T1 802011017 Full text

HUBUNGAN CELEBRITY WORHIP PADA IDOLA K-POP (KOREAN
POP) DENGAN BODY IMAGE DI KOMUNITAS K-POP UCEE

OLEH
HILDA MONICA NOKY
802011017

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program StudiPsikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015

HUBUNGAN CELEBRITY WORSHIP PADA IDOLA K-POP (KOREAN POP)
DENGAN BODY IMAGE DI KOMUNITAS K-POP UCEE

Hilda Monica Noky

Heru Astikasari S. Murti

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015

Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan celebrity worship pada idola Kpop (Korean Pop) dengan body image di komunitas Kpop Ucee Solo. Subjek penelitian
ini adalah 43 anggota komunitas pecinta K-pop Solo yang berusia 15-21 tahun. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Data penelitian
dikumpulkan dengan skala celebrity worship dan skala body image.
Korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk melakukan analisis. Hasil analisis
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara dimensi
entertainment social (r = -.408, p < 0,05) dan dimensi intense personal feeling (r = -

.322, p < 0,05) dengan body image pada anggota komunitas Kpop Ucee di Solo.
Dimensi entertainment social intese dan personal feeling memberikan sumbangan pada

body image sebesar 16,6 % dan 10,37% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Sementara

itu, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara dimensi borderline pathological
dengan body image pada anggota komunitas K-pop Ucee di Solo.
Kata kunci: Celebrity Worship, Body Image, Komunitas Kpop Ucee.

i

Abstract

This research is try to find out the correlation of parasocial interaction to K-pop idol
with body image of Kpop Ucee community in Solo. The subjects are 43 members of Kpop Ucee community in Solo whom around 15 - 21 years old. The sampling technique
is purposive sampling. Data were collected by celebrity worship to K-pop idol scale and
body image scale
Pearson Product Moment Correlation is used to perform the analysis. The analysis

showed that there is a negative and significant relationship between dimension
entertainment social (r = -.408, p < 0,05) and dimension intense personal feeling (r = .322, p < 0,05) with body image members of Kpop Ucee solo. The dimensions of
entertainment social and intense personal feeling contribute to body image of 16,6 %
and 10,37% influenced by other factors. Meanwhile, there was no significant

association between dimensions borderline pathological with body image of members
Kpop Ucee Solo.
Keyword: Celebrity Worship, Body Image, Community of Kpop Ucee.

ii

1

PENDAHULUAN
Salah satu budaya yang sedang berkembang di era globalisasi ini adalah budaya
pop Korea atau yang sering kita dengar dengan istilah Korean wave. Fenomena Korean
wave ini berawal muncul di Indonesia pada tahun 2002 dengan booming- nya drama seri

Korea seperti Endless Love. Drama televisi juga menjadi bagian dari produk
kebudayaan Korea Selatan yang mendapat perhatian dan pencapaian popularitas
pertama dibandingkan konten-konten budaya lainnya. Oleh karena itu, drama televisi
merupakan salah satu konten kebudayaan yang paling diminati dan dianggap sebagai
produk yang memimpin penyebaran Hallyu (sari, 2009).
Penyebaran Korean wave di Indonesia tidak lepas dari peranan media massa. Di
era globalisasi seperti saat ini, teknologi informasi mudah diakses kapan dan dimana

saja (Nuryanitha, 2014). Peran media yang memberikan pengaruh cukup besar dalam
kaitannya menghubungkan antara penggemar dan tokoh idolanya. Hal tersebut
menimbulkan hubungan parasosial dengan tokoh yang ditampilkan media. Bentuk
hubungan parasosial yang saat ini terjadi pada kalangan remaja adalah celebrity worship
(Maltby dkk, 2005). Celebrity worship adalah perilaku obsesi individu untuk terlalu
terlibat di setiap kehidupan selebriti sehingga terbawa dalam kehidupan sehari-hari
individu tersebut (Maltby dkk,2003).
Penggemar K-Pop yang kebanyakan didominasi oleh para remaja ini tidak
terlepas dari masalah perkembangan pada masa remaja. Masa remaja adalah masa
transisi perkembangan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang pada
umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan
tahun atau awal dua puluhan tahun (Papalia, Old, & Feldman, 2008). Menurut Santrock
(2007), masa remaja adalah periode transisi (peralihan) dari masa anak-anak menuju

2

masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Masa remaja adalah masa dimana seseorang mencari jati dirinya. Masa-masa
ini bukanlah masa yang mudah untuk dilalui. Banyak hal yang perlu dipelajari dari
lingkungan dan teman sebayanya (Santrock, 2003). Dalam proses ini, remaja
membutuhkan figure teladan agar mereka bisa mencontoh figur tersebut. Hal yang

terjadi saat ini adalah idola yang kurang baik sering menjadi panutan bagi mereka. Idola
menjadi latar belakang perubahan tingkah laku remaja agar sesuai dengan tuntutan
lingkungan teman sebaya yang memiliki idola yang sama (Ninggalih, 2011).
Dengan kepopularitas fenomena Korean wave yang semakin meluas, membuat
para remaja

