PENINGKATAN EFISIENSI WAKTU KOMPUTASI DENGAN METODE PEMROGRAMAN DINAMIS

  Vol 3, No 3Desember 2013

ISSN 2088-2130 PENINGKATAN EFISIENSI WAKTU KOMPUTASI DENGAN METODE PEMROGRAMAN DINAMIS

  1*) 1) 1) Dyah Sulistyowati Rahayu , Chastine Fatichah , Rully Sulaiman 1)

  Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Indonesia

   ABSTRAK

  Proses segmentasi merupakan tahapan awal yang sangat penting pada berbagai aplikasi pengolahan citra. Keberhasilan proses segmentasi ikut menentukan hasil akhir aplikasi yang melibatkan pengolahan citra. Konstruksi histogram ambang jamak merupakan salah satu metode segmentasi sederhana dengan melakukan analisis terhadap histogram derajat keabuan citra. Metode Minimum Error Thresholding (MET) adalah metode konstruksi histogram ambang yang memiliki nilai akurasi tinggi dengan cara menemukan nilai kesalahan klasifikasi minimum dari perkiraan distribusi Gaussian. Namun, kompleksitas metode tersebut yang n mencapai 256 untuk ambang jamak menyebabkan tingginya waktu komputasi yang diperlukan. Penelitian ini mengusulkan penerapan konsep pemrograman dinamis untuk menguragi waktu komputasi metode MET. Pengurangan waktu komputasi dilakukan dengan melakukan pemodelan ulang formulasi sehingga dapat mengurangi perhitungan yang berulang dan menyimpan nilai yang sudah dihitung pada tabel rujukan. Ujicoba yang dilakukan menunjukkan penerapan konsep pemrograman dinamis dapat secara signifikan mengurangi waktu komputasi metode tersebut. Rasio waktu komputasi antara metode dengan penerapan pemrograman dinamis dengan metode tanpa pemrograman dinamis mencapai 1:88 pada jumlah ambang 4.Semakin banyak jumlah ambangnya maka semakin tinggi pula perbedaan rasio waktu antar kedua metode.Dengan penerapan konsep pemrograman dinamis tersebut metode MET ambang jamak dapat diaplikasikan dengan waktu komputasi rasional.

  Kata kunci:ambang jamak, histogram, pemrograman dinamis, segmentasi.

  ABSTRACT Segmentation process is an important initial step in many image processing applications. The result of the segmentation process determines the final outcome of applications involving image processing. A multi-level thresholding is one of the simple methods by analyzing the degree of gray image histogram. Minimum Error Thresholding method (MET) is a thresholding method that has an high accuracy value by finding the minimum misclassification error of the estimated Gaussian distribution. However, the n complexity of multilevel threshold is 256 that requiresan high computation time. This research proposes the application of dynamic programming method for reducing the MET’s time complexityby remodeling the formulation. The dynamic programming reduces the repetitive calculation and saves the value in a lookup table. Tests have shown the dynamic programming can significantly reduce the computation time of MET. The ratio between MET using dynamic programming and MET without dynamic programming reached 1:88 for the number of threshold of 4. The greater the number of threshold, the higher the difference of time ratio between those two methods.By applying the concept of dynamic programming MET thresholding method can be applied to multilevelthresholding in a rational computation time. Keywords: multilevel threshold, histogram, dynamic programming, segmentation. Saat ini aplikasi pengolahan citra banyak dibutuhkan dalam berbagai bidang.Tidak hanya untuk kepentingan penelitian, aplikasi yang melibatkan pengolahan citra banyak diaplikasikan untuk kepentingan kesehatan, pendidikan, pengolahan sumber daya alam, dan berbagai bidang strategis lainnya.Pengolahan citra selain memiliki nilai penelitian juga memiliki nilai jual ekonomis.

  Umumnya segmentasi adalah tahapan awal dari rangkaian pengolahan citra. Tahap segmentasi yang baik akan mampu menjadikan hasil akhir yang baik pula sehingga manfaat aplikasi dapat tercapai. Salah satu metode segmentasi sederhana dan telah digunakan secara luas adalah ambang citra (thresholding).Ambang citra bekerja dengan menganalisis persebaran distribusi intensitas derajat keabuan citra.Metode tersebut menentukan ambang citra berdasarkan persebaran intensitas derajat keabuan citra yang terbentuk dalam wujud histogram intensitas.

