galo), pada aturan ini secara perzinahan. Untuk kasus lainnya sudah khusus mengatur perbuatan yang lama sekali tidak pernah ditangani oleh apabila dilihat dari sisi hukum pidana lembaga adat, bukan karena lembaga nasional sebagai delik kejahatan. adat tidak bisa menyelesaikan kasus Tetapi bukan maksud penulis untuk tersebut akan tetapi perbuatan itu menarik konsep tersebut kedalam belum pernah terjadi lagi di wilayah hukum adat, melainkan hanya adat mereka hingga saat ini. membuat perbandingan karena Menurut Moeljatno, Perbuatan memiliki sedikit persamaan. Pada pidana adalah perbuatan yang dilarang Hukum adat pergaulan sehari-hari oleh aturan hukum larangan mana (Mpo Galo-galo) terdapat berbagai disertai ancaman (sanksi) yang berupa perbuatan di dalamnya selain delik pidana tertentu bagi barang siapa yang pencurian (Manangka), perbuatan itu melanggar larangan tersebut. Pada diantaranya sebagai berikut : kesempatan yang lain, dia juga
1. mengatakan dengan substansi yang Pemukulan
2. sama bahwa perbuatan pidana adalah Pencurian (Manangka)
3. perbuatan yang dilarang dan diancam Salah Bicara (Salahume) 4.
Perzinahan 5. Pemerkosaan dengan pidana, barang siapa melanggar b.
Wakil Ketua Lembaga Adat
6 .
larangan tersebut Wakil ketua Lembaga Adat Lembaga adat desa maholo atau bertugas menggantikan ketua
Hondo Ada Tampo Pekurehua Wanua lembaga adat dalam memimpin Maholo, memiliki kekuasaan penuh jalannya sidang adat apabila dalam penyelesaian perkara hukum ketua berhalangan untuk hadir yang terjadi di wilayah adat mereka, To dalam pelaksanaan sidang adat, Pekurehua bukan hanya terdapat di misalnya ketua Lembaga Adat Desa Maholo saja karena suku ini awal sakit atau ada urusan yang tidak mulanya suatu kesatuan suku besar atas bisa di tinggalkan. wilayah adat yang luas, tetapi setelah c.
Sekretaris Lembaga Adat Indonesia merdeka dan menerapkan Sekretaris Lembaga Adat di sistem administratif berupa pembagian Desa Maholo memiliki fungsi wilayah maka To Pekurehua terbagi untuk mencatat poin-poin penting kedalam beberapa desa dan kecamatan. selama sidang adat berlangsung,
Adapun tugas dan fungsi dari sekretaris menuliskan struktur tersebut akan penulis uraikan pelanggaran dan sanksi yang di sebagai berikut : berikan kepada pelanggar. Ini di lakukan sebagai bukti apabila a.
Ketua Lembaga Adat seseorang telah melakukan Ketua Lembaga Adat di desa perbuatan melawan hukum adat maholo memiliki peran yang dan telah membuat pernyataan sangat penting dalam kemudian melakukan pelaksanaan sidang adat, ketua pelanggaran kembali maka lembaga adat bertugas sanksi yang diberikan akan lebih memimpin jalannya sidang adat, berat. menampung saran dan usul, d.
Bendahara Lembaga Adat mempertimbangkan serta Bendahara Lembaga Adat bertanggung jawab terhadap bertugas memegang uang yang putusan yang telah ditetapkan. 6 harus di bayarkan sebelum
Mahrus, Ali. Dasar-Dasar Hukum
melangsungkan sidang adat. Ini Pidana ,. Sinar Grafika: Jakarta. 2011. Hlm 97. disebut dengan istilah Pemamai. Apabila pemamai telah diberikan korban maka kasus akan segera di tangani dan tidak bisa diganggu gugat. Bendahara juga bertugas memegang uang yang harus ditanggung oleh pelaku setelah menerima putusan (Giwu).
e.
Anggota Lembaga Adat Anggota Lembaga Adat bertugas membantu ketua adat dalam mengani perkara yang dihadapi mulai dari pemanggilan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian perkara. Anggota lembaga adat juga berfungsi memberikan pertimbangan pada saat dilangsungkannya sidang adat. Ada sesuatu yang menarik dalam anggota lembaga adat, posisi ini memiliki anggota perempuan dan menjadi satu- satunya perempuan didalam lembaga adat.
