19726 23767 1 PB

MATHEdunesa
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017
ISSN :2301-9085
PROFIL KEMAMPUAN SISWA DALAM MENGAJUKAN MASALAH MATEMATIKA
KONTEKSTUAL DITINJAU DARI GAYA BELAJAR VARK
Alfian Saat Abdillah
Mahasiswa S-1 Pendidikan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya
E-mail: alpiann17@gmail.com

Mega Teguh Budiarto
Dosen Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya
E-mail:

ABSTRAK
Pengajuan masalah (problem posing) adalah suatu perumusan masalah yaitu siswa diminta untuk
merumuskan masalah berdasarkan informasi yang didapat/diberikan berkaitan dengan materi yang telah dipelajari.
Pengajuan masalah sendiri juga merupakan bagian dari penyelesaian masalah. Maka dari itu dapat digunakan
untuk melatih siswa dalam menyelesaikan masalah.
Penelitian ini merupakan penelitian deskripstif kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1
Krian dengan subjek masing-masing satu siswa bergaya belajar visual, aural, read/write dan kinesthetic serta
memiliki kemampuan matematika tinggi. Karena setiap siswa yang memiliki gaya belajar berbeda kemungkinan

berbeda pula dalam mengajukan masalah.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan deskripsi siswa dalam mengajukan masalah matematika kontekstual
sebagai berikut.
Subjek visual memahami informasi dengan membaca berkali-kali dan menandai poin-poin yang penting,
subjek visual mampu menyebutkan informasi yang diperolehnya dengan jelas; kemudian subjek visual membuat
permasalahan dengan mempertimbangkan dasar, tema serta dapat atau tidaknya permasalahan diselesaikan;
permasalahan subjek visual memiliki kompleksitas yang sedang; permasalahan yang dibuat subjek visual sesuai
dengan apa yang dipertimbangkannya sebelum membuat permasalahan.
Subjek aural dalam memahami informasi dengan membaca berkali-kali dengan suara sedikit keras serta
dapat menyebutkan informasi yang di dapatnya dengan jelas; subjek aural merencanakan pembuatan
permasalahan dengan mempertimbangkan tema, dasar serta kesesuain permasalahan yang dibuatnya dengan
materi; subjek aural membuat permasalahan dengan memulai dari membuat penyelesaiannya terlebih dulu,
permasalahan yang dibuat subjek aural belum sesuai dengan permasalahan kontekstual; permasalahan subjek
aural tidak dapat diselesaikan karena tidak memiliki daerah hasil
Subjek read/write memahami informasi dengan membaca berkali-kali dan menulisnya di catatan kecil serta
dapat menyebutkan informasi yang diperolehnya dengan jelas dan lengkap; subjek read/write mengungkapkan
rencana pembuatan permasalahannya secara singkat saja; permasalahan subjek read/write memiliki kompleksitas
sedang karena aspek yang terdapat permasalahan sudah banyak yang sesuai; subjek read/write membuat
permasalahan tidak sesuai dengan alur yang direncanakannya, namun permasalahan yang dibuat subjek read/write
sudah sesuai dengan yang diinginkan.

Subjek kinesthetic memahami informasi dengan membaca dalam hati dan menggerakkan jari sebagai
penunjuk, subjek kinesthetic hanya mengungkapkan garis besar informasi yang diperolehnya; dalam membuat
permasalahan subjek kinesthetic lebih cenderung menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari; subjek
kinesthetic membuat permasalahan dengan memulai dari jawabannya namun permasalahan yang dibuat subjek
kinesthetic masih belum sesuai dengan kriteria permasalahan yang ditugaskan; subjek kinesthetic menunjukkan
permasalahan yang dibuatnya memiliki penyelesaian serta sesuai dengan apa yang direncanaknnya
Kata Kunci : Gaya Belajar, Gaya Belajar VARK, Pengajuan Masalah, Kontekstual

ABSTRACT
The filing of problems (problem posing) is a formulation of the problem that is students are asked to
formulate the problem based on the information obtained / given relating to the material that has been studied. The
filing of the problem itself is also part of the solution. Therefore it can be used to train students in solving
problems.

16

Volume 2 No.6 Tahun 2017
This study is a qualitative deskripstif. This study was conducted in SMA Negeri 1 Krian with the subject
each of the student's learning style visual, aural, read / write and Kinesthetic and has high math skills. Because
every student has a different learning style different possibilities in filling problem.

The results of this research indicate students’s description in filling contextual math problems as follows.
Visual subject to understand information to read many times and mark the points that are important, the
subject is able to mention the visual the information obtained clearly; then the visual subject makes the problem by
considering the basic, theme and whether or not the problem be solved; problems of visual subjects had moderate
complexity; the problems is made subject in accordance with what consideration before making the problems.
Subject aural in understanding the information by read many times his voice a little loud and can mention
the information he gets clearly; subject aural planned to makes the problem by considering the theme, basic and
suitability problems that made with the material; subject aural makes the problem with the start of makes the
completion first, the problem which is made the subject of aural not in accordance with contextual problem; the
problem of aural subject the problem can not be resolved because it has not local results.
Subjects read / write understand information by read many times and wrote in a small note to mention the
information he gets clearly and complete; subject read / write revealed the plan of making the problem briefly;
subject the problem read / write has moderate complexity because aspects of the problem are already many one to
suite; subject read / write makes the problem is not in accordance with the planned path, but the problems are
made the subject of a read / write is in accordance with the desired.
Subject kinesthetic understanding the information by reading the heart and move the finger as a pointer,
kinesthetic subject only revealing the outline of the information obtained; in making the subject kinesthetic the
problem are more likely to connecting by daily life; subject kinesthetic makes the problem by start of the answer
but the problems that is made the subject of kinesthetic still does not meet the criteria that is assigned the problem;
Kinesthetic subject shows problems that have made completion and in accordance with what was planned