  Ambang citra digolongkan menjadi dua, yaitu ambang tunggal (bi-

  level thresholding ) dan ambang jamak

  (multilevel thresholding ).Ambang tunggal memisahkan intensitas citra ke dalam dua kelas. Kelas dengan intensitas yang kurang dari nilai ambang tertentu dan kelas dengan intensitas yang lebih dari atau sama dengan ambang tertentu. Ambang jamak memisahkan intensitas citra ke dalam beberapa kelas yang telah ditentukan.Masing-masing kelas beranggotakan intensitas citra dalam jangkauan yang dipisahkan oleh ambang yang telah ditentukan.

  Sezgin dan Sankur [1] menggolongkan metode ambang citra ke dalam enam buah kategori, yaitu metode berdasarkan bentuk histogram, berdasarkan konsep pengelompokan, berdasarkan nilai entropi, berdasarkan atribut obyek, metode spasial, dan metode lokal adaptif.Dari ke enam kelompok tersebut, tiga diantaranya adalah kelompok dengan metode- metode yang sampai saat ini masih digunakan secara luas yaitu metode berdasarkan bentuk histogram, pengelompokan, dan entropi.

  Metode ambang berdasarkan bentuk histogram diantaranya menganalisis puncak dan lembah histogram dengan menggunakan kernel [2][3] , menganalisis bentuk histogram dengan Gaussian [4], menggunakan konsep dasar convex hull untuk menemukan cekungan terdalam sebagai alternatif letak ambang [5], dan juga menggunakan konsep PMF dengan pencarian berulang untuk menemukan varians minimal antara fungsi dengan histogram [6].

  Metode Otsu [7] meminimalkan variansi intra kelas dan memaksimalkan variansi antar kelas, metode Minimum Error Thresholding meminimalkan nilai kesalahan klasifikasi dari pemodelan distribusi Gaussian [8][9] dan metode pengelompokan berdasarkan konsep Fuzzy [10] adalah contoh metode ambang berdasarkan konsep pengelompokan. Sedangkan Metode berdasarkan nilai entropi yang telah diusulkan diantaranya oleh Kapoor [11] dan fuzzy entropi [12].

  Metode tersebut juga dapat dikelompokkan menjadi dua pendekatan yaitu parametrik dan non- parametrik.Metode dengan pendekatan parametrik menentukan nilai ambang berdasarkan estimasi parameter yang dari pemodelan distribusi yang paling sesuai dengan histogram intensitas citra.Sedangkan metode non-parametrik menentukan nilai ambang berdasarkan pencarian nilai yang mengoptimalkan nilai obyektif tertentu.

  Metode non-parametrik lebih banyak digunakan secara luas karena

  Vol 3, No 3Desember 2013

1. PENDAHULUAN

  Dyah Sulistyowati Rahayu dkk, Peningkatan Efisiensi Waktu Komputasi...

  kebutuhan waktu komputasinya yang dengan harapan dapat mengurangi biaya lebih kecil dibandingkan metode komputasi metode MET konvensional. parametrik. Contoh metode non-

  2. DATA

  parametrik yang sampai saat ini masih terus digunakan untuk berbagai aplikasi Data yang digunakan dalam pengolahan citra adalah metode Otsu[7], penelitian ini adalah citra grayscale

  MET[8], dan entropi[11]. Selain karena dengan 2 ukuran yang berbeda yaitu 512 akurasinya yang tinggi, ketiga metode x 512 dan 256 x 256.Gambar 1 adalah tersebut menggunakan tahapan yang citra yang digunakan sebagai data uji cukup sederhana [13][14][15]. coba.Citra dengan ukuran yang berbeda digunakan untuk melihat pengaruh

  Ketiga metode tersebut ukuran citra terhadap waktu komputasi merupakan salah satu metode berbasis yang diperlukan. pengelompokan dengan hasil akurasi yang cukup tinggi pada berbagai kasus.

