BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Komposisi dan Ukuran Mikro Serbuk Kulit Kerang Darah (Anadora granosa) Terhadap Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

  Orang-orang telah membuat komposit selama ribuan tahun. Salah satu contoh adalah lumpur batu bata. Lumpur dapat dikeringkan menjadi bentuk batu bata yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Batu bata ini cukup kuat jika kita mencoba untuk memukulnya (memiliki kuat tekan yang baik) tapi akan patah dengan cukup mudah jika kita mencoba untuk menekuknya (memiliki kekuatan tarik rendah). Jerami tampaknya sangat kuat jika kita mencoba untuk meregangkan itu, tetapi kita dapat meremas itu mudah. Dengan mencampurkan lumpur dan jerami bersama-sama adalah mungkin untuk membuat batu bata yang tahan terhadap kedua sifat ini dan membuat blok bangunan yang sangat baik. [20].

  Komposit adalah material yang terdiri dari dua atau lebih bahan yang terpisah dikombinasikan dalam unit struktural makroskopik yang terbuat dari berbagai kombinasi dari tiga bahan [21]. Dari pencampuran tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit mempunyai sifat yang berbeda dari material yang umum atau biasa digunakan [22]. Tujuan pembuatan komposit yaitu sebagai berikut [23] :

  • Memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu
  • Mempermudah design yang sulit pada manufaktur
  • Keleluasaan dalam bentuk/design yang dapat menghemat biaya
  • Menjadikan bahan lebih ringan

2.1.1 Konstituen Komposit

  Pada prinsipnya, komposit dibentuk berdasarkan kombinasi antara dua atau lebih material seperti bahan logam, organik ataupun nonorganik. Meskipun ada terdapat kombinasi bahan yang tidak terbatas, tetapi bentuk konstituen lebih terbatas. Bentuk konstituen yang umum digunakan dalam bahan komposit yaitu serat, partikel,

  

laminae (lapisan), serpihan (flakes), pengisi, dan matriks. Matriks merupakan

  konstituen utama yang melindungi dan memberikan bentuk pada komposit. Serat, partikel, laminae, serpihan, dan pengisi merupakan konstituen struktural. Hal ini berarti bahwa mereka menentukan struktur internal dari komposit. Secara umum, meskipun tidak selalu konstituen struktural dianggap sebagai fasa tambahan.

  Jenis komposit yang paling umum dijumpai adalah jenis dimana konstituen struktural dikelilingi dalam matriks, tetapi ada banyak komposit juga yang tidak memiliki matriks dan tersusun dari satu atau lebih bentuk konstituen yang merupakan gabungan dua atau lebih bahan. Sebagai contoh istilah sandwich dan laminates merupakan susunan dari beberapa lapis yang bila digabung akan memberikan bentuk komposit. Banyak barang tenunan tidak memiliki matriks konstituen tetapi terdiri

2.1.2 Matriks

  Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Matriks mempunyai fungsi sebagai berikut [23]. :

  1. Mentransfer tegangan ke serat.

  2. Membentuk ikatan koheren. 3. permukaan matrik/serat.

  4. Melindungi serat.

  5. Memisahkan serat.

  6. Melepas ikatan.

  7. Tetap stabil setelah proses manufaktur Berdasarkan jenis matrik yang digunakan komposit dapat dibagi kedalam tiga kelompok utama yaitu:

  1. Komposit matrik logam (Metal Matrix Composites/MMC), Komposit matrik logam (Metal Matrix Composites) ditemukan berkembang pada industri otomotif, Metal Matrix Composites adalah salah satu jenis komposit yang memiliki matrik logam. Bahan ini menggunakan suatu logam seperti aluminium sebagai matrik dan penguatnya dengan serat seperti silikon karbida . Material MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada mulanya yang diteliti adalah continous filamen MMC yang digunakan dalam aplikasi aerospace. Contoh : alumunium, titanium, magnesium.