Keywords: Learning Styles, Learning Styles VARK, The filing of Problems, Contextual
PENDAHULUAN

perlu ditanamkan kepada siswa untuk melatih
mereka dalam menyelesaikan masalah matematika
terutama dalam hal pemecahan masalah. National
Council of Teacher Matematics (NCTM, 2000)
sendiri menetapkan terdapat lima standar
kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa,
yakni (1) kemampuan pemecahan msalah, (2)
kemampuan komunikasi, (3) kemampuan koneksi,
(4) kemampuan penalaran, dan (5) kemampuan
representasi. Russefendi (2006) juga memaparkan
bahwa
kemampuan
memecahkan
masalah
matematika sangatlah penting bagi siswa, bukan
hanya bagi mereka yang kelak akan berkecimpung

dalam bidang matematika sepenuhnya namun juga
bagi mereka yang menerapkan matematika dalam
bidang studi lain serta dalam memecahkan masalah
kehidupan sehari-hari.
Perbedaan kemampuan siswa dalam memahami
konsep-konsep matematika juga mempengaruhi
kemampuan mereka dalam memahami soal, serta
memecahkan soal. Untuk mengatasi kesulitan–
kesulitan tersebut serta untuk meningkatkan
kemampuan siswa perlu dilakukan upaya untuk
melatih mereka dalam menyelesaikan permasalahan
matematika. Dengan demikian perlu dikembangkan
kemampuan untuk melatih keterampilan dalam
memahami dan menyelesaikan soal. Cars (dalam

Matematika merupakan ilmu yang mempelajari
tentang angka dan simbol. Selain itu matematika
juga merupakan ratu dari segala ilmu (Gauss, tanpa
tahun). Hal ini dikarenakan matematika menjadi
dasar dari berbagi disiplin ilmu yang ada. Selain itu

juga dikarenakan unsur matematika yang berupa
angka dan simbol pasti ada pada cabang ilmu
pengetahuan yang lain. Oleh sebab itu matematika
merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sangat
penting untuk dipelajari. Matematika merupakan
salah satu pelajaran yang amat penting untuk
dipelajari dalam rangka membentuk sikap serta pola
pikir siswa (Suherman dkk, 2003). Selain itu orang
yang pandai dalam bidang matematika sangat
dibutuhkan pada era globalisasi seperti saat ini. Oleh
karena itu matematika merupakan pelajaran wajib
yang harus diajarkan sejak dini.
Bagi sebagian siswa matematika merupakan
salah satu pelajaran yang dianggap sulit. Salah satu
kesulitan dalam belajar matematika adalah
kurangnya pemahaman konsep serta kesulitan dalam
mneyelesaikan permasalahan matematika (Herawati,
2010). Kesulitan yang dialami siswa dalam belajar
matematika berbeda-beda. Itu semua terjadi karena
tingkat pemahaman konsep dari tiap siswa juga

berbeda-beda. Oleh karena itu pemahaman konsep

17

Volume 2 No.6 Tahun 2017
Siswono, 1999) menjelaskan bahwa salah satu cara
untuk
melatih
kemampuan
siswa
dalam
menyelesaikan masalah dalam bentuk soal adalah
dengan meminta siswa tersebut membuat suatu
permasalahan atau pertanyaan. Dengan demikian
berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa untuk melatih kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah dapat dilakukan dengan
pengajuan masalah (problem posing).

sebagai alat untuk mempelajari proses berpikir,

Mestre juga menegaskan bahwa pengajuan masalah
dapat digunakan untuk menyelidiki transfer konsep
melalui konteks, dan untuk mengidentifikasi
pengetahuan siswa, penalaran, dan pengembangan
konsep. Dalam mengajukan masalah maka ada
informasi yang diterima kemudian diproses,
disimpan dan digunakan untuk mengajukan masalah.
Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa dalam
mengajukan masalah siswa akan melakukan
kegiatan berpikir. Sehingga dapat dikatakan bahwa
terdapat hubungan antara pengajuan masalah dan
berpikir.
Silver dan Cai (1996) melakukan klasifikasi
kompleksitas soal yang dibuat siswa ke dalam dua
jenis, yaitu kompleksitas yang berhubungan dengan
struktur bahasa (sintaksis) dan kompleksitas yang
berhubungan dengan matematikanya (semantik).
Kompleksitas soal juga dapat dianalisis dari tingkat
kesulitan soal. Menurut pernyataan dari beberapa
ahli

peneliti dapat
menyimpulkan bahwa
kompleksitas suatu soal dapat dilihat dari struktur
bahasa (sintaks), struktur matematika (semantik) dan
tingkat kesulitan soal tersebut.
Salah satu faktor yang mempengaruhi
kemampuan pengajuan masalah siswa adalah tingkat
kreatifitas serta kemampuan siswa. Untuk memiliki
kreatifitas dibutuhkan latihan-latihan sehingga
dalam pengajuan masalah kontekstual juga
memerlukan latihan. Untuk melatih kemampuan
pengajuan masalah kontekstual siswa dibutuhkan
materi
dalam
pelajaran matematika yang
dikondisikan
sesuai
dengan
karakteristik
permasalahan kontekstual. Adapun salah satu materi

yang sesuai dengan permasalahan kontekstual ialah
program linear. Hal ini karena ada banyak sekali
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan program linear.
Peneliti memilih materi program linear karena
penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Krian.
Dimana letak sekolahan tersebut berada di sekitar
lingkungan industri yang kebanyakan dalam
menjalankan industri pasti menggunakan konsep
program linear untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal. Selain itu juga untuk mempermudah
siswa, karena jika siswa diberikan masalah yang
berada di dekat mereka akan mempermudah siswa
untuk membayangkan serta menyerap permasalahan
tersebut.
Untuk memiliki kreatifitas dan kemampuan
matematika yang tinggi maka siswa juga harus
belajar. Dalam belajar sendiri setiap siswa memiliki

Menurut Silver dan Cai (dalam Siswono, 2004:

75) membedakan pengajuan masalah menjadi tiga
bentuk aktivitas kognitif yang berbeda, yaitu
pengajuan pre-solusi (pre solution psing), pengajuan
di dalam solusi (whitin solution posing), dan
pengajuan setelah solusi (post solution posing).
Dengan pengajuan masalah akan mendorong siswa
untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah dan memahami konsep-konsep yang telah
mereka dapatkan. Dengan begitu siswa akan lebih
memahami mengenai konsep-konsep yang mereka
pelajari, karena jika siswa belum memahami konsepkonsep yang telah dipelajari maka siswa tidak akan
bisa membuat suatu permasalahan.
Pada penelitian ini digunakan pengajuan masalah
tipe post solution posing atau pengajuan setelah
solusi. Yaitu siswa diberikan permasalahan terlebih
dulu mengenai materi yang bersangkutan kemudian
siswa diminta untuk menyelesaikannya, setelah itu
siswa diminta untuk membuat permasalahan baru
yang
serupa
dengan
permasalahan
yang
diselesaikannya namun dengan memodifikasi tujuan
ataupun kondisi permasalahan. Peneliti memilih
untuk menggunakan pengajuan masalah tipe post
solution posing karena subjek yang dipilih pada
penelitian ini adalah siswa SMA kelas XI sedangkan
materi yang digunakan adalah materi kelas X.
Peneliti memilih pengajuan masalah tipe post
solution posing juga sebagai apersepsi bagi siswa,
karena terdapat kemungkinan bahwa siswa lupa
dengan konsep materi yang telah dipelajari.
Sehingga peneliti berusaha mengingatkan kembali
dengan memberikan pengajuan masalah tipe post
solution posing. Karena diharapkan dengan
menyelesaikan permasalahan awal siswa akan
mengingat kembali mengenai konsep materi tersebut
sehingga dapat membentuk permasalahan baru.
“Salah satu yang perlu mendapatkan perhatian
untuk siswa dan pengajuan masalah adalah proses
berpikir” Mestre (dalam Christou, et.al:2005).
Maksudnya menggunakan pengajuan masalah

18

Volume 2 No.6 Tahun 2017
cara yang berbeda-beda untuk menyerap dengan
baik apa yang telah dipelajarinya. Cara yang dimiliki
siswa dalam menyerap apa yang telah dipelajarinya
adalah gaya belajar (learning style). Gaya belajar
atau learning style siswa adalah cara siswa bereaksi
dan menggunakan perangsang-perangsang yang
diterimanya dalam proses belajar (Nasution,
2008:93). Gaya belajar sendiri memiliki peranan
yang sangat besar dalam membantu siswa untuk
menyerap informasi apa sajakah yang telah
dipelajarinya. Karena jika gaya belajar siswa tidak
sesuai akan menyebabkan kemampuan otak untuk
menyerap informasi yang telah dipelajarinya juga
lambat.
De Porter dan Hernacki (2013:110) gaya belajar
merupakan kombinasi dari bagaimana seseorang
menyerap, mengatur serta mengolah informasi. Dari
pendapat De Porter dan Hernacki dapat dikatakan
bahwa gaya belajar merupakan kombinasi seseorang
dalam melakukan kegiatan berpikir (menyerap,
mengatur, dan mengolah informasi). Sedangkan
menurut Gunawan (2012:139) bahwa “gaya belajar
merupakan cara yang lebih disukai seseorang dalam
melakukan kegiatan berpikir, memproses dan
mengerti suatu informasi”. Dari kedua pendapat
tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan
antara gaya belajar dengan kegiatan berpikir.
Gunawan (2012:139) mengemukakan bahwa
“siswa yang belajar dengan menggunakan gaya
belajar mereka yang dominan maka saat
mengerjakan tes, akan mendapat nilai yang lebih
tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara
yang tidak sesuai dengan gaya belajar mereka”.
Berdasarkan pendapat tersebut maka guru harus
menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik
cara belajar yang dimiliki siswa supaya tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Hal ini karena dalam
memproses, mendalami dan mempelajari materi
setiap siswa memiliki cara yang berbeda-beda,
begitu pula dalam mengajukan masalah. Gaya
belajar merupakan cara yang dipilih siswa untuk
mempermudah dalam mengolah informasi yang
diberikan. Oleh karena itu ada kemungkinan siswa
dengan gaya belajar berbeda-beda juga akan
mengajukan masalah yang berbeda-beda pula. Dari
hal tersebut dapat dikatakan pengajuan masalah dan
gaya belajar memiliki keterkaitan yang sama yaitu
sama-sama memiliki keterkaitan dengan berpikir.
Setiap tahunnya penelitian tentang gaya belajar
learning style semakin bertambah. Fleming (2001)
membedakan gaya belajar manusia menjadi empat
macam berdasarkan indra manusia, yaitu visual (V)

yaitu gaya belajar yang mengandalkan penglihatan.
Kemudian gaya belajar aural (A) yaitu gaya belajar
yang mengandalkan pendengaran. Gaya belajar
write/read (R) yaitu gaya belajar yang
mengandalkan kemampuan baca tulis. Dan gaya
belajar kinesthetic (K) yaitu gaya belajar yang
mengandalkan praktek langsung. Keempat gaya
belajar tersebut oleh Fleming disingkat menjadi
VARK. Adapun Fleming mendeskripsikan ciri-ciri
keempat gaya belajar tersebut sebagai berikut.
Tabel 1 Kecenderungan Belajar Siswa Berdasarkan Gaya
Belajar VARK
Gaya
Belajar

Visual

Aural

Read/Write

Kinesthetic

Kecenderungan dalam Belajar
Belajar dengan mengamati grafik, diagram,
gambar, maupun mindmapping.
Suka menggarisbawahi kata penting dalam buku
Suka memberi highlight berwarna warni pada
catatan yang penting.
Mengilustrasikan catatan yang penuh tulisan ke
dalam bentuk gambar, grafik, ataupun
mindmapping.
Kurang bisa mencatat secara lengkap ketika guru
sedang menjelaskan.
Mudah belajar atau menerima informasi dengan
mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh
orang lain atau guru.
Mampu mengungkapkan pendapatnya dengan
baik
Suka berada dalam diskusi
Suka melakukan debat dengan orang lain
Biasanya akan membaca dengan suara keras
Mudah belajar dengan membaca catatan maupun
buku teks
Suka menulis ulang apa yang ada di buku
Mencatat apa yang disampaikan guru secara rapi
dan terperinci
Biasanya membaca dengan tenang
Suka melakukan banyak gerakan ketika belajar,
seperti menggerakkan tangan, menggelengkan
kepala, ataupun memainkan sesuatu
Biasanya suka berjalan mondar – mandir ketika
menghapalkan sesuatu
Banyak jeda ketika belajar
Lebih suka dengan praktek dan pekerjaan nyata