  Untuk mengatasi tingginya waktu komputasi metode tersebut jika diaplikasikan pada histogram ambang jamak telah diusulkan penelitian berbasis metode heuristik [16][17][18].

  Pemrograman dinamis diketahui secara luas sebagai sebuah metode yang melakukan penyederhanaan permasalahan dengan membaginya menjadi beberapa tahapan yang berurut.Metode ini digunakan sebagai alat komputasi yang pada banyak kasus berhasil melakukan optimasi kompleksitas dari suatu formulasi yang diselesaikan [19].Konsep pemrograman dinamis telah diterapkan pada metode Fast Otsu [20] untuk mengurangi biaya komputasi pada metode konvensional Otsu dengan memodelkan ulang bentuk formulasi pencarian ambang optimalnya.Metode ini terbukti dapat mengurangi kompleksitas metode Otsu

  Gambar 1. Citra lena, cameraman, house,

  konvensional dengan pengurangan

  peppers, boat dan livingroom waktu yang signifikan. sebagai data uji coba.

  Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan sebuah penerapan metode

  3. METODE MET DENGAN

  pemrograman dinamis pada konstruksi

PEMROGRAMAN DINAMIS

  histogram ambang jamak berdasarkan nilai minimum kesalahan klasifikasi Metode MET dapat yang telah terbukti menjadi kriteria yang dikembangkan untuk ambang baik dalam menentukan ambang jamak.Nilai kriteria yang harus optimal. Pemodelan pemrograman diminumkan untuk mendapatkan dinamis pada metode Fast Otsu akan ambang optimum adalah nilai kesalahan diadopsi untuk membentuk model klasifikasi yang didapatkan dari formulasi metode yang diusulkan kesalahan estimasi distribusi Gaussian dengan data sebenarnya.Nilai kesalahan

  124 klasifikasi dicari dengan persamaan 1 dengan c adalah kelas. Probabilitas kelas c

  

  (8)

  J J

  (6) Pada umumnya, suatu permasalahan terdiri dari sub-

  Pemrograman dinamis adalah sebuah paradigma algoritmis dimana sebuah permasalahan diselesaikan dengan mengidentifikasi rangkaian dari sub- permasalahan dan mengerjakannya satu persatu, mulai dari yang terkecil, menggunakan jawaban dari permasalahan yang kecil untuk membantu menemukan jawaban permasalahan yang lebih besar, sampai keseluruhan permasalahan diselesaikan [21].

  Metode MET dimodelkan ulang dengan mengadopsi pemodelan Fast Otsu. Pemodelan yang digunakan pada Fast Otsu menerapkan konsep perhitungan Subset Sum dimana nilai penjumlahan dari interval tertentu bisa dihitung dari penjumlahan sebelumnya. Pemodelan ulang yang digunakan untuk menghitung nilai probabilitas kelas dan mean kelas dituliskan pada persamaan 7 dan

  8. Pembuktian kebenaran pemodelan ulang tersebut dijelaskan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

  ) 1 , ) 1 ( , ) 1 ( , (

  ) 1 , ) 1 ( , 1 (

  ) 1 , 1 ( 1   

      a b b a p b b p b

       

  ) 1 , ) 1 ( , ) 1 ( , (

     (5)

  ) * ( ) 1 , ) 1 ( , 1 (

  ) 1 , 1 ( 1   

      a b b a p b b b p b

       

  (9) Pemodelan ulang untuk standar deviasi interval kelas tidak menghasilkan nilai yang sama persis.Namun nilai yang dihasilkan oleh pemodelan ulang sebanding dengan nilai standar deviasi yang sebenarnya.Standar deviasi diformulasikan ulang pada persamaan 10.Pembuktian kebenaran pemodelan ulang tersebut dijelaskan pada Gambar 4.

  ) 1 , ) 1 ( , ) 1 ( , (

  )). , / 1 ( ) , ( 1 ( ) 1 ,

  ) 1 ( , 1 ( ) 1 ,

  1 (         a b b a p b b b b b b

         

  (10) Dari nilai probabilitas dan standar deviasi interval kelas yang sudah disimpan di dalam sebuah tabel rujukan, dapat dihitung nilai kesalahan klasifikasi tiap interval kelas.