yang ada di Indonesia membuat beberapa fanbase, fansclub maupun

komunitas pencinta korea lainnya dengan berbagai isi konten kebudayaan korea yang
mereka sukai, salah satunya adalah komunitas Kpop yang ada di kota Solo.
Berdasarkan hasil wawancara pribadi yang dilakukan pada tanggal 7 Mei 2015
komunitas ini membentuk organisasi berstruktur yang memiliki banyak anggota yang
memiliki nama United Cover Entry Ease dan sering disebut dengan singkatan
komunitas U-Cee. Komunitas ini dibentuk pada bulan November tahun 2011 berawal
dari beberapa kumpulan para remaja yang hanya berkumpul bersama menonton drama
korea yang mereka sukai, hingga berbagi informasi mengenai konten kebudayaan korea
yang saat itu sedang popular dikalangan para penggemar seperti cara berpakaian, alat
kosmetik, serial drama Korea, boyband dan girlband, makanan maupun bahasa Korea,
menyatukan aspirasi beberapa kumpulan para remaja ini untuk membuat komunitas ini
menjadi lebih aktif lagi hingga akhirnya mereka berhasil membuat komunitas ini

berkembang dan memiliki respon yang baik dan diterima oleh masyarakat yang ada di
kota Solo, salah satunya adalah event lomba yang menari gerakan yang ada di musik

3

video para boyband maupun girlband yang mereka idolakan, bahkan mengadakan
kegiatan seperti memperkenalkan makanan maupun pakaian yang berhubungan dengan
fenomena Korean wave saat ini.
Gaya hidup remaja ini kemudian perlahan - lahan mengalami perubahan seperti
berusaha mengikuti gaya hidup sang idola, seperti model pakaian, model rambut,
sepatu, dan lain sebagainya (Ninggalih, 2011). Bahkan beberapa dari mereka mengganti
nama di jejaring sosial seperti facebook, twitter sesuai dengan nama Korea lengkap
dengan ejaan tulisan Korea. Beberapa remaja mengutarakan salah satu alasan mereka
menggunakan produk yang berasal dari korea dikarenakan produk tersebut digunakan oleh
salah satu tokoh idolanya dan para remaja ini juga saling bersaing untuk bisa meniru gaya
idolanya serta rela melakukan apa saja demi bertemu idolanya (Wuryanta, 2011).

Pada masa remaja tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang
siapa dirinya dan bagaimana dirinya, sikap yang dimiliki remaja juga dipengaruhi oleh
penilaian dan evaluasi terhadap tubuhnya, baik secara positif maupun secara negatif.

Penilaian atau evaluasi secara positif dan negatif bisa dikatakan merupakan bagian
utama dari evaluasi seseorang terhadap diri yang disebut gambaran tubuh atau body
image (Cash dan Pruzinky, 2002).

Persuasi dari significant person (keluarga dan teman sebaya) menjadi faktor lain
perhatian perempuan terhadap bentuk tubuhnya (Moreno & Thelen; Pike & Rodin,
dalam Vincent & McCabe, 1999). Salah satu contoh fenomena Celebrity Worship pada
remaja adalah keinginan remaja, khususnya remaja perempuan untuk mengidentikan
dirinya dengan selebriti yang memiliki tubuh yang bagus. Sehingga keinginan untuk
memiliki tubuh tersebut semakin meningkat pada saat usia remaja berada pada usia 15
tahun dimana saat itu para remaja mengalami krisis identitas dan kecemasan yang

4

sangat tinggi tentang daya tarik pada tubuh yang mereka miliki dan berusaha untuk
mengikuti perkembangan model tubuh yang sedang tren saat ini (Dittmar dkk, 2000).
Remaja tersebut melakukan berbagai cara agar memiliki tubuh seperti idolanya tersebut,
tak jarang yang hingga mengalami anorexia (Maltby dkk, 2005).
Soetjiningsih, (2004) mengatakan bahwa remaja cenderung akan menganut dan
menginternalisasikan nilai-nilai yang ada pada idolanya tersebut kedalam dirinya.

Sehingga remaja sering berperilaku seperti tokoh idealnya dengan meniru sikap maupun
perilakunya dan bahkan merasa seolah-olah menjadi seperti mereka Remaja memiliki
kriteria dalam memilih tokoh idealnya seperti idealisme, romantisme dan absolutisme
(Cheung, 2000). Maltby dkk (2005) menyebutkan ada tiga dimensi keterlibatan dengan
idola yaitu entertainment social, intense-personal feeling, borderline - pathological.
Penelitian yang dilakukan di Malaysia menunjukan bahwa perempuan
cenderung memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi Entertaiment Social daripada
laki - laki, Swami dkk (2010). Hal ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya
yang mengatakan bahwa tidak ada bias jenis kelamin pada tiap dimensi celebrity
worship, meskipun begitu penelitian yang dilakukan oleh McCutcheon dkk, (2002)

bahwa laki-laki memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi Borderline-pathological
dibanding para wanita. Meskipun hasilnya tidak sama dengan penelitian sebelumnya,
namun dalam penelitian dilakukan oleh Swami dkk (2010) terdapat hubungan antara
jenis kelamin subjek dengan dimensi Entertaiment Social dengan hasil yang rendah.
McCutcheon dkk, (2002) juga menemukan relasi yang positif antara dimensi
Entertaiment Social

dengan salah satu dimensi tipe kepribadian Eysenck yaitu


extraversi, lalu pada dimensi intense personal berhubungan dengan tipe kepribadian