Diadaptasi dari Neil Fleming

Peneliti memilih gaya belajar VARK karena gaya
belajar ini juga merupakan gaya belajar yang umum
dimiliki siswa. Gunawan (2012) menjelaskan bahwa
secara umum ada tujuh pendekatan gaya belajar
yang dikenal, namun yang paling mudah
diidentifikasikan dan dijumpai adalah gaya gaya
belajar dengan pendekatan modalitas sensori yang
dikembangkan Grinder. Pada gaya belajar dengan
pendekatan modalitas sensori terdapat tiga jenis
gaya belajar. Ketiga gaya belajar tersebut adalah
gaya belajar visual yaitu gaya belajar yang
mengandalkan kemampuan penglihatan, gaya belajar
aural (auditori) yaitu gaya belajar yang
mengandalkan kemampuan pendengaran, gaya

19

Volume 2 No.6 Tahun 2017
belajar kinesthetic yaitu gaya belajar yang
mengandalkan kemampuan fisik. Sedangkan
menurut Neil Fleming gaya belajar visual dapat
dikembangkan lagi yaitu gaya belajar read/write
dimana gaya belajar ini mengandalkan kemampuan
baca tulisnya.

No
1
2
3
4

Nama Siswa
SLF
AAA
MR
ZF

Gaya Belajar
Visual
Aural
Read/Write
Kinesthetic

Nilai Matematika
89
90
90
90

Analisis Data

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif. Metode yang digunakan pada penelitian ini
yakni metode angket, tes dan wawancaara. Subjek
penelitian terdiri dari empat orang siswa, yakni satu siswa
bergaya belajar visual, satu siswa bergaya belajar aural,
satu siswa bergaya belajar read/write, dan satu siswa
bergaya belajar kinesthetic. Untuk memilih subjek
penelitian berdasarkan angket gaya belajar serta tes
kemampuan matematika.
Peneliti mengelompokkan gaya belajar visual, aural
read/write, dan kinesthetic yang dimiliki siswa
berdasarkan angket gaya belajar yang telah diisi siswa.
Peneliti juga memilih subjek berdasarkan tes kemampuan
matematika serta melihat dari nilai rapor dari masingmasing siswa.
Instrumen pada penelitian ini adalah angket gaya
belajar VARK, tes kemampuan matematika, tes pengajuan
masalah matematika, dan pedoman wawancara yang
digunakan untuk mendapatkan gambaran lebih jelas
mengenai langkah yang dilakukan siswa dalam
mengajukan masalah. Angket gaya belajar VARK sendiri
terdapat 16 butir pertanyaan yang diadaptasi dari angket
gaya belajar yang dikembangkan Neil Fleming. Untuk tes
kemampuan matematika terdapat 5 butir pertanyaan,
sedangkan tes pengajuan masalah matematika terdapat 2
butir soal dengan materi program linear.
Pada penelitian ini dilakukan 3 tahap analisis. Tahap
pertama yakni melakukan analisis angket gaya belajar dan
tes kemampuan matematika untuk memilih subjek.
Kemudian tahap kedua analisis tes pengajuan masalah
matematika dan tahap terakhir adalah analisis wawancara
yang dilakukan dengan masing-masing subjek.

Berikut analisis dari hasil penelitian profil
kemampuan siswa dalam mengajukan masalah
matematika kontekstual ditinjau dari gaya belajar yang
dimiliki siswa.
1.

Subjek visual
Subjek visual dalam memahami informasi yang
diberikan berupa masalah/soal dengan membaca
secara tenang. Berdasarkan analisis tersebut terlihat
bahwa subjek visual lebih membaca informasi berupa
permasalahan dengan membaca secara berkali-kali
serta menandai poin-poin yang dianggapnya penting.
Dalam menyebutkan informasinya subjek visual hanya
menyebutkan poin-poin pentingnya saja yang
mewakili semuanya.
Pada tahap merencanakan pembuatan masalah
yaitu pada saat menyusun rencana membuat
permasalahan. Subjek visual mengungkapkan bahwa
dalam merencanakan pembuatan masalah menentukan
tema dari permasalahan yang dibuatnya terlebih
dahulu. subjek visual juga menentukan dasar dari
permasalahan yang akan dibuatnya. Dari hasil
wawancara dapat diketahui bahwa subjek visual
menggunakan semua informasi yang didapatnya untuk
membuat permasalahan baru. Subjek visual juga
mempertimbangkan kesesuaian permasalahan yang
akan dibuatnya dengan materi serta konteks.
Kemudian pada tahap selanjutnya, yaitu pada
tahap membuat permasalahan, Subjek visual
memulai membuat permasalahan dengan menentukan
terlebih dahulu apa yang akan dicarinya dalam
permasalahan. Subjek visual menentukan variabel
yang
akan
digunakannya
dalam
membuat
permasalahan. Subjek visual juga mempertimbangkan
aspek yang memiliki hubungan dengan variabel yang
dibuatnya. Dalam menentukan nilai dari variabel yang
digunaknnya subjek visual hanya mengira-ngira saja.
Subjek visual juga mempertimbangkan bahwa dalam
membuat permasalahan harus dapat diselesaikan.
Permasalahan yang dibuat subjek visual tergolong
permasalahan yang memiliki tingkat kesulitan sedang.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Krian
dengan kelas XI IPA 3 sebagai populasi. Dari kelas XI
IPA 3. Dari kelas XI IPA 3 dikelompokkan ke dalam 4
gaya belajar, yaitu visual, aural,read/write, dan
kinesthetic. Dari keemapat gaya belajar tersebut peneliti
memilih 4 siswa dari masing-masing kelompok gaya
belajar serta kemampuan matematika yang dimiliki siswa.
Berikut subjek dalam penelitian ini
Tabel 1 Subjek Penelitian Terpilih

