T1 802012064 Full text

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN
TOLERANSI AGAMA DI SALATIGA

OLEH
ARDI UTAMA
802012064

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS


Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Ardi Utama
Nim
: 802012064
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya
: Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW
hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya
berjudul:
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS TERHADAP TOLERANSI
AGAMA DI SALATIGA
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalih
media atau mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan
mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis

atau pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di

: Salatiga

Pada Tanggal : 24 November 2015
Yang menyatakan,

Ardi Utama

Mengetahui,
Pembimbing

Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama


: Ardi Utama

Nim

: 802012064

Program Studi

: Psikologi

Fakultas

: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS TERHADAP TOLERANSI
AGAMA DI SALATIGA
Yang dibimbing oleh:
Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.
Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau
gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya
saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 24 November 2015
Yang memberi peryataan,

Ardi Utama

LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS TERHADAP TOLERANSI
AGAMA DI SALATIGA

Oleh
Ardi Utama
802012064

TUGAS AKHIR


Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 24 November 2015eptemb2015
Oleh:
Pembimbing,

Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.

Diketahui Oleh,

Disahkan Oleh,

Kaprogdi

Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.

Prof. Dr. SutartoWijono, MA.


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS TERHADAP
TOLERANSI AGAMA DI SALATIGA

Ardi Utama
Ratriana Y.E. Kusumiati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji secara empirik hubungan

positif dan signifikan antara tingkat religusitas dengan toleransi agama. Penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data random sampling.
Penelitian ini melibatkan 100 parisipan yang berusia 21 - 40 tahun. Hasil penelitian ini
menghasilkan jika tidak ada hubungan antara tingkat religiusitas dan toleransi agama di
Salatiga. Terlihat pula tingkat religiusitas masyarakat Salatiga, pada kategori sedang
dengan mean 57,93 dan tingkat toleransi agama pada ketegori tinggi dengan mean
132,79.
Kata kunci : religiusitas, toleransi agama

i

Abstract

The purpose of this study is was to determine and assess empirically the positive
relation and significant between the level of religiosity and religious tolerance. This
study uses quantitative method with random sampling techniques to collect data. The
participants were 100 people aged 21 – 40 years. The result of these study indicate that
there is no relationship between the level of religiosity and religious tolerance in. It
determined level of religiosity salatiga people at medium level with mean 57,93 and
religious tolereance at high level with 132,79

Keyword : religiosity, religious tolerance

ii

1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ideologi atau konstitusi
dengan nilai-nilai toleransi yang cukup tinggi salah satunya pada aspek agama. Hal ini
tercermin dalam Undang-Undang 1945 yang menyatakan “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Atas dasar undang-undang ini,
semua warga negara, dengan beragam identitas agama, kultural, suku, jenis kelamin,
dan sebagainya, wajib dilindungi oleh negara. Ini juga berarti negara tidak boleh
mendiskriminasi warganya dengan alasan apapun. Pemerintah dan semua warga negara
berkewajiban menegakkan konstitusi tersebut (Muhammad, 2009). Selain itu, nilai-nilai
pancasila yang menjadi dasar negara pada sila pertama “Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”
dan sila ke dua “Kemanusiaan yang adil dan beradab” mendorong masyarakat Indonesia
untuk memiliki nilai religiusitas dan toleransi yang tinggi.

Berdasarkan itu pula masyarakat dituntut untuk dapat memiliki sikap toleransi
yang tinggi. Toleransi sendiri merupakan kesediaan mengenali dan menghargai
keyakinan, praktik-praktik, perilaku, dan sebagainya dari orang lain, tanpa harus setuju
dengan pendapat mereka (Obinyan, 2004). Osborn (1993) menyatakan bahwa kunci dari
toleransi adalah menerima orang apa adanya. Senada dengan pendapat tersebut, dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata toleran berarti bersifat menenggang (menghargai,
membiarkan,

membolehkan)

pendirian

(pendapat,

pandangan,

kepercayaan,

kebiasaan,kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian
sendiri (Pusat Bahasa Departemen PendidikanNasional, 2005). Dalam Cambridge

international dictionary of English, kata toleransi diartikan sebagai kemauan seseorang

