KERAGAAN DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH HASIL PERSILANGAN VARIETAS GAJAH DENGAN GALUR GPNC-WS4

  

KERAGAAN DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH

HASIL PERSILANGAN VARIETAS GAJAH DENGAN 1)

GALUR GPNC-WS4

  2*) 3)

  Yudiwanti dan Miftah Abdul Ghani

  

Abstract

  The objective of this study was to evaluate performance of some quantitative characters of peanut lines derived from cross Gajah variety and GPNC-WS4 line. Control variety included Gajah, Local Strain, and GH-532. The field experiment was carried out at Leuwikopo Darmaga Bogor from Mei to September 2001. Randomized Block Design was used as a base design replicated three times. Study for quantitative characters include plant height, number of branches, number of total pod, number of content pod, weight of total pod, weight of 100 seed, seed weight, and spacing yield. Analysis of variance was applied on data obtained for eight characters performed by 18 genotypes in order to differentiate performance then continued with LSD test. Bartlett test was used in order to measure variation between and within lines. Genotypes had significant difference for number of branches, number of total pod, and number of full pod. The results showed difference performance and potency among genotypes for those characters. Variation within lines was less than variation between lines. GWS-73, GWS-74, and GWS-145 were identified as potential lines because those lines had mean number of total pod and number of full pod higher than control varieties, but GWS-74 and GWS-145 was still needed to decrease the variation.

  Keywords: peanut, yield potential

  

PENDAHULUAN

  Program pemuliaan kacang tanah di Indonesia diantaranya menitikberatkan pada peningkatan hasil secara genetik dan ketahanan terhadap penyakit penting (Kasno,1993). Salah satu penyakit penting pada kacang tanah ialah bercak daun. Menurut Shokes and Culbreath (1997), jika pengendalian dengan fungisida tidak dilakukan maka kehilangan hasil umumnya mencapai 50%. Pengendalian dengan bahan kimia secara perlahan akan berakibat pada degradasi lingkungan. Untuk menjaga kelestarian lingkungan diperlukan metode pengendalian yang ramah lingkungan seperti digunakannya kultivar tahan. Menurut Russel (1978), kultivar tahan kurang disukai untuk ditanam secara luas apabila produksi dan kualitasnya lebih rendah dari kultivar yang ada. Oleh karena itu persilangan untuk menggabungkan karakter hasil dan ketahanan terhadap penyakit banyak dilakukan seperti halnya pada galur yang dievaluasi dalam penelitian ini.

  Kegiatan pemuliaan tanaman memerlukan adanya keragaman genetik untuk dapat memilih genotipe-genotipe potensial. Evaluasi materi genetik merupakan salah satu tahap penting dan mahal pada banyak program pemuliaan tanaman (Ntare,1999). Evaluasi dilakukan sebagai dasar pemanfaatan materi genetik yang ada sehingga lebih memudahkan pemilihan berdasarkan tujuan penggunaannya. 1) ------------------------------

  

Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Agronomi dan Pameran Pertanian 2002. Diselenggarakan

2) 3) oleh Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) di Bogor tanggal 29-30 Oktober 2002. *) dan berturut-turut dosen dan alumni Departemen Budidaya Pertanian Faperta IPB. Personal untuk komunikasi, email: yudiwanti_wahyu@yahoo.com

  Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi keragaan beberapa karakter kuantitatif dan mengidentifikasi galur-galur potensial serta mengamati keragaman dalam dan antar galur pada galur-galur kacang tanah hasil persilangan varietas Gajah dengan GPNC-WS4.

BAHAN DAN METODE

  Sebanyak 15 galur F10 hasil persilangan varietas Gajah dengan GPNC-WS4 serta pembanding yang terdiri dari varietas Gajah, lokal Bogor, dan GH-532 diuji di KP Leuwikopo Darmaga pada musim tanam Mei-September 2001 menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Satuan percobaan terdiri dari enam barisan sepanjang 3 m dimana dua barisan terluar merupakan tanaman pinggir. Jarak tanam yang dIgunakan yaitu 20 cm dalam baris dan 40 cm antar baris. Pemeliharaan dan pemupukan dilakukan sesuai teknik budidaya kacang tanah yang umum dilakukan kecuali pengendalian hama penyakit yang tidak dilakukan.