20

Volume 2 No.6 Tahun 2017
Dari permasalahan yang dibuat subjek visual dapat
dilihat bahwa permasalahan tersebut mengandung
bahasa relasional dan kondisional.

aural adalah struktur bahasa relasional dan
kondisional. Permasalahan yang dibuat subjek aural
sudah sesuai dengan program linear. Namun
permasalahan yang dibuat subjek aural tidak sesuai
dengan konteks. Dalam membuat permasalahan
subjek
aural
memulai
dengan
membuat
penyelesaiannya terlebih dahulu.

Pada tahap terkahir yaitu tahap memeriksa
permasalahan,
strategi
penyelesaian
dan
jawabannya, Terlihat bahwa permasalahan yang
dibuat subjek visual dapat diselesaikan. Dari
permasalahan yang dibuat subjek visual dapat dilihat
juga bahwa sudah sesuai dengan materi. Permasalahan
yang dibuat subjek visual juga sudah sesuai dengan
konteks.
2.

Pada tahap terakhir yaitu
memeriksa
permasalahan, strategi penyelesaian dan jawaban,
Menurutnya permasalahan yang dibuatnya tidak dapat
diselesaikan karena titik potong dari persamaan yang
dibuatnya tidak sesuai dengan kriteria yaitu lebih
besar dari nol. Dalam membuat permasalahan subjek
aural menentukan angkanya hanya dengan mengirangira saja. Meskipun menurutnya langkah yang
dilakukan dalam membuat permasalahan sudah benar
dan sudah memenuhi kriteria dari penugasan.

Subjek aural
Dalam
memahami
informasi
berupa
masalah/soal, dalam memahami informasi yang
berupa masalah subjek aural membacanya secara
berkali-kali dengan suara yang sedikit lebih keras.
Selain itu dalam mengungkapkan informasi subjek
aural dapat mengungkapkan informasi yang ada
dengan benar tanpa melihat permasalahan awal.
Subjek aural juga mempu menyebutkan bahwa
informasi permasalahan yang didapatnya berkaitan
dengan program linear.

3.

Subjek read/write
Subjek read/write dalam memahami informasi
berupa masalah/soal yakni dengan cara membaca
dengan tenang serta menuliskan informasi penting apa
saja yang di dapatnya di buku catatan kecil yang
digunakannya untuk menghitung. Subjek read/write
mampu menyebutkan informasi apa saja yang terdapat
di permasalahan awal dengan baik dan lengkap.
Subjek read/write juga menyebutkan manfaat dari
belajar permasalahan awal yang merupakan sumber
informasinya.

Kemudian pada tahap selanjutnya yaitu pada
tahap merencanakan pembuatan masalah, Dalam
membuat permasalahan subjek aural menyebutkan
bahwa dasarnya hanya coba-coba. Kemudian dalam
membuat permasalahan subjek aural mengatakan
bahwa idenya harus sesuai dengan kehidupan seharihari. Subjek aural juga mengatakan bahwa dalam
membuat permasalahan harus jelas. Selain itu aspek
lain dalam membuat permasalahan yang diperhatikan
subjek aural adalah dapat tidaknya permasalahan
tersebut diselesaikan.

Pada tahap selanjutnya yakni merencanakan
pembuatan masalah, Menurut subjek read/write dia
membuat permasalahan dengan mengembangan dari
permasalahan awal. Dalam membuat permasalahan
subjek read/write memiliki dasar bahwa harus seuai
dengan kehidupan sehari-hari. Dalam membuat
permasalahan subjek read/write juga memiliki kriteria
tersendiri, apakah permasalahannya meminimumkan
atau memaksimumkan. Menurut subjek read/write jika
permasalahan yang dibuatnya meminimumkan maka
biayanya harus minimum begitu juga sebaliknya.
Selain itu kriteria lain dari subjek read/write dalam
membuat permasalahan ialah harus dapat diselesaikan.

Selanjutnya pada tahap ketiga yaitu tahap
membuat
permasalahan,
Dalam
membuat
permasalahan subjek aural memisalkan terlebih
dahulu variabel yang akan digunakannya. Kemudian
pada langkah selanjutnya subjek aural menentukan
informasi lain yang memiliki hubungan dengan
variabel yang digunakannya. Dalam menentukan
variabel serta informasi yang berhubungan tersebut
subjek aural membuatnya dengan menggunakan tabel
untuk memudahkan. Dalam menentukan nilai-nilainya
subjek aural hanya mengira-ngira saja. Permasalahan
yang dibuat subjek aural termasuk permasalahan yang
memiliki tingkat kesulitan sedang. Struktur bahasa
yang terdapat dalam permasalahan yang dibuat subjek

Pada tahap membuat permasalahan, subjek
read/write mampu menjelaskan dengan baik meskipun
langkahnya tidak sesuai. Subjek read/write membuat
permasalahan dengan menentukan terlebih dahulu apa
yang akan diubahnya menjadi variabel. Kemudian
subjek read/write menentukan faktor lain yang

21

Volume 2 No.6 Tahun 2017
memiliki hubungan dengan yang diangkatnya menjadi
variabel. Kemudian permasalahan subjek read/write
termasuk permasalahan dengan tingkat kesulitan
sedang. Subjek read/write juga menggunakan struktur
bahasa relasional dan kondisional dalam membuat
permasalahan. Permasalahan subjek read/write juga
sudah sesuai dengan materi. Selain itu permasalahan
tersebut juga sudah sesuai dengan konteks.