5

neuroticism dan pada dimensi borderline-pathological memiliki relasi dengan tipe

kepribadian prychoticism.
Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dan Yuliawati (2013) menyatakan
bahwa terdapat korelasi negatif antara harga diri dan celebrity worship (borderlinepathological) yaitu jika harga diri rendah maka celebrity worship akan tinggi. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Leary (dalam Myers, 2012) menyatakan bahwa
penolakan sosial akan memperendah harga diri remaja dan membuat remaja semakin
berusaha untuk mendapatkan persetujuan.
Berdasarkan penelitian diatas, peneliti menarik suatu rumusan masalah yaitu,
apakah terdapat hubungan antara celebrity worship terhadap idola K-pop (Korean Pop)
dengan body image pada remaja. Maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara celebrity worship terhadap idola K-pop (Korean Pop) dengan body
image pada remaja.

Body Image

Pengertian body image menurut Arthur (2010) adalah merupakan imajinasi
subyektif yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya, khususnya yang terkait dengan
penilaian orang lain, dan seberapa baik tubuhnya harus disesuaikan dengan persepsipersepsi ini. Beberapa peneliti atau pemikir menggunakan istilah ini hanya terkait
tampilan fisik, sementara yang lain mencakup pula penilaian tentang fungsi tubuh,
gerakan tubuh, koordinasi tubuh, dan sebagainya.
Menurut Thompson (2000) tingkat Body image individu digambarkan oleh
beberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik
secara keseluruhan serta menambahkan tingkat penerimaan citra raga sebagian besar
tergantung pada pengaruh sosial budaya yang terdiri dari empat aspek yaitu reaksi orang

6

lain, perbandingan dengan orang lain, peranan individu dan identifikasi terhadap orang
lain.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Body Image
Faktor - faktor yang mempengaruhi body image menurut Blyth (1985) adalah :
a

Reaksi dari orang lain, individu berusaha menjalin interaksi dengan orang lain
agar dapat diterima oleh orang lain, sehingga individu akan memperhatikan

pendapat atau reaksi yang dikemukakan oleh lingkungan termasuk pendapat
mengenai fisik atau tubuh.

b

Perbandingan dengan orang lain atau perbandingan dengan cultural idea, remaja
cenderung lebih peka terhadap penampilan fisik dan seringkali membandingkan
diri sendiri dengan orang lain, teman sebaya ataupun lingkungan sekitar.

c

Identifikasi terhadap orang lain, beberapa individu merasa perlu mengubah
penampilan agar serupa atau mendekati idola yang dianut untuk mendapatkan
pengakuan dan penerimaan lingkungan.sehingga hal inilah yang memicu
timbulnya perilaku Celebrity Worship pada remaja.

Dimensi - dimensi Body Image
Body image menurut Cash dan Pruzinsky (2002) adalah :
a

Evaluasi penampilan (Appearance Evaluation)
Penilaian terhadap perasaan menarik atau tidak menarik. Kenyamanan dan
ketidaknyamanan terhadap penampilan secara keseluruhan.

b

Kepuasan terhadap bagian tubuh (body area satisfaction)
Kepuasaan atau ketidakpuasaan individu terhadap bagian tubuh tertentu, seperti
wajah, rambut, paha, pinggul, kaki, pinggang, perut, tampilan otot, berat ataupun
tinggi badan, serta penampilan secara keseluruhan.

7

c

Kecemasan menjadi gemuk (overweight preoccupation)
Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan akan berat
badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam aktivitas sehari - hari,
seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan, serta
membatasi pola makan.

d

Pengkategorian ukuran tubuh (self - classified weight)
Bagaimana seseorang memandang, mempersepsi, dan melihat berat badan
mereka.

Celebrity Worship

Celebrity worship adalah perilaku obsesi individu untuk terlalu terlibat di setiap

kehidupan selebriti, sehingga terbawa dalam kehidupan sehari-hari individu tersebut.
Celebrity worship menunjukan perilaku seseorang yang memberikan bentuk kekaguman

dengan intensitas yang tidak biasa dan penghormatan terhadap idola (Jurnal Psikologi
Kepribadian dan Sosial, 20012). Celebrity worship dipengaruhi oleh kebiasaaan seperti
melihat, mendengar, membaca dan mempelajari tentang kehidupan selebriti secara
berlebihan hingga menimbulkan sifat empati, identifikasi, obsesi, dan asosiasi yang
menimbulkan konformitas (Maltby dkk , 2003).
Dimensi - Dimensi Celebrity Worship
Terdapat tiga dimensi yang menggambarkan tingkatan dari celebrity worship
menurut McCutcheon (Maltby dkk, 2003), yakni :
a

Sosial dan hiburan (Entertainment - social)
Dimensi ini terdiri dari sikap fans yang tertarik pada selebriti favorit mereka
karena kemampuan mereka dianggap menghibur dan menjadi fokus sosial. hal

8

ini biasanya dikaitkan dengan penggunaan media sosial sebagai sarana untuk
mencari informasi tentang tokoh idola yang sedang disukai.
b