Manangka (Delik Pencurian) akan ditangani oleh Lembaga Adat jika berdasarkan permintaan korban, apabila perbuatan itu telah dilaporkan ke pihak kepolisian maka Lembaga Adat tidak akan menangani laporan tersebut. Apabila dianalisa secara yuridis kondisi ini berkaitan dengan asas hukum Nebis In Idem, artinya seseorang tidak bisa diadili dua kali untuk perkara yang sama.
7 Apabila Delik Pencurian
(Manangka) terjadi di Desa Maholo dan korban ingin menyelesaikannya melalui sidang adat maka proses penangananya sebagai berikut:
1. Pelaporan 2.
Pemanggilan 3. Musyawarah Lembaga Adat 4. Sidang Adat
Pada umumnya sidang adat dilakukan pada pagi atau siang hari dan berlangsung kurang dari tujuh hari, proses sidang ini terbuka untuk umum atau bebas dihadiri siapa saja, kecuali didalam kondisi yang harus dilakukan tertutup maka akan dilakukan tertutup misalnya untuk mencegah keributan atau hal-hal lain yang membuat korban merasa malu.
Sidang adat harus dilakukan disuatu bangunan bernama Baruga, tempat ini memiliki fungsi seperti pengadilan. selain sebagai tempat mengadili perbuatan yang melanggar hukum adat, 7 Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana.
Rineka Cipta: Jakarta. 2002. Hlm.25.
Baruga juga digunakan sebagai tempat pertemuan penting.
Pekurehua juga mengenal batas sesuai luas wilayah adatnya. Hal ini selaras dengan teori berikut: Bentuk dan susunan masyarakat hukum yang merupakan persekutuan hukum adat itu, para anggotanya terikat oleh faktor yang bersifat territorial dan geneologis .
Sanksi Adat Terhadap Pelaku Perbuatan Manangka (Delik Pencurian)
Sanksi adat atau dalam bahasa pekurehua disebut dengan sebutan
Giwu merupakan sesuatu yang wajib
hukumnya harus dibayar oleh pelaku, pada perbuatan manangka (Delik Pencurian) sanksinya terbagi menjadi dua yaitu : a.
Sanksi Adat (Giwu) Besar Sanksi ini diberikan kepada seseorang yang telah melakukan perbuatan manangka atau pencurian terhadap barang atau sesuatu yang bernilai cukup besar, sanksi kepada pelaku 8 Op.cit, wawancara 14 Desember
2017 9 Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia (Bandung: CV Mandar Maju, 2003), hlm. 108.
berupa satu ekor kerbau atau uang sejumlah Rp 5.000.000 nominal ini sesuai keputusan bersama Lembaga Adat Tampo Lore untuk mengganti kerbau yang sudah sulit ditemukan. Tetapi hal ini bersifat dinamis, Lembaga Adat memberikan kebebasan kepada pelaku apakah ingin membayar menggunakan uang atau kerbau.
8 Pemberlakuan hukum adat To
b.
Sanksi Adat (Giwu) Kecil Sanksi ini diberikan kepada seseorang yang telah melakukan perbuatan manangka atau pencurian terhadap barang atau sesuatu yang bernilai kecil.
9 B.
Apabila dinominalkan nilai barang yang dikategorikan untuk mendapatkan sanksi ini yaitu dibawah Rp 1.000.000. Pada kasus ini pelaku akan dikenakan sanksi berupa satu ekor babi atau uang sejumlah Rp 1.500.000.
Berdasarkan kedua kategori sanksi adat (Giwu) dalam perbuatan manangka (Delik Pencurian) sebagaimana diuraikan di atas, sebenarnya yang menjadi sanksi terberat adalah sanksi sosial dari masyarakat kampung. Untungnya didalam konsep hukum adat di desa Maholo, jika seseorang telah membayarakan sanksi adat (Giwu) maka dianggap hubungan diantara
pelaku dan korban telah pulih seperti sediakala, kemudian jika ada seseorang yang masih menjelek-jelekkan pelaku setelah membayar Giwu dan pelaku merasa keberatan, maka hal ini bisa di laporkan ke Lembaga Adat.