Kemudian menentukan bahan-bahan serta harga dari
variabel yang dimisalkannya. Kemudian dari
permasalahn yang dibuat subjek kinesthetic memiliki
tingkat
kesulitan
sedang.
Dalam
membuat
permasalahan subjek kinesthetic juga menggunakan
struktur bahasa relasional dan kondisional.
Permasalahan yang dibuat subjek kinesthetic juga
sudah sesuai dengan materi program linear. Namun
masalah yang dibuat subjek kinesthetic belum sesuai
dengan konteks.

Kemudian pada tahap akhir yakni tahap
memeriksa permasalahan, strategi penyelesaian
dan jawaban, subjek read/write mengatakan bahwa
langkah yang dilakukannya tidak sesuai, justru
kebalikan
dengan
langkah
yang
telah
direncanakannya. Namun menurut subjek read/write
permasalahan yang dibuatnya sudah sesuai karena
dapat diselesaikan. Dapat dilihat juga bahwa
permasalahan yang dibuat subjek read/write dapat
diselesaikan. Penyelesaian dari permasalahan yang
dibuat subjek read/write juga memiliki kesamaan
dengan permasalahan awal.
4.

Pada tahap terakhir yakni memeriksa
permasalahan,
strategi
penyelesaian
dan
jawabannya, permasalahan yang dibuat subjek
kinesthetic dapat diselesaikan. Selain itu menurut
subjek kinesthteic dalam membuat permasalahan
sudah sesuai dengan yang direncanakannya. Subjek
kinesthetic dapat menyimpulkan bahwa variabel yang
dimisalkannya sudah sesuai karena menurut subjek
tidak mengahsilkan angka desimal. Ketika wawancara
subjek kinesthetic sering menggerakkan benda yang
dipegangnya, salah satunya bolpoint. Selain itu subjek
kinesthetic juga sering menggerakkan bagian tubuhnya
seperti tangan dan kepalanya.
Pembahasan

Subjek kinesthetic
Pada saat memahami informasi, memilih cara
membaca dalan hati serta memikirkannya. Saat
membaca subjek kinesthetic juga menggunakan
jarinya untuk penunjuk sampai mana bacaannya.
Dalam menyebutkan informasi dalam permasalahan
awal subjek kinesthetic menyebutkan dengan baik
namun tidak secara lengkap. Subjek kinesthetic juga
mengetahui bahwa permasalahan awal berkaitan
dengan program linear.

Berdasarkan analisis data, maka dapat dibahas halhal berikut ini.
1.

Persamaan dari subjek visual, aural, read/write, dan
kinesthetic dalam mengumpulkan informasi adalah
sama-sama mampu menyebutkan informasi dari
permasalahan pertama dengan baik. Meskipun hanya
subjek read/write yang mampu menyebutkan secara
detail dari setiap informasi, dan subjek kinesthetic
hanya menyebutkan poin-poinnya saja. Perbedaan
keempat subjek tersebut teletak dari cara mereka
memahami dan mengumpulkan informasi. Subjek
visual lebih suka menandai dengan menggarisbawahi
poin penting dan membaca dengan tenang. Subjek
aural lebih suka memahami informasi dengan
membaca berkali-kali dengan suara keras. Subjek
read/write lebih suka membaca dengan tenang berkalikali sambil menuliskan informasi yang diangganya
penting ke kertas kecil sebagai tempatnya menghitung.
Sedangkan subjek kinesthetic lebih mudah memahami
informasi dengan melakukan gerakan-gerakan fisik.

2.

Persamaan subjek visual, aural, read/write, dan
kinesthetic dalam merencanakan pembuatan masalah
terletak pada kegunaan informasi yang diperoleh.
Menurut keempat subjek tersebut informasi yang

Pada tahap kedua yakni merencanakan
pembuatan masalah, Dalam menyusun rencana
pembuatan masalah subjek kinesthetic lebih sering
menghubungkan permasalahan yang dibuatnya dengan
kehidupan sehari-hari sebagai kriterianya. Ide dan
dasar subjek kinesthetic dalam membuat permasalahan
adalah berdasarkan kehidupan sehari-hari. Adapun
kriteria dari subjek kinesthetic dalam membuat
permasalahan adalah kejelasannya. Yang dimaksud
kejelasan disini adalah data-data yang tercantum
dalam permasalahan yang dibuat harus jelas. Selain itu
kriteria lain yang dipertimbangkan subjek kinesthteic
dalam membuat permasalahan adalah dapat atau
tidaknya permasalahn tersebut diselesaikan.
Pada tahap membuat permasalahan, Pada
langkah awal subjek kinesthetic menentukan apa yang
akan dimisalkannya menjadi variabel terlebih dulu.

22

Volume 2 No.6 Tahun 2017
diperoleh
di
permasalahan
pertama
sangat
membantunya dalam membuat permasalahan.
Sedangkan perbedaanya terletak pada penjelasan
dalam rencana pembuatan masalah. Subjek visual
dapat menjelaskan rencananya dalam membuat
permasalahan dengan beberapa kalimat pancingan.
Subjek aural dapat menjelaskan rencananya dalam
membuat permasalahan dengan jels tanpa memerlukan
kalimat pancingan. Subjek read/write menjelaskan
rencananya dalam membuat permasalahan secara
singkat saja. Sedangkan subjek kinesthetic dalam
merencanakan pembuatan permasalahan selalu
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
3.

Persamaan subjek visual, aural, read/write, dan
kinesthetic dalam membuat permasalahan terletak
pada penjelasan langkahnya. Keempat subjek dapat
menjelaskan bagaimana langkahnya dalam membuat
permasalahan. Perbedaannya terletak pada kesesuain
langkah dalam membuat permasalahan dengan yang
telah direncanakan. Meskipun hanya subjek
read/write yang mengatakan bahwa langkahnya dalam
membuat permasalahan tidak sesuai justru kebalikan
dari yang telah direncanakannya

dicarinya dalam permasalahan. Subjek visual
menentukan variabel yang akan digunakannya dalam
membuat permasalahan. Subjek visual juga
mempertimbangkan aspek yang memiliki hubungan
dengan variabel yang dibuatnya. Dalam menentukan
nilai dari variabel yang digunaknnya subjek visual
hanya mengira-ngira saja. Subjek visual juga
mempertimbangkan
bahwa
dalam
membuat
permasalahan harus dapat diselesaikan. Permasalahan
yang dibuat subjek visual tergolong permasalahan
yang memiliki tingkat kesulitan sedang. Dari
permasalahan yang dibuat subjek visual dapat dilihat
bahwa permasalahan tersebut mengandung bahasa
relasional dan kondisional.