  Karakter kuantitatif yang diamati dari 15 tanaman contoh yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong total, jumlah polong isi, bobot biji, bobot 100 biji, bobot

  2

  polong total, dan hasil petakan seluas 7.2 m . Untuk menilai perbedaan nilai tengah digunakan uji-F yang dilanjutkan dengan uji BNT untuk karakter yang berbeda nyata. Sementara itu untuk menilai keragaman dalam dan antar galur digunakan uji Bartlett mengenai kesamaan ragam mengikuti cara Sutarto et al. (1984). Galur dengan nilai tengah yang tinggi dan keragaman fenotipik yang rendah menunjukkan bahwa populasi galur tersebut sudah seragam dan gen-gen yang berguna sudah terfiksasi (Kasno,1990).

  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Galur-galur untuk Karakter yang Diamati

  Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata nilai tengah genotipe-genotipe perlakuan adalah untuk karakter jumlah cabang, jumlah polong isi, dan jumlah polong total serta tidak nyata untuk karakter tinggi tanaman, bobot 100 biji, bobot biji, bobot polong total, dan hasil petakan (Tabel 1).

  Tabel 1. Rekapitulasi Analisis Ragam Beberapa Karakter Kuantitatif 18 Genotipe Kacang Tanah

  Karakter K T KK (%) Tinggi Tanaman 114.47

  17.80 Jumlah Cabang 1.33**

  8.65 Jumlah Polong Total 83.96**

  25.00 Jumlah Polong Isi 72.91**

  24.73 Bobot Polong Total

  35.10

  28.65 Bobot 100 Biji

  10.97

  12.21 Bobot Biji

  17.06

  31.04 Hasil Petakan 56426.20

  24.40 Keterangan : **berbeda nyata pada taraf 1% Galur-galur yang dievaluasi umumnya memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dari ketiga pembanding walaupun tidak berbeda nyata (Tabel 2). Tinggi tanaman berkisar antara 32.30 - 53.50 cm, GWS-52 merupakan galur dengan rata-rata tertinggi dan GWS-27 merupakan galur dengan rata-rata terendah. Tanaman kacang tanah akan tumbuh baik pada tanah-tanah dengan bahan organik dan zat kapur yang cukup, pada pH tanah sekitar 6.5 - 7.0, di dataran rendah sampai ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl) (ICRISAT,1991). Kondisi beberapa petak yang diduga memiliki tingkat kemasaman tinggi cukup mempengaruhi pertumbuhan GWS-27, varietas Gajah, dan GH-532. Hal ini tercermin dari keragaan tinggi tanaman dan karakter lainnya yang umumnya lebih rendah dari genotipe lainnya. Tanah masam menginduksi ketidaknormalan pada sistem akar yang kemudian mengurangi atau menghambat pertumbuhan (Gupta,1997) dan mempengaruhi ketersediaan hara dalam tanah (Maynard and Occurt,1987). Tabel 2. Nilai Tengah Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Jumlah Polong Total, dan Jumlah Polong Isi 18 Genotipe Kacang Tanah

  Genotipe Tinggi Jumlah Jumlah Jumlah Tanaman (cm) Cabang Polong Total Polong Isi

  GWS-4

  52.17

  7.17

  19.10

  17.77 GWS-18

  45.60

  6.53

  19.10

  18.50 GWS-27

  32.30

  6.97

  13.43

  12.27

  a

  GWS-39

  44.23

  6.70

  21.27

  20.30

  f

  GWS-52

  53.50 6.23 16.10 16.00

  a ac

  GWS-72

  43.73

  7.13

  22.07

  20.77

  ab abc abc

  GWS-73

  42.47

  8.07

  34.27

  31.73

  ab abc abc

  GWS-74

  44.80

  8.13

  26.67

  25.07 GWS-82

  45.57

  6.43

  19.43

  18.67

  

