T1 232010196 Full text
Pendahuluan
Organization Economic Cooperation and Development (OECD)
berpendapat bahwa corporate governance adalah struktur hubungan serta
kaitannya dengan tanggung jawab di antara pihak-pihak terkait yang terdiri
dari pemegang saham, anggota dewan direksi dan komisaris termasuk
manajer, yang dirancang untuk mendorong terciptanya suatu kinerja yang
kompetitif yang diperlukan dalam mencapai tujuan utama perusahaan. Monks
dan Minow, 2001 mendefinisikan Corporate Governance (CG) merupakan
tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan
dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Isu
mengenai CG ini mulai mengemuka, khususnya di Indonesia, setelah
Indonesia mengalami masa krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1997.
Banyak pihak yang mengatakan lamanya proses perbaikan di Indonesia
disebabkan oleh sangat lemahnya CG yang diterapkan dalam perusahaan di
Indonesia. Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan
perhatian yang cukup signifikan dalam praktek CG. Konsep Indikator
corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini yaitu; proporsi
dewan komisaris independen dan jumlah komite audit.
Pelaksanaan corporate governance diharapkan dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan yang akhirnya dapat meningkatkan earning
response coefficient (ERC). Kualitas laporan keuangan dapat diukur dari
1
reaksi pasar atas pengumuman laporan keuangan. ERC ini diduga dipengaruhi
oleh faktor pemegang saham dan struktur corporate governance dalam hal ini
proporsi dewan komisaris independen dan jumlah komite audit. Selain itu
keberadaan pemegang saham mayoritas juga diduga mampu mempengaruhi
kebijakan dan keputusan yang diambil oleh dewan komisaris dan komite
audit.
Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis
dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan
seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang
memadai. Dengan adanya komite audit diharapkan dapat meningkatkan
efektivitas perusahaan, karena komite audit merupakan bagian intergral dalam
pengendalian internal perusahaan. Tugas dari komite audit berhubungan
dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat
membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses
pelaporan keuangan oleh manajemen.
Adanya komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan peran
dewan komisaris sehingga tercipta good corporate governance di dalam
perusahaan. Manfaat corporate governance akan dilihat dari premium yang
bersedia dibayar oleh investor atas ekuitas perusahaan (harga pasar). Jika
ternyata investor bersedia membayar lebih mahal, maka nilai pasar yang
menerapkan corporate governance juga akan lebih tinggi dibandingkan
2
dengan perusahaan yang tidak menerapkan atau mengungkapkan praktek
corporate governance (Kusumawati dan Riyanto, 2005)
Secara umum, perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih
banyak dari pada perusahaan kecil (Jensen dan Meckling,1976) dalam
Marwata (2001). Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan besar
memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil karena
akan lebih banyak pertentangan kepentingan antara pihak manajemen dengan
pihak pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976) dalam Marwata (2001).
Perusahaan besar mungkin akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak
sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Jika dihubungkan
dengan pemegang saham, maka akan ada perbedaan pendapat antara
pemegang saham dengan pihak manajemen.
Menurut Meek dkk. (1995) dalam Fitriani (2001) perusahaan besar
mempunyai kemampuan untuk merekrut karyawan yang ahli, serta adanya
tuntutan dari pemegang saham dan analis, sehingga perusahaan besar
memiliki insentif untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas dari
perusahaan kecil. Mengutip penelitian-penelitian sebelumnya, Billings (1999)
mengidentifikasi bahwa earnings response coefficient (ERC) berhubungan
positif dengan expected earning growth dan berhubungan negatif dengan
systematic risk. Kedua variabel yang dikaitkan dengan ERC tersebut adalah
3
variabel keuangan. Variabel non keuangan yang merupakan karakteristik
perusahaan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah corporate governance.
Hasil survey yang dilakukan oleh tim McKinsey dkk.,
(2000),
memperlihatkan bahwa investor bersedia memberi premium kepada
perusahaan yang bagus dalam corporate governance-nya. Besar premium
untuk negara-negara Asia yang disurvey adalah antara 20 – 27%, dan
Indonesia adalah yang tertinggi premiumnya yaitu 27%. Perusahaan yang
bagus corporate governance-nya lebih dapat dipercaya (Majalah SWA
memakai istilah “perusahaan terpercaya” untuk menterjemahkan good
corporate governance) sehingga sangat mungkin bahwa respon pasar atas
pengumuman earnings dipengaruhi oleh baik buruknya corporate governance
perusahaan yang mengumumkannya. Studi ini ingin mengetahui apakah baik
buruknya corporate governance mempengaruhi besar kecilnya respon pasar
atas pengumuman earnings.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Andi (2010) menguji pengaruh
pelaksanaan coporate governance khususnya komisaris independen dan
komite audit pada perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan pada tingkat
immediate terhadap daya informasi angka-angka akuntansi yang dilaporkan
perusahaan tanpa adanya profil industry. Oleh karena itu Andi menyarankan
untuk menambah variable industri dalam penelitiannya. Penelitian ini
mereplikasi penelitian dari Andi (2010) dengam menambahkan profil industri
4
sebagai variable independen. Jadi penelitian ini akan menguji pengaruh
mekanisme corporate governance khususnya komisaris independen dan
komite audit pada perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan pada tingkat
immediate dan profil industri terhadap earning response coefficient (ERC). Ini
penting untuk diteliti karena sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti
tentang pengaruh profile industri terharap ERC. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi investor dan masyarakat pelaku pasar selaku
stakeholder dari perusahaan public yaitu memberikan informasi pengaruh
keberadaan komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan dan
profil industri terhadap daya informasi laba yang disajikan perusahaan,
sehingga dapat digunakan srbagai pedoman dalam berinvestasi terutama yang
berminat untuk berinvestasi dalam manufaktur.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh proporsi komisaris
independen dan jumlah komite audit terhadap earning response coefficient
(ERC). Menguji pengaruh immediate ownership terhadap earning response
coefficient (ERC). Menguji pengaruh immediate ownership terhadap
hubungan antara proporsi komisaris independen dan jumlah komite audit
dengan earning response coefficient (ERC). Dan menguji pengaruh profil
industri terhadap earning response coefficient (ERC).
5
Persoalan Penelitian
1. Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap earning
response coefficient (ERC)?
2. Apakah komite audit berpengaruh terhadap earning response coefficient
(ERC)?
3. Apakah immediate ownership berpengaruh terhadap earning response
coefficient (ERC)?
4. Apakah immediate ownership mempengaruhi hubungan antara komisaris
independen dengan earning response coefficient (ERC)?
5. Apakah immediate ownership mempengaruhi hubungan antara komite audit
dengan earning response coefficient (ERC)?
6. Apakah profil industri berpengaruh terhadap earning response coefficient
(ERC)?
Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis
Agency Theory
Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian
oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan
diantara principal dengan agen. Jansen dan Meckling (1976), Watts dan
Zimmerman (1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan
angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara
6
pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan
oleh agen sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai,
mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk
meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan kompensasi kepada agen.
Laporan keuangan yang digunakan oleh principal untuk memberikan
kompensasi kepada agen dengan harapan dapat mengurangi konflik keagenan
dapat dimanfaatkan oleh agen untuk mendapatkan keuntungan yang lebih
besar. Akuntansi akrual yang dicatat dengan basis akrual (accrual basis)
merupakan subjek managerial discretion, karena fleksibilitas yang diberikan
oleh GAAP memberikan dorongan kepada manajer untuk memodifikasi
laporan keuangan agar dapat menghasilkan laporan laba seperti yang
diinginkan, meskipun menciptakan distorsi dalam pelaporan laba (Watts dan
Zimmerman, 1986).
Salah satu mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol biaya
keagenan yaitu dengan menerapkan tata kolola perusahaan yang baik (good
corporate governance). Kaen (2003) menyatakan corporate governance pada
dasarnya menyangkut masalah siapa (who) yang seharusnya mengendalikan
jalannya kegiatan korporasi dan mengapa (why) harus dilakukan pengendalian
terhadap jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan siapa adalah
para pemegang saham, sedangkan “mengapa” adalah karena adanya hubungan
antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan.
7
Jansen dan Meckling (1976) dalam Theory of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Cost and Ownership Structure menyatakan bahwa untuk
meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan
manajerial di dalam perusahaan. Ross et al (1999) menyatakan bahwa
semakin besar kepemilikan manjemen dalam perusahaan maka manajemen
akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk
kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri.
Vafeas (2000) mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial,
peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba
dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas
pelaporan keuangan. Komite audit yang dibentuk dalam perusahaan sebagai
sebuah komite khusus diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi pengawasan
yang sebelumnya dilakukan oleh dewan komisaris. Komite audit meliputi:
melakukan pengawasan terhadap laporan keuangan, mengawasi audit
eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal.
Berdasarkan argument tersebut, diharapkan bahwa good corporate
governance dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan yang salah
satunya adalah meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Kualitas laba
yang baik diharapkan juga dapat meningkatkan nilai perusahaan.
8
Corporate Governance
Corporate governance merupakan serangkaian mekanisme yang dapat
melindungi pihak-pihak minoritas (outside investors/minority shareholders)
dari ekspropriasi yang dilakukan oleh para manajer dan pemegang saham
pengendali (insider ) dengan penekanan pada mekanisme legal (Shleiver dan
Vishny, 1997). Pendekatan legal dari corporate governance memiliki arti
bahwa mekanisme kunci dari corporate governance adalah proteksi investor
eksternal (outside investors), baik pemegang saham maupun kreditor, melalui
sistem legal, yang dapat diartikan dengan hukum dan pelaksanaannya.
Dewan komisaris dan komite audit, sebagai struktur corporate
governance, mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal
memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya
menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta
dilaksanakannya good corporate governance. Berjalannya fungsi dewan
komisaris dan komite audit secara efektif, maka kontrol terhadap perusahaan
akan lebih baik sehingga konflik keagenan yang terjadi antara pemegang
saham mayoritas dan managemen dengan pemegang saham minoritas dapat
diminimalisasi.
Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan
yang berhubungan dengan ERC. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi
pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam
menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang
9
berkualitas (Boediono, 2005). Corporate governance meliputi dewan
komisaris dan komite audit sangat berperan mengendalikan kualitas pelaporan
keuangan (Cohen et al., 2002).
Immediate Ownership
Kepemilikan Langsung yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
kepemilikan imediat. Immediate ownership adalah kepemilikan langsung
terhadap perusahaan publik. Berdasarkan konsep kepemilikan ini, rangkaian
kepemilikan tidak ditelusuri dan besarnya kepemilikan seorang pemegang
saham ditentukan berdasarkan persentase saham yang terlulis atas nama
dirinya. Penelitian tentang hubungan antara konsentrasi kepemilikan langsung
dengan kinerja perusahaan menemukan hubungan yang positif. Pivovarsky
(2001), Gorriz dan Fumas (1996) dan McConaughy dkk., (2001) Sedangkan
Clark dan Wójcik (2005) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan
secara statistik antara konsentrasi kepemilikan langsung dengan stock market
return. Guedhami dan Mishra (2007) melakukan penelitian untuk menguji
hubungan antara konsentrasi kepemilikan dengan biaya modal pada
perusahaan yang menunjukkan bukti kuat bahwa biaya modal meningkat atas
perbedaan pengendalian (hak kontrol lebih besar dari hak aliran kas pada
kepemilikan ultimate).
10
Penelitian tentang hubungan antara corporate governance dan
konsentrasi kepemilikan dilakukan oleh Bozec dan Bozec (2007) yang
menunjukkan adanya hubungan negatif antara konsentrasi kepemilikan
dengan praktek corporate governance perusahaan. Du dan Dai (2005)
menguji hubungan antara corporate leverage dengan struktur kepemilikan
ultimat perusahaan khususnya pemisahaan cash flow rights dan control rights
yang menunjukkan bahwa pemegang saham pengendali dengan kepemilikan
saham yang relatif kecil cenderung untuk meningkatkan leverage out dengan
meningkatkan external finance berupa hutang tanpa mendilusi dominasi
kepemilikan mereka. Sedangkan perusahaan dengan konsentrasi kepemilkan
yang besar akan memilih pendanaan modal. Ding dkk., (2007) menunjukkan
bahwa
praktek
earnings
management
dipengaruhi
oleh
konsentrasi
kepemilikan.