  Kelebihan MMC dibandingkan dengan komposit polimer yaitu : a. Transfer tegangan dan regangan yang baik.

  b. Ketahanan terhadap suhu tinggi c. Tidak menyerap kelembapan.

  d. Tidak mudah terbakar.

  e. Kekuatan tekan dan geser yang baik.

  f. Ketahanan aus dan muai termal yang lebih baik Kekurangan MMC :

  a. Biayanya mahal

  c. Mempunyai keuletan yang tinggi

  d. Mempunyai titik lebur yang rendah

  e. Mempunyai densitas yang rendah

  2. Komposit matrik keramik (Ceramic Matrix Composites/CMC) Komposit matrik keramik (ceramic matrix composites ) digunakan pada lingkungan bertemperatur sangat tinggi, CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai penguat dan 1 fasa sebagai matrik, dimana matriksnya terbuat dari keramik. Bahan ini menggunakan keramik sebagai matrik dan diperkuat dengan serat pendek, atau serabut-serabut (whiskers) dimana terbuat dari silikon karbida atau boron nitrida. Matrik yang sering digunakan pada CMC adalah : a. Gelas anorganic.

  b. Keramik gelas

  c. Alumina

  d. Silikon Nitrida Keuntungan dari CMC :

  a. Dimensinya stabil bahkan lebih stabil daripada logam

  b. Sangat tanggung , bahkan hampir sama dengan ketangguhan dari

  cast iron

  c. Mempunyai karakteristik permukaan yang tahan aus

  d. Unsur kimianya stabil pada temperature tinggi

  e. Tahan pada temperatur tinggi f. Kekuatan & ketangguhan tinggi, dan ketahanan korosi Kerugian dari CMC :

  a. Sulit untuk diproduksi dalam jumlah besar

  b. Relatif mahal dan non-cot effective

  c. Hanya untuk aplikasi tertentu

  3. Komposit matrik polimer (polymer matrix composites/PMC) Komposit ini menggunakan bahan polimer sebagai matriknya. Secara umum, sifat-sifat komposit polimer ditentukan oleh sifat-sifat penguat.

  Sifat-sifat polimer,rasio penguat terhadap polimer dalam komposit (fraksi volume penguat), geometri dan orientasi penguat pada komposit. Apapun komposit polimer yang digunakan dalam bahan komposit akan memerlukan sifat-sifat berikut: a. Sifat-sifat mekanis yang bagus

  b. Sifat-sifat daya rekat yang bagus

  c. Sifat-sifat ketangguhan yang bagus

  d. Ketahanan terhadap degradasi lingkungan bagus sifat-sifat mekanis yang bagus. Komposit matriks polimer merupakan komposit yang paling sering digunakan karena komposit polimer memiliki beberapa keunggulan yaitu biaya pembuatan lebih rendah, ketangguhan baik, tahan simpan, siklus pabrikasi dapat dipersingkat, kemampuan mengikuti bentuk, lebih ringan [23]

  Pada penelitian ini, matriks yang digunakan adalah resin epoksi. Resin epoksi merupakan polimer termoset yang paling penting karena ketahanan panas yang baik, kelembaban, ketahanan kimia, ketangguhan, kekuatan listrik dan mekanik yang baik. Resin epoksi mengalami proses curing menjadi jaringan tiga dimensi cross-linked dengan penambahan agent curing untuk membuat resin termoset keras [25].

2.1.2.1 Epoksi

  Epoksi biasanya memiliki sifat mekanik dan ketahanan terhadap pengaruh akibat lingkungan dimana hampir semuanya sesuai untuk aplikasi dalam komponen- komponen pesawat terbang. Sebagai resin yang terlaminasi, peningkatan kemampuan penyerapan (adhesive) dan ketahanan terhadap air membuat epoksi resin cocok untuk digunakan untuk membuat badan kapal. Epoksi banyak digunakan sebagai material konstruksi utama untuk perahu kemampuan tinggi atau dipakai sebagai pelapis dinding atau pengganti polyesterresin atau pelapis gel yang rusak oleh pengaruh air [26].