Lembaga Adat bukan tanpa beban, karena apabila salah dalam mengambil keputusan akan terkena sebuah musibah atau kesialan. Hal ini selaras dengan teori Sifat magis religious yaitu suatu pola pikir yang didasarkan pada keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral. 11 Masyarakat di desa Maholo merasa sangat malu jika ada keluarga mereka yang dijatuhi Giwu, apalagi pelaku tidak mampu membayar sanksi adat (Giwu). Menurut hukum adat To Pekurehua di Desa Maholo apabila seseorang tidak mampu membayar sanksi adat maka akan dibebankan kepada pihak keluarga untuk membayarnya, jika pelaku tidak memiliki keluarga maka Lembaga Adat 10 Wawancara dengan Bapak Kamlis
(Tokoh Masyarakat) pada tanggal 15 desember 2017. 11 Husen Alting, Dinamika Hukum dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah (Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2010), hlm. 46.
akan mencarikan pekerjaan selama 2 bulan untuk melunasi sanksi.
Pada masa sebelum masuknya pemerintah kolonial Belanda, sanksi adat pada delik pencurian bisa dikatakan cukup berat. Sanksi adat terhadap perbuatan ini yaitu tangan pelaku pencurian akan dipotong. Setelah pemerintah Belanda menduduki lembah napu, mereka melakukan intervensi terhadap hukum adat To Pekurehua khususnya delik pencurian (manangka). Hal ini dilakukan karena mereka menganggap hukuman itu tidak manusiawi, selanjutnya mereka memaksa To Pekurehua untuk mengganti sanksi terhadap delik tersebut.
10 Dalam Pemberian Giwu,
Karena intervensi dan ancaman oleh pihak Belanda yang berhasil mengalahkan To Pekurehua dalam peperangan, akhirnya mereka mengganti sanksi adat (Giwu) perbuatan manangka menjadi satu ekor kerbau untuk pencurian dengan nilai besar, dan satu ekor babi untuk pencurian dengan nilai kecil.
12 Apabila dilihat dari Perspektif
hukum pidana, maka konsep hukum 12 Wawancara dengan Bapak Cladius
Aru selaku ketua Lembaga Adat pada tanggal 16 desember 2017. adat memiliki persamaan dengan pemerintahan sendiri dan Hak
14 menyelenggarakan peradilan.
konsep Restorative Justice , yaitu suatu proses perdamaian di luar peradilan
III. PENUTUP
dengan menggunakan cara mediasi atau musyawarah dalam mencapai suatu
A. KESIMPULAN
keadilan yang diharapkan oleh para Berdasarkan pembahasan diatas, pihak yang terlibat dalam hukum maka penulis menarik kesimpulan pidana yaitu pelaku tindak pidana mengenai penerapan sanksi terhadap
(keluarganya) dan korban tindak pidana perbuatan manangka (Delik Pencurian) (keluarganya) untuk mencari solusi
13
dalam hukum adat To Pekurehua di terbaik untuk disepakati para pihak. Desa Maholo sebagai berikut :
Jauh sebelum konsep 1. restorative justice diterapkan, Penerapan sanksi terhadap pelaku pencurian di Desa Maholo memiliki sebenarnya Indonesia telah beberapa proses. Yaitu pelaporan, memilikinya dalam hukum adat yang pemanggilan, musyawarah lembaga merupakan hukum asli Indonesia. adat, kemudian sidang adat. Tetapi belum dimasukkan kedalam
Pelaksanaan sidang adat pada hukum pidana nasional yang penerapan sanksi delik pencurian mengadopsi hukum barat. Menurut atau dalam bahasa pekurehua penulis hukum adat harus menjadi ruh disebut Manangka dilaksanakan hukum pidana nasional karena pada suatu bangunan sakral mencerminkan jati diri bangsa bernama Baruga. Bangunan ini Indonesia. berfungsi sebagai tempat
Menurut Teuku Djuned, setiap persekutuan masyarakat hukum adat dilaksanakannya sidang adat atau mempunyai kewenangan hak asal usul, melangsungkan pertemuan penting yang berupa kewenangan dan hak-hak, lainnya. Sebelum sidang adat diantaranya menjalankan sistem berlangsung Lembaga Adat terlebih dahulu mengumpulkan keterangan
eswadji, Hermien Hediati. Delik
14 Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Harta Kekayaan, Asas-Asas, Kasus, dan
Permasalahan , cet. ke-1. Sinar Wijaya: Hukum Adat (Jakarta: PT Pradnya Paramita, Surabaya. 1984 1981), hlm. 103. dan bukti setelah masuknya B.
