KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

84

BAB IV
KONSEP AL-QUR’AN TENTANG PAKAIAN
PERSPEKTIF SEMANTIK TOSHIHIKO IZUTSU

Al-Qur’an paling tidak menggunakan tiga istilah untuk menyebut
pakaian, yaitu liba>s, s\iyab, dan sara>bi>l. Kata liba>s disebutkan sepuluh kali, s\iyab
disebutkan sebanyak delapan kali, dan sara>bi>l disebutkan sebanyak tiga kali
dalam dua ayat1. Berikut ini adalah uraiannya;
A. Liba>s
1. Makna Dasar Liba>s
Kata Liba>s mempunyai arti ‚apa yang dipakai‛. Kata ini termasuk
kata benda yang berasal dari akar kata l-b-s atau ‫ لبس‬. Kata ini
mempunyai dua bentuk verba (fi‘il / kata kerja), bisa dibaca labisa dan

labasa. Kata liba>s sendiri merupakan bentuk nominal dari verba labisa
yang berarti memakai. Berikut ini beberapa arti dari akar kata lam-ba’-

sin2:
a. Memakai

Seperti perkataan ‚labistu al-s\auba‛ (saya memakai pakaian). Akar
kata lam-ba’-sin dalam kalimat ini diucapkan dalam bentuk verba

labisa yalbasu. Bentuk derivasi dari kata memakai ada albasa

Quraish shihab, Wawasan Al-Qur’an, ( Bandung: Mizan, 2001), 155
Ibn Manzur, Lisan al-Arab, (Kairo: Dar al-Ma‘arif, t.t.), 3986-3987

1
2

85

(memakaikan), liba>s (apa yang dipakai, pakaian), malbas dan lubs
(pakaian), labi>s (pakaian yang dipakai bertumpuk-tumpuk), laba>’is
(apa yang sering dipakai hingga usang), labu>s (pakaian yang
banyak/apa yang dipakai).
b. Mencampur
Akar kata lam-ba’-sin yang berarti mencampur berasal dari verba
yang diucapkan dengan labasa yalbisu dan albasa. Bentuk derivasi

dari kata ini adalah labs –yang merupakan bentuk mashdar dari fi‘il

labasa-, talabbasa, lubs, lubsah, dan la>basa. Cotoh penggunaan kata
tersebut sepeti dalam kalimat berikut; labastu al-amr (saya
mencampurkan perkara ini), talabbasi bi> al-amr (perkara ini telah
mencampuriku).

La>basa

al-rajul

al-amr

(laki-laki

itu

telah

mencampurkan sesuatu).

c. Menutup/meliputi
Kata liba>s juga sering digunakan dengan arti menutup. Seperti
kalimat albasa al-sama’ al-sahab yang berarti langit tertutup awan,

albisat al-ard{ yang artinya tanah tertutup tumbuhan. Kata ini juga
mempunyai relasi dengan kata suami atau istri yang berarti saling
menutup. Dalam syair Arab istri disebut sebagai liba>s;

Ketika teman tidur telah terlipat maka dia layaknya pakaian

86

2. Penggunaan Kata Liba>s dalam Masa Pra-Islam
Secara leksikal, akar kata lam-ba’-sin mempunyai dua makna
dasar yaitu, labasa labsan yang berarti mencampur, labisa lubsan yang
berarti memakai penutup dengan sesusatu3. Seperti yang diungkapkan
syair berikut ini :

Maka jika warnaku menjadi hitam maka sesungguhnya aku seperti misik,
yang tak pernah ada cerita misik itu dirasakan.

Dan tidaklah membahayakan pakaian hitamku, yang di bawahnya ada
penutup pakaian dari atas yang putih dengan bersihnya.
Jika seseorang tidak mencurahkan segala cintanya seperti apa yang telah
dicurahkan kepadanya maka ketahuilah bahwa aku akan meninggalkannya
(berpisah darinya).
Dalam syair tersebut Abu al-Faraj al-Isfahan meriwayatkan dari
Hasyim tentang Syairnya al-As}mu’i yang dikatakan kepada Nus}aib4
mengenai seseorang yang telah meninggalkannya. Kata a\swa>b dan liba>s
dalam syair itu mempunyai arti yang hampir sama, yakni pakaian. As\wa>b
adalah pakaian yang melekat di badan sedangkan liba>s adalah
penutupnya.
Kata a\swa>b/ s\aub digunakan untuk menunjukkan pakaian biasa
yang tidak bernilai mewah. Hal ini terlihat dari penyambungan kata

atswa>b dengan warna hitam, sedangkan kata liba>s mempunyai konotasi

3

Jumhu>riyyah Mashr Mujamma’ Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasi>th, (Kairo:
Dar al-Syuruq, 2004), h. 812-813

4
Abu al-Faraj al-Asbihani, Al-Aghani, (Kairo: Dar al-Turas\, 1996) j. 1, h. 96

87

yang lebih bagus dari kata atswa>b, digambarkan sebagai pakaian yang
digunakan untuk luaran, bawahan yang menutupi s\aub. Sesuatu yang
digunakan di luar tentunya lebih bagus dari yang digunakan di dalam. Hal
ini terlihat dari penyandaran kata liba>s dengan warna putih yang bersih.
Dalam beberapa syair Arab, penggunaan kata libas dan s\aub
hanya digunakan untuk pakaian secara lahiriah saja yang berfungsi
sebagai penutup tubuh dan perhiasan.