2

untuk menerima tingkah laku dan kepercayaan yang berbeda dari yang dimiliki,
meskipun ia mungkin tidak menyetujui atau mengizinkannya (Procter, 2001).
Toleransi beragama pun tidak akan lepas dari sikap sikap religiusitas, dimana
religiusitas merupakan aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam hati, getaran
hati nurani pribadi dan sikap personal (Mangunwija, 1986). Dister (dalam Ghufron, &
Risnawati, 2010) mendefinisikan religiusitas sebagai keberagamaan karena adanya
internalisasi agama ke dalam diri seseorang. Glock dan Stark (dalam Ghufron, &
Risnawati, 2010) merumuskan religiusitas

sebagai

komitmen religius

(yang

berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas

atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang
dianut. Dengan kata lain, religiusitas bukan hanya berkaitan dengan agama yang di
yakini, melainkan berkaitan pula dengan keyakinan iman yang dapat mempengaruhi
sikap seseorang.
Sikap toleransi agama sendiri diartikan

berdasar

Ensiklopedi nasional

Indonesia, toleransi beragama adalah sikap bersedia menerima keanekaragaman dan
kebebasan beragama yang dianut dan kepercayaan yang diyakini oleh pihak atau
golongan lain. Hal ini dapat terjadi karena keberadaan dan eksistensi suatu golongan,
agama atau kepercayaan, diakui atau dihormati oleh pihak lain. Pengakuan tersebut
tidak terbatas pada persamaan derajat, baik dalam sistem kenegaraan, tatanan
kemasyarakatan maupun di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga perbedaanperbedaan dalam cara penghayatan dan peribadatannya yang sesuai dengan alasan
kemanusiaan yang adil dan beradab (Tim Penyusun Ensiklopedi Nasional Indonesia,
1996). Reese (1999) menyatakan bahwa praktek toleransi agama tumbuh setelah melalui
fase-fase penyesuaian dan pertemuan antar agama.

3

Disisi lain, sikap-sikap yang menjadi dasar Indonesia tentang nilai-nilai
religiusitas dan toleransi belumlah terlihat, hal ini dapat di lihat dari masih banyaknya
laporan kepada Komnasham, dalam catatan Jimly Asshiddiqie pada “Toleransi
Terhadap Umat Kristiani Ditinjau Dari Fundamentalisme Agama dan Kontrol Diri”
selama tahun 2011-2013, pengaduan tentang peristiwa pelanggaran kebebasan beragama
dan berkeyakinan begitu tinggi. Pada 2010 Komnas HAM menerima 84 buah
pengaduan, pada 2011 pengaduan yang masuk sebanyak 83 kasus, Pada tahun 2012
tercatat 68 pengaduan dan Pada tahun 2013 Komnas menerima 39 berkas pengaduan.
Selain itu, Asshiddiqie mengatakan dalam hubungan antar agama, juga banyak muncul
kasus-kasus yang terjadi di masa reformasi 15 tahun ini, seperti pelanggaran terhadap
para penganut Ahmadiyah, penganut Syi’ah, pelarangan terhadap pembangunan gereja,
dan lain-lain.
Hal itu sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai religiusitas dan toleransi
beragama. Fenomena tersebut juga diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Fatiah (2012), yang berpendapat bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara tingkat religiusitas terhadap toleransi beragama, hal ini terbalik dengan
penelitian Russell Powell dan Steve Clarke yang berpendapat faktor religiusitas
berpengaruh terhadap sikap toleransansi. Dari perbedaan hasil penelitiaian dan masih
sedikitnya penelitian hubungan antara religiusitas dengan toleransi beragama
mendorong penulis untuk meneliti hubungan antara kedua variabel ini.
Penulis melakukan penelitian ini di Salatiga berdasarkan kesimpulan dari hasil
dari wawancara dengan dengan 5 masyarakat Salatiga yang terdiri dari tokoh agama,
tokoh masyarakat dan mahasiswa berkaitan dengan toleransi beragama. Sikap-sikap
toleransi masyarakat Salatiga cukup terlihat, hal ini terlihat pula dengan adanya tempat-

4

tempat ibadah seperti greja dan masjid yang saling berhadap-hadapan dan masyarakat
yang beribadah tidak pernah mengalami konfik. Tetapi masih ada pula permasalahan
seperti sulitnya mendapat ijin untuk membangun tempat ibadah dan isu-isu penolakan
kepada instasi-instasi berdasar agama juga terjadi di Salatiga. Hal-hal itu pula
mendorong penulis untuk meneliti pada masyarakat Salatiga.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang penelitian, maka
perumusan masalah adalah apakah ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan
toleransi agama ?
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji secara
empirik hubungan positif dan signifikan antara tingkat religiusitas dengan toleransi
agama.
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan akan manfaat
reigiusitas terhadap toleransi dan diharapkan dapat meningkatkan sikap religiusitas dan
toleransi di masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
TOLERANSI AGAMA
Kata toleransi diambil dari bahasa Latin tolerare yang berarti menahan atau
memikul. Toleran di sini diartikan dengan saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak
disukai; atau memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak
sependapat (Siagian, 1993).
Menurut Bukhori(2012) berpendapat toleransi agama dapat diartikan sebagai
kesediaan seseorang untuk menghormati dan membolehkan pemeluk agama untuk