Intense personal feeling

Dimensi ini mencerminkan perasaan intensif dan kompulsif tentang selebriti,
mirip dengan kecenderungan obsesif penggemar. Hal ini menyebabkan fans
kemudian menjadi memiliki kebutuhan untuk mengetahui apapun tentang
selebriti idolanya tersebut, seiring dengan meningkatnya intensitas keterlibatan
dengan selebriti, fabs mulai menganggap tokoh idolanya memiliki hubungan
yang dekatnya sehingga mengembangkan parasosial dengan selebriti tersebut.
c

Borderline pathological
Dimensi ini ditandai oleh perilaku yang tidak terkendali dan fantasi tentang
skenario yang melibatkan selebriti mereka. Hal ini dimanifestasikan dalam sikap
seperti bersedia melakukan apapun demi selebriti yang diidolakan meskipun hal
ini melanggar hukum. Tingkatan tersebut menunjukkan bahwa semakin
seseorang memuja dan terlibat dengan sosok selebriti tertentu maka hubungan
parasosial yang terjalin antara fans dengan idola semakin kuat.

Hubungan Celebrity Worship dengan Body Image pada Remaja
Permasalahan yang sering dihadapi oleh para remaja adalah mereka sering
merasa tidak puas terhadap tubuh yang dimilikinya sehingga menimbulkan
perbandingan diri dengan orang - orang sekitar maupun dengan melalui proses
identifikasi dengan orang lain seperti tokoh idola yang ia sukai. Esther (2002)
menemukan beberapa fakta, yaitu 62% subjek penelitian ingin menurunkan berat badan
setelah menonton acara peragaan busana dan penampilan para artis di televisi dan 75%
subjek penelitian yang suka membaca artikel tentang bentuk tubuh yang langsing

9

melalui sarana media lainnya sehingga menimbulkan rasa tidak puas dengan citra tubuh
mereka.
Sayangnya tidak semua nilai yang diberikan oleh tokoh idola bernilai positif,
salah satunya adalah bentuk tubuh ideal yang sulit dicapai, sehingga para remaja yang
sedang dalam masa peralihan berusaha melakukan apapun untuk meniru penampilan
tokoh idolanya walaupun hal tersebut tidak mudah. Sheridan et al (2007) menyimpulkan
seseorang yang memuja selebriti cenderung mencari identitas diri dan mengidentifikasi
diri dengan selebriti tersebut. Maka dengan adanya perilaku celebrity worship tersebut
bisa mempengaruhi berbagai hal dalam kehidupan seseorang seperti halnya mengenai
gambaran tubuh.
Hipotesis penelitian ini adalah (H1) Entertaiment Social berhubungan positif
dengan body image, (H2) Intense Personal berhubungan positif dengan body image,
(H3) Borderline pathological berhubungan negatif dengan body image.
METODE
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota komunitas pecinta K-pop Ucee
Solo. Sampel dalam penelitian ini adalah 65 orang anggota komunitas pecinta K-pop
Ucee Solo, yang terdiri dari 6 laki - laki dan 59 perempuan. Pengambilan sampel
menggunakan teknik nonprobability sampling, sedangkan metodenya menggunakan
purposive sampling. Sampel penelitian dipilih dengan kriteria tertentu yakni menjadi
anggota komunitas pecinta K-pop Ucee Solo, memiliki idola K-pop, berjenis kelamin
laki - laki atau perempuan dan berusia 15-21 tahun

10

Pengukuran
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
kuesioner. Dalam skala ini subjek diminta untuk merespon sejumlah pertanyaan yang
sesuai dengan keadaan dirinya. Tujuannya adalah untuk mengungkap hal - hal yang
sedang diteliti.
Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Celebrity
Worship dan skala Body Image.

1. Skala Celebrity Worship
Skala Celebrity Worship yang digunakan oleh peneliti dimodifikasi dari skala
penelitian yang disusun berdasarkan Celebrity Attitude Scale (CAS; McCutcheon,
Lange, & Houran, 2001). Ada tiga aspek yang menggambarkan tingkatan dari
entertainment social dimana seseorang memiliki motivasi untuk melakukan pencarian

aktif terhadap selebriti, intense personal feeling dimana seseorang memiliki perasaan
intensif dan memiliki kebutuhan untuk mengetahui apapun tentang selebriti, dan
borderline pathological dimana seseorang memiliki pemikiran yang tidak terkontrol dan

menjadi irrasional terhadap selebriti. Skala ini menggunakan skala likert dengan 4
pilihan jawaban untuk setiap pernyataan. Skor skala Celebrity Worship ini bergerak
dari 1 hingga 4 dengan rincian : 1 (Sangat Tidak Sesuai), 2 (Tidak Sesuai), 3 (Sesuai)
dan 4 (Sangat Sesuai). Uji validitas dilakukan pada 43 subjek dan hasil yang diperoleh
bahwa validitas kuesioner CAS bergerak dari 0,310 - 0,664 dan terdapat 5 aitem yang
tidak memenuhi persyaratan lebih besar dari 0,30. Semua aitem yang mencapai nilai p >
0,30 dianggap valid (azwar, 2012). Sementara itu uji reliabiltas terhadap variabel yang
digunakan dalam penelitian ini memberikan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,838 yang
lebih besar dari 0,6 sehingga kuesioner dapat dinyatakan reliable.