ab

  GWS-94

  42.27 7.57 19.33 18.37

  b a ac

  GWS-110

  47.30

  7.30

  21.90

  20.80

  f

  GWS-134

  52.37 6.17 16.93 16.27

  f

  GWS-138

  46.83 6.10 15.33 14.63

  f

  GWS-139

  50.77 6.10 14.77 14.00

  ab abc ac

  GWS-145

  49.07

  7.50

  24.57

  23.40 GAJAH

  30.37

  6.33

  13.37

  12.57 LOKAL

  43.60

  6.20

  16.90

  16.30 GH-532

  40.70

  7.23

  14.40

  12.87 Keterangan : Indeks huruf pada kolom yang sama diolah lanjut dari hasil uji BNT taraf 5%, menunjukkan bahwa: a: nyata>Gajah, b: nyata>Lokal, c: nyata>GH-532,

  d: nyata<Gajah, e: nyata<Lokal, f: nyata<GH-532 Jumlah cabang dari galur-galur yang dievaluasi berkisar antara 6.10 - 8.13. Galur

  GWS-74 merupakan galur dengan jumlah cabang tertinggi dan GWS-138 merupakan galur dengan jumlah cabang terendah. Galur GWS-145, GWS-74, GWS-110, GWS-73, dan GWS-94 nyata lebih banyak jumlah cabangnya dari varietas Gajah dan Lokal sedangkan GWS-138, GWS-134, GWS-52, GWS-139 nyata lebih sedikit dari GH-532. Perbedaan yang nyata menunjukkan adanya perbedaan keragaan diantara genotipe untuk karakter tersebut. Jumlah cabang diduga berpengaruh terhadap hasil berkaitan dengan jumlah bunga yang terbentuk tetapi hal ini akan ditentukan oleh jumlah cabang produktif dan persentase bunga yang membentuk polong. Dari seluruh bunga yang terbentuk hanya sekitar 10-20% yang akan membentuk polong. Trustinah et al. (1987) yang meneliti keefisienan pembungaan beberapa varietas melaporkan bahwa dari semua bunga yang dihasilkan hanya 11.29-17.11% yang membentuk polong. Polong tersebut biasanya berasal dari bunga yang terbentuk pada periode awal karena letaknya lebih dekat dengan permukaan tanah, periode pengisian lebih panjang, dan daya saing yang lebih besar dibandingkan polong-polong berikutnya.

  Jumlah polong total yang terbentuk akan tergantung dari banyaknya ginofor yang mampu menembus tanah. Keadaan tanah yang gembur akan membantu masuknya ginofor ke dalam tanah dan pembentukan polong yang baik (Shorter dan Patanothai,1995). Jumlah polong total per tanaman GWS-73, GWS-74, dan GWS-145 nyata lebih tinggi dari ketiga pembanding sedangkan GWS-72 dan GWS-110 nyata lebih tinggi dari varietas Gajah. Galur GWS-73 merupakan galur dengan jumlah polong total per tanaman tertinggi (34.27) dan GWS-27 merupakan galur dengan jumlah polong total per tanaman terendah (13.43). Pembentukan polong dipengaruhi juga oleh ketersediaan hara dalam tanah. Kandungan P, K, dan Ca tanah yang rendah perlu dicermati karena akan berpengaruh pada pembentukan polong bila pupuk yang ditambahkan masih belum mencukupi kebutuhan hara. Kekurangan Posfor berpengaruh pada pembungaan dan hasil polong, sedang unsur Kalium dan Kalsium diperlukan untuk pertumbuhan polong dan meningkatkan kualitas biji (Trustinah et al., 1987).

  Untuk jumlah polong isi per tanaman, GWS-73 dan GWS-74 nyata lebih tinggi dari ketiga pembanding. Galur GWS-110, GWS-145 dan GWS-72 nyata lebih tinggi dari varietas Gajah dan GH-532, sedangkan GWS-39 nyata lebih tinggi dari varietas Gajah. Galur GWS-73 merupakan galur dengan jumlah polong isi per tanaman tertinggi (31.73) dan GWS-27 merupakan galur dengan jumlah polong isi per tanaman terendah (12.27). Penderaan lingkungan berupa kekeringan yang terjadi pada saat tanaman mulai berbunga sampai fase pembentukan polong diduga mempengaruhi jumlah polong yang terbentuk walaupun setelah itu kebutuhan air tercukupi sehingga tidak terlalu banyak polong hampa. Kekurangan air selama periode pengisian polong akan mengurangi laju pertumbuhan biji karena kekeringan menyebabkan tertutupnya stomata, penurunan asimilasi, dan mempengaruhi laju pertumbuhan (Pugnaire et

  al.,1995).