5

melaksanakan ibadah menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang
diyakini.
Aspek-aspek Toleransi Agama
Hasyim mengemukakan beberapa aspek-aspek toleransi (Hasyim, 1979)
yaitu:
a. Mengakui hak setiap orang, yakni mengakui hak asasi manusia
pada umumnya yang telah disepakati bersama
b. Menghormati

keyakinan

orang

lain,

yakni

memberikan

penghargaan dan kesantunan dalam memahami keyakinan yang
berbeda
c. Setuju dalam perbedaan, yakni menerima perbedaan baik dalam
keyakinan maupun pendapat dalamkemasyarakatan
d. Saling pengertian, yakni saling menerima dan memahami apa
yang ada pada masing – masing keyakinan
e. Kesadaran dan Kejujuran yakni upaya diri dalam melihat realitas
sosial yang ada bahwa mengakui dengan jujur bahwa ada
perbedaan yang nyata pada keyakinan dan kemasyarakatan.

6

Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi beragama
Allport (1954) banyak menjelaskan faktor yang mempengaruhi toleransi
pada diri seseorang merupakan hasil dari interaksi faktor yang mempunyai arah
yang sama,yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam tiga faktor utama
yaitu:
1. Awal kehidupan
Orang-orang toleran yang dilahirkan dan dibesarkan dengan atmosfir
yang positif. Mereka merasa diterima, dicintai oleh keluarganya terlepas apa pun
yang mereka lakukan. Mereka dibesarkan dalam suasana yang penuh dengan
perlindungan bukan dengan suasana yang penuh ancaman. Mereka mempunyai
sikap yang lugas dalam beragama terhadap orang tuanya. Mereka mampu
menanganinya secara memuaskan tanpa harus tertekan atau pun mereka menjadi
pencari kesalahan orang lain. Keluwesan mental terbaik pada orang toleran adalah
tampil pada penolakkannya terhadap logika dua sisi (abu-abu). Di sekolah, orangorang toleran tidaklah terpaku harus membuat sesuatu secara persis, sesuai urutan,
interaksi atau penjelasan sebelum mereka melakukan tugas atau pekerjaan
tertentu. Mereka mampu toleran terhadap hal-hal yang kabur, mereka tidak
menuntut kejelasan dan kestrukturan sesuatu. Mereka mempunyai toleransi yang
cukup tinggi terhadap frustasi. Mereka tidak mudah panik dalam keadaan
terancam, dan tidak menampakkan konflik. Bila ada kekeliruan, mereka tidak
secara langsung menyalahkan orang lain, sebaliknya dirinya sendiri meski pun ia
tidak akan terjatuh.

7

2. Pendidikan
Toleransi adalah tanda intelegen, sementara over kategorisasi proyeksi,
salah penempatan adalah tanda kebodohan. Meskipun demikian masih
dipertanyakan apakah pendidikan tinggi secara otomatis membuat orang menjadi
toleran. Pendidikan yang tinggi mengurangi perasaan tidak aman (insecurity) dan
kecemasan pada seseorang. Pendidikan membuat seseorang melihat keadaanya
masyarakatnya sebagai suatu keseluruhan dan memandang bahwa kemakmuran
suatu kelompok berkaitan dengan seluruh kelompok yang ada. Allport
menjelaskan, berdasarkan penelitian bahwa pengetahuan tidaklah membuahkan
toleransi. Demikian pula pendidikan tidak mempunyai hubungan erat dengan
sikap

seseorang.

mengingkatkan

Pendapat

rasa

aman

yang

menyatakan

lebih

mempertinggi

bahwa

pendidikan

kebiasaan

orang

akan
untuk

bersikapkritis. Akan tetapi ini pun lebih berupa hasil dari latihan khusus dalam
masalah antar budaya yang diperoleh pada tahun-tahun sebelum sekolah, kecil
sekali yang disebabkan oleh latihan-latihan di kampus.
Meskipun pendidikan, khususnya pendidikanan berbudaya, menghasilkan
toleransi. Hal ini tidak berlangsung begitu saja. Korelasi keduanya memang cukup
menarik, meski pun tidak bermakna. Allport sendiri mempunyai sikap yang tidak
setuju terhadap pernyataan,“The whole problema prejudice is a matter of
education” (Allport,1954).