11

2. Skala Body Image

Skala Body Image dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan aspek - aspek body image yang dikemukan oleh Cash

dan

Pruzinsky (2002) yaitu aspek evaluasi penampilan, kepuasan terhadap bagian
tubuh, kecemasan menjadi gemuk dan pengkategorian tubuh. Jumlah aitem total
skala body image ini sebanyak 51 aitem yang terdiri dari 25 item favourable
dan 26 aitem unfavourable.
Skala body image ini menggunakan skala likert dengan menggunakan empat
alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak
setuju (STS). Hasil validitas kuesioner Body Image yang diperoleh bergerak dari 0,363
- 0,797 dan terdapat 20 aitem yang tidak memenuhi persyaratan lebih besar dari 0,30.
Sementara itu uji reliabiltas terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini
memberikan nilai Cronbach Alpha sebesar 0,945 yang lebih besar dari 0,6 sehingga
kuesioner dapat dinyatakan reliable.
Prosedur Pengambilan Data
Prosedur pengambilan data penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yakni
persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir. Pada tahap persiapan peneliti menentukan
variabel yang akan dijadikan penelitian, lalu menentukan desain penelitian dan,
membuat alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian. Pada tahap pelaksanaan
penelitian dilakukan dengan pengambilan data pada subjek penelitian pada tanggal 30
Juli 2015 di Solo, yaitu 65 anggota komunitas pecinta K-pop Ucee di Solo, namun data
yang berhasil dikumpulkan sebanyak 43 dikarenakan ada beberapa anggota yang tidak
dapat berkumpul pada saat itu dan setelah data sudah berhasil didapat, peneliti masuk
ke tahap akhir atau tahap tindak lanjut pengolahan data.

12

Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian
yang bersifat korelasional, maka data yang diperoleh dilakukan uji syarat yaitu uji
normalitas dan uji liniearitas selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan teknik
korelasi product moment .
Analisis Deskriptif
Tabel 1
Hasil Analisa Deskriptif CAS
Butir

Mean

SD

Dimensi

Skor
Rentang

Min

Max

Entertaiment Social

4

12.84

1.926

8

8

16

Intense Personal

8

21.91

3.975

18

12

30

Bordeline Pathological

5

13.58

2.657

12

8

20

Berdasarkan tabel di atas perolehan rerata hasil pengisian CAS yang diisi subjek
sesuai urutan rerata skor tertinggi sampai dengan yang terendah yaitu sebagai berikut :
1) Intense Personal rerata 21.91. 2) Bordeline Pathological rerata 13.58 dan 3)
Entertaiment Social rerata 12.84. Dengan demikian, Intense Personal menduduki rerata

skor Celebrity Worship yang tertinggi dan Entertaiment Social berada pada rerata
terendah.
Kategorisasi Skor Dimensi Celebrity Worship
Untuk menentukan tinggi rendahnya variabel digunakan 5 kategori yaitu sangat
tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah, maka skor tertinggi dan terendah
dapat dihitung dengan menggunakan rumus rentangan berdasarkan standar deviasi dan
mean empiris dilihat dari kurva normal (Azwar, 2008) sebagai berikut :
Butir skala pada dimensi Entertaiment Social memiliki pilihan 4 jawaban yaitu
Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju, maka skor tertingginya adalah

13

4 dikalikan dengan jumlah item soal yaitu 4 x 4 diperoleh skor 16 dan skor terendah
adalah 1 dikalikan dengan jumlah item yaitu 1 x 4 diperoleh skor 4. Untuk menentukan
tinggi rendahnya dimensi Entertaiment Social digunakan 5 kategori yaitu Sangat
Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Sangat Rendah. Maka dapat dihitung lebar interval
dengan rumus sebagai berikut :
i



i

= 2,4

Interval yang sudah diperoleh tersebut maka tinggi rendahnya hasil pengukuran
pada dimensi Entertaiment Social dapat dikategorikan sebagai berikut :
Tabel 2
Kategorisasi Skor CAS “Entertaiment Social”
Interval
13,6 ≤ x < 16
11,2 ≤ x < 13,6

Frekuensi
17

%
39,5

14

32,6

Kategori
Sangat Tinggi
Tinggi

Mean
12.84

8,8 ≤ x < 11,2
11
25,6
Sedang
6,4 ≤ x < 8,8
1
2,3
Rendah
4 ≤ x < 6,4
0
0
Sangat Rendah
43
100
TOTAL
Pada kategorisasi skor CAS “Entertaiment Social” subjek penelitian sebanyak
39,5 % berada pada kategori sangat tinggi yang artinya sebagian besar subjek memiliki
respon atau sikap fans yang sangat tinggi dalam menarik perhatian mereka terhadap
idola Kpop yang mereka sukai dan persentase terkecil sebesar 0% berada pada kategori
sangat rendah.
Kategorisasi Skor CAS “Intense Personal”
Butir skala pada dimensi Intense Personal memiliki pilihan 4 jawaban yaitu
Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju, maka skor tertingginya adalah

14

4 dikalikan dengan jumlah item soal yaitu 4 x 8 diperoleh skor 32 dan skor terendah
adalah 1 dikalikan dengan jumlah item yaitu 1 x 8 diperoleh skor 8. Untuk menentukan
tinggi rendahnya dimensi Intense Personal digunakan 5 kategori yaitu Sangat Tinggi,
Tinggi, Sedang, Rendah, Sangat Rendah. Maka dapat dihitung lebar interval dengan
rumus sebagai berikut :
i

i



= 4,8

Interval yang sudah diperoleh tersebut maka tinggi rendahnya hasil pengukuran
pada dimensi Intense Personal dapat dikategorikan sebagai berikut :
Tabel 3
Kategorisasi Skor CAS “Intense Personal”
Interval
27,2 ≤ x ≤ 32
22,4 ≤ x < 27,2