3. Penggunaan Kata Liba>s dalam al-Qur’an
Dalam al-Qur’an, akar kata

‫ ل‬dengan berbagai bentuk derivasinya

disebut berulang kali sebanyak 93 kali5. Berikut ini adalah perinciannya:
a. Kata labasa dengan bentuk fi’il ma>d{i disebutkan sekali. Kata


yalbis (bentuk mud}ari’ dari labasa) terulang 6 kali. Kata ini
mempunyai makna mencampur.
b. Kata yalbas (bentuk mud}ari’ dari labisa) yang berarti memakai
disebut 4 kali.
c. Kata ‚libas‛)

‫ (ل‬yang merupakan bentuk mashdar disebut dalam

al-Qur’an sebanyak 10 kali. Liba>s berarti sesuatu yang menutupi
tubuh.
d. Kata labs disebut sekali.
e. Kata labu>s juga hanya disebutkan sekali. Ibn Manz}u>r mengatakan

labu>s berarti pakaian atau senjata6.
5

Muhammad Fu’ad Abdul Baqi’, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaadz al-Qur’an al-Karim,
(Kairo: Darul Kutub al-Mishriyah, 1364), 645


88

Muqa>til menyebutkan 4 makna dari akar kata l-b-s dalam Al-Qur’an,
yaitu7:
a. yalbisu>na yang berarti mencampur, hal ini termuat dalam QS.
Al-Baqarah: 42, QS. A>li imra>n: 71 dan al-an’a>m: 82
b. liba>s, yang berarti ketenangan termuat dalam QS. AlBaqarah: 187, al-Furqa>n: 47, dan al-Naba’: 10
c. liba>s, yang berarti pakaian termuat dalam QS. Al-A’ra>f: 27,
al-Dukha>n: 53
d. liba>s, yang berarti amal salih termuat dalam QS. Al-A’ra>f: 26
Dari berbagai kata di atas, kata yang menunjukkan arti yang
berhubungan dengan pakaian adalah kata yalbas dan liba>s. Kata ini
mempunyai bentuk fi’il ma>d{i ‚labisa‛ yang berarti memakai8. Untuk
mengetahui makna kata liba>s tersebut secara utuh, maka harus
melihat keseluruhan kata dalam ayat-ayat tersebut sesuai dengan
konteksnya. Seperti disebutkan sebelumnya kata liba>s terulang
sebanyak 10 kali, sedangkan kata yalbas terulang 4 kali. Ditinjau dari
turunnya ayat dari sisi makki dan madani berikut ini adalah
rinciannya:


6

Ibn Manz\u>r, Lisan al-Arab, 3986
Muqa>til bin Sulaima>n al-Balkhi, al-Wuju>h wa al-Naz}a>ir fi al-Qur’a>n, (Dubai: Markaz
Jum’ah li al-Tsaqa>fah wa al-Tura>st, 2006), 35
8
Ibn Maz{u>r, Lisa>n al’Arab, 3986
7

89

a. Ayat Makiyyah terdiri dari Sembilan ayat yaitu; Qs. Al’A’raf: 2627, Qs. An-Nahl: 112, Qs. Al-Furqan: 47, Qs. An-Naba’ 10, Qs.
An-Nahl: 14, Qs. Fa>t}ir: 12, Qs.Kahf: 31, dan Qs. Al-Dukhon: 53
b. Ayat Madaniyyah hanya terdiri dari 2 ayat yaitu; Qs. Al-Baqarah:
187,dan Qs. Al-Hajj 23
4. Analisis Makna Kata Liba>s
Ditinjau dari segi konteks penggunaannya dalam al-Quran, kata

liba>s mempunyai berbagai jenis makna, yaitu:
a. Liba>s berarti Pakaian sebagai penutup aurat dan perhiasan lahir dan

batin.
Secara tersurat, kata liba>s yang berarti pakaian dalam al-Qur’an
tidaklah banyak. Dalam hal ini tedapat dua ayat yang menyatakan
pakaian adalah penutup aurat, yakni dalam QS. Al-A’raf: 26-27
            

   

        

           
              

 

26. Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.
dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan
mereka selalu ingat.

27. Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh
syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari
surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk

90

memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan
pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu
tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan
syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak
beriman.
Dalam ayat tersebut dikisahkan Allah memberikan pakaian kepada
Adam dan istrinya untuk menutup aurat juga sebagai perhiasan. Lebih
lanjut Allah memberi peringatan agar menjauhi syetan yang telah
mengeluarkan Adam dari surga serta menanggalkan pakaiannya
sehingga terbukalah auratnya.
Ayat pertama memuat tiga makna relasional sekaligus yaitu
pakaian sebagai penutup aurat dan perhiasan juga pakaian yang
disebutkan Allah sebagai pakaian yang paling utama yakni liba>s al-


taqwa atau pakaian taqwa. Liba>s adalah segala sesuatu yang dipakai,
baik penutup badan, kepala, atau yang dipakai di jari dan lengan
berupa perhiasan cincin, gelang, kalung dan sebagainya. Sedangkan
kata Ri>sy pada mulanya berarti bulu, dan

karena bulu binatang

merupakan hiasan –bahkan hingga kini masih dipakai sebagai hiasanmaka kata ri>sy dipahami dalam arti pakaian yang berfungsi sebagai
hiasan.
Term liba>s al-taqwa tidak bisa langsung kita maknai secara
leksikal, karena penggabungan dua kata yang membentuk frase
tersebut mempunyai pengertian tersendiri. Al-T{aba>ri mengatakan
ulama berbeda pendapat dalam mengartikan liba>s al-taqwa, pendapat-

91

pendapat tersebut menyatakan liba>s al-taqwa adalah iman, malu, amal
saleh serta adapula yang mengatakan al-Samt al-Hasan atau menetapi
jalan yang baik9. Sedangkan al-Zamakhsyari mengartikan dengan al-

Wara’ wal al-Khasyyah min Allah (wira’i dan takut kepada Allah)10.
Di sisi lain lain al-Ra>zi juga mengatakan pendapat yang mengatakan
bahwa liba>s al-taqwa merupakan majaz yang berarti iman, amal saleh,
perilaku baik dan berarti juga al-afa>f wa al-Tauhid. Dan pendapat
inilah yang paling kuat serta dipakai oleh mayoritas ulama. Seorang
mukmin auratnya (aibnya) tak akan nampak meski ia tidak
berpakaian, dan sebaliknya seorang yang suka berbuat maksiat akan
selalu telihat aibnya meski ia berpakaian11.
Dari beberapa pendapat di atas tampaklah bahwa mayoritas ulama
memaknai liba>s al-taqwa

secara majazi yang berarti pakaian

batiniyah yang bernilai agamis, yaitu penjagaan diri serta amal saleh
adalah ‚pakaian‛ terpenting yang harus dikenakan seseorang dalam
kehidupannya.
Dalam ayat ini pula Allah mengisahkan tentang dikeluarkannya
Adam dan istrinya dari surga akibat godaan syetan. Ayat tersebut
mengisyaratkan bahwa sejak semula Adam dan istrinya sama-sama
tidak terlihat auratnya. Kemudian syetan merayu mereka agar
9

Ibn Jarir al-Tabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, (Beirut: Muassasah al-Risalah:
2000), j. 12, 367
10
Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Amr al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, (Beirut:
Muassasah al-Risalah: 2000), j. 2, h. 219
11
Muhammad bin Umar Fakhr al-din al-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar el-Kutub
al-Ilmiyah, 1997) j. 7, h. 68

92

memakan buah dari pohon terlarang, akibatnya adalah terbukanya
aurat mereka yang semula tertutup. Ketika mereka menyadari
keterbukaan aurat tersebut, mereka berusaha untuk menutupnya
kembali. Usaha ini menunjukkan bahwa secara naluriah manusia
merasa aurat harus ditutup.
Term liba>s pada ayat ini konteks awalnya tentang penurunan
Allah terhadap pakaian sebagai penutup aurat dan perhiasan bagi
manusia. Namun dengan munculnya term liba>s al-taqwa pada kata
selanjutnya, kata liba>s berarti tidak sekedar berarti pakaian. Lebih
jauh dari itu pakaian yang dimaksudkan Allah adalah pakaian yang
mencerminkan ketaqwaan terhadap Allah swt. Seperti yang telah
dikemukakan para mufassir bahwa maksud dari cermin taqwa itu
adalah manusia diharuskan juga menghiasi dirinya dengan iman, malu
dan senantiasa berbuat baik. Quraish Shihab melukiskan bahwa
pakaian taqwa jika dikenakan seseorang maka ma‘rifat menjadi modal
utamanya, pengendalian diri adalah ciri aktivitasnya, kasih aadalah
asas pergaulannya, kerinduan kepada Ilahi tunggangannya, zikir
pelipur hatinya, keprihatinan adalah temannya, ilmu senjatanya, sabar
busananya,

kesadaran

akan

kelemahan

di

hadapan

Allah

kebanggaannya, zuhud perisainya, kepercayaan diri adalah harta
simpanan dan kekuatannya, kebenaran andalannya, taat kecintaannya,
jihad kesehariannya dan shalat adalah buah mata kesangannya12.
12

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2002), 5, 59

93

b. Selubung rasa takut
Dalam hal ini hanya terdapat satu ayat, yaitu QS. Al-Nahl: 112
            
           

112. dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah
negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kep
adanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya
mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada
mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu
mereka perbuat.