8

3. Kemampuan empati
Kemampuan empati atau the ability to size up people atau disebut sebagai
intelegensi sosial atau kepekaan sosial. Orang yang toleran lebih akurat dalam
menentukan

kepribadian

orang

lain,

mereka

mempunyai

kemampuan

menempatkan diri pada keadaan orang lain. Mereka peka terhadap prasangka
pemikiran orang lain.

Religiusitas
Glock dan Stark (1968) merumuskan religiusitas sebagai komitmen religius (yang
berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas
atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang
dianut.
Dimensi religiusitas
Dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark (1968) terdiri dari:
a. TheBelief Dimension atau Ideologi
Dimensi ini berisi pengharapan – pengharapan dimana orang religius
berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran
doktrin tersebut. Misalnya keyakinan akan adanya malaikat, surga, dan
neraka.
b. Religious Practice atau Praktik Agama
Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, pelaksanaan ritus formal
keagamaan, ketaatan, dan hal–hal yang dilakukan orang untuk menunjukan
komitmen terhadap agama yang dianutnya.

9

Praktik–praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu:
1. Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan
praktik-praktuk

suci

yang

semua

mengharapkan

para

pemeluk

melaksanakannya.
2. Ketaatan, apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas, publik,
semua agama yang dikenal juga mempunyai seperangkat tindakan
persembahan dan kontemplasi yang relatif spontan, informal dan khas
pribadi.
c. The Experience Dimension atau Dimensi Pengalaman
Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan, persepsi,
dan sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok
keagamaan (masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam
suatu esensi ketuhanan yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan
otoritas transendental.
d. Religious Knowledge atau Dimensi Pengetahuan
Dimensi ini mengacu pada harapan bagi orang–orang yang beragama
paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar–dasar
keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.
e. Religious Consequences Dimension atau Dimensi Konsekuensi
Dimensi

ini

mengacu

pada

identifikasi

akibat-akibat

keyakinan

keagamaan, praktik, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke
hari. Dengan kata lain, sejauh mana implikasi ajaran agama memengaruhi
perilakunya.

10

Fungsi religiusitas
Menurut Allport dan Ross, (dalam Tongeren, Raad, McIntosh, & Pae, 2013)
fungsi religiusitas yaitu:
a. Salah satu sebagai penata dunia dengan ilmu epistimologis dan ontological
yang di dalamnya mengandung banyak makna.
b. Menawarkan keabadian simbolis atau literal bagi para pengikutnya, untuk
mengurangi ancaman kematian.
c. Membatasi batas – batas moral sehingga individu memiliki hidup yang benar
oleh karena itu individu dapat dikatakan memenuhi standar dalam
pandangan dunia dan budaya.

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN TOLERANSI
Religiusitas merupakan aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam hati,
getaran hati nurani pribadi dan sikap personal (Mangunwija, 1986). Hal serupa juga
diungkapkan oleh Glock & Stark (Dister, 1988), mengenai religiusitas yaitu sikap
keberagamaan yang berarti adanya unsur internalisasi agama ke dalam diri seseorang.
Glock dan Stark (dalam Ghufron, & Risnawati, 2010), merumuskan religiusitas sebagai
komitmen religius (yang berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat
dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau
keyakinan iman yang dianut. Jika dilihat berdasarkan pengertian tersebut sikap
religiusitas dapat mempengaruhi sikap seseorang, dapat di lihat pula Allport (dalam

11

Bakhori 2012) mengungkapkan bahwa religiusitas agama merupakan salah satu dasar
yang bisa menimbulkan toleransi, namun agama juga bisa menyebabkan intoleransi.
Toleransi sendiri merupakan kesediaan mengenali dan menghargai keyakinan,
praktik-praktik, perilaku, dan sebagainya dari orang lain, tanpa harus setuju dengan
pendapat mereka (Obinyan, 2004). Osborn (1993), menyatakan bahwa kunci dari
toleransi adalah menerima orang apa adanya. Menurut Ensiklopedi nasional Indonesia ,
toleransi beragama adalah sikap bersedia menerima keanekaragaman dan kebebasan
beragama yang dianut dan kepercayaan yang diyakini oleh pihak atau golongan lain.
Dapat dilihat pula sikap toleransi seseorang akan di penagruhi oleh sikap atau
pandangan tentang suatu agama atau sikap religiusitas seseorang

Hipotesis
Ada hubungan positif signifikan antara religiusitas terhadap tolerasi agama.
Artinya semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang maka semakin baik toleransi
agama yang dimiliki.