  Epoksi dapat disebut sebagai oksida, seperti etilena oksida (epoxy etana), atau 1,2-epoksida. Kelompok epoksi juga dikenal sebagai oksiran mengandung atom oksigen yang terikat dengan dua atom karbon [27]. Ethylene Oxide (EO), kadang- kadang disebut sebagai oksiran, adalah eter siklik sederhana. Ethylene Oxide merupakaan gas atau cair yang tidak berwarna dan memiliki bau eterik manis.

  Karena cincin yang sangat tegang yang dapat dibuka dengan mudah, EO sangat reaktif [28]. Berikut ini adalah Tabel 2.1 yang menunjukkan spesifikasi resin epoksi

Tabel 2.1 Spesifikasi Resin Epoksi [28]

  No Spesifikasi SI Units Engineering Units

  1 Berat Molekul 44.053 44.053

  2 Titik Didih Normal 283,6K

  50.8F 101.325kPa (1atm)

  3 Titik Lebur 160,65K -170.5F

  4 Temperatur Kritik 469.15K 384.8F

  5 Tekanan Kritik 7,191kPa 1.043psia Resin epoksi disusun oleh reaksi senyawa yang mengandung hidrogen aktif dengan epichlorohydrin diikuti oleh dehidrogenase-halogenasi. Bisphenol A (BPA)

  (80-057), pada reaksi dengan epichlorohydrin (ECH), menghasilkan diglisidil eter bisphenol A (DGEBPA). Adapun mekanisme curing dapat dilihat pada gambar dibawah ini [29] [30]:

  a) Sebuah grup epoksi bereaksi dengan satu dari atom hidrogen pada amine, kemudian membentuk gugus hidroksil dan primary amine mengalami reduksi menjadi secondary amine, seperti pada gambar berikut

  2

  1

  1

  2 NH + CH2 CH R NH CH CH R

2 R R

  2 O OH

Gambar 2.1 Reaksi Curing Epoksi Tahap 1

  b) Selanjutnya secondary amine akan bereaksi dengan grup epoksi yang lain seperti pada gambar berikut.

  OH

  2 CH

  2 CH R

  2

  1

  1 N R CH CH R NHCH CH

  2

  2

  2 R R

  2 CH

  2 CH R O OH OH

Gambar 2.2 Reaksi Curing Epoksi Tahap 2

   Grup epoksi yang lain yang tidak bereaksi akan berikatan dengan gugus hidroksil dari rantai yang lain dan reaksi curing selesai seperti pada gambar berikut

  3 R

3 R

  2

  

1

  CH

  • 1

  2 CH O

  • n CH CH R R N

  2 CH CH

  2 N R a-1

  3

  3 R O R

  2

  2 R R

Gambar 2.3 Reaksi Curing Epoksi Tahap 3

  Sudah banyak penelitan yang telah dilakukan dengan menggunakan bahan- bahan alami yang terdapat di alam dengan komposit epoksi, untuk memperbaiki sifat nya maka ditambahkan pengisi yang berasal dari alam seperti yang telah dilakukan oleh: a) Girisha dkk yang mengunakan pengisi hybrid yaitu campuran serat sisal dan serat kelapa untuk dijadikan pengisi pada resin epoksi untuk memperbaiki sifat kekuatan tarik dan penyerapan air pada komposit. Hasil kuat tarik dan kuat lentur terbaik yang didapat adalah sebesar 56 MPa dan 66 MPa pada komposisi pengisi sebesar 40% [6]. b) Chanap menggunakan abu cangkang kelapa sebagai pengisi pada komposit untuk meningkatkan nilai kekuatan tarik dan kekuatan lentur dari komposit, didapatkan hasil kuat tarik dan kuat lentur yang terbaik yaitu sebesar 36.95 MPa dan 65.98 MPa [7].

  c) Soemardi menggunakan serat rami sebagai pengisi pada komposit epoksi dengan variasi komposisi untuk meningkatkan sifat mekanik pada komposit, didapatkan nilai tegangan tarik dan elastisitas terbesar dari komposit yaitu 260 MPa dan 11.23 GPa pada komposisi pengisi 50% [8].

  d) Asy’ari menggunakan abu sekam padi dengan variasi komposisi tertentu

  2 sebesar 4.45713 kgf/mm pada komposisi 10% pengisi [9].