Saran
laporan. Apabila telah dirasa cukup Dalam rangka mempertahankan maka satu hari sebelum eksistensi hukum adat To Pekurehua berlangsungnya sidang akan dan menjadikan hukum adat sebagai dilaksanakan musyawarah untuk ruh bangunan hukum pidana nasional , menentukan sanksi keesokan penulis menyarankan : harinya pada sidang adat.
1. Kiranya Lembaga Adat dalam 2. penerapan sanksi terhadap pelaku
Sanksi (Giwu) terhadap pelaku pencurian terbagi menjadi dua pencurian (Manangka) dapat macam yaitu : Sanksi Adat (Giwu berkordinasi lebih baik dengan Besar) dan Sanksi Adat (Giwu pihak kepolisian agar kepolisian Kecil). Apabila nilai barang yang dapat mengetahui perkara telah dicuri cukup besar atau ditangani melalui sidang adat. dinominalkan diatas Rp.1.000.000. Sehingga terjalin kesepahaman maka dikenakan sanksi giwu berat antara lembaga adat dan kepolisian. berupa satu ekor kerbau atau uang sejumlah Rp.5.000.000. Nilai
2. Perlunya fasilitasi dari pihak terkait tersebut sesuai kesepakatan untuk mengarsipkan keputusan dan Lembaga Adat terhadap kesepakatan Giwu melalui sidang penggantian kerbau yang mulai adat agar lebih mudah mengingat sulit ditemukan, Sanksi adat (Giwu guna mengambil keputusan Kecil) diterapkan kepada pelaku dikemudian hari. Pengarsipan pencurian yang mengambil barang tersebut juga akan sangat atau sesuatu yang memiliki nilai membantu peneliti dan akademisi dibawah Rp.1.000.000. Sanksi yang meneliti peradilan adat. pada perbuatan ini berupa satu ekor babi atau uang sejumlah Rp.1.500.000.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Bushar Muhammad, 1981. Pokok-Pokok Hukum Adat, jakarta: PT Pradnya Paramita. Dewi Wulansari. 2014. Hukum Adat Indonesia, Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama. Frans Magnis Suseno, dkk, 2006. Masyarakat Hukum Adat: Hubungan Struktural
dengan Suku Bangsa dan Negara (Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia) , Jakarta: Komisi Nasional dan Hak Asasi Manusia.
Hilman Hadikusuma, 2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung: CV Mandar Maju. Husen Alting, 2011. Dinamika Hukum dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah, Yogyakarta: Laksbang Persindo. Koeswadji, Hermien Hediati. 1984. Delik Harta Kekayaan, Asas-Asas, Kasus, dan Permasalahan , cet. ke-1. Surabaya: Sinar Wijaya.. Mahrus Ali. 2011. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. Maria Rita Ruwiastuti. 2000. Sesat Pikir Politik Hukum Agraria: Membongkar
Alas Penguasaan Negara atas Hak
- – Hak Adat, Yogyakarta: Kerjasama Insist Press, KPA dan Pustaka Pelajar.
Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta: Jakarta. Saafroedin Bahar. 2005. Seri Hak Masyarakat Hukum Adat : Inventarisasi Dan
Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Satjipto Rahardjo. 2006. Hukum dalam Ketertiban, Jakarta: UKI Press. Solahuddin. 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana dan Perdata (KUHP, KUHAPdan KUHPdt) , cet. ke-1. Jakarta : Visimedia.
Jurnal:
Djaman, “Perlindungan Hak Tersangka Terhadap Penangkapan Pelaku Tindak
Pidana Pencurian .” Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 6, Volume 1, Tahun 2013 .
Internet :.
Mencuri 3 Buah Kakao Nenek Minah Dihukum 1 Bulan 15 Hari (2009, 19 November). Diperoleh 5 Desember 2017, dari https://news.detik.com. Nenek Asyani Terdakwa Pencuri Kayu Divonis 1 Tahun Penjara (2015, 23 April).
Diperoleh 5 Desember 2017, da