Kata liba>s dalam hal ini merupakan majaz isti’arah atau kata
kiasan yang digunakan karena kesamaannya dalam meliputi tubuh.
Allah membuat perumpaan kepada penduduk Mekah tentang suatu
negeri yang pada mulanya negeri ini aman tenteram, rizki dan
penghasilan penduduknya bisa didatangkan dari mana saja dengan
begitu mudah, namun karena kufur terhadap nikmat-nikmat Allah,
maka Allah pun menimpakan cobaan kepada mereka dengan
diselimuti rasa takut dan kelaparan13.
Perumpaan ini sebagai peringatan terhadap penduduk Mekah yang
hampir menyerupai negeri tersebut. Al-T{aba>ri mengatakan menurut
riwayat Ibn ‘Abba>s bahwa gambaran ini merupakan penduduk Mekah,
di mana mereka merasa aman karena jika mayoritas penduduk Arab
saling berlomba dan bermusuhan bahkan saling membunuh antara satu
dan yang lain, maka penduduk Mekah tidak peduli dan mereka tidak
berperang di daerahnya sendiri. Mereka merasa tenang karena mereka
13

Al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, j. 6, h. 280

94

hidup di daerah perbukitan, dan kebutuhan pokok sehari-hari dapat
dengan mudah mereka dapatkan dengan datangnya para pengunjung
Ka’bah. Namun hal ini berangsur hilang seiring dengan pengingkaran
mereka terhadap kenabian Muhammad saw. mereka merasa tidak
aman dan takut jika sewaktu-waktu pasukan Nabi menyerang
mereka14.
Dari penjelasan di atas, kata liba>s

dalam hal ini merupakan

bentuk kiasan yang berarti menutup, meyelubungi hati mereka seperti
pakaian yang menutup tubuh mereka.

c. Liba>s berarti sesuatu yang menutup
Penggunaan kata liba>s yang berarti pakaian yang menutup
dalam al-Qur’an terdapat dalam ayat-ayat berikut ini;

1) QS. Al-Furqa>n: 47
           

47. Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian,
dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun
berusaha.
2) QS. An-Naba’ :10
   

10. dan Kami jadikan malam sebagai pakaian

14

Muhammad bin Jarir bin Yazid Abu Ja’far al-Thabari, Jami‘ al-Bayan fi Ta’wil al-

Qur’an, (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, 2000), 17, 310

95

3) QS. AL-Baqarah: 187

         
    

            

            
              
           
       

187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian
bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu,
karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa
yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah
hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu
fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah
kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
Ayat pertama terdapat dalam QS. Al-Furqa>n: 47. Ayat ini
berada dalam rumpun ayat yang menjelaskan peringatan Allah
tentang keagungan dan nikmat-nikmat Allah yang diberikan
kepada manusia agar mereka berfikir. Rumpun ini terbentang dari
ayat 1-50. Rumpun ayat tersebut menceritakan kisah orang yang
kufur kepada Allah dan mengingkari nabiNya. Kemudian Allah
memberi peringatan melalui nikmat-nikmat yang diberikannya.
Ayat ini sendiri menjelaskan tentang nikmat Allah yang
telah menjadikan malam gelap gulita sehingga manusia menjadi

96

tertutupi dengan rasa tenang, dan menjadikan tidur sebagai
pelepas penat saat di siang hari sudah susah payah beraktifitas.
Begitupun dalam QS. Al-Naba’: 10 juga mengandung pengertian
yang sama.
Sedangkan ayat yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 187
menjelaskan tentang aturan pada malam hari di bulan puasa. Ayat
ini terdapat dalam rumpun ayat yang menjelaskan tentang puasa
di bulan Ramad{a>n yang dimulai dari ayat 183-187. Ayat ini
sendiri menjelaskan bahwa pada malam hari di bulan Ramad{a>n
diperbolehkan untuk berkumpul dengan istri. Ayat ini juga
sekaligus menegaskan bahwa suami istri merupakan pasangan
yang harus saling menutupi layaknya baju menutupi tubuh.
Dalam ayat-ayat kata libas merupakan majaz isti‘a>rah.
Malam diumpamakan sebagai pakaian karena malam itu gelap
menutupi jagat seperti pakaian menutupi tubuh manusia.

d. Liba>s berarti pakaian perhiasan di dunia
Dalam ayat-ayat berikut ini akar kata lam-ba’-sin berbentuk fi’il

mud{a>ri’ yang berbunyi talbas/yalbas yang berarti memakai. Dalam
konteks ini ada beberapa ayat dalam al-Qur’an;
1) QS. An-Nahl: 14

97

          
        
 

14. dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar
kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan
kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai;
dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur.

2) Qs. Fathir: 12
           

         

        

12. dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap
diminum dan yang lain asin lagi pahit. dan dari masing-masing
laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat
mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada
masing-masingnya kamu Lihat kapal-kapal berlayar membelah
laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu
bersyukur.

Dalam dua ayat ini, QS. An-Nahl: 14 dan Qs. Fa>t}ir: 12
menjelaskan tentang nikmat-nikmat Allah yang berasal dari
lautan yang meliputi ikan yang bisa dimakan, perhiasan yang bisa
dipakai dan perahu-perahu yang hilir mudik di lautan. Hal ini
mengindikasikan bahwa memakai perhiasan itu diperbolehkan.