Penelitian konsentrasi kepemilikan juga telah banyak dilakukan di
Indonesia salah satunya dilakukan oleh Siregar (2007). Siregar menunjukkan
bahwa cash flow right berpengaruh positif terhadap dividen dan control right
berpengaruh negatif terhadap dividen. Sedangkan cash flow right leverage
dengan variabel moderasi keterlibatan pemegang saham pengendali dalam
managemen menunjukkan pengaruh yang negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa keterlibatan pemegang saham pengendali dalam managemen akan
11
meningkatkan konfilik antara pemegang saham pengendali dengan pemegang
saham minoritas.
Profil Industri
Tipe industri mendeskripsikan perusahaan berdasarkan lingkup
operasi, risiko perusahaan serta kemampuan dalam menghadapi tantangan
bisnis. Tipe industri diukur dengan membedakan industry high-profile dan
low-profile. Menurut Indrawati N (2009), perusahaan-perusahaan highprofile
pada umumnya merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan dari
masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi untuk bersinggungan
dengan kepentingan luas. Sebaliknya, perusahaan low-profile adalah
perusahaan yang tidak terlalu memperoleh sorotan luas dari masyarakat
manakala operasi yang mereka lakukan mengalami kegagalan atau kesalahan
pada aspek tertentu dalam proses atau hasil produksinya.
Earning Response Coefficient (ERC)
Laba diyakini sebagai informasi utama yang disajikan dalam laporan
keuangan perusahaan (Lev,1989). Pertanyaan seberapa jauh kegunaan laba
bagi para pengguna laporan keuangan menjadi hal yang penting baik bagi para
peneliti, praktisi, dan juga otoritas pembuat kebijakan. Banyak model equity
valuation yang hanya menggunakan expected earnings sebagai variabel
eksplanatori (Lev, 1989). Namun demikian, earnings itu sendiri memiliki
12
keterbatasan yang mungkin dipengaruhi oleh asumsi perhitungan dan juga
kemungkinan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan,
sehingga dibutuhkan informasi lain selain laba untuk memprediksi return
saham perusahaan.
Scott (2000) mendefinisikan earnings response coefficient (ERC) sebagai
berikut:
An earnings response coefficient measures the extent of a security’s
abnormal market return in response to the unexpected component of reported
earnings of the firm issuing that security. (Scott, 2000, p. 152)
Ada beberapa hal yang menyebabkan respon pasar yang berbeda-beda
terhadap laba, yaitu adalah persistensi laba, beta, struktur permodalan
perusahaan, kualitas laba, growth opportunities, dan informativeness of price
(Scott, 2000). Nilai ERC diprediksi lebih tinggi jika laba perusahaan lebih
persisten di masa depan. Demikian juga jika kualitas laba semakin baik, maka
diprediksi nilai ERC akan semakin tinggi. Beta mencerminkan risiko
sistematis. Investor akan menilai laba sekarang untuk memprediksi laba dan
return di masa yang akan datang. Jika future return tersebut semakin berisiko,
maka reaksi investor terhadap unexpected earnings perusahaan juga semakin
rendah. Dengan kata lain, jika beta semakin tinggi, maka ERC akan semakin
rendah (Scott, 2000). Struktur permodalan perusahaan juga berpengaruh
terhadap ERC. Peningkatan laba (sebelum bunga) bagi perusahaan yang high
13
levered berarti bahwa perusahaan semakin baik bagi pemberi pinjaman
dibandingkan bagi pemegang saham. Oleh karena itu, perusahaan yang high
levered memiliki ERC yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan
yang low levered. (Scott, 2000). Perusahaan yang memiliki growth
opportunities diharapkan akan memberikan profitabilitas yang tinggi di masa
datang, dan diharapkan laba lebih persisten. Dengan demikian, ERC akan
lebih tinggi untuk perusahaan yang memiliki growth opportinities (Scott,
2000). Faktor lain juga mempengaruhi respon pasar terhadap laba adalah
informativeness dari harga pasar itu sendiri. Biasanya informativeness harga
pasar tersebut diproksi dengan ukuran perusahaan, karena semakin besar
perusahaan semakin banyak informasi publik yang tersedia mengenai
perusahaan tersebut relatif terhadap perusahaan kecil. Semakin tinggi
informativeness harga saham, maka kandungan informasi dari laba akuntansi
semakin berkurang. Oleh karena itu, ERC akan semakin rendah jika
informativeness harga saham meningkat (atau jika ukuran perusahaan
meningkat). (Scott, 2000).
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap ERC
Corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan
antara manajemen perusahaan dewan komisaris, para pemegang saham dan
14
stakeholders lainnya. Corporate governance merupakan konsep yang
didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk
memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima
return atas dana yang telah mereka investasikan. Berdasarkan Pedoman Good
Corporate Governance Indonesia tahun 2006 dewan komisaris memiliki
fungsi pengawasan yang antara lain, pertama dewan komisaris tidak boleh
turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedua anggota dewan
komisaris baik secara bersama-sama dan atau sendiri-sendiri berhak
mempunyai akses dan memperoleh informasi tentang perusahaan secara tepat
waktu dan lengkap. Ketiga menyampaikan laporan pertanggungjawaban
pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh direksi.
Hasil penelitian Xie dkk., (2003) menyatakan bahwa persentase dewan
komisaris dari luar perusahaan yang independen berpengaruh negatif secara
signifikan terhadap
discretionary accrual.
Penelitian Besley (1996)
menyimpulkan bahwa komposisi dewan komisaris dari luar lebih dapat untuk
mengurangi kecurangan pelaporan keuangan daripada kehadiran komite audit.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ukuran dewan dan karakteristik
komisaris yang berasal dari luar perusahaan berpengaruh terhadap
kecenderungan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
Keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan dapat
mempengaruhi integitas suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh
15
manajemen. Jika perusahaan memiliki komisaris independen maka laporan
keuangan yang disajikan oleh manajemen cenderung lebih berintegritas,
karena didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi
hak pihak-pihak diluar manajemen perusahaan. Jika kualitas laporan keuangan
lebih berintegritas maka earning response coefficient (ERC) akan membaik.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis pertama yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
H1 : Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap Earning
Response Coefficient
Pengaruh Komite Audit Terhadap ERC
Komite audit merupakan badan yang dibentuk oleh dewan direksi
untuk mengaudit operasi dan keadaan. Badan ini bertugas memilih dan
menilai kinerja perusahaan dan kantor akuntan publik. Komite audit adalah
suatu badan yang dibentuk didalam perusahaan klien yang bertugas untuk
memelihara independensi akuntan pemeriksa terhadap manajemen. Komite
audit berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah
yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi dan pengendalian
intern. Tujuan pembentukan komite audit (KNKG 2006) adalah: Memastikan
laporan keuangan yang dikeluarkan tidak menyesatkan dan sesuai dengan
praktik akuntansi yang berlaku umum, memastikan bahwa internal kontrolnya
16
memadai, menindaklanjuti terhadap dugaan adanya penyimpangan yang
meterial di bidang keuangan dan implikasi hukumnya dan merekomendasikan
seleksi auditor eksternal.
Salah satu cara komisaris mempertahankan independensinya adalah
dengan membentuk komite audit. Sesuai dengan fungsi komite audit di atas,
sedikit banyak keberadaan komite audit dalam perusahaan berpengaruh
terhadap kualitas dan integritas laporan keuangan yang dihasilkan.
Berdasarkan Pedoman Good Corporate Governance Indonesia tahun
2006 tugas komite audit adalah membantu Dewan Komisaris untuk
memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal
perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun
eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv)
tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
Penelitian tentang hubungan komite audit terhadap ERC telah
dilakukan oleh Petra (2002) yang menemukan bahwa keberadaan komite audit
tidak meningkatkan daya informasi laba. Sedangkan Bryan dkk(2004)
menyatakan bahwa komite audit yang efektif dan independen meningkatkan
kualitas pelaporan keuangan sehingga ERC akan lebih kuat ketika keberadaan
komite audit independen dan ahli dalam bidang keuangan. Atas dasar tersebut
maka hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
17
H2 : Komite audit berpengaruh positif terhadap Earning Response Coefficient
Pengaruh Immediate Ownership Terhadap ERC
Pengaruh kepemilikan langsung terhadap nilai perusahaan dibangun
berdasarkan argumen negative entrenchment effect (NEE). Berdasarkan
argumen ini, konsentrasi hak kontrol berpengaruh negatif terhadap ERC.
Pengaruh negatif konsentrasi kontrol terhadap ERC sesuai dengan pernyataan
bahwa pemegang saham besar hampir sepenuhnya dapat mengendalikan
perusahaan untuk memperoleh manfaat privat atas kontrol terhadap pemegang
saham minoritas, Siregar (2007). Hal ini sejalan dengan Shleifer dan Vishny
(1997) yang menyatakan bahwa pemegang saham besar lebih tertarik
menggunakan kontrol yang dimilikinya untuk mendapatkan manfaat privat.
Claessens dkk., (2000 dan 2002) menemukan bahwa pemegang saham
pengendali perusahaan publik Asia menggunakan hak kontrolnya untuk
kepentingan pribadi.
Claessens et al., (2000) menemukan bahwa semakin besar hak kontrol,
semakin rendah nilai perusahaan. Hal yang sama juga ditemukan oleh La
Porta dkk., (2002) bahwa semakin tinggi konsentrasi kepemilikan maka akan
semakin rendah nilai perusahaan. Rendahnya nilai perusahaan menunjukkan
bahwa laporan keuangan tidak dipercaya sepenuhnya oleh investor pada
perusahaan dengan kepemilikan yang terkonsentrasi. Sedangkan Midiastuty
18
dkk., (2003) menemukan bahwa kepemilikan managerial dan institusional
berhubungan negatif dengan managemen laba. Rahmawati dkk., (2007)
menemukan kepemilikan managerial dan institusional tidak berpengaruh
terhadap kualitas laba. Petra dkk., (2002) menemukan hal yang lain yang
menunjukkan bahwa kepemilikan managerial berhungan positif dengan ERC
sedangkan kepemilikan institusional berhungan negatif dengan ERC.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesisi ketiga yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
H3 : Immediate Ownership berpengaruh negatif terhadap Earning Response
Coefficient
Pengaruh
Komisaris
Independen,
Komite
Audit
dan
Immediate
Ownership Terhadap ERC
Pelaksanaan corporate governance pada perusahaan bertujuan
mendorong penge-lolaan perusahaan yang transparan dan bertanggung jawab.
Namun penelitian tentang corporate governance menunjukkan hasil yang
beragam khususnya keberadaan dewan komisaris independen dan komite
audit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komisaris independen dapat
meningkatkan transparansi perusahaan (Cohen et al., 2002, Schellenger et al.,
1989, Barnhart et al., 1994, Beasly 1996, Machuga and Teitel 2007, dan
Petra, 2002) namun peneliti lain menemukan sebaliknya (Hermalin dan
19
Weisbach 1991, Mc Mullen 1996, Agrawal dan Chadha 2005, ). Penelitian
atas komite audit juga menunjukkan hasil yang belum konsisten. Mc Mullen
1996 dan Peasnell et al., 1999 menemukan bahwa komite audit secara
signifikan mempengaruhi kecurangan laporan keuangan tetapi Beasly 1996,
dan Petra, 2002 menemukan bahwa komite audit tidak berpengarush secara
signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan.
Penelitian
atas
konsentrasi
kepemilikan
menunjukkan
bahwa
kepemilikan perusahaan di Asia Timur termasuk Indonesia diketemukan
cenderung terkonsentrasi (Claessens et al., 2000 dan 2002). La Porta et al.,
(1999 dan 2002) menemukan bahwa struktur kepemilikan yang terkonsentrasi
terjadi di negara-negara tingkat corporate governance yang rendah. Tingkat
konsentrasi kepemilikan perusahaan di Indonesia dapat mempengaruhi kinerja
komisaris independen dan komite audit dalam melakukan pengawasan
terhadap perusahaan. Siregar (2007) menunjukkan bahwa konsentrasi
kepemilikan pada pisah batas 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% berpengaruh
negatif terhadap keputusan deviden perusahaan. Berdasarkan uraian di atas
maka hipotesisi keempat dan kelima yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H4 : Immediate Ownership mempengaruhi hubungan antara Komisaris
Indenpenden dengan Earning Response Coefficient
20
H5 : Immediate Ownership mempengaruhi hubungan antara Komite Audit
dengan Earning Response Coefficient
Pengaruh Profil Industri terhadap ERC
Penelitian yang berkaitan dengan profil industri kebanyakan
mendukung bahwa industri high-profile mengungkapkan informasi tentang
tanggung jawab sosialnya lebih banyak dari industri low-profile. Penelitian
yang mendukung hubungan tersebut antara lain Hackston dan Milne (1996),
Utomo (2000), Kokubu et. al., (2001), Henny dan Murtanto (2001) dan
Hasibuan (2001).