Frekuensi
5
12

%
11,6
27,9

Kategori
Sangat Tinggi
Tinggi

Mean

17,6 ≤ x < 22,4

22

51,2

Sedang

21.91

3

7,0

Rendah

1
43

2,3
100

Sangat Rendah

12,8 ≤ x < 17,6
8 ≤ x < 12,8
TOTAL

Dari kategorisasi skor CAS “Intense Personal” yang dilakukan peneliti,
persentase paling besar terdapat pada kategori sedang sebanyak 51,2 % yang artinya
subjek memang memiliki kecenderungan obsesif pengemar atau perasaan intensif
kepada idola Kpop yang mereka sukai tapi berada pada kategori yang sedang atau
wajar, kemudian diikuti 27,9 % pada kategori tinggi dimana hal ini menunjukan bahwa
ada sebagian dari subjek memiliki respon perasaan intensif atau kecenderungan obsesif
pengemar yang tinggi terhadap idola Kpop yang mereka sukai. Sedangkan persentase
paling kecil ditemukan pada kategori skor sangat rendah sebesar 2,3 %

15

Kategorisasi Skor CAS “Bordeline Pathological”
Butir skala pada dimensi Bordeline Pathological memiliki pilihan 4 jawaban
yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju, maka skor tertingginya
adalah 4 dikalikan dengan jumlah item soal yaitu 4 x 5 diperoleh skor 20 dan skor
terendah adalah 1 dikalikan dengan jumlah item yaitu 1 x 5 diperoleh skor 5. Untuk
menentukan tinggi rendahnya dimensi Bordeline Pathological digunakan 5 kategori
yaitu Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, Sangat Rendah. Maka dapat dihitung
lebar interval dengan rumus sebagai berikut :
i



i

=3

Interval yang sudah diperoleh tersebut maka tinggi rendahnya hasil pengukuran
pada dimensi Bordeline Pathological dapat dikategorikan sebagai berikut :
Tabel 4
Kategorisasi Skor CAS “Bordeline Pathological”
Mean
Interval
Frekuensi
%
Kategori
17 ≤ x ≤ 20
3
7,0
Sangat Tinggi
14 ≤ x < 17
12
27,9
Tinggi
13.58
11 ≤ x < 14
Sedang
18
41,9
8 ≤ x < 11
9
20,9
Rendah
5≤x 0,05), Intense Personal sebesar 0,821

dengan nilai Sig. 0,511 (p > 0,05), Bordeline Pathological sebesar 0,936 dengan nilai
Sig. 0,345 (p > 0,05) dan Body Image sebesar 0,898 dengan nilai Sig. 0,395 (p > 0,05).
Persebaran data dikatakan normal bila nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 (Priyatno,
2010), maka dapat disimpulkan bahwa kedua data variabel berdistribusi normal,
sehingga analisis korelasi dapat dilanjutkan.
Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk melihat data linear atau tidak. Pada dimensi
Entertaiment Social nilai F = 2,339 (p > 0,05), Intense Personal Feeling nilai F = 2,390

(p > 0,05), Bordeline Pathological nilai F = 1,350 (p > 0,05), hal ini berarti uji
linearitas terpenuhi.

18

Uji Korelasi
Tabel 7
Korelasi Entertaiment Social dengan Body Image
Body Image
Entertaiment Social

Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N

-.408**
.007
43

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Dari hasil normalitas dan linearitas didapatkan bahwa berdistribusi normal.
Berdasarkan pada perhitungan Uji korelasi product moment pearson dari output SPSS,
data yang diperoleh pada dimensi Entertaiment Social koefisien korelasi (r) sebesar 0,408 dengan nilai signifikan (p) sebesar 0,007 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa ada
hubungan negatif yang signifikan antara dimensi Entertaiment Social dengan Body
Image. Artinya semakin rendah dimensi Entertaiment Social, maka akan semakin tinggi
Body Image pada anggota komunitas Kpop Solo. Sebaliknya, jika semakin tinggi

dimensi Entertaiment Social, maka akan semakin rendah Body Image pada komunitas
Kpop Solo. Dari hasil penelitian diperoleh juga koefisien determinasi variabel ( )
sebesar 16,6 % dan sisanya sebesar 83,4 % ditentukan oleh faktor lain.
Tabel 8
Korelasi Intense Personal Feeling dengan Body Image
Body Image
Intese Personal

Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

-.322**
.035
43

19

Pada level Intese Personal Feeling memiliki koefisien korelasi sebesar -0,322
dan signifikansi (p) sebesar 0,035 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan
negatif yang signifikan antara dimensi Intese Personal Feeling dengan Body Image.
Artinya semakin rendah dimensi Intese Personal Feeling, maka akan semakin tinggi
Body Image pada anggota komunitas Kpop Solo. Sebaliknya, jika semakin tinggi

dimensi Intese Personal Feeling, maka akan semakin rendah Body Image pada
komunitas Kpop Solo.