98

Dalam ayat ini penggunaan kata liba>s mempunyai makna
yang sesungguhnya atau makna asli yaitu pakaian perhiasan. Hal
ini merujuk pada penggunaan makna aslinya yang berkonotasi
sekuler, bahwa pakaian juga bisa menunjukkan derajat atau status
seseorang di mata orang lain.
e. Liba>s berarti pakaian perhiasan di akhirat
Al-Qur’an mengukir pakaian surgawi dalam empat ayat dalam alQur’an, yaitu;
1) QS. Al-Kahf: 31

           
          
      
31. mereka Itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn,
mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka
dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari
sutera Halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil
bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang
sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah;

2) Qs. Al-Hajj: 23
          
            

23. Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai. di surga itu mereka diberi

99

perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan
pakaian mereka adalah sutera.

3) Qs. Al-Dukha>n: 53
     

53. mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal,
(duduk) berhadap-hadapan,

Pada tiga ayat terakhir ini menjelaskan tentang keadaan
para penghuni surga yang digambarkan berada dalam kenikmatan
dan memakai pakaian-pakaian yang indah. Term liba>s

pada

bagian ayat ini mempunyai arti pemakaian perhiasan di surga.
Hal ini menarik, karena Allah mengungkapkan pakaian
surga juga menggunakan kata liba>s

yang berbentuk mud{a>ri’.

Dalam ayat ini secara eksplisit Allah menjelaskan bahwa pakaian
tidak hanya dipakai di dunia yang sarat hubungannya dengan
ketentuan syar’i yaitu sebagai penutup aurat, namun pakaian juga
menjadi kebutuhan bagi ahli surga yang sudah tidak lagi terikat
dengan ketentuan syari’at.
Berbeda dengan penggunaan kata liba>s

di masa pra-

qur’anic yang hanya menggunakannya untuk kebutuhan dunia, alQur’an menggunakan kata liba>s meliputi makna pakaian secara
eskatologis.

100

B. S|iyab
1. Makna Dasar

S|iyab merupakan bentuk plural dari kata s\aub yang berarti sesuatu
yang dipakai. Akar kata s\a’-wawu-ba’, s\a>ba yas\u>bu s\aub mempunyai
makna dasar kembali, yakni kembalinya sesuatu pada keadaan semula15
atau pada keadaan yang seharusnya sesuai dengan ide pertamanya. Selain
itu ada beberapa makna dari akar kata s\a’-wawu-ba’, yaitu16:
a. Kembali
Bentuk verba dari s\aub adalah s\a>ba yas\u>bu s\aub

yang

mempunyai makna kembali, yakni kembali setelah pergi. Hal ini sama
dengan makna dari kata ta>ba. Seperti kalimat ‚s\a>ba fulan ila Allah‛
maka artinya adalah ‘a>da wa raja‘a ila> t}a>‘atihi‛ (kembali taat kepada
Allah). Makna ini juga didapati dalam puisi berikut:

Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah akan membinasakan seseorang
yang berbuat maksiat
Dan yang tersisa hanya kaum yang baik saja, yang tumbuh bersama
anak-anak kecil
Dan ketika seseorang tergelincir (pada keburukan) maka dia akan
kembali pada suatu hari, seperti pohon yang kembali bersemi indah.
Jika kata ini disandarkan kepada sesuatu sejenis air maka
maknanya adalah ‚penuh‛ seperti kalimat s\a>ba al-h}aud} (danau sudah
15
16

Mujamma’ Lughah, al-Mu’jam al-wasit, h. 102
Ibn Manzur, Lisan al-Arab, 518-520

101

penuh). Sedangkan S|ubbah adalah suatu istilah yang digunakan untuk
penyebutan tempat berkumpulnya air, begitu juga dengan mas\a>bah.
b. Kembali sehat (pulih)
Sebenarnya makna ‚kembali sehat‛ atau pulih dari sakit ini
masih satu rumpun dengan makna ‘kembali’ di atas, yakni dengan
bentuk verba s\a>ba yas\u>bu, namun kata ini memang seringkali
digunakan dengan berdiri sendiri. Jadi untuk menentukan makna s\a>ba
yang berarti kembali atau kembali sehat memang harus dilihat
konteks pembicaraannya (siya>q al-kalam). Seperti yang biasa
diucapkan orang Arab, ‚Kaifa tajiduka?‛, ‚Ajiduni> az\u>bu wa la

as\u>bu‛ (bagaimana kamu mendapati dirimu?, aku mendapati diriku
menjadi kurus dan tidak kembali sehat).
c. Balasan perbuatan
Untuk makna ini, akar kata s\a’-wawu-ba’ dirubah bentuk
verbanya menjadi as\a>ba yang maknanya memberi imbalan, baik
berupa imbalan kebaikan maupun keburukan. Tetapi kata s\awab
bermakna imbalan ini tidak ditemukan dalam kosakata pra-islam.
Dalam kamus-kamus maupun kumpulan syair Arab, kata ini hanya
diucapkan di masa setelah al-Qur’an turun. Seperti dalam puisi
berikut:

102

Jika Allah menentukan aku melakukan kebaikan, maka dia memberi
pahala, jika menentukan keburukan, maka Dia mengampuni.17
d. Pakaian
Dalam makna ini, akar kata s\a’-wawu-ba’

kata s\iyab

merupakan bentuk plural dari kata s\aub, bentuk plural lainnya adalah
kata as\wa>b dan as\wub, tapi orang Arab lebih sering membacanya
dengan as\’ub. Kata s\aub yang mempunyai arti pakaian tidak
disebutkan mempunyai bentuk verba, kata itu hanya digunakan dalam
bentuk nomina (kata benda). Hal ini seperti dikatan Yaqut alHamawi, bahwa suatu kata yang mempunyai huruf yang mirip atau
bahkan sama, maka kata itu pasti merupakan derivasi dan mempunyai
keterkaitan satu sama lain. Kata pakaian disebut s\aub karena ide
dasarnya adalah adanya bahan-bahan pakaian untuk dipakai. Bahanbahan pakaian yang terbuat dari benang dipintal menjadi kain yang
dipakai untuk menutup tubuh18. Karena kesesuaian dengan ide dasar
inilah kemudian pakaian disebut s\aub, yakni menjadi pakaian setelah
kembali (s\a>ba) dari benang yang dipintal.

17
18

Al-Ashbihani, Al-Aghani, 7, 224
Yaqut al-Hama>wi, Mu’jam al-Adibba’, (Beirut: Dar al-kutub, 1996 ), 1, 17

103

2. Penggunaan Kata S|iya>b dalam Masa Pra-Islam
Ada bermacam makna yang digunakan oleh orang Arab tentang
kata ini, makna-makna tersebut akan terungkap jika disandarkan kepada
kalimat yang lain, seperti dalam syair berikut ini;

‫ لو أنه ي ثياب احر مولود‬... ‫العبذ ليس حر صاح بأخ‬
Seorang hamba sahaya tidak bisa menjadi saudara dari orang yang
merdeka, jika orang tersebut dilahirkan dalam kemerdekaan.
Puisi itu ditemukan dalam Diwan al-Mutanabbi19. Kata s\iyab
dalam

puisi

tersebut

adalah

majas

metafora

(isti’arah)

untuk

mengungkapkan status dari seseorang. Menggunakan istilah s\iyab karena
status juga merupakan bagian dari apa yang disandang seseorang.

Aku telah menyadari al-Makmun dari mabukku, dan aku melihat apa yang
dipilihnya adalah sesuatu yang baik
Dan aku melihat ia selalu menaati kewajiban baik secara terang-terangan
maupun diam-diam.
Maka aku melepaskan pakaian kelemahanku dari leherku, dan ak rela
rumah kakekku menjadi rumahku.
Puisi ini diungkapkan oleh Abu Ja’far, salah satu orang terdekat
al-Makmun, ketika itu al-Makmun menghendaki perang, dan Abu Ja’far
mendukungnya. Puisi ini diungkapkan untuk memuji al-Makmun20. Kata

19

Al-Wahidi, Syarh Diwan al-Mutanabbi, (CD Maktabah Syamilah), 50
Syair ini bukan merupakan syair Jahili, tapi penulis mencamtumkan hal ini untuk
mengetahui weltanschauung budaya yang melingkupi kata tersebut. Sebab bersyair merupakan
bagian dari kehidupan sehari-hari orang Arab di masa itu.
20

104

pakaian dalam ungkapan tersebut merupakan majaz isti’arah yang dipakai
untuk mengungkapkan kelemahan. Yang dimaksud pakaian kelemahan
tersebut adalah bahwa ia sedang diliputi rasa tidak berdaya seperti baju
meliputi tubuhnya. Bahkan seringkali ditemukan kata dalam ungkapanungkapan puisi orang Arab bahwa kata S|iya>b/s\aub digunakan sebagai
metafora dari sesuatu. Namun jika dalam kata itu berada dalam sebuah
prosa maknanya kembali menjadi makna dasar, yakni pakaian.
3. Penggunaan Kata dalam S|iya>b dalam al-Qur’an

S|iyab yang berarti pakaian disebutkan sebanyak delapan kali dalam
al-Qur’an, yakni:
a.

‫ ثي‬dalam QS. Al-Hajj (22): 19, QS. Al-Insan (76): 21,

b. ‫ ثي ب خضزا‬QS. Al-Kahf (18): 31
c. ‫ ثي بكم‬QS. Al-Nu>r (24): 58,
d.

‫ ثي ب م‬QS. Hu>d (11): 5, QS. Nu>h (71): 7.

e.

‫ ثي ب ن‬QS. Al-Nu>r (24): 60

f.