Perusahaan high-profile adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak
di bidang: perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas, otomotif,
agrobisnis, tembakau dan rokok, makanan dan minuman, media dan
komunikasi, kesehatan, transportasi, dan pariwisata. Untuk perusahaan yang
low-profile, adalah yang bergerak di bidang bangunan, keuangan dan
perbankan, suplier peralatan medis, retailer, tekstil dan produk tekstil, produk
personal, dan produk rumah tangga (Henny dan Murtanto, 2001; Utomo,
2000; Hasibuan, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menyatakan bahwa
profile perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR. Hal ini
disebabkan industri yang termasuk kelompok high profile merupakan
perusahaan besar dan menguasai jenis sebagian besar yang penting untuk
21
kehidupan orang banyak atau kebutuhan pokok sehingga memiliki banyak
konsumen. Dan perusahaan low profile merupakan perusahaan kecil yang
tidak banyak memiliki konsumen. Jadi perusahaan high profile adalah
perusahaan yang memiliki resiko tinggi sehingga laba juga akan tinggi, jika
laba tinggi maka earning response coefficient (ERC) juga akan lebih baik
kualitasnya. sebaliknya perusahaan low profile adalah perusahaan yang
memiliki resiko rendah sehingga laba juga akan rendah, jika laba rendah maka
earning response coefficient (ERC) juga akan lebih buruk kualitasnya. Dari
uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
H6: Profil Industri berpengaruh positif terhadap Earning Response Coefficient
Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif dengan
karakteristik masalah berupa hubungan sebab-akibat antara dua variabel atau
lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara variabel
independen terhadap variable dependen. Variabel independen yang digunakan
dalam penelitian adalah komisaris independen dan komite audit sebagai
struktur dari corporate governance dengan tingkat konsentrasi kepemilikan
langsung (immediate) dan profile industri sedangkan variabel dependen
adalah earning response coefficient (ERC)
22
Teknik Penentuan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sample,
teknik sampling purposive yaitu “teknik penentuan sampel dengan kriteria
tertentu sesuai yang dibutuhkan dalam penelitian”. kriteria - kriteria tersebut
adalah :
1. perusahaan manufaktur yang terdaftar (listing) di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2009-2012
2. perusahaan yang menyajikan laporan keuangan yang lengkap
selama periode tersebut
Perkembangan industri manufaktur akhir – akhir ini menarik minat
para
investor
untuk
menanamkan
investasinya.
Setelah
mengalami
keterpurukan pada tahun 2008 yang disebabkan oleh krisis keuangan global,
industri manufaktur perlahan – lahan mulai bangkit kembali. Ini
mengakibatkan harga saham perusahaan manufaktur bergerak fluktuatif
tergantung pada penawaran dan permintaan, cenderung naik apabila terjadi
kelebihan permintaan dan menurun apabila terjadi kelebihan penawaran.
Harga saham yang baik, yaitu harga saham yang bergerak fluktuatif.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis tertarik untuk menggunakan
perusahaan Manufaktur.
23
Tabel sample
No
Kriteria
Jumlah
1
Total perusahaan Manufaktur
226
2
Yang menyajikan LK lengkap
44
3
Total perusahaan sample penelitian
44
Sumber : BEI manufactur 2009-2012
Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik dokumentasi dengan mengumpulkan dan memanfaatkan data yang
telah tersedia sebagai sumber informasi. Data yang digunakan adalah data
sekunder berupa laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan
(financial report) perusahaan manufaktur yang telah dipublikasikan. Data
diperoleh dari website BEI (www.idx.co.id) serta website perusahaan.
Definisi Operasional Variabel
Variabel Dependen
Daya informasi akuntansi dalam penelitian ini diproksikan pada
hubungan laba bersih dengan akumulasi return abnormal (CAR). Estimasi
return abnormal dihitung dengan menggunakan model yang digunakan oleh
Febrianto dan Widiastuty (2005) sehingga abnormal return dihitung dengan
menggunakan model berikut :
24
ARj,t = Rj,t – Rm,t .......................................................................... 4
ARj,t adalah return abnormal perusahaan j pada bulan t,
Rj,t adalah return sekuritas j pada bulan t, dan
Rm,t adalah return indeks pasar pada bulan t.
Dimana formula untuk perhitungan return sesungguhnya dan return
indeks pasar sebagai berikut :
Rj,t = (Pi,t – Pi,t-1) : Pi,t-1
Rj,t adalah return sekuritas j pada bulan t
Pi,t adalah harga saham sekarang
Pi,t-1 adalah harga saham sebelumnya
Rm,t = (IHSGt – IHSGt-1) : IHSGt-1
Rm,t adalah return indeks pasar pada bulan t
IHSGt adalah indeks harga saham gabungan pada waktu t
IHSGt-1 adalah indeks harga saham gabungan pada waktu t - 1
Akumulasi return abnormal dihitung dengan menggunakan model
sebagai berikut :
25
CARit
=
∑
AR……………………………………………………..5
t1, t2 adalah panjang interval pengamatan return saham atau
perioda akumulasi dari t1 hingga (termasuk) t2.
Variabel Independen
a. Struktur Corporate Governance yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dewan komisaris dan komite audit. Variable ini ditunjukan dengan proporsi
jumlah dewan komisaris independen terhadap jumlah total komisaris yang ada
dalam susunan dewan komisaris perusahaan sampel. Informasi mengenai
dewan komisaris independen diperoleh dari laporan tahunan masing masing
perusahaan. Sedangkan Keberadaan komite audit ditunjukan dengan jumlah
komite audit diperusahaan sampel. Penentuan apakah perusahaan memiliki
komite audit atau tidak akan dicek dilaporan tahunan masing-masing
perusahaan sampel.
b. Konsentrasi kepemilikan langsung yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
immediate ownership dengan pisah batas 10%. Pisah batas ini sesuai dengan
yang digunakan oleh Siregar (2007). Yaitu persentase kepemilikan saham atas
nama pribadi sebesar 10% atau yang mendekati 10% dan dibawah 20%.
Artinya jika ada dua orang pribadi memiliki sahan 11% dan 12% hanya
26
kepemilikan saham 11% saja yang masuk dalam penelitian. Peneliti memilih
pisah batas 10% karena kepemilikan langsung diindonesia cenderung tersebar
dikisaran 10% - 30%.
c. Profil industri dalam penelitian ini menggunakan tipe industri high profile dan
low profile dengan menganalisa laporan keungan dari 2 tipe industry tersebut.
Profil industri diukur menggunakan variabel dummy, yaitu nilai 1 untuk
perusahaan high-profile dan nilai 0 untuk perusahaan low-profile. Penelitian
ini menggunakan industri manufaktur sebagai populasi penelitian sehingga
perusahaan manufaktur yang termasuk dalam kategori high-profile adalah
perusahaan yang bergerak di bidang bahan kimia, plastik, kertas, otomotif,
makanan dan minuman, rokok, farmasi, kosmetika dan perkakas/perabotan.
Perusahaan manufaktur yang termasuk dalam kategori low-profile adalah
perusahaan yang bergerak di bidang semen, keramik, logam, pakan hewan,
kayu, mesin dan alat berat, tekstil, alas kaki, kabel dan elektronik
Variabel Control
Penelitian ini menggunakan tiga variabel kontrol yaitu net income,
market to book ratio, dan leverage. Market to Book Ratio diukur dari nilai
pasar ekuitas dibagi dengan nilai buku total asset pada awal tahun t. Leverage
merupakan total kewajiban dibagi total asset pada awal tahun t digunakan
27
sebagai variable kontrol untuk mengontrol faktor risiko yang dihadapi
perusahaan.
Pengujian Hipotesis
Penelitian ini menggunakan metologi yang digunakan oleh Fang dan
Wong (2002) untuk menguji daya informasi laba atas komposisi dewan
komsiaris independen, komite audit dan konsentrasi kepemilikan. Model
regresi yang digunakan adalah regresi data panel, data panel adalah gabungan
antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross section) sebagai
berikut:
1. CARit = α0 + α1 NIit + α2NIit *Qit + α3NIit *LEVit + α4NIit*IBDit +
α5 NIit*ACit +Niit*PI+ Fixed Effects + uit
Model regresi panel 1 digunakan untuk menguji hipotesis 1,2 dan 6
yaitu menguji proporsi komisaris independen, komite audit dan profil industri
terhadap ERC. Apakah dengan adanya Net Income yang tinggi, dan dengan
adanya proporsi komisaris independen, komite audit dan profil industri maka
ERC juga akan lebih tinggi.
2. CARit = α0 + α1 NIit + α2NIit *Qit + α3NIit *LEVit + α6NIit *IOit +
Fixed Effects + uit
28
Model regresi panel 2 digunakan untuk menguji hipotesis 3 yaitu
apakah immediate ownership berpengaruh terhadap ERC. Immediate
ownership bisa mempengaruhi kinerja keuangan.
3. CARit = β0 + β1 NIit + β2NIit *Qit + β3 NIit *LEVit + β4IBDit +
β5ACit +Niit*PI + β6 IOit + β7NIit* IBDit*IO + β8NIit*ACit*IOit +
Fixed Effects + uit
Model regresi panel 3 digunakan untuk menguji hipotesis 4 dan 5,
yaitu apakah immediate mempengaruhi hubungan antara proporsi komisaris
independen dan komite audit dengan ERC. Immediate ownership yang kuat
bisa mempengaruhi indikator corporate governance tersebut sehingga akan
berpengaruh terhadap ERC.
Keterangan:
CAR: Akumulasi return abnormal bulanan selama 12 bulan.
NI: Laba bersih dibagi dengan nilai pasar ekuitas
Q: Market to Book Ratio
Lev: Leverage
IBD: Dewan komisaris independen
AC: Komite audit
29
IO: Kepemilikan immediate
Fixed effects: Pengaruh tahun penelitian.
PI : Profile Industri
Uit : Error
Hasil Analisis dan Pembahasan
Statistik Deskriptif
Berdasarkan
kriteria-kriteria
pengambilan
sampel
yang
telah
ditetapkan yaitu pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang memiliki
informasi mengenai komite audit dan komisaris independen selama tahun
2009 hingga 2012 dalam laporan annual reportnya.
Dalam hal ini diperoleh sebanyak 44 sampel penelitian selama
pengamatan 4 tahun. Sehingga dengan demikian sebanyak 4 x 44 = 176 data
pengamatan dapat dperoleh. Selanjutnya sejumlah data tersebut digunakan
untuk analisis data dan pengujian hipotesis.
Langkah awal analisis dimulai dengan mengidentifikasi tendensi
sebaran dari masing-masing variabel. Analisis statistik deskriptif digunakan
untuk melihat kenderungan dari masing-masing variabel penelitian. Tabel 4.1
menyajikan ringkasan statistik deskriptif dari masing-masing variabel.
30
Tabel 4.1
Deskripsi variabel penelitian
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
CAR
176
-1.87
2.63
0.03
0.62
NI
176
-5.30
1.05
0.01
0.57
Q
176
-9.02
12.11
1.59
2.20
LEV
176
0.04
2.17
0.57
0.32
IBD
176
0.25
0.66
0.39
0.09
AC
176
3.00
4.00
3.09
0.29
IO
176
10.00
69.37
14.03
8.80
PI
176
0.00
1.00
0.47
0.50
Valid N (listwise)
176
Sumber : Data sekunder yang diolah
ERC (earning response coefficient) dihitung dengan menggunakan
model data panel cross section untuk setiap tahun sehingga nilai ERC adalah
merupakan parameter hubungan antara earning dengan cummulative
abnormal return saham (CAR) selama 12 bulan. Tabel 4.1 diperoleh rata-rata
earning (Net ncome /NI) adalah sebesar 0,0127. Nilai tersebut menunjukkan
adanya kecenderungan laba bersih dalam laporan laba selama periode
penelitian sebesar 1,27% dari nilai pasar ekuitas yang dimiliki perusahaan.
Nilai earning terendah adalah sebesar -5,3004 dan earning tertinggi adalah
31
sebesar 1,0526. Nilai standar deviasi NI diperoleh sebesar 0,5696 yang
mencerminkan variasi data yang sangat besar.