  Galur-galur yang dievaluasi umumnya memiliki bobot polong total per tanaman lebih tinggi dari pembanding kecuali untuk varietas Lokal tetapi tidak ada yang menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pembanding (Tabel 3). Bobot polong total per tanaman tiap galur berkisar antara 12.23 - 24.13 g . Galur GWS-73 memiliki bobot polong total per tanaman tertinggi dan GWS-27 memiliki bobot polong total per tanaman terendah. Perbedaan bobot polong total per tanaman yang cukup tinggi antara GH-532 (8.72 g) sebagai pembanding dengan GWS-73 (24.13 g) diduga lebih disebabkan faktor lingkungan selama penanaman seperti besarnya keheterogenan lahan dan fluktuasi turunnya hujan, begitu juga halnya dengan bobot biji per tanaman. Menurut Kasno et al. (1987), karakter bobot polong memiliki keragaman yang disebabkan oleh faktor-faktor bukan genetik. Hal ini mengisyaratkan besarnya pengaruh faktor lingkungan terhadap karakter tersebut.

  Bobot 100 biji merupakan karakter yang biasa digunakan untuk menduga ukuran biji. Secara umum galur yang dievaluasi memiliki ukuran biji medium (Tabel 4), ditunjukkan oleh bobot 100 biji yang berkisar antara 31.67 - 38.82 g. Galur GWS-138 merupakan galur yang memiliki ukuran biji terbesar dan GWS-145 merupakan galur dengan ukuran biji terkecil. Galur-galur tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pembanding. Yuliati (1999) yang meneliti populasi galur yang sama pada generasi F6 mendapatkan hasil yang berbeda untuk bobot 100 biji. Bobot 100 biji GWS-138 hanya 32.50 g dan ini tergolong rendah dibanding galur lainnya sedangkan bobot 100 biji GWS-145 mencapai 41.10 g dan tergolong tinggi dibanding galur lainnya. Sementara itu varietas Gajah dan GH-532 yang digunakan sebagai pembanding menunjukkan bobot 100 biji yang tinggi dibanding galur-galur yang dievaluasi. Bobot 100 biji varietas Gajah mencapai 53.00 g dan GH-532 mencapai 54.30 g. Perbedaan lokasi, musim, kesuburan tanah, dan waktu tanam diduga berpengaruh pada bobot 100 bijinya. Menurut Kasno et al. (1987), hal ini menunjukkan adanya interaksi genotipe dan lingkungan karena genotipe-genotipe gagal untuk berpenampilan relatif sama pada lingkungan yang berbeda, walaupun masih perlu diteliti sejauh mana interaksi itu berperan. Bobot biji per tanaman dari galur yang dievaluasi umumnya lebih tinggi dari pembanding kecuali untuk varietas lokal. Nilai tengah bobot biji dari galur yang dievaluasi berkisar antara 7.23 - 16.11 g. Galur GWS-73 merupakan galur dengan bobot biji per tanaman tertinggi dan GWS-27 merupakan galur dengan bobot biji per tanaman terendah. Galur dengan bobot biji yang tinggi menandakan bahwa galur tersebut mampu menunjukkan potensi genetiknya walaupun terdera oleh lingkungan. Phoelman and Sleper (1995) menyatakan bahwa bobot biji dipengaruhi gen-gen yang berhubungan dengan karakter yang berpengaruh terhadap stabilitas produksi seperti ketahanan terhadap cekaman lingkungan atau ketahanan terhadap penyakit. Tabel 3. Nilai Tengah Karakter Bobot Polong Total, Bobot 100 Biji, Bobot Biji, dan Hasil

  Petakan 18 Genotipe Kacang Tanah Genotipe Bobot Polong Bobot 100 Bobot Biji Hasil Petakan