Metodologi penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif.Menurut
Azwar (2008), pada pendekatan penelitian kuantitatif, data penelitian hanya akan dapat
diinterpretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh lewat suatu proses pengukuran
di samping valid dan reliabel, juga objektif.
Variabel-variabel yang akan dilibatkan dalam penelitiani adalah:

12

a. Variabel terikat (Y) : toleransi agama
b. Variabel bebas (X) : religiusitas

Subjek Penelitian
Partisipan penelitian ini berjumlah 100 orang .partisipan yang diambil
berdasarkan karakteristik - karateristik yang telah ditentukan. Azwar (2012) menyatakan
bahwa sampel yang diambil dalam sebuah penelitian minimal berjumlah 60 orang. Oleh
karena itu sampel sejumlah 100 orang untuk mengantisipasi apa bila ada sampel yang
gugur
Karakteristik sampel dalam

penelitian ini adalah masyarakat Salatiga yang

berusia 21 - 40 tahun . Penelitian mengambil sempel berusia 21 - 40 tahun di karenakan
pada usia tersebut seseorang sudah diaharapkan mampu untuk mengambil keputusan.
Prosedur Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa

saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dengan sumber data
(Sugiyono, 2012:96).
Instrumen
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen berbentuk skala, yaitu
skala toleransi agama dan skala religiusitas. Skala yang digunakan untuk mengukur
toleransi agama ini menggunakan skala yang disusun oleh penulis sendiri perdasarkan
Hasyim (1979) dan penilaian skala ini makin tinggi skor total yang diperoleh individu

13

menunjukan toleransi agama makin tinggi, sedangkan makin rendah skor total yang
diperoleh menunjukan toleransi lemah atau rendah. Skala toleransi agama berjumlah 40
aitem yang terdiri dari 23 item favorabel dan 17 item unfavorable. Pada skala ini
tersebut dikatakan valid apabila koefisien korelasinya

0,25. Hasil uji seleksi item dan

reliabilitas pada putaran pertama didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,927 yang
berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel. Item yang gugur berjumlah 2 item, yaitu
nomor 9 dan 18 .
Skala yang digunakan untuk mengukur religiusitas menggunakan skala yang
disusun oleh Wulandari (2015) dan telah dimodifikasi serta diadaptasikan sendiri oleh
penulis berdasarkan teori Glock dan Stark (1968). Penilaian skala ini makin tinggi skor
total yang diperoleh individu menunjukan religiusitasnya makin tinggi, sedangkan
makin rendah skor total yang diperoleh individu menunjukan religiusitasnya lemah atau
rendah. Skala religiusitas berjumlah 22 aitem yang terdiri dari 14 item favorable dan 8
item unfavorabel. Pada skala ini tersebut dikatakan valid apabila koefisien korelasinya
0,25. Skala ini memiliki hasil uji seleksi item dan reliabilitas pada putaran pertama
didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,822 yang berarti alat ukur tersebut tergolong
reliabel. Item yang gugur berjumlah 5 item, yaitu nomor 5, 7, 10, 16 dan 18. Penentuanpenentuan item valid menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan
bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan valid apabila ≥ 0,25.
Selanjutnya pada tahap pembuatan skala toleransi agama dan religiusitas pada
penulisan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert yang
berjenjang satu sampai lima. Pada masing-masing aitem terdapat empat alternatif
jawaban, yang sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai

14

(STS). Item favorable, jawaban SS mendapatkan nilai 4 S nilainya 3, TS nilainya 2,
STS nilainya 1 dan item unfavorable , jawaban SS mendapatkan nilai 1 S nilainya 2,
TS nilainya 3, STS nilainya 4.