Pengukur ERC lain adalah Cumumative abnormal return (CAR)
selama 12 bulan menunjukkan rata-rata sebesar 0,0339. Hal ini menunjukkan
adanya reaksi positif dari investor atas laporan laba dari laporan keuangan
perusahaan sampel. Nilai CAR terendah adalah sebesar -1,8760 dan nilai CAR
tertinggi adalah
2,6292.
Rasio market to book value (Q) dari perusahaan sampel selama 2009
hingga 2012 menunjukkan rata-rata sebesar 1,5903. Hal ini menunjukkan
bahwa nlai pasar ekuitas dari perusahaan sampel mencapai 1,5903 kal
dbanding nilai bukunya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sampel
mengalami pertumbuhan nilai pasar ekuitasnya. Nilai market to book value
terendah adalah sebesar -9,02 dan nilai market to book value tertinggi
mencapai 12.11.
Variabel leverage (LEV) perusahaan sampel selama tahun 2009 hingga
2012 menunjukkan rata-rata sebesar 0,5746. Hal ini berarti bahwa 57,46%
aset perusahaan berasal dari hutang. Nilai leverage yang lebih besar dari 0,50
menunjukkan bahwa perusahaan lebih banyak menggunakan hutang
dibanding modal sendiri dalam operasionalnya. Rasio leverage terendah
adalah sebesar 0,040 sedangkan rasio leverage tertinggi mencapai 2,17.
Adanya nilai leverage di atas 1 menunjukkana adanya perusahaan yang
mengalami defisit ekuitas.
32
Rata-rata proporsi komisaris independen (IBD) dari perusahaan
sampel diperoleh sebesar 0,3955 atau 39,55%. Hal ini ini berarti bahwa
jumlah komisaris independen dari perusahaan sampel rata-rata sebesar
39,55% dari seluruh jumlah dewan komisaris. Kondisi demikian menunjukkan
bahwa secara rata-rata perusahaan-perusahaan sampel telah memenuhi syarat
minimal 30% anggota dewan komisaris independen. Jumlah terendah adalah
sebesar 0,25 atau 25,0% dan jumlah ertinggi mencapai 0,56667 atau 66,67%.
Jumlah Komite audit (AC) yang diukur berdasarkan jumlah komite
audit sebagai auditor internal perusahaan secara rata-rata diperoleh sebesar
3,0909 atau sebanyak 3 orang. Hal ini ini berarti bahwa secara umum
perusahaan sampel memiliki anggota komite audit yang berjumlah 3 orang.
Jumlah Komite audit yang paling sedikit adalah sebanyak 3 orang dan jumlah
terbanyak adalah sebanyak 4 orang.
Ukuran kepemilikan saham immediate (IO) dari seluruh perusahaan
sampel rata-rata dari seluruh sampel diperoleh sebesar 14,0375. Dengan
demikian berarti bahwa rata-rata jumlah kepemilikan saham immediate dari
perusahaan sampel mencapai 14,0375% dari seluruh saham perusahaan.
Saham imediate terendah adalah sebesar 10,00% dan saham immediate
terbesar adalah sebesar 69,37%.
Profile industri yang diukur dengan menggunakan dummy variabel
menunjukkan rata-rata sebesar 0,4773. Hal ini berarti bahwa 47,73%
33
perusahaan sampel adalah merupakan tipe perusahaan high profile sedangkan
selebihnya sebe4sar 52,27% adalah perusahaan low profile.
Analisis Data
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan dilakukan dengan
menggunakan 3 model regres panel. Pertimbangan menggunakan model panel
adalah karena model penelitian menggunakan dana time series 4 tahun untuk
masing-masing perusahaan sampel. Program Stata versi 11 digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian.
Analisis Regresi Panel Model 1, 2 dan 3
Model regresi penel 1 digunakan untuk menguji Hipotesis 1, Hipotesis
2 dan Hipotesis 6. Model regresi panel 2 digunakan untuk menguji Hipotesis
3. Dan model regresi panel 3 digunakan untuk menguji Hipotesis 4 dan 5.
Hasil pengujian adalah sebagai berikut :
34
Tabel hasil pengujian
MODEL 1
Std.
Err.
Coef.
P>ItI
MODEL 2
Std.
P>It
Err.
I
Coef.
MODEL 3
Std.
P>I
Err.
tI
Coef.
NI
12,7997
3,7939
*0,001
0,1292
0,4503
0,775
0,0086
0,5479
0,987
NIQ
-0,0366
0,1852
0,844
0,1906
0,795
0,0721
0,1936
0,710
NILEV
-0,3875
0,4125
0,349
0,0496
0,0460
0,3049
0,880
0,1405
0,5877
0,812
NIIBD
-14,9719
5,3418
*0,006
-
-
-
-1,6087
1,0135
0,115
NIAC
-2,4068
0,7509
*0,002
-
-
-
0,1368
0,5531
0,805
NIPI
0,0920
0,3700
0,804
-
-
-0,0258
0,0748
0,731
NIIO
NIIBDI
O
-
-
-
0,0042
0,0089
0,638
-0,2000
0,5834
0,732
-
-
-
-
-
-
0,1055
0,1600
0,511
NIACIO
-
-
-
-
-
-
-0,0142
0,0174
0,416
0,1040
0,0587
**0,079
0,0274
0,0523
0,602
0,6084
2,0464
0,767
CAR
_Cons
R2
0,0305
0,0039
0,0098
F
2,01
0,19
0,45
0,0696
0,9413
0,9042
Prob > F
Signifikan : (*) pada tingkat 0,05, (**) pada tingkat 0,10
Sumber : data sekunder diolah, 2014
Model regresi penel 1 digunakan untuk menguji Hipotesis 1, Hipotesis
2 dan Hipotesis 6 yaitu menguji pengaruh Proporsi komisaris independen,
komite audit dan profil perusahaan terhadap earning response coefficient.
Dari tabel diatas, nilai F hitung dari model adalah 2,01 dengan nilai
probabilitas sebesar 0,0696 < 10%. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi
panel 1 dapat digunakan dalam penelitian ini pada taraf 10%. Berdasarkan
tabel diatas, nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) adalah 0,0305.
35
Hal ini berarti kemampuan variabel independen yaitu proporsi komisaris
independen, komite audit dan profile perusahaan dengan control market to
book value dan leverage dalam menerangkan ERC adalah hanya sebesar 3,05
persen. Sedangkan sisanya yaitu 96,95 persen dijelaskan oleh faktor-faktor
lain selain variabel tersebut.
Model regresi penel 2 digunakan untuk menguji Hipotesis 3 yaitu
menguji
pengaruh
immediate
ownership
terhadap
earning
response
coefficient. Hasil penelitian model regresi panel 2 mendapatkan bahwa
variable NI*IO memiliki koefisien regresi dengan arah negatif. Arah dari hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan arah yang dihipotesiskan. Dari tabel diatas,
nilai F hitung dari model adalah 0,19 dengan nilai probabilitas sebesar 0,9413,
yang lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi panel 2
tidak dapat digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan tabel diatas, nilai
koefisien determinasi (Adjusted R Square) adalah 0,0039. Hal ini berarti
kemampuan variabel independen yaitu immediate ownership dengan control
market to book value dan leverage tidak mampu menerangkan ERC.
Model regresi penel 3 digunakan untuk menguji Hipotesis 4 dan
Hipotesis 5 yaitu menguji pengaruh immediate ownership dalam memoderasi
pengaruh proporsi komisaris independen dan komite audit terhadap earning
response coefficient (ERC). Hasil penelitian model regresi panel 3
mendapatkan bahwa variable NI*IBD*IO memiliki koefisien regresi dengan
36
arah positif sedangkan koefsen NI*AC*IO memilki arah negatif. Dari tabel
diatas, nilai F hitung dari model adalah 0,45 dengan nilai probabilitas sebesar
0,9042, yang lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi
panel 3 kurang dapat digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan tabel
diatas, nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) adalah 0,0098. Hal ini
berarti kemampuan variabel independen yaitu proporsi komisaris independen
dan komite audit yang dimoderasi oleh immediate ownership dengan control
market to book value dan leverage dalam menerangkan ERC adalah hanya
sebesar 0,98 persen. Sedangkan sisanya yaitu 98,02 persen dijelaskan oleh
faktor-faktor lain selain variabel tersebut.
Pengujian Hipotesis
pengujian regresi panel model 1 menunjukan bahwa hampir
semuanya tidak berpengaruh. Hanya variable Net Income yang berpengaruh
signifikan pada model 1. Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel
Komisaris independen terhadap ERC diuji dengan mendasarkan pada
pengaruh variable NI*IBD yang menunjukkan nilai t sebesar -2,80 dengan
signifikansi sebesar 0,006. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05.
Hal ini berarti bahwa proporsi komisaris independen memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap ERC. Akan tetapi arah koefisiennya negatif sehingga
komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ERC.
Dengan demikian H1 ditolak. Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel
37
Komite audit terhadap ERC diuji dengan mendasarkan pada pengaruh variable
NI*AC yang menunjukkan nilai t sebesar -3,21 dengan signifikansi sebesar
0,002. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa
komite audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ERC. Akan tetapi
arah koefisiennya negatif sehingga komite audit tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap ERC. Dengan demikian H2 ditolak. Pengujian hipotesis
mengenai pengaruh variabel Profile perusahaan terhadap ERC diuji dengan
mendasrkan pada pengaruh variable NI*PI yang menunjukkan nilai t sebesar
0,25 dengan signifikansi sebesar 0,804. Nilai signifikansi tersebut lebih besar
dari 0,05. Hal ini berarti bahwa profile perusahaan tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap ERC. Dengan demikian H6 ditolak.
Hasil pengujian regresi panel model 2 menunjukan bahwa semuanya
tidak berpengaruh. Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel immedate
ownership terhadap ERC diuji dengan mendasarkan pada pengaruh variable
NI*IO yang menunjukkan nilai t sebesar -0,047 dengan signifikansi sebesar
0,638. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa
immediate ownership dengan pisah batas 10% tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap ERC. Dengan demikian H3 ditolak.
Hasil pengujian regresi panel model 3 juga menunjukan bahwa
semuanya tidak berpengaruh. Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel
Komisaris independen terhadap ERC yang dimoderasi oleh immediate
38
ownership diuji dengan mendasarkan pada pengaruh variable NI*IBD*IO
yang menunjukkan nilai t sebesar 0,66 dengan signifikansi sebesar 0,511.
Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05.
Hal ini berarti bahwa
immediate ownership tidak dapat memoderasi pengaruh proporsi komisaris
independen terhadap ERC. Dengan demikian H4 ditolak. Pengujian hipotesis
mengenai pengaruh variabel Komite audit terhadap ERC yang dimoderasi
oleh immediate ownership diuji dengan mendasarkan pada pengaruh variable
NI*AC*IO yang menunjukkan nilai t sebesar -0,82 dengan signifikansi
sebesar 0,416. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti
bahwa immediate ownership tidak dapat memoderas pengaruh proporsi
komite aufit terhadap ERC. Dengan demikian H5 ditolak.
Pembahasan
Hipotesis 1 yaitu komisaris independen berpengaruh positif terhadap
earning response coefficient (ERC). Sedangkan dalam pengujian hipotesis
komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ERC. Ini
didukung oleh penelitian Gideon (2005) menyatakan bahwa pemegang saham
yang memiliki saham lebih banyak (mayoritas/founders) masih mempunyai
peranan utama sehingga menjadikan dewan komisaris tidak independen dalam
menjalankan fungsi pengawasan. Upaya pengangkatan dan keberadaan
komisaris independen dalam perusahaan mungkin dilakukan sebagai pemenuh
39
regulasi dan peraturan pemerintah saja,tetapi tidak dapat berfungsi untuk
menegakkan tata kelola yang baik.
Hipotesis 2 yaitu komite audit berpengaruh terhadap earning response
coefficient (ERC). Sedangkan dalam pengujian hipotesis komite audit tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap ERC. Ini didukung oleh dengan
penelitian yang dilakukan Sulistya (2013) menunjukkan hasil bahwa
keberadaan badan komite audit kurang efektif karena jumlah komite audit
dalam perusahaan belum bisa memaksimalkan fungsinya dalam praktik
akuntansi. Keberadaan badan tersebut disinyalir hanya melakukan penelaahan
atas informasi keuangan dan akuntansi yang akan dikeluarkan perusahaan,
tetapi tidak langsung terlibat atas penyelesaian masalah keuangan yang
dihadapi perusahaan.