  Total (g) Biji (g) (g) (g) GWS-4

  16.18

  35.83 10.73 754 GWS-18

  16.49

  35.48 12.18 828 GWS-27

  12.23

  33.31 7.85 492 GWS-39

  16.36

  31.76 10.86 892 GWS-52

  12.87

  32.58 9.30 718 GWS-72

  19.33

  34.34 13.08 813 GWS-73

  24.13

  32.26 16.11 1018 GWS-74

  21.15

  34.23 14.18 1052 GWS-82

  17.06

  34.69 11.24 830 GWS-94

  16.70

  34.17 10.47 977 GWS-110

  18.05

  32.99 12.14 838 GWS-134

  14.48

  34.27 9.71 899 GWS-138

  15.59

  38.82 10.59 1030 GWS-139

  13.53

  35.89 8.47 725 GWS-145

  20.06

  31.67 13.36 866 GAJAH

  11.19

  33.31 7.23 633 LOKAL

  16.11

  36.90 11.39 667 GH-532

  8.72

  32.13 7.51 737 Keterangan : Indeks huruf pada kolom yang sama diolah lanjut dari hasil uji BNT taraf

  5%, menunjukkan bahwa: a: nyata>Gajah, b: nyata>Lokal, c: nyata>GH-532,

  d: nyata<Gajah, e: nyata<Lokal, f: nyata<GH-532 Wirawan (2001) yang meneliti generasi F8 pada populasi galur yang sama melaporkan hasil yang berbeda untuk bobot biji. Galur GWS-73 memiliki bobot biji yang tergolong tinggi dibanding galur lainnya, tapi nilainya hanya mencapai 6.68 g sedangkan bobot biji GWS-27 hanya mencapai 4.15 g dan ini tergolong sedang bila dibandingkan dengan galur lainnya. Selain disebabkan oleh faktor lingkungan, perbedaan homosigositas galur kemungkinan mempengaruhi bobot bijinya. Generasi F10 memiliki homosigositas lebih tinggi dari F8, oleh karenanya sifat-sifat tetua akan lebih mantap pada generasi F10 dibanding F8.

  Hasil petakan dari galur yang dievaluasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pembanding, nilai tengahnya berkisar antara 492 - 1052 g. Hal ini mengisyaratkan potensi yang tidak jauh berbeda dari galur dan pembandingnya untuk karakter tersebut dan perbedaan nilai tengah lebih disebabkan oleh fluktuasi faktor lingkungan. Walker (1969) menyatakan bahwa karakter hasil merupakan karakter yang mudah termodifikasi oleh lingkungan. Galur GWS-74 merupakan galur dengan hasil petak tertinggi dan GWS-27 merupakan galur dengan hasil petak terendah. Hasil Petakan sangat tergantung pada jumlah tanaman saat panen dari tiap petakan. Benih dorman dan tanaman yang mati akibat serangan penyakit seperti penyakit sapu, layu bakteri, dan bercak daun mempengaruhi jumlah total tanaman tiap petak.

  Keragaman Dalam dan Antar Galur

  2

  χ Hasil uji menunjukkan keragaman antar galur yang sangat nyata untuk karakter tinggi tanaman, jumlah polong total, bobot biji, jumlah polong isi, dan bobot polong total kecuali untuk jumlah cabang, dan bobot 100 biji. Untuk keragaman dalam galur, sebagian besar sudah seragam namun ada beberapa galur yang masih beragam untuk karakter tertentu (Tabel 4). Hal ini menunjukkan keberagaman antar galur lebih besar dari keragaman di dalam galur-galur tersebut.

  2

  χ Tabel 4. Nilai Uji Kesamaan Ragam Dalam dan Antar Galur Karakter Kuantitatif 18