Teknik Analisis Data
Metode analisis menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan positif yang
signifikan antara tingkat religiusitas dengan toleransi agama yang perhitungan analisis
dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS (Statistical Product & Service
Solution) seri 16.0 for windows.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi Data Penelitian
Religiusitas dan Toleransi Agama
Variabel

N

Religiusitas
Toleransi
Agama

Data Hipotetik
Mean
Skor
SD
Min Max

Data Empirik
Mean
Skor
Min Max

SD

100

55

22

88

11

74

62

86

4

100

100

40

160

20

131

102

160

9,67

Kategorisasi Skor Religiusitas

No.
1.
2.
3.

Skor
88 > X ≥ 66
44 ≤ X < 66
22 ≤ X < 44

Kategori
Tinggi
Sedang
Rendah
Total

Mean
57,93

Frekuensi Persentase
90
90 %
10
10 %
0
0%
100
100,0%

15

Berdasarkan tabel kategorisasi skor religiusitas dapat di lihat jika tingkat
religiusitas masyarakat Salatiga pada kategori sedang dengan mean 57,93. Dengan 90 %
pada kategori tinggi dan 10 % pada kategori sedang.
Kategorisasi Skor Toleransi Agama
No.
1.
2.
3.

Skor
160 > X ≥ 120
80 ≤ X < 120
40 ≤ X < 80

Kategori
Tinggi
Sedang
Rendah
Total

Mean
132,79

Frekuensi Persentase
91
91 %
9
9%
0
0%
100
100,0%

Berdasarkan tabel kategorisasi skor toleransi agama dapat di lihat jika tingkat
toleransi agama masyarakat Salatiga pada kategori tinggi dengan mean 132,79. Dengan
91 % pada kategori tinggi dan 9 % pada kategori sedang.
Uji Normalitas
Hasil Uji Normalitas Religiusitas dengan Toleransi Agama

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Religusitas Toleransi
N
Normal Parameters

a

Most Extreme
Differences

100

100

Mean

57.93

132.79

Std. Deviation

5.211

13.521

Absolute

.121

.093

Positive

.082

.079

Negative

-.121

-.093

1.213

.931

.105

.352

Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.

16

Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas, kedua variabel memiliki signifikansi
p>0,05. Variabel religiusitas memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,213 dengan probabilitas (p)
atau signifikansi sebesar 0,105 (p > 0.05). Oleh karena nilai signifikansi p>0,05, maka
distribusi data religiusitas berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada variabel
toleransi yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,931 dengan probabilitas (p) atau
signifikansi sebesar 0,352, maka data toleransi agama juga berdistribusi normal.

Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel
bebas dan variabel terikat. Dengan kata lain, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
apakah variabel bebas berhubungan dengan variabel terikat atau tidak. Untuk
perhitungannya, uji linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 16.0 for
windows yang dapat dilihat pada Tabel berikut:

Hasil Uji Linearitas Religiusitas dengan Toleransi Agama

ANOVA Table
Sum of Squares
tolera Between
nsi * Groups
religu
sitas

(Combined)

Mean
Square

Df

F

Sig.

5449.173

21

259.484

1.600

.071

Linearity

249.205

1

249.205

1.537

.219

Deviation
from
Linearity

5199.968

20

259.998

1.603

.073

Within Groups

12649.417

78

162.172

Total

18098.590

99

17

Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,600 dengan sig.= 0,071 (p>0,05)
yang menunjukkan hubungan antara tingkat religiusitas dengan toleransi agama adalah
liner.
Analisis Korelasi
Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas
dan uji linieritas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSS seri 16.0 for
windows. Hasil korelasi antara tingkat religiusitas dengan toleransi agama sebagai

berikut
Hasil Uji Korelasi antara Religiusitas dengan Toleransi Agama

Correlations
Religusitas
Religusitas

Pearson
Correlation

1

Sig. (1-tailed)

Toleransi

Toleransi
.117
.122

N

100

100

Pearson
Correlation

.117

1

Sig. (1-tailed)

.122

N

100

100

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien kolerasi tingkat
religiusitas dengan tolerasnsi agama sebesar 0,117 dengan sig. = 0,122 (p > 0.05) yang
berarti tidak ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan toleransi agama di Salatiga.