Tabel Data Comulative abnormal return
CAR
Tahun
Arah
2009
(+)
(-)
20
Organization Economic Cooperation and Development (OECD)
berpendapat bahwa corporate governance adalah struktur hubungan serta
kaitannya dengan tanggung jawab di antara pihak-pihak terkait yang terdiri
dari pemegang saham, anggota dewan direksi dan komisaris termasuk
manajer, yang dirancang untuk mendorong terciptanya suatu kinerja yang
kompetitif yang diperlukan dalam mencapai tujuan utama perusahaan. Monks
dan Minow, 2001 mendefinisikan Corporate Governance (CG) merupakan
tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan
dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Isu
mengenai CG ini mulai mengemuka, khususnya di Indonesia, setelah
Indonesia mengalami masa krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1997.
Banyak pihak yang mengatakan lamanya proses perbaikan di Indonesia
disebabkan oleh sangat lemahnya CG yang diterapkan dalam perusahaan di
Indonesia. Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan
perhatian yang cukup signifikan dalam praktek CG. Konsep Indikator
corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini yaitu; proporsi
dewan komisaris independen dan jumlah komite audit.
Pelaksanaan corporate governance diharapkan dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan yang akhirnya dapat meningkatkan earning
response coefficient (ERC). Kualitas laporan keuangan dapat diukur dari
1
reaksi pasar atas pengumuman laporan keuangan. ERC ini diduga dipengaruhi
oleh faktor pemegang saham dan struktur corporate governance dalam hal ini
proporsi dewan komisaris independen dan jumlah komite audit. Selain itu
keberadaan pemegang saham mayoritas juga diduga mampu mempengaruhi
kebijakan dan keputusan yang diambil oleh dewan komisaris dan komite
audit.
Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis
dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan
seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang
memadai. Dengan adanya komite audit diharapkan dapat meningkatkan
efektivitas perusahaan, karena komite audit merupakan bagian intergral dalam
pengendalian internal perusahaan. Tugas dari komite audit berhubungan
dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat
membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses
pelaporan keuangan oleh manajemen.
Adanya komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan peran
dewan komisaris sehingga tercipta good corporate governance di dalam
perusahaan. Manfaat corporate governance akan dilihat dari premium yang
bersedia dibayar oleh investor atas ekuitas perusahaan (harga pasar). Jika
ternyata investor bersedia membayar lebih mahal, maka nilai pasar yang
menerapkan corporate governance juga akan lebih tinggi dibandingkan
2
dengan perusahaan yang tidak menerapkan atau mengungkapkan praktek
corporate governance (Kusumawati dan Riyanto, 2005)
Secara umum, perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih
banyak dari pada perusahaan kecil (Jensen dan Meckling,1976) dalam
Marwata (2001). Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan besar
memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil karena
akan lebih banyak pertentangan kepentingan antara pihak manajemen dengan
pihak pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976) dalam Marwata (2001).
Perusahaan besar mungkin akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak
sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Jika dihubungkan
dengan pemegang saham, maka akan ada perbedaan pendapat antara
pemegang saham dengan pihak manajemen.
Menurut Meek dkk. (1995) dalam Fitriani (2001) perusahaan besar
mempunyai kemampuan untuk merekrut karyawan yang ahli, serta adanya
tuntutan dari pemegang saham dan analis, sehingga perusahaan besar
memiliki insentif untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas dari
perusahaan kecil. Mengutip penelitian-penelitian sebelumnya, Billings (1999)
mengidentifikasi bahwa earnings response coefficient (ERC) berhubungan
positif dengan expected earning growth dan berhubungan negatif dengan
systematic risk. Kedua variabel yang dikaitkan dengan ERC tersebut adalah
3
variabel keuangan. Variabel non keuangan yang merupakan karakteristik
perusahaan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah corporate governance.
Hasil survey yang dilakukan oleh tim McKinsey dkk.,
(2000),
memperlihatkan bahwa investor bersedia memberi premium kepada
perusahaan yang bagus dalam corporate governance-nya. Besar premium
untuk negara-negara Asia yang disurvey adalah antara 20 – 27%, dan
Indonesia adalah yang tertinggi premiumnya yaitu 27%. Perusahaan yang
bagus corporate governance-nya lebih dapat dipercaya (Majalah SWA
memakai istilah “perusahaan terpercaya” untuk menterjemahkan good
corporate governance) sehingga sangat mungkin bahwa respon pasar atas
pengumuman earnings dipengaruhi oleh baik buruknya corporate governance
perusahaan yang mengumumkannya. Studi ini ingin mengetahui apakah baik
buruknya corporate governance mempengaruhi besar kecilnya respon pasar
atas pengumuman earnings.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Andi (2010) menguji pengaruh
pelaksanaan coporate governance khususnya komisaris independen dan
komite audit pada perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan pada tingkat
immediate terhadap daya informasi angka-angka akuntansi yang dilaporkan
perusahaan tanpa adanya profil industry. Oleh karena itu Andi menyarankan
untuk menambah variable industri dalam penelitiannya. Penelitian ini
mereplikasi penelitian dari Andi (2010) dengam menambahkan profil industri
4
sebagai variable independen. Jadi penelitian ini akan menguji pengaruh
mekanisme corporate governance khususnya komisaris independen dan
komite audit pada perusahaan dengan konsentrasi kepemilikan pada tingkat
immediate dan profil industri terhadap earning response coefficient (ERC). Ini
penting untuk diteliti karena sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti
tentang pengaruh profile industri terharap ERC. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi investor dan masyarakat pelaku pasar selaku
stakeholder dari perusahaan public yaitu memberikan informasi pengaruh
keberadaan komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan dan
profil industri terhadap daya informasi laba yang disajikan perusahaan,
sehingga dapat digunakan srbagai pedoman dalam berinvestasi terutama yang
berminat untuk berinvestasi dalam manufaktur.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh proporsi komisaris
independen dan jumlah komite audit terhadap earning response coefficient
(ERC). Menguji pengaruh immediate ownership terhadap earning response
coefficient (ERC). Menguji pengaruh immediate ownership terhadap
hubungan antara proporsi komisaris independen dan jumlah komite audit
dengan earning response coefficient (ERC). Dan menguji pengaruh profil
industri terhadap earning response coefficient (ERC).
5
Persoalan Penelitian
1. Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap earning
response coefficient (ERC)?
2. Apakah komite audit berpengaruh terhadap earning response coefficient
(ERC)?
3. Apakah immediate ownership berpengaruh terhadap earning response
coefficient (ERC)?
4. Apakah immediate ownership mempengaruhi hubungan antara komisaris
independen dengan earning response coefficient (ERC)?
5. Apakah immediate ownership mempengaruhi hubungan antara komite audit
dengan earning response coefficient (ERC)?
6. Apakah profil industri berpengaruh terhadap earning response coefficient
(ERC)?
Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis
Agency Theory
Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian
oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan
diantara principal dengan agen. Jansen dan Meckling (1976), Watts dan
Zimmerman (1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan
angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara
6
pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan
oleh agen sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai,
mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk
meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan kompensasi kepada agen.
Laporan keuangan yang digunakan oleh principal untuk memberikan
kompensasi kepada agen dengan harapan dapat mengurangi konflik keagenan
dapat dimanfaatkan oleh agen untuk mendapatkan keuntungan yang lebih
besar. Akuntansi akrual yang dicatat dengan basis akrual (accrual basis)
merupakan subjek managerial discretion, karena fleksibilitas yang diberikan
oleh GAAP memberikan dorongan kepada manajer untuk memodifikasi
laporan keuangan agar dapat menghasilkan laporan laba seperti yang
diinginkan, meskipun menciptakan distorsi dalam pelaporan laba (Watts dan
Zimmerman, 1986).
Salah satu mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol biaya
keagenan yaitu dengan menerapkan tata kolola perusahaan yang baik (good
corporate governance). Kaen (2003) menyatakan corporate governance pada
dasarnya menyangkut masalah siapa (who) yang seharusnya mengendalikan
jalannya kegiatan korporasi dan mengapa (why) harus dilakukan pengendalian
terhadap jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan siapa adalah
para pemegang saham, sedangkan “mengapa” adalah karena adanya hubungan
antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan.
7
Jansen dan Meckling (1976) dalam Theory of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Cost and Ownership Structure menyatakan bahwa untuk
meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan
manajerial di dalam perusahaan. Ross et al (1999) menyatakan bahwa
semakin besar kepemilikan manjemen dalam perusahaan maka manajemen
akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk
kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri.
Vafeas (2000) mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial,
peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba
dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas
pelaporan keuangan. Komite audit yang dibentuk dalam perusahaan sebagai
sebuah komite khusus diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi pengawasan
yang sebelumnya dilakukan oleh dewan komisaris. Komite audit meliputi:
melakukan pengawasan terhadap laporan keuangan, mengawasi audit
eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal.
Berdasarkan argument tersebut, diharapkan bahwa good corporate
governance dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan yang salah
satunya adalah meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Kualitas laba
yang baik diharapkan juga dapat meningkatkan nilai perusahaan.
8
Corporate Governance
Corporate governance merupakan serangkaian mekanisme yang dapat
melindungi pihak-pihak minoritas (outside investors/minority shareholders)
dari ekspropriasi yang dilakukan oleh para manajer dan pemegang saham
pengendali (insider ) dengan penekanan pada mekanisme legal (Shleiver dan
Vishny, 1997). Pendekatan legal dari corporate governance memiliki arti
bahwa mekanisme kunci dari corporate governance adalah proteksi investor
eksternal (outside investors), baik pemegang saham maupun kreditor, melalui
sistem legal, yang dapat diartikan dengan hukum dan pelaksanaannya.
Dewan komisaris dan komite audit, sebagai struktur corporate
governance, mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal
memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya
menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta
dilaksanakannya good corporate governance. Berjalannya fungsi dewan
komisaris dan komite audit secara efektif, maka kontrol terhadap perusahaan
akan lebih baik sehingga konflik keagenan yang terjadi antara pemegang
saham mayoritas dan managemen dengan pemegang saham minoritas dapat
diminimalisasi.
Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan
yang berhubungan dengan ERC. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi
pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam
menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang
9
berkualitas (Boediono, 2005). Corporate governance meliputi dewan
komisaris dan komite audit sangat berperan mengendalikan kualitas pelaporan
keuangan (Cohen et al., 2002).
Immediate Ownership
Kepemilikan Langsung yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
kepemilikan imediat. Immediate ownership adalah kepemilikan langsung
terhadap perusahaan publik. Berdasarkan konsep kepemilikan ini, rangkaian
kepemilikan tidak ditelusuri dan besarnya kepemilikan seorang pemegang
saham ditentukan berdasarkan persentase saham yang terlulis atas nama
dirinya. Penelitian tentang hubungan antara konsentrasi kepemilikan langsung
dengan kinerja perusahaan menemukan hubungan yang positif. Pivovarsky
(2001), Gorriz dan Fumas (1996) dan McConaughy dkk., (2001) Sedangkan
Clark dan Wójcik (2005) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan
secara statistik antara konsentrasi kepemilikan langsung dengan stock market
return. Guedhami dan Mishra (2007) melakukan penelitian untuk menguji
hubungan antara konsentrasi kepemilikan dengan biaya modal pada
perusahaan yang menunjukkan bukti kuat bahwa biaya modal meningkat atas
perbedaan pengendalian (hak kontrol lebih besar dari hak aliran kas pada
kepemilikan ultimate).
10
Penelitian tentang hubungan antara corporate governance dan
konsentrasi kepemilikan dilakukan oleh Bozec dan Bozec (2007) yang
menunjukkan adanya hubungan negatif antara konsentrasi kepemilikan
dengan praktek corporate governance perusahaan. Du dan Dai (2005)
menguji hubungan antara corporate leverage dengan struktur kepemilikan
ultimat perusahaan khususnya pemisahaan cash flow rights dan control rights
yang menunjukkan bahwa pemegang saham pengendali dengan kepemilikan
saham yang relatif kecil cenderung untuk meningkatkan leverage out dengan
meningkatkan external finance berupa hutang tanpa mendilusi dominasi
kepemilikan mereka. Sedangkan perusahaan dengan konsentrasi kepemilkan
yang besar akan memilih pendanaan modal. Ding dkk., (2007) menunjukkan
bahwa
praktek
earnings
management
dipengaruhi
oleh
konsentrasi
kepemilikan.