  Genotipe Kacang Tanah Genotipe Tinggi Jumlah Jumlah Jumlah Bobot Bobot Bobot

  Tanaman Cabang Polong Polong Polong 100 Biji Biji Total Isi Total

  GWS-4

  13.78

  2.54 5.40 6.97*

  0.34

  2.39

  0.91 GWS-18 1.61 0.01 1.66 1.74 1.63 3.23 1.76 GWS-27 12.54** 3.04 6.03* 6.02*

  5.24 4.52 18.60** GWS-39 1.06 7.92*

  1.01

  1.42

  0.13

  0.66

  0.03 GWS-52

  3.82 4.67 13.17** 8.60*

  2.37

  1.30

  1.54 GWS-72 0.19 1.72 4.23 4.80 2.45 0.66 1.14 GWS-73 1.04 4.99 1.22 3.29 3.68 0.53 4.16

  GWS-74

  1.86

  0.38 5.91 6.61* 10.16** 1.54 13.37** GWS-82

  2.58 2.12 6.28*

  4.15

  1.20

  0.43

  1.15 GWS-94

  0.14

  4.47

  2.11 2.44 6.59*

  0.18

  5.64 GWS-110 4.68 6.32*

  1.76

  1.86

  0.12

  0.13

  0.37 GWS-134 2.72 1.13 0.76 0.90 2.17 2.60 2.79 GWS-138 1.46 4.93 1.76 1.64 1.16 2.02 1.68

  GWS-139 0.38 9.43**

  3.33 2.25 8.39*

  1.89

  6.74 GWS-145

  0.70

  0.08

  0.42 1.54 8.55* 1.32 9.83** GAJAH 24.33** 2.44 11.68** 10.06** 9.17*

  1.48

  9.58 LOKAL 1.13 1.61 2.30 3.78 1.31 0.76 0.73 GH-532

  4.65

  3.30

  4.66 5.45 12.08** 3.64 14.47** Antar Galur 49.44** 11.37 45.72** 47.45** 47.56** 13.41 40.27** 2 Keterangan : * dan ** berturut–turut nyata beragam pada taraf 5% dan 1% berdasarkan uji- χ

  Keragaman antar galur untuk karakter jumlah cabang kurang beragam dikarenakan kisaran jumlah cabang galur-galur yang dievaluasi tidak jauh berbeda sehingga antar galur tidak menunjukkan keberagaman yang besar. Keragaman antar galur untuk karakter bobot 100 biji juga tidak menunjukkan keberagaman. Ukuran biji galur-galur yang dievaluasi tidak terlalu jauh berbeda dan tergolong ke dalam ukuran biji medium sehingga tidak menunjukkan keberagaman antar galur.

  Kondisi dalam galur umumnya memperlihatkan keseragaman untuk seluruh karakter yang diamati seperti pada galur GWS-18, GWS-72, GWS-73, GWS-134, dan GWS-138. Sedangkan galur GWS-4, GWS-39, GWS-82, GWS-94, dan GWS-110 keadaannya sudah hampir seragam kecuali untuk beberapa karakter tertentu. Galur- galur yang masih memperlihatkan keragaman yang tinggi untuk beberapa karakter diantaranya galur GWS-27, GWS-52, GWS-74, GWS-139, dan GWS-145.

  Karakter kuantitatif merupakan karakter yang dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing berpengaruh kecil terhadap ekspresi karakter, ciri-cirinya antara lain: sebaran kelas fenotipe kontinyu, tiap gen perannya tidak jelas, adanya kerumitan akibat banyaknya pasangan alel yang memisah (segregasi), dan penampilan sifat merupakan kerjasama pengaruh genotipe dan lingkungan (Bari et al.,1974). Oleh karenanya keragaman dalam galur untuk beberapa karakter masih terlihat.

  Mengingat galur-galur yang digunakan merupakan generasi F10, secara teoritis komposisi genotipe penyusunnya memiliki homosigositas yang relatif tinggi. Hal tersebut diperlihatkan oleh keragaman antar galur yang lebih besar dari keragaman dalam galur, karena galur-galur tersebut kini merupakan kelompok-kelompok populasi yang secara genetik berbeda dan keragaman dalam galur keadaannya akan lebih seragam. Kondisi dalam galur yang masih beragam untuk beberapa karakter seperti pada galur GWS-27, GWS-52, GWS-74, GWS-139, dan GWS-145 menandakan bahwa galur-galur tersebut masih perlu ditingkatkan lagi keseragamannya.