18

Pembahasan
Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r sebesar 0,117
dengan signifikansi sebesar 0,112 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara
tingkat religiusitas dan toleransi agama. Selaras dengan hal itu dalam penelitian Fatiah
(2013), juga berpedapat bahwa tidak ada korelasi antara tingkat religiusitas dengan
toleransi. Dapat dilihat pula jika tingkat religiusitas masyarakat kota Salatiga pada
katergori sedang. Menurut Flowler (1995), religiusitas merupakan sarana perwujutan
kepercayaan yang terkait erat faktor historis, sosial, ekonomi dan budaya yang saling
mempengaruhi. Flowler juga berpendapat bahawa religiusitas merupakan sarana untuk
menyalurkan dan mengarahkan seluruh cinta dan keinginan kita untuk berpartisipasi
terhadap Yang Ilahi, melalui hal ini dapat diartikan jika religiusitas memiliki fokus dan
tujun kepada Yang Ilahi atau Tuhan.

Pada tingakat toleransi agama di Salatiga, termasuk pada kategori tinggi.
Toleransi agama sendiri dapat di pengaruhi oleh faktor lain Reese (1999) menyatakan
bahwa praktek toleransi agama tumbuh setelah melalui fase-fase penyesuaian dan
pertemuan antar agama pada sutu pemerintahan. yakni territorialism , latitudinarianism,
dan pax dissidentium. Territorialism

padat diartikan dimana setiap daerah hanya

mengakui dan memaksakan satu agama yang sah dan meminta penganut agama lain
untuk berpindah ke tempat lain. Latitudinarianism, masa di mana satu agama diakui
sebagai agama yang berkuasa walaupun jumlah pengikutnya sedikit dan

pax

dissidentium masa di mana kebebasan semua agama telah dijamin sepenuhnya.

Indonesia pun dapat di katakan mencapai tahapan pax dissidentium yang tercermin

19

dalam Pancasila dan dasar negara yang menjamin dan memberikan kebebasan dalam
beragama.

Selain itu sikap toleransi juga dapat dikarenakan oleh tahapan-tahapan iman
Flowler (1995), di mana tahap pertama ialah kepercayaan dan elementer, yang ditandai
dengan cinta rasa yang bersifat praverbal terhadap kondisi-kondisi eksitesnsi, yaitu rasa
percaya dan setia yang elementer pada semua orang dan lingkungan yang mengasuh
bayi. Tahap ke-2 kepercayaan Intuitif-proyektif yang didorong oleh rasa diri yang
terbagi antara keinginan untuk mengespresikan dorongan hatinya dan ketekutannya
akan ancaman hukuman karena kebebasan yang tanpa batas dan tanpa kekang. Tahap
ke-3 kepercayaan mistis-harafiah, tahap ini terjadi ketika seorang anak mulai berpikir
secara logis, dan mengatur dunia dengan kategori-kategori baru seperti kategori rungan
dan waktu. Tahap ke-4 kepercayaan sintetis-konvensional, tahapan ini muncul
dikarenakan oleh orang lain yang berarti bagi diri diri seseorang sehingga dapat
merubah pandangan hidupnya. Tahap ke-5 kepercayaan individu-reflektif pada tahap ini
seseorang mengalami perubahan yang mendalam dan menyeluruh dalam hidupnya.
Pada tahap ini individu memiliki identitas diri yang khas dan otonomi tersendiri. Tahap
ke-6 kepercayaan konjungtif pada tahap ini individu menyadari bahwa ia bukanlah
semata-mata egorasional yang memiliki sifat sewenang-wenang dan satu dimensional,
tetapi berakar dalam suatu lapisan psikis yang mendalam, yaitu ketaksadaran. Tahap ke7 ialah tahap kepercayaan universal, pada tahap ini individu dapat mengerti dan
menerima perbedaan-perbedaan yang ada. Pada tahap inilah individu dapan memiliki
sifat toleran kepada setiap agama dan perbedaan yang ada.

20

Ada pula Penelitian Denney (2008) dan Bizumic & Duckitt (2007) (dalam
Bukhori 2012)

juga menunjukkan bahwa fundamentalisme agama berkaitan pula

dengan intoleransi dan tolerasi terhadap pemeluk agama lain, Seseorang yang memiliki
fundamentalisme tinggi cenderung untuk melakukan truth claim, menganggap diri atau
kelompoknya sendiri yang paling benar dan menyalahkan hasil interpretasi orang lain.
Sebagai akibat dari pandangan dan keyakinan yang demikian itu, mereka cenderung
tertutup, dan tidak mau menerima pandangan dan sikap yang berbeda. Selin itu Allport
(1954) banyak menjelaskan faktor yang mempengaruhi toleransi pada diri seseorang
merupakan hasil dari interaksi faktor yang mempunyai arah yang sama salah satu
faktornya adalah pendidikan. Allprot juga mengatakan toleransi adalah tanda intelegen,
sementara over kategorisasi proyeksi, salah penempatan adalah tanda kebodohan.
Meskipun demikian masih dipertanyakan apakah pendidikan tinggi secara otomatis
membuat orang menjadi toleran. Pendidikan yang tinggi mengurangi perasaan tidak
aman (insecurity) dan kecemasan pada seseorang. Pendidikan membuat

seseorang

melihat keadaanya masyarakatnya sebagai suatu keseluruhan dan memandang bahwa
kemakmuran suatu kelompok berkaitan dengan seluruh kelompok yang ada.
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi
sikap tolerasi agama.