Dari hasil penelitian diperoleh juga koefisien determinasi

variabel ( ) sebesar 10,37 % dan sisanya sebesar 89,63 % ditentukan oleh faktor lain.
Tabel 9
Korelasi Bordeline Pathological dengan Body Image
Body Image
Bordeline Pathological

Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N

-.271
.079
43

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Pada level Bordeline Pathological memiliki koefisien korelasi sebesar -0,271
dan signifikansi (p) sebesar 0,079 > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara dimensi Bordeline Pathological dengan Body Image.
PEMBAHASAN
Hasil analisa data yang diperoleh menunjukan bahwa ada hubungan negatif yang
signifikan pada dimensi entertaiment social dengan body image pada anggota
komunitas Kpop Ucee Solo. Maltby et al, (2006) mengatakan bahwa celebrity worship
pada tahap entertaiment social, digambarkan dengan mencari informasi mengenai tokoh
idola dan senang membicarakan tokoh idolanya dengan orang banyak dan juga senang
membicarakan dengan fans lain yang juga mengidolakan idola yang sama, sehingga hal

20

ini juga dapat mempengaruhi gambaran tubuh yang dimiliki oleh para anggota
dikarenakan intensitas mereka dalam mencari tahu informasi mengenai sosok seperti
apa tokoh idolanya, sehingga apabila pada tahap dimensi entertaiment social ini tinggi
maka dapat diperoleh body image yang dimiliki rendah atau sebaliknya. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa perilaku celebrity worship pada tahap entertaiment social
dapat berhubungan negatif dengan body image dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dimensi intese personal feeling memiliki nilai korelasi yang juga menunjukan
hasil negatif yaitu terbalik atau tidak searah, yang berarti tingginya nilai dimensi intese
personal seseorang maka nilai body image yang dimilikinya rendah dan sebaliknya.

Cash & Pruzinsky, (2002), yang mengatakan bahwa individu dengan body image yang
tinggi menunjukkan penyesuaian psikologis yang lebih baik dan mereka juga akan
memiliki rasa percaya diri dan harga diri yang baik. Menurut Thompson (2004)
ketidakpuasaan penampilan pada individu memilki keterkaitan dengan media, dalam hal
ini body image yang rendah menunjukkan rasa ketidakpuasaan dengan keadaan
fisiknya, merasa bahwa dirinya tidak memiliki tubuh “ideal” seperti yang media
ciptakan yang melekat pada tokoh idola yang mereka sukai, maka alasan tersebut
individu lalu ingin memperbaiki penampilan fisiknya dengan melalui diet ketat seperti
rajin berpuasa, mempunyai pola makan yang terbatas dan sangat kaku hingga
melakukan olahraga dengan intensitas yang berat.
Penelitian Maltby et al, (2004), menunjukan bahwa dalam hal kesehatan mental
dari perilaku celebrity worship hanya salah satu aspek dari celebrity worship yang
secara signifikan berhubungan dengan kesehatan mental, yaitu dimensi intensepersonal. Kesehatan mental yang diidentifikasi dalam penelitian ini, adalah depresi,

kecemasan, gejala somatik, disfungsi sosial, stres dan kepuasan hidup. Dalam penelitian

21

Maltby et al, (2004), responden yang menunjukkan nilai intense personal yang tinggi,
menunjukkan resiko dari cara mereka membuat pertimbangan dan bagaimana fokus
mereka terhadap tokoh idola mereka. Jika individu memiliki nilai intense personal
tinggi maka menurut Maltby et al, (2004) akan menunjukan kepribadian neurotisisme,
perilaku dan sikap melarikan diri dari kenyataan atau denial, stres, sangat emosional,
tegang dan cenderung menarik diri dari dunia. Individu yang berada dalam tahap intense
personal dalam celebrity worship tidak menjalani kehidupan sehari - harinya dengan

efektif. Oleh karena itu, Maltby et al, (2001) dalam penelitiannya, menyimpulkan
bahwa individu yang berada pada tahap intense personal menghabiskan waktu untuk
memuja tokoh idolanya cenderung dapat melupakan tanggung jawabnya dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dimensi intense personal dengan body image
dapat memiliki hubungan secara signifikan.
Pada dimensi borderline pathological terhadap idola K-pop, McCutcheon,
(2004) menyebutkan bahwa dimensi borderline pathological adalah dimana individu
memiliki pemikiran yang tidak terkontrol dan menjadi irrasional terhadap selebriti
seperti kesediaan untuk melakukan apapun demi selebriti meskipun hal tersebut
melanggar hukum, individu yang memiliki skor borderline pathological yang tinggi
cenderung rentan mengalami depresi atau kecemasan dan juga merasa tidak aman
terhadap lingkungan sekitar. Maltby (2006) mengatakan bahwa individu yang berada
pada dimensi borderline pathological cenderung memiliki pengalaman disosiatif
sehingga tidak dapat menyelaraskan pengalaman, pikiran dan perasaan dalam kehidupan
sehari - hari namun dalam penelitian ini hasil yang diperoleh pada dimensi borderline
pathological menunjukan bahwa anggota komunitas K-pop Ucee Solo tidak memiliki

hubungan yang signifikan dengan body image terhadap idola K-pop tersebut yang

22

berarti tinggi rendahnya body image tidak menentukan tinggi rendahnya borderline
pathological.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Adanya hubungan negatif yang signifikan pada dimensi Entertaiment Social dan
dimensi Intense Personal Feeling dengan body image, sedangkan pada dimensi
Bordeline Pathological tidak ada hubungan yang signifikan dengan body image.