Penelitian konsentrasi kepemilikan juga telah banyak dilakukan di
Indonesia salah satunya dilakukan oleh Siregar (2007). Siregar menunjukkan
bahwa cash flow right berpengaruh positif terhadap dividen dan control right
berpengaruh negatif terhadap dividen. Sedangkan cash flow right leverage
dengan variabel moderasi keterlibatan pemegang saham pengendali dalam
managemen menunjukkan pengaruh yang negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa keterlibatan pemegang saham pengendali dalam managemen akan
11
meningkatkan konfilik antara pemegang saham pengendali dengan pemegang
saham minoritas.
Profil Industri
Tipe industri mendeskripsikan perusahaan berdasarkan lingkup
operasi, risiko perusahaan serta kemampuan dalam menghadapi tantangan
bisnis. Tipe industri diukur dengan membedakan industry high-profile dan
low-profile. Menurut Indrawati N (2009), perusahaan-perusahaan highprofile
pada umumnya merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan dari
masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi untuk bersinggungan
dengan kepentingan luas. Sebaliknya, perusahaan low-profile adalah
perusahaan yang tidak terlalu memperoleh sorotan luas dari masyarakat
manakala operasi yang mereka lakukan mengalami kegagalan atau kesalahan
pada aspek tertentu dalam proses atau hasil produksinya.
Earning Response Coefficient (ERC)
Laba diyakini sebagai informasi utama yang disajikan dalam laporan
keuangan perusahaan (Lev,1989). Pertanyaan seberapa jauh kegunaan laba
bagi para pengguna laporan keuangan menjadi hal yang penting baik bagi para
peneliti, praktisi, dan juga otoritas pembuat kebijakan. Banyak model equity
valuation yang hanya menggunakan expected earnings sebagai variabel
eksplanatori (Lev, 1989). Namun demikian, earnings itu sendiri memiliki
12
keterbatasan yang mungkin dipengaruhi oleh asumsi perhitungan dan juga
kemungkinan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan,
sehingga dibutuhkan informasi lain selain laba untuk memprediksi return
saham perusahaan.
Scott (2000) mendefinisikan earnings response coefficient (ERC) sebagai
berikut:
An earnings response coefficient measures the extent of a security’s
abnormal market return in response to the unexpected component of reported
earnings of the firm issuing that security. (Scott, 2000, p. 152)
Ada beberapa hal yang menyebabkan respon pasar yang berbeda-beda
terhadap laba, yaitu adalah persistensi laba, beta, struktur permodalan
perusahaan, kualitas laba, growth opportunities, dan informativeness of price
(Scott, 2000). Nilai ERC diprediksi lebih tinggi jika laba perusahaan lebih
persisten di masa depan. Demikian juga jika kualitas laba semakin baik, maka
diprediksi nilai ERC akan semakin tinggi. Beta mencerminkan risiko
sistematis. Investor akan menilai laba sekarang untuk memprediksi laba dan
return di masa yang akan datang. Jika future return tersebut semakin berisiko,
maka reaksi investor terhadap unexpected earnings perusahaan juga semakin
rendah. Dengan kata lain, jika beta semakin tinggi, maka ERC akan semakin
rendah (Scott, 2000). Struktur permodalan perusahaan juga berpengaruh
terhadap ERC. Peningkatan laba (sebelum bunga) bagi perusahaan yang high
13
levered berarti bahwa perusahaan semakin baik bagi pemberi pinjaman
dibandingkan bagi pemegang saham. Oleh karena itu, perusahaan yang high
levered memiliki ERC yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan
yang low levered. (Scott, 2000). Perusahaan yang memiliki growth
opportunities diharapkan akan memberikan profitabilitas yang tinggi di masa
datang, dan diharapkan laba lebih persisten. Dengan demikian, ERC akan
lebih tinggi untuk perusahaan yang memiliki growth opportinities (Scott,
2000). Faktor lain juga mempengaruhi respon pasar terhadap laba adalah
informativeness dari harga pasar itu sendiri. Biasanya informativeness harga
pasar tersebut diproksi dengan ukuran perusahaan, karena semakin besar
perusahaan semakin banyak informasi publik yang tersedia mengenai
perusahaan tersebut relatif terhadap perusahaan kecil. Semakin tinggi
informativeness harga saham, maka kandungan informasi dari laba akuntansi
semakin berkurang. Oleh karena itu, ERC akan semakin rendah jika
informativeness harga saham meningkat (atau jika ukuran perusahaan
meningkat). (Scott, 2000).
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap ERC
Corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan
antara manajemen perusahaan dewan komisaris, para pemegang saham dan
14
stakeholders lainnya. Corporate governance merupakan konsep yang
didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk
memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima
return atas dana yang telah mereka investasikan. Berdasarkan Pedoman Good
Corporate Governance Indonesia tahun 2006 dewan komisaris memiliki
fungsi pengawasan yang antara lain, pertama dewan komisaris tidak boleh
turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedua anggota dewan
komisaris baik secara bersama-sama dan atau sendiri-sendiri berhak
mempunyai akses dan memperoleh informasi tentang perusahaan secara tepat
waktu dan lengkap. Ketiga menyampaikan laporan pertanggungjawaban
pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh direksi.
Hasil penelitian Xie dkk., (2003) menyatakan bahwa persentase dewan
komisaris dari luar perusahaan yang independen berpengaruh negatif secara
signifikan terhadap
discretionary accrual.
Penelitian Besley (1996)
menyimpulkan bahwa komposisi dewan komisaris dari luar lebih dapat untuk
mengurangi kecurangan pelaporan keuangan daripada kehadiran komite audit.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ukuran dewan dan karakteristik
komisaris yang berasal dari luar perusahaan berpengaruh terhadap
kecenderungan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
Keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan dapat
mempengaruhi integitas suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh
15
manajemen. Jika perusahaan memiliki komisaris independen maka laporan
keuangan yang disajikan oleh manajemen cenderung lebih berintegritas,
karena didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi
hak pihak-pihak diluar manajemen perusahaan. Jika kualitas laporan keuangan
lebih berintegritas maka earning response coefficient (ERC) akan membaik.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis pertama yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
H1 : Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap Earning
Response Coefficient
Pengaruh Komite Audit Terhadap ERC
Komite audit merupakan badan yang dibentuk oleh dewan direksi
untuk mengaudit operasi dan keadaan. Badan ini bertugas memilih dan
menilai kinerja perusahaan dan kantor akuntan publik. Komite audit adalah
suatu badan yang dibentuk didalam perusahaan klien yang bertugas untuk
memelihara independensi akuntan pemeriksa terhadap manajemen. Komite
audit berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah
yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi dan pengendalian
intern. Tujuan pembentukan komite audit (KNKG 2006) adalah: Memastikan
laporan keuangan yang dikeluarkan tidak menyesatkan dan sesuai dengan
praktik akuntansi yang berlaku umum, memastikan bahwa internal kontrolnya
16
memadai, menindaklanjuti terhadap dugaan adanya penyimpangan yang
meterial di bidang keuangan dan implikasi hukumnya dan merekomendasikan
seleksi auditor eksternal.
Salah satu cara komisaris mempertahankan independensinya adalah
dengan membentuk komite audit. Sesuai dengan fungsi komite audit di atas,
sedikit banyak keberadaan komite audit dalam perusahaan berpengaruh
terhadap kualitas dan integritas laporan keuangan yang dihasilkan.
Berdasarkan Pedoman Good Corporate Governance Indonesia tahun
2006 tugas komite audit adalah membantu Dewan Komisaris untuk
memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal
perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun
eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv)
tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
Penelitian tentang hubungan komite audit terhadap ERC telah
dilakukan oleh Petra (2002) yang menemukan bahwa keberadaan komite audit
tidak meningkatkan daya informasi laba. Sedangkan Bryan dkk(2004)
menyatakan bahwa komite audit yang efektif dan independen meningkatkan
kualitas pelaporan keuangan sehingga ERC akan lebih kuat ketika keberadaan
komite audit independen dan ahli dalam bidang keuangan. Atas dasar tersebut
maka hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
17
H2 : Komite audit berpengaruh positif terhadap Earning Response Coefficient
Pengaruh Immediate Ownership Terhadap ERC
Pengaruh kepemilikan langsung terhadap nilai perusahaan dibangun
berdasarkan argumen negative entrenchment effect (NEE). Berdasarkan
argumen ini, konsentrasi hak kontrol berpengaruh negatif terhadap ERC.
Pengaruh negatif konsentrasi kontrol terhadap ERC sesuai dengan pernyataan
bahwa pemegang saham besar hampir sepenuhnya dapat mengendalikan
perusahaan untuk memperoleh manfaat privat atas kontrol terhadap pemegang
saham minoritas, Siregar (2007). Hal ini sejalan dengan Shleifer dan Vishny
(1997) yang menyatakan bahwa pemegang saham besar lebih tertarik
menggunakan kontrol yang dimilikinya untuk mendapatkan manfaat privat.
Claessens dkk., (2000 dan 2002) menemukan bahwa pemegang saham
pengendali perusahaan publik Asia menggunakan hak kontrolnya untuk
kepentingan pribadi.
Claessens et al., (2000) menemukan bahwa semakin besar hak kontrol,
semakin rendah nilai perusahaan. Hal yang sama juga ditemukan oleh La
Porta dkk., (2002) bahwa semakin tinggi konsentrasi kepemilikan maka akan
semakin rendah nilai perusahaan. Rendahnya nilai perusahaan menunjukkan
bahwa laporan keuangan tidak dipercaya sepenuhnya oleh investor pada
perusahaan dengan kepemilikan yang terkonsentrasi. Sedangkan Midiastuty
18
dkk., (2003) menemukan bahwa kepemilikan managerial dan institusional
berhubungan negatif dengan managemen laba. Rahmawati dkk., (2007)
menemukan kepemilikan managerial dan institusional tidak berpengaruh
terhadap kualitas laba. Petra dkk., (2002) menemukan hal yang lain yang
menunjukkan bahwa kepemilikan managerial berhungan positif dengan ERC
sedangkan kepemilikan institusional berhungan negatif dengan ERC.
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesisi ketiga yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
H3 : Immediate Ownership berpengaruh negatif terhadap Earning Response
Coefficient
Pengaruh
Komisaris
Independen,
Komite
Audit
dan
Immediate
Ownership Terhadap ERC
Pelaksanaan corporate governance pada perusahaan bertujuan
mendorong penge-lolaan perusahaan yang transparan dan bertanggung jawab.
Namun penelitian tentang corporate governance menunjukkan hasil yang
beragam khususnya keberadaan dewan komisaris independen dan komite
audit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komisaris independen dapat
meningkatkan transparansi perusahaan (Cohen et al., 2002, Schellenger et al.,
1989, Barnhart et al., 1994, Beasly 1996, Machuga and Teitel 2007, dan
Petra, 2002) namun peneliti lain menemukan sebaliknya (Hermalin dan
19
Weisbach 1991, Mc Mullen 1996, Agrawal dan Chadha 2005, ). Penelitian
atas komite audit juga menunjukkan hasil yang belum konsisten. Mc Mullen
1996 dan Peasnell et al., 1999 menemukan bahwa komite audit secara
signifikan mempengaruhi kecurangan laporan keuangan tetapi Beasly 1996,
dan Petra, 2002 menemukan bahwa komite audit tidak berpengarush secara
signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan.
Penelitian
atas
konsentrasi
kepemilikan
menunjukkan
bahwa
kepemilikan perusahaan di Asia Timur termasuk Indonesia diketemukan
cenderung terkonsentrasi (Claessens et al., 2000 dan 2002). La Porta et al.,
(1999 dan 2002) menemukan bahwa struktur kepemilikan yang terkonsentrasi
terjadi di negara-negara tingkat corporate governance yang rendah. Tingkat
konsentrasi kepemilikan perusahaan di Indonesia dapat mempengaruhi kinerja
komisaris independen dan komite audit dalam melakukan pengawasan
terhadap perusahaan. Siregar (2007) menunjukkan bahwa konsentrasi
kepemilikan pada pisah batas 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% berpengaruh
negatif terhadap keputusan deviden perusahaan. Berdasarkan uraian di atas
maka hipotesisi keempat dan kelima yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H4 : Immediate Ownership mempengaruhi hubungan antara Komisaris
Indenpenden dengan Earning Response Coefficient
20
H5 : Immediate Ownership mempengaruhi hubungan antara Komite Audit
dengan Earning Response Coefficient
Pengaruh Profil Industri terhadap ERC
Penelitian yang berkaitan dengan profil industri kebanyakan
mendukung bahwa industri high-profile mengungkapkan informasi tentang
tanggung jawab sosialnya lebih banyak dari industri low-profile. Penelitian
yang mendukung hubungan tersebut antara lain Hackston dan Milne (1996),
Utomo (2000), Kokubu et. al., (2001), Henny dan Murtanto (2001) dan
Hasibuan (2001).