  e) Bahrom menggunakan serat bambu sebagai pengisi untuk komposit epoksi pada penelitiannya [10] untuk memperbaiki sifat dari resin epoksi.

  f) Priyadi dan Rusnoto memanfaatkan serat kayu sebagai pengisi untuk kompositnya. Hasil kuat tarik dan kuat lentur yang terbesar adalah 2,1703

  2

  2 kgf/mm dan 16,11 kgf/mm yaitu pada diameter pengisi sebesar 1.5 mm [11].

  g)

  2 murni

  Deya’a dkk menggunakan bahan pengisi berupa MgO dan TiO dengan variasi komposisi tertentu untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit epoksi dengan nilai kuat bentur terbesar dari komposit adalah

  2 sebesar 11.333 KJ/m pada komposisi MgO sebesar 10% [19].

  2.1.2.2 Polistirena Monomer stirena merupakan hidrokarbon aromatik, yang, dalam kondisi normal tidak berwarna, cairan yang mudah terbakar. Metode konvensional untuk memproduksi monomer stirena adalah alkilasi benzena dengan etilena [31].

  Polistirena adalah polimer linear yang komersil dan bersifat amorf. Polistirena sangat mudah untuk diproses dan mempunyai suhu transisi gelas (Tg)

  o

  sebesar 100

  C. [32]. Pada penelitian ini, polistirena ditambahkan ke dalam resin epoksi dengan perbandingan 10% : 90%. Tujuan penambahan polistirena ini adalah sebagai penguat untuk lebih mengkakukan dan mengeraskan komposit epoksi yang sebelumnya cenderung terlalu lunak dan susah diproses. Berikut adalah Gambar 2.4 yang menunjukkan struktur kimia dari polistirena:

Gambar 2.4 Gambar Polistirena [32]

2.1.3 Pengisi

  Berdasarkan sifat penguatannya, maka komposit dibagi menjadi dua, yaitu:  Komposit Isotropik Komposit isotropik adalah komposit yang penguatannya memberikan penguatan yang sama untuk berbagai arah (dalam arah transversal maupun longitudinal) sehingga segala pengaruh tegangan atau regangan dari luar akan mempunyai nilai penguatan yang sama. Berikut adalah Gambar 2.5 yang menunjukkan arah penguatan komposit isotropic.

Gambar 2.5 Gambar Komposit Arah Penguatan Isotropik [33]

   Komposit Anisotropik Komposit anisotropik adalah komposit yang matriksnya memberikan penguatan tidak sama terhadap arah yang berbeda, misalnya nilai penguatan untuk arah transversal tidak sama dengan penguatan arah longitudinal. Berikut adalah Gambar 2.6 yang menunjukkan arah penguatan komposit anisotropik.

Gambar 2.6 Gambar Komposit Arah Penguatan Anisotropik [33]

  Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan bahan komposit. Klasifikasi yang disebutkan di sini yaitu berdasarkan bentuk konstituen struktural. Hal ini memberikan pembagian lima kelas dari komposit, yaitu [24]:

  1. Komposit serat (fiber composite), terdiri dari serat dengan atau tanpa matriks.

  2. Komposit serpihan (flake composite), terdiri dari serpihan datar dengan atau tanpa matriks.

  3. Komposit partikulat (particulate composite), terdiri dari partikel dengan atau tanpa matriks.

  4. Komposit berpengisi (skeletal) (filled composite), terdiri dari matriks skeletal kontinu yang diisi dengan material kedua.

  5. Komposit laminar (laminar composite), terdiri dari lapisan konstituen Berikut ini adalah Gambar 2.7 yang menunjukkan kelas komposit

  LAMINAR PARTICULATE FIBER COMPOSITE COMPOSITE COMPOSITE FLAKE FILLED COMPOSITE COMPOSITE

Gambar 2.7 Kelas Komposit [24]

  2.1.3.1 Kulit Kerang Pada penelitian ini, jenis pengisi yang digunakan adalah berbentuk serbuk yaitu kulit kerang. Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada famili cardiidae yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal yang besar dan dapat dipanen setelah berumur 6

  • – 7 bulan. Hasil panen kerang per hektar per tahun dapat mencapai 200 – 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 – 100 ton daging kerang [14].