  ) min( min

  1 ) log ,.., , (

  dihitung menggunakan persamaan 2 dengan p i adalah probabilitas intensitas,

   

  n adalah intensitas batas awal setiap

  kelas dan N adalah intensitas batas akhir setiap kelas. Mean dan standar deviasi kelas dihitung dengan persamaan 3 dan 4.

    

       1 ] log [log .

  2 ( 1 ) C c c c c J t

     (1)

  ; 

    N n i i c

   p

  (2) ; / .

   N n i c i c p i

  2

   

  (3)

    

    c c t t i i c c p i

  1

  2 1 ) (  

  (4) Untuk menyederhanakan perhitungan tanpa mengubah hasil akhir, persamaan 1 diubah menjadi persamaan 5 dengan menghilangkan penjumlahan dan perkalian dengan konstanta.Untuk memperoleh ambang optimum digunakan persamaan 6.

    

   C c c c C c J t t t

  1

  1

  Vol 3, No 3Desember 2013

  126

  0.14

  0.84

  0.7

  0.54

  0.3

  0.18

  0.08

  0.06 Probabilitas(1,N)

  0.1

  0.16

  1 Mean(N)

  0.24

  0.12

  0.1

  0.08

  3 Probabilitas(N)

  5

  7

  8

  0.94

  0.08

  6

  1.6

  ; / . 6 3 ) 6 , 3 (

  Pseudocode sistem MET-DP untuk membentuk tabel rujukan nilai kesalahan klasifikasi setiap interval kelas dituliskan pada Gambar 5.Dari nilai J yang disimpan terssebut kemudian dilakukan pencarian ambang yang meminimalkan penjumlahan nilai kriteria dari setiap kelas.

  1.Pencarian nilai secara menyeluruh ini hanya dilakukan satu kali yaitu untuk mendapatkan jumlah kesalahan klasifikasi yang minimum sehingga meskipun kompleksitasnya tinggi, masih cukup efisien karena hanya melibatkan operasi penjumlahan.

  Gambar 3. Pembuktian pemodelan ulang nilai mean interval kelas Untuk mendapatkan nilai kriteria ambang optimum diperlukan penjumlahan kesalahan klasifikasi tiap kelas yang mungkin terbentuk dari kombinasi ambang.Jumlah jumlah ambangnya ditampilkan pada Tabel

  4.42 Mencari nilai mean kelas yang dibatasi intensitas 3 dan 6: Mean(3,6) = (Mean(1,6) - Mean(1,2))/ Probabilitas(3,6) Mean(3,6) = (3.24 - 0.28)/(0.84-0.18) = 2.96 Mean(3,6) = 2.96/ 0.66 = 4.48 Pembuktian: Mean(3,6) = Mean(3,6) = (0.36 + 0.96 + 0.8 + 0.84)/ (0.84-0.18) Mean(3,6) = 2.96/ 0.66 = 4.48

  3.94

  3.24

  2.4

  0.64

  0.2

  0.28

  0.08

  0.48 Mean(1,N)

  0.7

  0.84

  0.8

  0.96

  0.36

  12

  5

  Nilai

  5

  0.1

  0.08

  3 Probabilitas(N)

  5

  7

  8

  12

  6

  4

  0.24

  8 Frekuensi

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1

  0.12

  0.16

  4

  Gambar 2. Pembuktian pemodelan ulang nilai probabilitas interval kelas Nilai

  8 Frekuensi

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1

  1 Mencari nilai probabilitas kelas yang dibatasi intensitas 1 dan 5: P(1,5) = P(1,4) + P(5) P(1,5) = 0.54 + 0.16 = 0.7 Pembuktian: P(1,5) = 0.08 + 0.1 + 0.12 + 0.24 + 0.16 = 0.7 Mencari nilai probabilitas kelas yang dibatasi intensitas 3 dan 6: P(3,6) = P(1,6) - P(1,2) P(3,6) = 0.84 - 0.18 = 0.66 Pembuktian: P(3,6) = 0.12 + 0.24 + 0.16 + 0.14 = 0.66

  0.14

  0.94

  0.84

  0.7

  0.54

  0.3

  0.18

  0.08

  0.06 Probabilitas(1,N)

  0.1

   i i p iDyah Sulistyowati Rahayu dkk, Peningkatan Efisiensi Waktu Komputasi...