2.

Dalam memahami informasi yang berupa
masalah subjek aural membacanya secara berkali-kali
dengan suara yang sedikit lebih keras. Selain itu dalam
mengungkapkan informasi subjek aural dapat
mengungkapkan informasi yang ada dengan benar
tanpa melihat permasalahan awal. Subjek aural juga
mempu menyebutkan bahwa informasi permasalahan
yang didapatnya berkaitan dengan program linear.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka
diperoleh simpulan sebagai berikut.
1.

Terlihat bahwa permasalahan yang dibuat subjek
visual dapat diselesaikan. Dari permasalahan yang
dibuat subjek visual dapat dilihat juga bahwa sudah
sesuai dengan materi. Permasalahan yang dibuat
subjek visual juga sudah sesuai dengan konteks. Dari
segi bahasa, aspek permasalahan, serta kesesuain
dengan kehidupan-seharinya sudah mendekati dengan
kenyataan.
Subjek aural

Subjek visual
Subjek visual lebih membaca informasi berupa
permasalahan dengan membaca secara berkali-kali
serta menandai poin-poin yang dianggapnya penting.
Dengan membaca secara tenang. Dalam menyebutkan
informasinya subjek visual hanya menyebutkan poinpoin pentingnya saja yang mewakili semuanya.

Dalam membuat permasalahan subjek aural
menyebutkan bahwa dasarnya hanya coba-coba.
Kemudian dalam membuat permasalahan subjek aural
mengatakan bahwa idenya harus sesuai dengan
kehidupan sehari-hari. Subjek aural juga mengatakan
bahwa dalam membuat permasalahan harus jelas.
Selain itu aspek lain dalam membuat permasalahan
yang diperhatikan subjek aural adalah dapat tidaknya
permasalahan tersebut diselesaikan.

Subjek visual mengungkapkan bahwa dalam
merencanakan pembuatan masalah harus menentukan
tema dari permasalahan yang dibuatnya terlebih
dahulu. Subjek visual juga menentukan dasar dari
permasalahan yang akan dibuatnya. Subjek visual
menggunakan semua informasi yang didapatnya untuk
membuat permasalahan baru. Subjek visual juga
mempertimbangkan kesesuaian permasalahan yang
akan dibuatnya dengan materi serta konteks.

Dalam membuat permasalahan subjek aural
memisalkan terlebih dahulu variabel yang akan
digunakannya. Selanjutnya subjek aural menentukan
informasi lain yang memiliki hubungan dengan
variabel yang digunakannya. Dalam menentukan
variabel serta informasi yang berhubungan tersebut
subjek aural membuatnya dengan menggunakan tabel
untuk memudahkan. Dalam menentukan nilai-nilainya
subjek aural hanya mengira-ngira saja. Permasalahan

Subjek visual memulai membuat permasalahan
dengan menentukan terlebih dahulu apa yang akan

23

Volume 2 No.6 Tahun 2017
yang dibuat subjek aural termasuk permasalahan yang
memiliki tingkat kesulitan sedang. Struktur bahasa
yang terdapat dalam permasalahan yang dibuat subjek
aural adalah struktur bahasa relasional dan
kondisional. Permasalahan yang dibuat subjek aural
sudah sesuai dengan program linear. Namun
permasalahan yang dibuat subjek aural tidak sesuai
dengan konteks. Dalam membuat permasalahan
subjek
aural
memulai
dengan
membuat
penyelesaiannya terlebih dahulu.
Permasalahan subjek aural
tidak dapat
diselesaikan. Menurutnya
permasalahan
yang
dibuatnya tidak dapat diselesaikan karena titik potong
dari persamaan yang dibuatnya tidak sesuai dengan
kriteria yaitu lebih besar dari nol. Dalam membuat
permasalahan subjek aural menentukan angkanya
hanya dengan mengira-ngira saja.
3.

read/write juga menggunakan struktur bahasa
relasional dan kondisional dalam membuat
permasalahan. Permasalahan subjek read/write juga
sudah sesuai dengan materi. Selain itu permasalahan
tersebut juga sudah sesuai dengan konteks.
Pada tahap memeriksa permasalahan, strategi
penyelesaian dan jawaban. Dalam menyusun
pembuatan
permasalahan
subjek
read/write
mengatakan bahwa langkah yang dilakukannya tidak
sesuai, justru kebalikan dengan langkah yang telah
direncanakannya. Namun menurut subjek read/write
permasalahan yang dibuatnya sudah sesuai karena
dapat diselesaikan. Penyelesaian dari permasalahan
yang dibuat subjek read/write juga memiliki kesamaan
dengan permasalahan awal.
4.

Subjek read/write

Subjek kinesthetic
Pada tahap memahami informasi, memilih cara
membaca dalan hati serta memikirkannya. Saat
membaca subjek kinesthetic juga menggunakan
jarinya untuk penunjuk sampai mana bacaannya.
Dalam menyebutkan informasi dalam permasalahan
awal subjek kinesthetic menyebutkan informasi tidak
secara lengkap. Subjek kinesthetic juga mengetahui
bahwa permasalahan awal berkaitan dengan program
linear.