Perusahaan high-profile adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak
di bidang: perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas, otomotif,
agrobisnis, tembakau dan rokok, makanan dan minuman, media dan
komunikasi, kesehatan, transportasi, dan pariwisata. Untuk perusahaan yang
low-profile, adalah yang bergerak di bidang bangunan, keuangan dan
perbankan, suplier peralatan medis, retailer, tekstil dan produk tekstil, produk
personal, dan produk rumah tangga (Henny dan Murtanto, 2001; Utomo,
2000; Hasibuan, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menyatakan bahwa
profile perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR. Hal ini
disebabkan industri yang termasuk kelompok high profile merupakan
perusahaan besar dan menguasai jenis sebagian besar yang penting untuk
21
kehidupan orang banyak atau kebutuhan pokok sehingga memiliki banyak
konsumen. Dan perusahaan low profile merupakan perusahaan kecil yang
tidak banyak memiliki konsumen. Jadi perusahaan high profile adalah
perusahaan yang memiliki resiko tinggi sehingga laba juga akan tinggi, jika
laba tinggi maka earning response coefficient (ERC) juga akan lebih baik
kualitasnya. sebaliknya perusahaan low profile adalah perusahaan yang
memiliki resiko rendah sehingga laba juga akan rendah, jika laba rendah maka
earning response coefficient (ERC) juga akan lebih buruk kualitasnya. Dari
uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
H6: Profil Industri berpengaruh positif terhadap Earning Response Coefficient
Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif dengan
karakteristik masalah berupa hubungan sebab-akibat antara dua variabel atau
lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh antara variabel
independen terhadap variable dependen. Variabel independen yang digunakan
dalam penelitian adalah komisaris independen dan komite audit sebagai
struktur dari corporate governance dengan tingkat konsentrasi kepemilikan
langsung (immediate) dan profile industri sedangkan variabel dependen
adalah earning response coefficient (ERC)
22
Teknik Penentuan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sample,
teknik sampling purposive yaitu “teknik penentuan sampel dengan kriteria
tertentu sesuai yang dibutuhkan dalam penelitian”. kriteria - kriteria tersebut
adalah :
1. perusahaan manufaktur yang terdaftar (listing) di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2009-2012
2. perusahaan yang menyajikan laporan keuangan yang lengkap
selama periode tersebut
Perkembangan industri manufaktur akhir – akhir ini menarik minat
para
investor
untuk
menanamkan
investasinya.
Setelah
mengalami
keterpurukan pada tahun 2008 yang disebabkan oleh krisis keuangan global,
industri manufaktur perlahan – lahan mulai bangkit kembali. Ini
mengakibatkan harga saham perusahaan manufaktur bergerak fluktuatif
tergantung pada penawaran dan permintaan, cenderung naik apabila terjadi
kelebihan permintaan dan menurun apabila terjadi kelebihan penawaran.
Harga saham yang baik, yaitu harga saham yang bergerak fluktuatif.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis tertarik untuk menggunakan
perusahaan Manufaktur.
23
Tabel sample
No
Kriteria
Jumlah
1
Total perusahaan Manufaktur
226
2
Yang menyajikan LK lengkap
44
3
Total perusahaan sample penelitian
44
Sumber : BEI manufactur 2009-2012
Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik dokumentasi dengan mengumpulkan dan memanfaatkan data yang
telah tersedia sebagai sumber informasi. Data yang digunakan adalah data
sekunder berupa laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan
(financial report) perusahaan manufaktur yang telah dipublikasikan. Data
diperoleh dari website BEI (www.idx.co.id) serta website perusahaan.
Definisi Operasional Variabel
Variabel Dependen
Daya informasi akuntansi dalam penelitian ini diproksikan pada
hubungan laba bersih dengan akumulasi return abnormal (CAR). Estimasi
return abnormal dihitung dengan menggunakan model yang digunakan oleh
Febrianto dan Widiastuty (2005) sehingga abnormal return dihitung dengan
menggunakan model berikut :
24
ARj,t = Rj,t – Rm,t .......................................................................... 4
ARj,t adalah return abnormal perusahaan j pada bulan t,
Rj,t adalah return sekuritas j pada bulan t, dan
Rm,t adalah return indeks pasar pada bulan t.
Dimana formula untuk perhitungan return sesungguhnya dan return
indeks pasar sebagai berikut :
Rj,t = (Pi,t – Pi,t-1) : Pi,t-1
Rj,t adalah return sekuritas j pada bulan t
Pi,t adalah harga saham sekarang
Pi,t-1 adalah harga saham sebelumnya
Rm,t = (IHSGt – IHSGt-1) : IHSGt-1
Rm,t adalah return indeks pasar pada bulan t
IHSGt adalah indeks harga saham gabungan pada waktu t
IHSGt-1 adalah indeks harga saham gabungan pada waktu t - 1
Akumulasi return abnormal dihitung dengan menggunakan model
sebagai berikut :
25
CARit
=
∑
AR……………………………………………………..5
t1, t2 adalah panjang interval pengamatan return saham atau
perioda akumulasi dari t1 hingga (termasuk) t2.
Variabel Independen
a. Struktur Corporate Governance yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dewan komisaris dan komite audit. Variable ini ditunjukan dengan proporsi
jumlah dewan komisaris independen terhadap jumlah total komisaris yang ada
dalam susunan dewan komisaris perusahaan sampel. Informasi mengenai
dewan komisaris independen diperoleh dari laporan tahunan masing masing
perusahaan. Sedangkan Keberadaan komite audit ditunjukan dengan jumlah
komite audit diperusahaan sampel. Penentuan apakah perusahaan memiliki
komite audit atau tidak akan dicek dilaporan tahunan masing-masing
perusahaan sampel.
b. Konsentrasi kepemilikan langsung yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
immediate ownership dengan pisah batas 10%. Pisah batas ini sesuai dengan
yang digunakan oleh Siregar (2007). Yaitu persentase kepemilikan saham atas
nama pribadi sebesar 10% atau yang mendekati 10% dan dibawah 20%.
Artinya jika ada dua orang pribadi memiliki sahan 11% dan 12% hanya
26
kepemilikan saham 11% saja yang masuk dalam penelitian. Peneliti memilih
pisah batas 10% karena kepemilikan langsung diindonesia cenderung tersebar
dikisaran 10% - 30%.
c. Profil industri dalam penelitian ini menggunakan tipe industri high profile dan
low profile dengan menganalisa laporan keungan dari 2 tipe industry tersebut.
Profil industri diukur menggunakan variabel dummy, yaitu nilai 1 untuk
perusahaan high-profile dan nilai 0 untuk perusahaan low-profile. Penelitian
ini menggunakan industri manufaktur sebagai populasi penelitian sehingga
perusahaan manufaktur yang termasuk dalam kategori high-profile adalah
perusahaan yang bergerak di bidang bahan kimia, plastik, kertas, otomotif,
makanan dan minuman, rokok, farmasi, kosmetika dan perkakas/perabotan.
Perusahaan manufaktur yang termasuk dalam kategori low-profile adalah
perusahaan yang bergerak di bidang semen, keramik, logam, pakan hewan,
kayu, mesin dan alat berat, tekstil, alas kaki, kabel dan elektronik
Variabel Control
Penelitian ini menggunakan tiga variabel kontrol yaitu net income,
market to book ratio, dan leverage. Market to Book Ratio diukur dari nilai
pasar ekuitas dibagi dengan nilai buku total asset pada awal tahun t. Leverage
merupakan total kewajiban dibagi total asset pada awal tahun t digunakan
27
sebagai variable kontrol untuk mengontrol faktor risiko yang dihadapi
perusahaan.
Pengujian Hipotesis
Penelitian ini menggunakan metologi yang digunakan oleh Fang dan
Wong (2002) untuk menguji daya informasi laba atas komposisi dewan
komsiaris independen, komite audit dan konsentrasi kepemilikan. Model
regresi yang digunakan adalah regresi data panel, data panel adalah gabungan
antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross section) sebagai
berikut:
1. CARit = α0 + α1 NIit + α2NIit *Qit + α3NIit *LEVit + α4NIit*IBDit +
α5 NIit*ACit +Niit*PI+ Fixed Effects + uit
Model regresi panel 1 digunakan untuk menguji hipotesis 1,2 dan 6
yaitu menguji proporsi komisaris independen, komite audit dan profil industri
terhadap ERC. Apakah dengan adanya Net Income yang tinggi, dan dengan
adanya proporsi komisaris independen, komite audit dan profil industri maka
ERC juga akan lebih tinggi.
2. CARit = α0 + α1 NIit + α2NIit *Qit + α3NIit *LEVit + α6NIit *IOit +
Fixed Effects + uit
28
Model regresi panel 2 digunakan untuk menguji hipotesis 3 yaitu
apakah immediate ownership berpengaruh terhadap ERC. Immediate
ownership bisa mempengaruhi kinerja keuangan.
3. CARit = β0 + β1 NIit + β2NIit *Qit + β3 NIit *LEVit + β4IBDit +
β5ACit +Niit*PI + β6 IOit + β7NIit* IBDit*IO + β8NIit*ACit*IOit +
Fixed Effects + uit
Model regresi panel 3 digunakan untuk menguji hipotesis 4 dan 5,
yaitu apakah immediate mempengaruhi hubungan antara proporsi komisaris
independen dan komite audit dengan ERC. Immediate ownership yang kuat
bisa mempengaruhi indikator corporate governance tersebut sehingga akan
berpengaruh terhadap ERC.
Keterangan:
CAR: Akumulasi return abnormal bulanan selama 12 bulan.
NI: Laba bersih dibagi dengan nilai pasar ekuitas
Q: Market to Book Ratio
Lev: Leverage
IBD: Dewan komisaris independen
AC: Komite audit
29
IO: Kepemilikan immediate
Fixed effects: Pengaruh tahun penelitian.
PI : Profile Industri
Uit : Error
Hasil Analisis dan Pembahasan
Statistik Deskriptif
Berdasarkan
kriteria-kriteria
pengambilan
sampel
yang
telah
ditetapkan yaitu pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang memiliki
informasi mengenai komite audit dan komisaris independen selama tahun
2009 hingga 2012 dalam laporan annual reportnya.
Dalam hal ini diperoleh sebanyak 44 sampel penelitian selama
pengamatan 4 tahun. Sehingga dengan demikian sebanyak 4 x 44 = 176 data
pengamatan dapat dperoleh. Selanjutnya sejumlah data tersebut digunakan
untuk analisis data dan pengujian hipotesis.
Langkah awal analisis dimulai dengan mengidentifikasi tendensi
sebaran dari masing-masing variabel. Analisis statistik deskriptif digunakan
untuk melihat kenderungan dari masing-masing variabel penelitian. Tabel 4.1
menyajikan ringkasan statistik deskriptif dari masing-masing variabel.
30
Tabel 4.1
Deskripsi variabel penelitian
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
CAR
176
-1.87
2.63
0.03
0.62
NI
176
-5.30
1.05
0.01
0.57
Q
176
-9.02
12.11
1.59
2.20
LEV
176
0.04
2.17
0.57
0.32
IBD
176
0.25
0.66
0.39
0.09
AC
176
3.00
4.00
3.09
0.29
IO
176
10.00
69.37
14.03
8.80
PI
176
0.00
1.00
0.47
0.50
Valid N (listwise)
176
Sumber : Data sekunder yang diolah
ERC (earning response coefficient) dihitung dengan menggunakan
model data panel cross section untuk setiap tahun sehingga nilai ERC adalah
merupakan parameter hubungan antara earning dengan cummulative
abnormal return saham (CAR) selama 12 bulan. Tabel 4.1 diperoleh rata-rata
earning (Net ncome /NI) adalah sebesar 0,0127. Nilai tersebut menunjukkan
adanya kecenderungan laba bersih dalam laporan laba selama periode
penelitian sebesar 1,27% dari nilai pasar ekuitas yang dimiliki perusahaan.
Nilai earning terendah adalah sebesar -5,3004 dan earning tertinggi adalah
31
sebesar 1,0526. Nilai standar deviasi NI diperoleh sebesar 0,5696 yang
mencerminkan variasi data yang sangat besar.