  Vol 3, No 3Desember 2013 Nilai

  1

  2

  

3

  4

  5

  6

  7

  8 Frekuensi

  4

  5

  

6

  12

  8

  7

  5

  3 Prob (N)

  0.08

  0.1

  

0.12

  0.24

  0.16

  0.14

  0.1

  0.06 Prob(1,N)

  0.08

  0.18

  

0.3

  0.54

  0.7

  0.84

  0.94

  1 Mean(N)

  0.08

  0.2

  

0.36

  0.96

  0.8

  0.84

  0.7

  0.48 Mean(1,N)

  0.08

  0.28

  

0.64

  1.6

  2.4

  3.24

  3.94

  4.42 Std(1,N) 0.044 0.148 0.397 0.648 0.948 1.229 1.444 Mencari nilai standar deviasi kelas yang dibatasi intensitas 3 dan 6: Std(3,6) = Std(1,6) - Std(1,2) Std(3,6) = 0.948762 - 0.044444 Std(3,6) = 0.904317 6 Pembuktian: 2

  ( i   ) . p ( 3 , 6 ) i

  Std(3,6) = i 3

  Std(3,6) = sqrt(0.000192 + 0.259584 + 0.665856 + 1.293824) Std(3,6) = 1.489784 Mencari nilai standar deviasi kelas yang dibatasi intensitas 2 dan 4: Std(2,4) = Std(1,4) - Std(1,1) Std(2,4) = 0.397333

  • – 0 Std(2,4) = 0.397333
  • 4 Pembuktian: 2 ( i  ) . p( 2 , 4 ) i Std(2,4) =  i 2 Std(2,4) = sqrt(0.02304+0.262848+1.476096) Std(2,4) = 1.3273

      Mencari nilai standar deviasi kelas yang dibatasi intensitas 4 dan 8: Std(4,8) = Std(1,8) - Std(1,3) Std(4,8) = 1.444413

    • – 0.148444 Std(2,4) = 1.295969 Pembuktian: Std(2,4) = Std(2,4) = sqrt(0.013824+0.246016+0.702464+1.04976+1.07865) Std(2,4) = 1.75044

      Gambar 4. Pembuktian pemodelan ulang nilai standar deviasi interval kelas

      Tabel 1. Jumlah kemungkinan kelas yang terbentuk sesuai jumlah ambang No Jumlah Jumlah kemungkinan kelas yang terbentuk ambang 1. 1 256

      2

      1 2.

      256x ( 256 )

      1

      3

      1 3.

      256 x ( 256 ) x ( 256 )

      2

      4 4.

      4

      1

      1

      1 x x x

      256 ( 256 ) ( 256 ) ( 256 )

      2

      4

      8 5.

      5

      1

      1

      1

      1

    x x x x

      256 ( 256 ) ( 256 ) ( 256 ) ( 256 )

      2

      4

      8

      16

      Dyah Sulistyowati Rahayu dkk, Peningkatan Efisiensi Waktu Komputasi...

      Metode MET tidak mampu menangani READ citra konstruksi ambang jamak untuk jumlah ni = histogramCitra ambang 5 karena kompleksitasnya yang Pi = ni/jumlahPikselCitra terlalu tinggi. a=1 REPEAT

      Waktu komputasi untuk citra b=1 berukuran 256 x 256 ditampilkan pada

      REPEAT Tabel 3. Rasio waktu komputasi antara

      IF a=1 AND b=1 MET-DP dengan MET untuk jumlah

       ambang 2 adalah 1:20, untuk jumlah

       ( a , b ) Pi ( b ) ambang 3 adalah 1:87 dan untuk jumlah

      

       ( a , * b ) b Pi ( b ) ambang 4 adalah 1:88. Rasio tersebut

      

       ( a , b ) meningkat seiring bertambahnya jumlah ELSEIF a=1 ambang.