  Cangkang biasanya terdiri dari tiga lapisan, yaitu: melindungi b) lapisan kedua yang tebal, terbuat dari kalsium karbonat; dan

  c) lapisan dalam terdiri dari mother of pearl, dibentuk oleh selaput mantel dalam bentuk lapisan tipis. Lapisan tipis ini yang membuat cangkang menebal saat hewannya bertambah tua [34]. Jenis kerang yang sering menjadi konsumsi masyarakat, yaitu kerang darah

  (Anadara granosa) Adapun klasifikasi kerang darah adalah [35]: Kerang Darah (Anadara granosa) Fillum : Mollusca Kelas : Pelecypoda (Lamellibranchiata) SubKelas : Fillibranchiata Ordo : Eutaxodontida Super Famili : Arcacea Famili : Arcidae Sub famili : Anadarinae Genus : Anadara Spesies : Maculosa

  Berikut ini adalah Gambar 2.8 yang menunjukkan gambar kerang darah [35] Berikut ini adalah Tabel 2.2 menunjukkan komposisi kimia serbuk kulit kerang.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang [14]

  Komponen Kimia Komposisi (%)

  CaO 66,70 SiO 7,88

2 Fe

  2 O 3 0,03

  MgO 22,28 Al

  2 O 3 1,25

  Banyak peneliti juga menggunakan kulit kerang sebagai pengisi untuk memperbaiki sifat komposit diantaranya adalah: a) Siregar yang menggunakan kulit kerang sebagai bahan pengisi untuk membuat beton polimer. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas terbaik dari beton polimer yang dibuat adalah pada komposisi 80% serbuk kulit kerang dan 20% resin epoksi dengan waktu pengeringan 8 jam dan

  o

  suhu 60 C dengan nilai tekan, patah dan tarik berturut-turut adalah 56.9 MPa, 34 MPa dan 7,46 MPa [14].

  b) Andre yang menggunakan kulit kerang sebagai pengganti semen dalam proses pembuatan paving block (bata beton). Hasil penelitian yang didapat adalah nilai kuat tekan yang terbaik didapat pada komposisi 98% semen, 2% kulit kerang dan 100% CSW yaitu sebesar 10.05 MPa [15]. c) Nadjib juga menggunakan bahan baku serbuk kulit kerang untuk membuat lem kaca yang lebih inovatif. Dari penelitian ini didapatkan hasil nilai kuat tarik yang terbaik terdapat pada komposisi 68.45% kulit kerang, 8.22%

  5

  lem arabik, 1.42% putih telur dan 21.90% air yaitu sebesar 16.620 x 10

2 N/m [16].

  d) Yuniati menggunakan serbuk kulit kerang sebagai pengisi alternatif pada pembuatan karet alam, penggunaan kulit kerang ini adalah untuk menggantikan peran dari kalsium karbonat. Hasil penelitian Yuniati menunjukkan bahwa nilai kuat tarik terbaik yang didapat adalah 20,5 MPa

2.2 METODA PENYEDIAAN KOMPOSIT

  Metoda penyediaan komposit yang umum dilakukan, yaitu [36]:

  1. Metoda Vacuum Bagging yang menggunakan kombinasi ruang vakum dan sebuah film penyerap resin.

  2. Metoda Vacuum Resin Transfer Moulding (RTM) menggunakan pemanasan dan proses pemvakuman.

  3. Metoda Filament Winding menggunakan sebuah mesin pemintal untuk membentuk jaringan filament.

  4. Metoda Pultrusi menggunakan peralatan untuk membentuk komposit menjadi bentuk-bentuk struktural. Metoda ini banyak digunakan untuk produksi dalam skala besar.