  Pada Tanaman menyerbuk sendiri kadang masih dapat diamati sifat-sifat tertentu yang memperlihatkan keragaman, bahkan adanya keragaman tersebut terlihat pula pada varietas lokal dan varietas unggul yang sudah lama dilepas. Menurut Bari et al. (1974), hal tersebut dapat disebabkan oleh : (i) perbedaan nilai yang timbul oleh adanya beberapa bentuk genotipe dalam populasi akibat pengotoran oleh varietas asing, persilangan dengan varietas asing, dan mutasi alami, (ii) perbedaan nilai yang timbul oleh faktor-faktor yang diterima secara acak oleh individu-individu anggota populasi seperti perbedaan kesuburan tanah tiap jengkal, persaingan dengan gulma, persaingan antar tanaman dalam hal konsumsi air, hara, cahaya, udara, dan sebagainya. Hal tersebut dapat juga terjadi pada galur-galur yang dievaluasi

KESIMPULAN DAN SARAN

  Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan keragaan dan potensi genetik pada galur yang dievaluasi untuk karakter jumlah cabang, jumlah polong total, dan jumlah polong isi. untuk karakter tersebut. Kondisi di dalam galur sebagian besar sudah seragam namun masih ada beberapa galur yang beragam untuk beberapa karakter yang diamati. Keragaman antar galur untuk karakter yang diamati cukup tinggi kecuali untuk karakter jumlah cabang dan bobot 100 biji. Galur-galur dengan nilai tengah jumlah polong total dan jumlah polong isi yang nyata lebih tinggi dari genotipe pembanding dan potensial untuk ditindaklanjuti diantaranya GWS-73, GWS-74, dan GWS-145. Hanya GWS-73 yang telah seragam untuk seluruh karakter sedangkan GWS-74 dan GWS-145 masih perlu ditingkatkan lagi keseragamannya.

DAFTAR PUSTAKA

  Bari, A. , E. Sjamsudin, S. Musa. 1974. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Gupta, S. 1997. Crop Improvement (Vol.2): Stress Tolerance. Science Publisher, Inc. Enfield, New Hampsire. United States of America. 303p.

  ICRISAT. 1991. Groundnut Production Practices. International Crops Research Institute for Semi Arid Tropics. Patancheru, Andhra Pradesh, India. 39p. Kasno, A., A. Bari, A. A. Mattjik, Subandi, S. Solahuddin, S. Somaatmadja, dan Subandi. 1987.

  Telaah interaksi genotipe x lingkungan pada kacang tanah : 1. Pendugaan parameter genetik hasil dan komponen hasil kacang tanah. Penel. Palawija 2 (2) : 81-88. Maynard, J. H. and D. M. Orcott. 1987. The Physiology of Plant Under Stress. John Willey- Sons, Inc. New York. 760p. th

  Phoelman, J. M. and Sleper. 1995. Breeding Field Crops. 4 Edition. The Iowa State University Press. Ames. 494p. Pugnaire, F. I., L. Serrano, and J. Pardos. 1999. Constraints by Water Stress on Plant Growth, nd p. 271-283. In M. Pessarakli (ed.). Handbook of Plant and Crop Stress. 2 edition. Marcel Dekker, Inc. New York, USA. Shorter, R. and A. Patanothai. 1995. Arachis hypogaea L, p. 29-37. In van der Maesen, L. J. G. and S. Somaatmadja (Eds.). Plant Resources of South East Asia 1 : Pulses. PT Gramedia. Jakarta. Trustinah, E. Guhardja, dan W. Gunarso. 1987. Identifikasi fase pertumbuhan empat varietas kacang tanah (Arachis hypogaea (L) Merr.). Pen. Palawija 2 (2) : 68-74. Walker, T. J. 1969. Selection and quantitative characters in field crops. Biol. Rev. 44 : 207-243. Wirawan, B. 2001. Pendugaan Parameter Genetik Zuriat Generasi F8 Hasil Persilangan

  Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Varietas Gajah dan GPNC-WS4. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 29 hal. Yuliati, D. 1999. Penampakan Sifat Agronomi Lima Puluh Nomor Galur Kacang Tanah (Arachis

  hypogaea L.) Generasi F6 Hasil Persilangan Varietas Gajah dan Galur GPNC-WS4. Skripsi

  (tidak dipublikasikan). Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 39 hal.

Dokumen yang terkait