‫ ثي بك‬al-Muddas\ir (74): 4

Berikut ini ayat-ayat yang termasuk golongan Makkiyah;
1) QS. Hu>d (11): 5
            
        

2) QS. Al-Kahf (18): 31

105

             

            
  

3) QS. Nu>h (71): 7
           
  

4) al-Muddas\ir (74): 4
  

Sedangkan yang termasuk Madaniyyah yaitu;
1) QS. Al-Hajj (22): 19,
             
     

2) QS. Al-Nu>r (24): 58,
          

             

              

             
 

3) QS. Al-Nu>r (24): 60
            

            

4) QS. Al-Insan (76): 21

106

              

Harun bin Musa menyebutkan 4 makna kata s\iya>b dalam
penggunaannya di dalam al-Qur’an21, yakni:
a. S|iya>b bermakna pakaian terdapat dalam QS. Al-Insan (76): 21, QS.
Al-Nu>r (24): 58, QS. Al-Kahf (18): 31.
b.

S|iya>b bermakna baju dari api terdapat dalam QS. Al-Hajj (22): 19.

c. S|iya>b bermakna selendang terdapat dalam QS. Al-Nu>r (24): 60.
d. S|iya>b bermakna hati terdapat dalam QS. al-Muddas\ir (74): 4.

4. Analisis Makna Kata S|iya>b
Untuk mengetahui makna kata s\iya>b secara utuh dalam
penggunaannya di dalam al-Qur’an, berikut ini adalah rinciannya;
a. S|iyab berarti pakaian
Dalam konteks kata ini al-Qur’an menggunakannya dalam dua
ayat Qs. Nur : 58 dan 60
          

              

             

             
 

21

Husein bin Muhammad al-Damighani, Islah wujuh wujuh wa naz\a>’ir, (Beirut: Dar ilm
lil Malayi>n, 1980), 98, lihat juga Abu al-Faraj Abdur Rahman bin al-Ju>zi, Nuzhah al-A‘yun alNawaz\ir fi wujuh wa naz\a>’ir, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1984), 224-225

107

58. Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan
wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara
kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu:
sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian
(luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga
'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka
selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu
(ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah
menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.
Ayat di atas berada dalam rumpun ayat yang menjelaskan tentang
adab bergaul dalam keluarga. Aturan ini terbentang dalam 4 ayat,
yakni dimulai dari ayat 58-60. Ayat ini menjelaskan larangan Allah
kepada budak-budak -atau pembantu di masa kini- dan anak-anak di
bawah umur untuk masuk ke kamar tidur orang dewasa tanpa izin
pada 3 waktu tertentu, yakni; sebelum fajar, waktu zhuhur dan
sesudah isya. Dalam 3 waktu tersebut biasanya badan banyak terbuka,
sehingga besar kemungkinan aurat mudah terlihat.
           

             

60. dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan
mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka
dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud)
Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi
mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.

Selanjutnya ayat 60 menjelaskan aturan berpakaian bagi wanita
lansia, yaitu diperbolehkan menanggalkan pakaian luar dengan tanpa
maksud memperlihatkan perhiasan.

108

Jika dicermati lebih dalam, secara keseluran inti dari Surah al-Nur
adalah menerangkan tentang etika. Kedua ayat di atas berbicara
dalam konteks yang sama, yakni aurat. Yang menjadi titik poin dalam
pembahasan ini adalah kata s\iyab. Dalam ayat tersebut penggunaan
kata s\iyab mempunyai makna leksikal, yaitu pakaian. Pakaian itu
digunakan untuk menutup aurat sesuai ketentuan syari’at, dan boleh
ditanggalkan dengan adanya alasan yang syar’i pula.
Dalam ayat berikut, kata s\iya>b juga menggunakan makna dasar;
1) Qs. Hud: 5
            
        

5. Ingatlah, Sesungguhnya (orang munafik itu) memalingkan dada
mereka untuk Menyembunyikan diri daripadanya (Muhammad).
Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain,
Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang
mereka lahirkan, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi
hati.
2) Qs. Nuh: 7

          
   

7. dan Sesungguhnya Setiap kali aku menyeru mereka (kepada
iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak
jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya
(kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan
diri dengan sangat.

109

Ayat di atas merupakan gambaran orang Arab jika tidak menyukai
sesuatu. Sesuai dengan kebiasaan orang Arab. Jika tidak menyukai
sesuatu maka mereka akan menutupinya, sebagai bentuk untuk
menunjukkan rasa benci. Dalam hal ini Allah mengangkat kebiasaan
mereka itu sebagai perumpamaan dalam al-Qur’an ketika mereka
menentang dakwah Nabi saw.
b. S|iyab berarti Hati (jiwa)
Al-Qur’an bukanlah kitab sastra, namun banyak ilmuwan yang
mengakui bahkan mengagumi kosakata al-Qur’an yang seringkali
mengandung unsur-unsur sastrawi. Makna kosakata al-Qur’an sangat
luas dan padat, bisa ditafsiri dari berbagai sudut pandang. Salah satu
contohnya adalah penggunaan kata s\iyab dalam ayat berikut ini;

  

dan pakaianmu bersihkanlah, (Qs. Al-muddatsir: 4)