  5. Metoda Hand Lay-Up menggunakan cetakan yang telah diberi gel coat pada permukaannya kemudian ditambahkan resin dan pengisi kedalam cetakan tersebut dan dibiarkan mongering (curing)

  6. Metoda Compression Molding menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi sampai mencapai 1000 psi, diawali dengan mengalirkan resin dan zat pengisi dengan viskositas tinggi ke dalam cetakan, kemudian mold ditutup dan dilakukan penekanan terhadap material komposit tersebut, sehingga mengakibatkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti bentuk cetakan. Pada penelitian yang akan dilakukan kami menggunakan metode Compression

  Molding yang menggunakan alat Hot Press, karena:

  a) Penyebaran komposit lebih merata

  b) Meminimalkan adanya void

2.3 UKURAN MAKRO PARTIKEL DAN MIKRO PARTIKEL

  Salah satu variasi yang digunakan di dalam percobaan ini adalah variasi ukuran dari partikel pengisi. Ukuran partikel yang dikaji pada percobaan ini adalah ukuran dari pengisi dari komposit yaitu serbuk kulit kerang darah tetapi masih dalam

  Ukuran partikel yang termasuk ke dalam ukuran mikro partikel adalah ukuran

  • 7 -4

  partikel dengan kisaran angka antara 1 x 10 sampai 1 x 10 meter [37] yang juga berarti kisaran antara 0,1 sampai 100 mikron. Sedangkan partikel-partikel dengan ukuran di bawah 0,1 mikron termasuk ke dalam jenis nano partikel, dan ukuran partikel di atas 100 mikron termasuk ke dalam jenis makro partikel. Adapun satuan ukuran partikel yang digunakan dalam percobaan ini adalah dalam mesh yang sesuai dengan satuan ukuran ayakan yang digunakan.

  Pada percobaan ini nilai ukuran partikel pengisi divariasikan sebesar 200, 230, 260, 290 dan 320 mesh. Adapun kisaran konversi dari nilai mesh yang digunakan ke nilai mikron ditunjukkan pada tabel di bawah ini [38]:

Tabel 2.3 Tabel Konversi Nilai Mesh ke Nilai Mikron

  

Ukuran Partikel dalam Mesh Ukuran Partikel dalam Mikron

  200

  75 230

  63 260

  56 290

  48 320

  44

2.4 PENGUJIAN/KARAKTERISASI BAHAN KOMPOSIT

2.4.1 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength) Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui karakteristik patah dari bahan.

  Pengujian ini biasanya mengikuti dua metoda yaitu metoda Charpy dan Izod yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan impak, yang kadang juga disebut seabgai ketangguhan ketok (notch toughness). Untuk metoda Charpy dan Izod, spesimen berupa dalam bentuk persegi dimana terdapat bentuk V-notch. Berikut ini adalah

Gambar 2.9 yang menunjukkan Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan IzodGambar 2.9 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod [39]

  Peralatan untuk melakukan kekuatan impak spesimen V-notch ditunjukkan pada Gambar 2.6. Beban didapat dari tumbukan pendulum yang dilepas dari ketinggian h. Spesimen diletakkan di dasar seperti pada Gambar 2.5. Ketika dilepas ujung pisau pada pendulum akan menghantam dan mematahkan spesimen pada titik ketoknya (notch) yang bekerja sebagai titik tegangan untuk benturan kecepatan tinggi. Pendulum terus berayun, naik sampai ketinggian maksimum h' yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap, yang diukur dari perbedaan ketinggian h dan h' merupakan pengukuran kekuatan impak. Perbedaan antara metoda Charpy dan Izod yaitu bergantung pada peletakan support spesimen seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9 [39].

  Scale Starting Position Pointer Hammer

  End of Swing Specimen Anvil

Gambar 2.10 Skema Pengujian Impak [39]

2.4.2 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

   Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan

  sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan.

  Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [40]. Gambaran secara umum mengenai uji kekuatan tarik ditunjukkan pada Gambar 2.10 dibawah ini.