Dalam
memahami
informasi
berupa
masalah/soal yakni dengan cara membaca dengan
tenang serta menuliskan informasi penting apa saja
yang di dapatnya di buku catatan kecil yang
digunakannya untuk menhitung. Subjek read/write
mampu menyebutkan informasi apa saja yang terdapat
di permasalahan awal dengan baik dan lengkap.
Subjek read/write juga menyebutkan manfaat dari
belajar permasalahan awal yang merupakan sumber
informasinya.
Dalam merencanakan pembuatan masalah
subjek read/write menggunakan semua informasi yang
didapatnya dari permasalahan pertama. Menurut
subjek read/write dia membuat permasalahan dengan
mengembangan dari permasalahan awal. Dalam
membuat permasalahan subjek read/write memiliki
dasar bahwa harus seuai dengan kehidupan seharihari. Selain itu kriteria lain dari subjek read/write
dalam membuat permasalahan ialah harus dapat
diselesaikan.

Dalam menyusun rencana pembuatan masalah
subjek kinesthetic lebih sering menghubungkan
permasalahan yang dibuatnya dengan kehidupan
sehari-hari sebagai kriterianya. Ide dan dasar subjek
kinesthetic dalam membuat permasalahan adalah
berdasarkan kehidupan sehari-hari. Adapun kriteria
dari subjek kinesthetic dalam membuat permasalahan
adalah kejelasannya. Yang dimaksud kejelasan disini
adalah data-data yang tercantum dalam permasalahan
yang dibuat harus jelas. Selain itu kriteria lain yang
dipertimbangkan subjek kinesthteic dalam membuat
permasalahan adalah dapat atau tidaknya permasalahn
tersebut diselesaikan.

Subjek read/write membuat permasalahan
dengan menentukan terlebih dahulu apa yang akan
diubahnya menjadi variabel. Kemudian subjek
read/write menentukan faktor lain yang memiliki
hubungan dengan yang diangkatnya menjadi variabel.
Subjek read/write memisalkan terlebih dulu
variabelnya berdasarkan informasi yang di dapatnya.
Kemudian permasalahan subjek read/write termasuk
permasalahan dengan tingkat kesulitan sedang. Subjek

Pada tahap membuat permasalahan langkah
awal subjek kinesthetic menentukan apa yang akan
dimisalkannya menjadi variabel terlebih dulu.
Kemudian menentukan bahan-bahan serta harga dari
variabel yang dimisalkannya. Kemudian dari
permasalahn yang dibuat subjek kinesthetic memiliki
tingkat
kesulitan
sedang.
Dalam
membuat
permasalahan subjek kinesthetic juga menggunakan
struktur bahasa relasional dan kondisional.

24

Volume 2 No.6 Tahun 2017
Permasalahan yang dibuat subjek kinesthetic juga
sudah sesuai dengan materi program linear. Namun
masalah yang dibuat subjek kinesthetic belum sesuai
dengan konteks.

Fleming, N., Baume, D. 2006. “Learning Styles Again :
varking Up The Right Tree!!”. Educational
Developments. SEDA Ltd, issue 7.4: pp 4-7
Gunawan, Adi. W. 2012. Genius Learning Strategy.
Jakarta: Gramedia Pustaka.

Pada tahap memeriksa permasalahan, strategi
penyelesaian dan jawabannya, permasalahan yang
dibuat subjek kinesthetic dapat diselesaikan. Subjek
kinesthetic dalam membuat permasalahan subjek
memulai dengan membuat penyelesainnya terlebih
dulu. Selain itu menurut subjek kinesthteic dalam
membuat permasalahan sudah sesuai dengan yang
direncanakannya. Subjek kinesthetic menyimpulkan
bahwa langkahnya sudah sesuai karena variabel yang
dimisalkannya sudah sesuai.

Herawati, Oktiana Dwi Putra. Pengaruh Pembelajaran
Problem
Posing
Terhadap
Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Xi
IPA SMA Negeri 6 Palembang. Tesis Tidak
Diterbitkan. Palembang: Pps Unsri.
NCTM. 2013. "Teaching Ratio and Proportion in the
Middle
Grades”.
(Online),
(http://www.nctm.org/news/content.aspx?
id=35822, diakses 22 November 2016).

Saran
Berdasarkan penelitian yang tekah dilakukan, peneliti
dapat memberikan saran sebagai berikut.
a. Pengisian angket gaya belajar VARK oleh siswa
sebaiknya dilaksanakan lebih dari satu kali. Hal ini
dikarenakan agar dapat memperoleh siswa yang
memiliki gaya belajar visual, aural, read/write dan
kinesthetic.
b. Dalam penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti
lain dapat menggunakan kalimat yang mudah
dipahami pada angket gaya belajar VARK.
c. Pada penelitian yang lain, sebaiknya memilih subjek
yang memiliki nilai matematika tidak pada kategori
tinggi dan berada diatas standar nilai matematika
yang berlaku di sekolah tersebut.

Ruseffendi, E. T., (1991). Pengantar Kepada Membantu
Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam
Pendidikan Matematika untuk Meningkatkan
CBSA. Bandung : Tarsito.
Silver, E, & Cai, J. 1996. “An Analysis Of Arithmetic
Problem Posing By Middle School Students”.
Journal For Research In Mathematics Education.
Vol. 27 (5) Pp: 521-539.
Siswono, Tatag Yuli Eko. 1999. Metode Pemberian Tugas
Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam
Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan
Perbandingan di Mtsn Rungkut Surabaya. Tesis
Tidak
Diterbitkan.
Surabaya:
Program
Pascasarjana Unesa.

DAFTAR PUSTAKA
Christou, Constantinos, et.al 2005. An Empirical
Taxonomy of Problem Posing Processes. ZDM,
(online),
vol
37
(3),
(http://miwalab.cog.human.nagoyau.ac.jp/database/paper/2006-12-19.pdf, diakses
22 Oktober 2016).

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2004. Mendorong Berpikir
Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah
(Problem Posing). Surabaya: Unesa University
Press.

DePorter dan Hernacki. 1992. Quantum Learning
(Membiasakan
Belajar
Nyaman
dan
Menyenangkan). Bandung: Penerbit Khaifa.

Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran
Matematika Kontenporer. Bandung: JICA-UPI.

Fleming, N. D. 2006. V.A.R.K. Visual, Aural,/Auditory,
Read/Write, Kinesthetic. New Zealand : Bonwell
Green Mountain Falls

25