2. Body Image memiliki nilai rata-rata sebesar 76,74 sehingga dapat dikatakan
bahwa body image pada anggota komunitas Kpop Ucee di Solo, masuk pada
kategori sedang (53,5%).
3. Pada dimensi Entertaiment Social memiliki rata-rata 12,83 yang menunjukkan
bahwa anggota komunitas Kpop Ucee di Solo berada dalam kategori tinggi
(32,6%) dan pada dimensi Intense Personal dengan rata-rata 21,90 yang sebagian
besar anggota

komunitas Kpop Ucee di Solo berada pada kategori sedang

(51,2%) begitu juga hal yang diperoleh pada dimensi Feeling Bordeline
Pathological memiliki rata-rata 13,58 juga masuk kedalam kategori sedang

(41,9%).

23

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa saran yang
diajukan oleh peneliti yaitu:

1. Bagi Subjek, yang menjadi penggemar Korean Wave diharapkan untuk
tidak berperilaku fanatik yang negatif seperti berperilaku ekstrim kepada
idola atau melakukan tindakan kriminal dan jadikanlah perilaku fanatik
kalian kepada hal yang positif seperti menambah pengetahuan tentang
Bahasa Asing, lebih menghormati dan menghargai orang asing dan berbagai
macam konten kebudayaan yang tidak ada di Indonesia, Dengan demikian
subjek dapat mengembangkan dirinya kearah yang lebih positif.

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapakan untuk menggunakan subjek penelitian
yang

lebih

luas

atau

komunitas

pencinta

Kpop

lainnya,

untuk

membandingkan hasilnya.

3. Faktor - faktor lain yang tidak dikontrol oleh peneliti, seperti lamanya subjek
mengidolakan idola tersebut,

perbedaan pandangan atau motivasi tiap

subjek terhadap sosok idola yang mereka sukai.

24

DAFTAR PUSTAKA
Arthur S. R. & Emily S. R. 2010. Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azwar, S. (2009). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
_______ (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Blyth, D.A., Roberta, G.S, & David F.Z. (1985). Satisfaction with Body Image for
Early Adolescent Females: The Impact of Pubertal Timing within Diferent
School Enviroments. Journal of Youth and Adolescence.
Dittmar, H., Lloyd, B., Dugan, S., Halliwell, E., Jacobs, N., & Cramer, H. (2000).
The ‘body beautiful’English adolescents’ images of ideal bodies. Sex Roles,
42, 887–913.
Esther. 2002. Hubungan antara sikap terhadap persuasi untuk bertubuh ideal
menurut media dan harga diri dengan body dissatisfaction. Skripsi, tidak
diterbitkan, Fakultas Psikologi Universitas Surabaya , Surabaya.
Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta : Andi.
Macbeth, H. C., & MacClancy, J. (2004). Researching food habits : methods and
problems. London : Berghahn Books.
McCutcheon, L. E., Lange, R., & Houran, J. (2002). Conceptualization and
Measurement of Celebrity Worship. British Journal of Psychology, 93, 67–
87.
Maltby, J., Giles, D.C., Barber, L., dan McCutcheon, L.E. (2005). Intense Personal
Celebrity Worship and Body Image: Evidence of A Link Among Female
Adolescents.British Journal of Healt Psychology vol 10, hal. 17-32.
Maltby, J., L.E. McCutcheon and R.J. Lowinger. (2011). Brief Report: Celebrity
Worshipers and the Five-Factor Model of Personality. North American
Journal of Psychology 13(2): 343–348.
Maltby, J., Day, L., McCutcheon, L.E., Gillett, R., Houran, J., & Ashe, D. (2004).
Personality and coping: A context for axamining celebrity worship and
mental health. British Journal of Psychology. 95, 411-428
Maltby, J., Day, L., McCutcheon, L.E., Houran, J. & Ashe, D. (2006). Extreme
celebrity worship, fantasy proneness and dissociation: Developing the
measurement and understanding of celebrity worship within a clinical
personality context. Personality and Individual Differences, 40, 273 - 283.

25

Raviv, A., Bar-Tal, D., Raviv, A.,& Ben-Horin, A. (1996). Adolescent Idolization
of Pop Singers: Causes, Expressions, and Reliance. Journal of Youth and
Adolescence, 25, 631-650.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja . Jakarta: Erlangga.
Sarlito Wirawan Sarwono, (2006). Psikologi Remaja . Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D . Bandung :
Alfabeta
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya . Jakarta:
CV. Sagung Seto.
Thompson, J.K. 2000. Body Image, Eating Disorders, and Obesity. American
Psychological Association Washington , DC
Till, B. D., & Shimp, T. A (1998). Endorses in advertising; The case of negative
celebrity information. Journal of Adversiting, 27, 67 - 82.
Wuryanta, W. E. AG., (2011). Diantara Pusaran Gelombang Korea (Menyimak
Fenomena K-Pop di Indonesia. Volume III, No 2.
Yue, X. D., & Cheung. C. K. (2000). Selection of favourite idols and models
among Chinese young people: A comparative study in Hong kong and
Nanjing. International Journal of Behavioural Develppment. 24, 91 - 98.