       ( a , b )  ( 1 , b 1 ) Pi ( b )   

      Tabel 2. Waktu komputasi citra ukuran

       ( a , b )   ( 1 , b  1 )  b Pi * ( b )

      512 x 512 dengan jumlah

      IF  a b  ( , ) ambang 2, 3, 4, dan 5

       ( a , b )  ( 1 , b 1 )   

      Jumlah Waktu komputasi

    • ambang

      ( b  ( a , b ) /  ( a , b )) Pi ( b ) 

      MET-DP MET ELSE

      (detik) (detik)

       a b

      ( , ) ; 2 1.1100 22.4453 END 3 23.8560 2005.09

      ELSE 4 1479.56 130357  ( a , b )   (

      1 , b )   ( 1 , a  1 )

      5 86621 > 3 hari  ( a , b )   (

      1 , b )   ( 1 , a  1 )

      Tabel 3. Waktu komputasi citra  ( a , b )   (

      1 , b )   ( 1 , a  1 )

      berukuran 256 x 256 dengan END jumlah ambang 2, 3, 4, dan 5

      J ( a , b )  log( ( a , b ) / ( a , b ))  

      Jumlah Waktu komputasi ( a , * b ) ambang MET-DP MET (detik)

      

      (detik) a=a+1 2 1.1086 22.4188 b=b+1 3 23.8456 2007.15

      UNTIL a=255 4 1477.38 130296 UNTIL b=256 5 86568 > 3 hari

      Gambar 5. Pseudocode pembentukan tabel Rujukan

      Dari kedua tabel tersebut dapat dibandingkan pula perbedaan waktu

    4. HASIL UJI COBA

      komputasi antara citra berukuran 512 x 512 dengan 256 x 256.Selisih yang ada Hasil uji coba menunjukkan tidak terlalu signifikan. Hal ini bahwa waktu komputasi MET-DP dan disebabkan proses yang melibatkan MET berbeda sangat signifikan. Tabel 2 ukuran piksel citra hanyalah proses mendeskripsikan rata-rata waktu diawal yaitu pembentukan histogram komputasi untuk ukuran citra 512 x 512. citra dan perhitungan probabilitas tiap

      Untuk jumlah ambang 2, rata-rata waktu intensitasnya. komputasi MET-DP dan MET memiliki rasio 1:20. Untuk jumlah ambang 3,

      Gambar 6 menampilkan hasil rasio waktu komputasi antar kedua segmentasi citra dengan metode MET- sistem yaitu 1:87. Sedangkan waktu DP dan MET pada jumlah ambang 2. komputasi antara sistem MET-DP dan

      Gambar 7 dan 8 menampilkan hasil dari MET memiliki perbandingan 1:88. kedua metode tersebut pada jumlah

      128

      Vol 3, No 3Desember 2013

      ambang 3 dan 4.Gambar 9 menampilkan Hasil segmentasi metode MET- hasil segmentasi metode MET-DP untuk DP lebih baik pada beberapa kasus jumlah ambang 5.Dari hasil tersebut misalnya pada citra lena dan peppers terlihat bahwa pada beberapa kasus pada jumlah ambang 2. MET-DP memiliki kinerja segmentasi yang lebih baik.

      Gambar 6. Hasil segmentasi metode MET- Gambar 7. Hasil segmentasi metode MET- DP dan MET pada jumlah DP dan MET pada jumlah ambang 2 ambang 3

      Dyah Sulistyowati Rahayu dkk, Peningkatan Efisiensi Waktu Komputasi...

      Gambar 8. Hasil segmentasi metode MET- DP pada jumlah ambang 5

      5. KESIMPULAN

      Usulan penerapan metode pemrograman dinamis untuk meningkatkan efisiensi waktu komputasi konstruksi histogram ambang jamak berbasis nilai kesalahan klasifikasi telah dilakukan. Dari hasil uji coba dapat disimpulkan bahwa penerapan pemrograman dinamis dapat mengurangi waktu komputasi secara seignifikan. Terdapat pula perbedaan waktu komputasi pada citra dengan ukuran yang berbeda. Namun perbedaan tersebut tidak signifikan.