Gambar 2.11 Gambaran Umum Uji Tarik (Tensile Strength) [41]

  Rumus perhitungan terhadap hasil pengujian kekuatan tarik (tensile strength) dari sampel adalah sebagai berikut [42]: a. Engineering Stress (Tensile Strength) adalah gaya per unit luas dari material yang menerima gaya tersebut. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

  Ao Fmaks

   (2.1)

  Keterangan: σ = Enginering Stress (N/m

  2

  ) F maks = Gaya tarik yang diberikan kepada penampang spesimen (N) Ao = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (m

  

2

  )

  b. Engineering Strain (Tensile Strain) merupakan ukuran perubahan panjang dari suatu material. Rumus untuk menghitung tensile strain adalah sebagai berikut:

  lo l lo lo li e

      (2.2)

  Sampel

Gaya Tarik Ke Atas Pengunci Sampel Keterangan: e = Enginering Strain lo = Panjang mula-mula spesimen sebelum penarikan Δl = Pertambahan panjang

  c. Modulus Young disebut juga modulus elastisitas atau modulus peregangan. Modulus Young adalah perbandingan antara tegangan (stress) dengan regangan (strain). Rumus perhitungan modulus Young adalah sebagai berikut:

  

  E

  (2.3)

  e

  Keterangan:

  2 E = Modulus elastisitas/ Modulus Young (N/m )

  e = Enginering Strain

  

2

  ) σ = Enginering Stress (N/m

2.4.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FTIR)

  Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [43].

  2.4.4 Analisa Penyerapan Air oleh Komposit

  Penyerapan air (water-absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis penggunaan komposit di lingkungan terbuka [44].

  2.4.5 Analisa Scanning Electron Microscopy (Sem) Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel.

  SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan absorpsi elektron.

  Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 um dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas yang tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan palladium [45].

2.5 ANALISIS BIAYA

  Produk komposit yang dihasilkan pada penelitian ini ditujukan untuk pembuatan dashboard pada kendaraan bermotor. Dashboard merupakan salah satu komponen penting pada kendaraan bermotor dimana fungsi dashboard cenderung bersifat estetika dan juga sebagai pelindungan untuk peralatan-peralatan elektronik dalam mobil.

  Pada penelitian ini, digunakan resin epoksi dan pengisi serbuk kulit kerang darah sebagai bahan baku pembuatan komposit. Perincian harga bahan baku yang digunakan untuk membuat komposit dapat dilihat pada tabel berikut:

  Bahan Satuan Harga Resin A Eposchon 1 kg Rp 80.000 Resin B Eposchon 1 kg Rp 96.000 Polistirena 1 kg Rp 50.000 Serbuk Kulit Kerang Darah 1 kg Rp 10.000 Kloroform 1 kg Rp 170.000

  Untuk membuat komposit yang dimaksud, digunakan perbandingan bahan baku 30% yang ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 2.5 Perincian Bahan Baku untuk Membuat Komposit

  Bahan Jumlah Harga/kg Harga Resin A Eposchon 31,5 g Rp 80.000 Rp 2.520 Resin B Eposchon 31,5 g Rp 96.000 Rp 3.024 Polistirena 7 g Rp 50.000 Rp 350 Serbuk Kulit Kerang Darah 30 g Rp 10.000 Rp 300 Kloroform 28 g Rp 170.000 Rp 4.760 Total 128 g Rp 10.684

  Dari 128 g jumlah bahan baku yang digunakan, hanya 70 g yang dapat digunakan untuk membentuk komposit. Kehilangan berat yang terjadi disebabkan oleh flash yang terjadi serta susut massa akibat reaksi curing. Apabila dibandingkan dengan produk dashboard kendaraan bermotor yang memiliki massa rata-rata sebesar

  7 kg, maka harga produk dashboard berdasarkan bahan baku komposit penelitian ini adalah 7000/70 x Rp 10684 = Rp 1.068.400.

  Jika diasumsikan biaya operasional pembuatan suatu dashboard adalah Rp 2.500.000. maka harga produk menjadi Rp 3.568.400. Harga ini masih dibawah harga rata-rata dashboard untuk kendaraan bermotor dimana harga dashboard kendaraan bermotor kira-kira berkisar pada harga Rp 9.500.000. Oleh karena itu, dari segi harga, produk ini memiliki potensi untuk dipasarkan dan bersaing dengan produk lainnya yang sejenis.