Tujuh ayat pertama dalam surah al-Muddas\s\ir termasuk ayat-ayat
yang pertama turun. Diceritakan dalam riwayat al-Bukhari bahwa
ayat ini turun setelah masa jeda wahyu yang pertama yakni 5 ayat
pertama surah al-‘Alaq.
Abu Hayya>n dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini bisa
dimaknai secara z}ahir maupun makna majazi atau kina>yah22. Secara
z}ahir makna ayat di atas adalah perintah Allah kepada Nabi agar
22

Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf, Tafsir al-Bahr al-Muhit, (Beirut: Dar Kutub alIlmiyah, 1997), 10, 377

110

membersihkan dan menyucikan pakaiannya. Hal ini sesuai pula
dengan ayat selanjutnya yaitu perintah untuk menyembah Allah. Dan
dalam al-Qur’an hanya ayat inilah yang menunjukkan perintah
menyucikan pakaian.
Sedangkan al-Zamakhsyari mengatakan bahwa maksud dari ayat
ini antara lain adalah perintah untuk membersihkan baju serta
memendekkannya agar terhindar dari najis, serta untuk menyelisihi
budaya Arab yang ketika itu kurang mempedulikan kebersihan.
Orang-orang musyrik Mekah ketika itu suka memanjangkan pakaian
dan tidak suka membersihkannya23.
Adapun makna secara majazi yaitu; kata s\iyab dalam hal ini
berhubungan dengan akhlaq. Orang Arab sering menggunakan kata
s\iya>b untuk menunjukkan akhlaq. Jika seseorang dikatakan


‫ال يل‬

‫ط ه الجي‬

‫ ”فا ط ه الثي‬maka hal itu berarti orang

tersebut bersih dari aib serta akhlaq yang buruk. Seperti juga
perkataan “ ‫ ”أعج ي يد ث ه‬maka yang dimaksud adalah ‚saya takjub

dengan akal dan akhlaqnya zaid‛. Mengkiaskan akhlaq pada kata s\aub
adalah dikarenakan melekatnya akhlaq pada diri seseorang seperti
melekatnya pakaian pada orang tersebut. Jika mengambil makna
tersebut

maka

ayat

tersebut

adalah

berarti

perintah

untuk

membersihkan akhlaq.

23

Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Amr al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1986), 7, 176

111

Selain s\iyab yang berarti akhlaq, s\iya>b juga berarti hati. Pendapat
ini dikatakan oleh Ibn Abbas berdasarkan perkataan imru’ul Qais, ‫ف لي‬
‫ ثي ي م ثي ك ت لي‬yang dimaksud s\iyabi dalam syair tersebut adalah

qalbi. Hal ini didasarkan pula kepada syair-syair yang sering terucap
diantara mereka tentang kata s\iyab yang sering digunakan untuk
menunjukkan etika.
Berdasarkan penjelasan di atas, term s\iyab di masa pra-qur’anic
ini sama dengan apa yang digunakan oleh al-Qur’an, yaitu
menghubungkan pakaian dengan akhlaq. Dan bahkan untuk istilah ini
al-Qur’an mempunyai dua term yakni liba>s al-taqwa dan s\iyabaka fa

t}ahhir. Dua term ini sama-sama menggunakan pakaian sebagai kiasan
dari akhlaq. Namun seringkali s\iyab disandingkan dengan akhlaq yang
kurang baik, sedangkan liba>s untuk memoles akhlak baik. Oleh karena
itu Allah berfirman ‚wa s\iya>baka fat}ahhir‛ adalah sebagai salah satu
misi untuk merubah akhlaq bangsa Arab yang buruk, sehingga hati
menjadi baik.
c. Pakaian di surga
Dalam hal ini Allah melukiskannya dalam dua ayat, yaitu:
1) Qs.Al-insan: 21
           
  

21. mereka memakai pakaian sutera Halus yang hijau dan sutera
tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan
Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih

112

2) QS. Al-Kahf (18): 31
             

            
  

31. mereka Itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn,
mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka
dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari
sutera Halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil
bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang
sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah;
Ayat di atas menjelaskan tentang kondisi orang-orang baik di
surga. Allah memberi pahala kepada orang mukmin atas kesabaran
mereka beramal saleh dengan pahala surga dan pakaian sutera. Mereka
digambarkan minum dari gelas-gelas berkilau yang terbuat dari perak.
Segala kenikmatan ada di sana. Mereka dilayani dengan pelayan
terbaik. Pakaian mereka terbuat dari sutera hijau nan tebal.
Penggunaan kata s\iyab pada ayat ini mempunyai arti pakaian yang
dipakai oleh penghuni surga.
d. Pakaian di neraka

Kata s\iya>b dengan makna ini hanya digunakan satu ayat dalam alQur’an, yakni dalam Qs. Al-hajj: 19
           

Dokumen yang terkait

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

3 11 28

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

3 6 16

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 38

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 42

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 5

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 4

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 2 1

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

KONSEP PAKAIAN MENURUT AL-QUR’AN (Analisis Semantik Kata Libas, Siyab dan Sarabil dalam Al-Qur’an Perspektif Toshihiko Izutsu) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 4