      6. DAFTAR PUSTAKA [1] Sezgin, M., & Sankur, B. (2004).

      Survey Over Image Thresholding Techniques and Quantitattive Performance Evaluation. Journal of

      Gambar 8. Hasil segmentasi metode MET- Electronic Imaging Volume 13 ,

      DP dan MET pada jumlah 146-165. ambang 4

      [2] Sezan, M. I. (1985). A peak detection algorithm and its application to histogram-based image data reduction. Graph,

      130

      Models Image Process Volume.29

      Multilevel thresholding algorithm based on particle swarm optimization for image segmentation. Proceedings of the

      [14] Xue, J.-H., & Zhang, Y.-J. (2012).

      Riddler and Calvard's, Kittler and Illingworth's and Otsu's methods for image thresholding. Pattern

      Recognition Letters Vol.33 , 793- 797.

      [15] Xue, J.-H., & Titterington, D. M.

      (2011). Median-based image thresholding. Image and Vision

      Computing Vol.29 , 631-637.

      [16] Cuevas, E., Osuna-Enciso, V., Zaldivar, D., Perez-Cisneros, M., & Sossa, H. (n.d.). Multi-threshold Segmenttaion Based on Artificial Immune Systems.

      [17] Wei, C., & Kangling, F. (2008).

      27th Chinese Control Conference , (pp. 348-351). Yunnan.

      Optimal Multilevel Thresholding using a Two Stage Otsu Optimization. Pattern Recognition

      [18] Yin, P.-Y. (1999). A fast scheme for optimal thresholding using genetic algorthm. Signal Processing Vol 72 , 85-89. [19] Lew, A., & Mauch, H. (2010).

      Dynamic Programming: A Computational Tools. Berlin:

      Springer. [20] Liao, P., Chen, T., & Chung, P.

      (2001). A Fast Algorithm for Multilevel Thresholding. Journal of

      Information SCience and Engineering Volume 17 , 713-727.

      [21] Dasgupta, S., Papadimitriou, C. H., & Vazirani, U. (2006, October 03).

      Electrical Engineering and Computer Sciences UC Berkeley Official. Retrieved March 1, 2013,

      from www.cs.berkeley.edu: www.cs.berkeley.edu/~vazirani/algo rithms/chap6.pdf

      Letters Volume 30 , 275-284.

      , 414- 419. [13] Huang, D., & Wang, C. (2009).

      , 47-59.

      [7] Otsu, N. (1979). A Threshold Selection Method from Gray-level Histogram. IEEE Transcations on

      [3] Boukharouba, S., Rebordao, J. M., & Wendel, P. L. (19855). An amplitude segmentation method base on the distribution function of an image. Graph, Models Image

      Process Vol.29 , 47-59.

      [4] Tsai, D. M. (1995). A fast thresholding selection procedure for multimodal and unimodal histograms. Pattern Recognition

      Letter Vol.16 , 653-666.

      [5] Rosenfeld, A., & De la Torre, P.

      (1983). Histogram concavity analysis as an aid in threshold selection. IEEE Trans. System Man Cybern SMC-13 , 231-235. [6] Ramesh, N., Yoo, J. H., & Sethi, I.

      K. (271-279). Thresholding based on histogram approximation . IEEE

      Proc. Vision Image SIgnal Process 142 (5) , 1995.

      Systems and Cybernetics Volume SMC-9 , 62-66.

      Graph. Image Process Vol.56

      [8] Kittler, J., & Illingworth, J. (1986).

      Minimum error thresholding.

      Pattern Recognition Volume 19 , 41- 47.

      [9] Cho, S., Haralick, R., & Yi, S.

      (1989). Improvement of kittler and illingworth's minimum error thresholding. Patter Recognition Vol.22 , 609-617. [10] Jawahar, C. V., Biswas, P. K., &

      Ray, A. K. (1997). Investigation on fuzzy thresholding based on fuzzy clustering. Patern Recognition Vol.30 , 1605-1613. [11] Kapur, J. N., Sahoo, P. K., &

      Wong, A. K. (1985). A new method for gray level picture thresholding using the entropy of the histogram.

      Graph Models Image Process Vol.29 , 273-285.

      [12] Shanbag, A. G. (1994). Utilization of information measure as a means of image thresholding. Comput. Vis.

      Vol 3, No 3Desember 2013