Pengukur ERC lain adalah Cumumative abnormal return (CAR)
selama 12 bulan menunjukkan rata-rata sebesar 0,0339. Hal ini menunjukkan
adanya reaksi positif dari investor atas laporan laba dari laporan keuangan
perusahaan sampel. Nilai CAR terendah adalah sebesar -1,8760 dan nilai CAR
tertinggi adalah
2,6292.
Rasio market to book value (Q) dari perusahaan sampel selama 2009
hingga 2012 menunjukkan rata-rata sebesar 1,5903. Hal ini menunjukkan
bahwa nlai pasar ekuitas dari perusahaan sampel mencapai 1,5903 kal
dbanding nilai bukunya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sampel
mengalami pertumbuhan nilai pasar ekuitasnya. Nilai market to book value
terendah adalah sebesar -9,02 dan nilai market to book value tertinggi
mencapai 12.11.
Variabel leverage (LEV) perusahaan sampel selama tahun 2009 hingga
2012 menunjukkan rata-rata sebesar 0,5746. Hal ini berarti bahwa 57,46%
aset perusahaan berasal dari hutang. Nilai leverage yang lebih besar dari 0,50
menunjukkan bahwa perusahaan lebih banyak menggunakan hutang
dibanding modal sendiri dalam operasionalnya. Rasio leverage terendah
adalah sebesar 0,040 sedangkan rasio leverage tertinggi mencapai 2,17.
Adanya nilai leverage di atas 1 menunjukkana adanya perusahaan yang
mengalami defisit ekuitas.
32
Rata-rata proporsi komisaris independen (IBD) dari perusahaan
sampel diperoleh sebesar 0,3955 atau 39,55%. Hal ini ini berarti bahwa
jumlah komisaris independen dari perusahaan sampel rata-rata sebesar
39,55% dari seluruh jumlah dewan komisaris. Kondisi demikian menunjukkan
bahwa secara rata-rata perusahaan-perusahaan sampel telah memenuhi syarat
minimal 30% anggota dewan komisaris independen. Jumlah terendah adalah
sebesar 0,25 atau 25,0% dan jumlah ertinggi mencapai 0,56667 atau 66,67%.
Jumlah Komite audit (AC) yang diukur berdasarkan jumlah komite
audit sebagai auditor internal perusahaan secara rata-rata diperoleh sebesar
3,0909 atau sebanyak 3 orang. Hal ini ini berarti bahwa secara umum
perusahaan sampel memiliki anggota komite audit yang berjumlah 3 orang.
Jumlah Komite audit yang paling sedikit adalah sebanyak 3 orang dan jumlah
terbanyak adalah sebanyak 4 orang.
Ukuran kepemilikan saham immediate (IO) dari seluruh perusahaan
sampel rata-rata dari seluruh sampel diperoleh sebesar 14,0375. Dengan
demikian berarti bahwa rata-rata jumlah kepemilikan saham immediate dari
perusahaan sampel mencapai 14,0375% dari seluruh saham perusahaan.
Saham imediate terendah adalah sebesar 10,00% dan saham immediate
terbesar adalah sebesar 69,37%.
Profile industri yang diukur dengan menggunakan dummy variabel
menunjukkan rata-rata sebesar 0,4773. Hal ini berarti bahwa 47,73%
33
perusahaan sampel adalah merupakan tipe perusahaan high profile sedangkan
selebihnya sebe4sar 52,27% adalah perusahaan low profile.
Analisis Data
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini akan dilakukan dengan
menggunakan 3 model regres panel. Pertimbangan menggunakan model panel
adalah karena model penelitian menggunakan dana time series 4 tahun untuk
masing-masing perusahaan sampel. Program Stata versi 11 digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian.
Analisis Regresi Panel Model 1, 2 dan 3
Model regresi penel 1 digunakan untuk menguji Hipotesis 1, Hipotesis
2 dan Hipotesis 6. Model regresi panel 2 digunakan untuk menguji Hipotesis
3. Dan model regresi panel 3 digunakan untuk menguji Hipotesis 4 dan 5.
Hasil pengujian adalah sebagai berikut :
34
Tabel hasil pengujian
MODEL 1
Std.
Err.
Coef.
P>ItI
MODEL 2
Std.
P>It
Err.
I
Coef.
MODEL 3
Std.
P>I
Err.
tI
Coef.
NI
12,7997
3,7939
*0,001
0,1292
0,4503
0,775
0,0086
0,5479
0,987
NIQ
-0,0366
0,1852
0,844
0,1906
0,795
0,0721
0,1936
0,710
NILEV
-0,3875
0,4125
0,349
0,0496
0,0460
0,3049
0,880
0,1405
0,5877
0,812
NIIBD
-14,9719
5,3418
*0,006
-
-
-
-1,6087
1,0135
0,115
NIAC
-2,4068
0,7509
*0,002
-
-
-
0,1368
0,5531
0,805
NIPI
0,0920
0,3700
0,804
-
-
-0,0258
0,0748
0,731
NIIO
NIIBDI
O
-
-
-
0,0042
0,0089
0,638
-0,2000
0,5834
0,732
-
-
-
-
-
-
0,1055
0,1600
0,511
NIACIO
-
-
-
-
-
-
-0,0142
0,0174
0,416
0,1040
0,0587
**0,079
0,0274
0,0523
0,602
0,6084
2,0464
0,767
CAR
_Cons
R2
0,0305
0,0039
0,0098
F
2,01
0,19
0,45
0,0696
0,9413
0,9042
Prob > F
Signifikan : (*) pada tingkat 0,05, (**) pada tingkat 0,10
Sumber : data sekunder diolah, 2014
Model regresi penel 1 digunakan untuk menguji Hipotesis 1, Hipotesis
2 dan Hipotesis 6 yaitu menguji pengaruh Proporsi komisaris independen,
komite audit dan profil perusahaan terhadap earning response coefficient.
Dari tabel diatas, nilai F hitung dari model adalah 2,01 dengan nilai
probabilitas sebesar 0,0696 < 10%. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi
panel 1 dapat digunakan dalam penelitian ini pada taraf 10%. Berdasarkan
tabel diatas, nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) adalah 0,0305.
35
Hal ini berarti kemampuan variabel independen yaitu proporsi komisaris
independen, komite audit dan profile perusahaan dengan control market to
book value dan leverage dalam menerangkan ERC adalah hanya sebesar 3,05
persen. Sedangkan sisanya yaitu 96,95 persen dijelaskan oleh faktor-faktor
lain selain variabel tersebut.
Model regresi penel 2 digunakan untuk menguji Hipotesis 3 yaitu
menguji
pengaruh
immediate
ownership
terhadap
earning
response
coefficient. Hasil penelitian model regresi panel 2 mendapatkan bahwa
variable NI*IO memiliki koefisien regresi dengan arah negatif. Arah dari hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan arah yang dihipotesiskan. Dari tabel diatas,
nilai F hitung dari model adalah 0,19 dengan nilai probabilitas sebesar 0,9413,
yang lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi panel 2
tidak dapat digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan tabel diatas, nilai
koefisien determinasi (Adjusted R Square) adalah 0,0039. Hal ini berarti
kemampuan variabel independen yaitu immediate ownership dengan control
market to book value dan leverage tidak mampu menerangkan ERC.
Model regresi penel 3 digunakan untuk menguji Hipotesis 4 dan
Hipotesis 5 yaitu menguji pengaruh immediate ownership dalam memoderasi
pengaruh proporsi komisaris independen dan komite audit terhadap earning
response coefficient (ERC). Hasil penelitian model regresi panel 3
mendapatkan bahwa variable NI*IBD*IO memiliki koefisien regresi dengan
36
arah positif sedangkan koefsen NI*AC*IO memilki arah negatif. Dari tabel
diatas, nilai F hitung dari model adalah 0,45 dengan nilai probabilitas sebesar
0,9042, yang lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi
panel 3 kurang dapat digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan tabel
diatas, nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) adalah 0,0098. Hal ini
berarti kemampuan variabel independen yaitu proporsi komisaris independen
dan komite audit yang dimoderasi oleh immediate ownership dengan control
market to book value dan leverage dalam menerangkan ERC adalah hanya
sebesar 0,98 persen. Sedangkan sisanya yaitu 98,02 persen dijelaskan oleh
faktor-faktor lain selain variabel tersebut.
Pengujian Hipotesis
pengujian regresi panel model 1 menunjukan bahwa hampir
semuanya tidak berpengaruh. Hanya variable Net Income yang berpengaruh
signifikan pada model 1. Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel
Komisaris independen terhadap ERC diuji dengan mendasarkan pada
pengaruh variable NI*IBD yang menunjukkan nilai t sebesar -2,80 dengan
signifikansi sebesar 0,006. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05.
Hal ini berarti bahwa proporsi komisaris independen memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap ERC. Akan tetapi arah koefisiennya negatif sehingga
komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ERC.
Dengan demikian H1 ditolak. Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel
37
Komite audit terhadap ERC diuji dengan mendasarkan pada pengaruh variable
NI*AC yang menunjukkan nilai t sebesar -3,21 dengan signifikansi sebesar
0,002. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa
komite audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ERC. Akan tetapi
arah koefisiennya negatif sehingga komite audit tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap ERC. Dengan demikian H2 ditolak. Pengujian hipotesis
mengenai pengaruh variabel Profile perusahaan terhadap ERC diuji dengan
mendasrkan pada pengaruh variable NI*PI yang menunjukkan nilai t sebesar
0,25 dengan signifikansi sebesar 0,804. Nilai signifikansi tersebut lebih besar
dari 0,05. Hal ini berarti bahwa profile perusahaan tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap ERC. Dengan demikian H6 ditolak.
Hasil pengujian regresi panel model 2 menunjukan bahwa semuanya
tidak berpengaruh. Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel immedate
ownership terhadap ERC diuji dengan mendasarkan pada pengaruh variable
NI*IO yang menunjukkan nilai t sebesar -0,047 dengan signifikansi sebesar
0,638. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa
immediate ownership dengan pisah batas 10% tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap ERC. Dengan demikian H3 ditolak.
Hasil pengujian regresi panel model 3 juga menunjukan bahwa
semuanya tidak berpengaruh. Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel
Komisaris independen terhadap ERC yang dimoderasi oleh immediate
38
ownership diuji dengan mendasarkan pada pengaruh variable NI*IBD*IO
yang menunjukkan nilai t sebesar 0,66 dengan signifikansi sebesar 0,511.
Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05.
Hal ini berarti bahwa
immediate ownership tidak dapat memoderasi pengaruh proporsi komisaris
independen terhadap ERC. Dengan demikian H4 ditolak. Pengujian hipotesis
mengenai pengaruh variabel Komite audit terhadap ERC yang dimoderasi
oleh immediate ownership diuji dengan mendasarkan pada pengaruh variable
NI*AC*IO yang menunjukkan nilai t sebesar -0,82 dengan signifikansi
sebesar 0,416. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti
bahwa immediate ownership tidak dapat memoderas pengaruh proporsi
komite aufit terhadap ERC. Dengan demikian H5 ditolak.
Pembahasan
Hipotesis 1 yaitu komisaris independen berpengaruh positif terhadap
earning response coefficient (ERC). Sedangkan dalam pengujian hipotesis
komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ERC. Ini
didukung oleh penelitian Gideon (2005) menyatakan bahwa pemegang saham
yang memiliki saham lebih banyak (mayoritas/founders) masih mempunyai
peranan utama sehingga menjadikan dewan komisaris tidak independen dalam
menjalankan fungsi pengawasan. Upaya pengangkatan dan keberadaan
komisaris independen dalam perusahaan mungkin dilakukan sebagai pemenuh
39
regulasi dan peraturan pemerintah saja,tetapi tidak dapat berfungsi untuk
menegakkan tata kelola yang baik.
Hipotesis 2 yaitu komite audit berpengaruh terhadap earning response
coefficient (ERC). Sedangkan dalam pengujian hipotesis komite audit tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap ERC. Ini didukung oleh dengan
penelitian yang dilakukan Sulistya (2013) menunjukkan hasil bahwa
keberadaan badan komite audit kurang efektif karena jumlah komite audit
dalam perusahaan belum bisa memaksimalkan fungsinya dalam praktik
akuntansi. Keberadaan badan tersebut disinyalir hanya melakukan penelaahan
atas informasi keuangan dan akuntansi yang akan dikeluarkan perusahaan,
tetapi tidak langsung terlibat atas penyelesaian masalah keuangan yang
dihadapi perusahaan.
Tabel Data Comulative abnormal return
CAR
Tahun
Arah
2009
(+)
(-)
20