21

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara tingkat religiusitas dengan
tolerasi agama di Salatiga, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Koefisien korelasi antara religiusitas dengan tolerasnsi agama di Salatiga adalah
sebesar 0,117 dengan signifikansi 0,112 (p > 0,05), artinya tidak ada hubungan
antara tingkat religiusitas dan toleransi agama di Salatiga.
2. Tingkat religiusitas masyarakat Salatiga, pada kategori sedang dengan mean 57,93.
3. Tingkat toleransi agama masyarakat Salatiga pada ketegori tinggi dengan mean
132,79.
4. Ada kemungkinan jika toleransi agama di pengaruhi oleh faktor - faktor lain seperti,
fase-fase penyesuaian dan pertemuan antar agama, perkembangan iman,
fundamental agama, dan pendidikan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan
hal-hal sebagai berikut:

1.

Bagi masyarakat
Masyarakat
meningkatkan

diharapkan

tingkat

mampu

religiusitas

dan

untuk
toleransi

mempertahankan
agama,

menghormati dan tidak mengalangi orang lain beribadah.

seperti

dan
saling

Walau pun dalam

penelitian ini mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara tinggat
religiusitas

dan

toleransi

agama,

sehingga

masyarakat

harus

dapat

menyeimbangkan tingkat religiusitas dan sikap toleransi antar umat beragama.

22

2. Bagi pemerintah dan tokoh agama
Diharapakan pemerintah dan tokoh-tokoh agama yang dapat berpengaruh besar
dalam

sikap masyarakat yang berbudaya dan beragama, untuk bisa

mengarahkan masyarakt menyeimbangkan sikap religiusitas dan sikap toleransi
antar agama.bukan hanya mengutamakan sikap religiusitasnya saja, hal ini juga
dikarenakan tidak adanya hubungan antara tinggakat religiusitas dengan toleransi
agama. Sehingga tidak ada lagi konfik-konfik yang muncul di karenakan
perbedaan agama.
3. Bagi peneliti selanjutnya.
Apabila ada peneliti lain yang ingin meneliti mengenai tingkat religiusitas dan
toleransi agama, dapat meneliti dengan metode kualitatif untuk meneliti terlebih
lajut tentang aspek-aspek yang tidak dapat diteliti dengan metode kuantitatif.
Selain itu peneliti juga dapat mempertimbangkan faktor lain seperti iman,
fundamental agama atau faktor pendidikan dalam hubungan dengan toleransi
agama. Untuk pemilihan sampel pun peneliti selanjutnya dapat membah jumlah
sampel dan jumlah kriteria sampel seperti latar belakan pendidikan dan
pekerjaan.

23

Daftar pustaka
Allport, G. W. (1954) The nature of prejudice. Boston : The Beacon Press.
Asshiddiqie, J. (t.t). Toleransi Dan Intoler Ansi Beragama Di Indonesia Pasca
Reformasi. http ://www.jimly.com/makalah/namafile/156/INTOLERANSI
BERAGAMA.pdf.
Azwar, S. (2008).Penyusunan skala psikologi. Yogayakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar,S.(2012).Penyususnan skala psikologi. (Edisi ke-2). Yogyakarta: PustakaPelajar.
Bukhori. (2012). Toleransi Terhadap Umat Kristiani Ditinjau Dari Fundamentalisme
Agama dan Kontrol Diri (Studi pada Jamaah Majelis Taklim di Kota Semarang).
Skripsi. Semarang: IAIN Wali Songo.
Departemen Pendidikan Nasional.Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996). Edisi Ketiga
Jakarta : Balai Pustaka
Dister, N.S. (1988).Psikologi Agama . Yogyakarta :Kanisius
Flowler, J. W. (1995). Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan. Yogjakarta;Kanisius
Yogjakarta.
Hasyim, U. (1979). Toleransi dan Kemerdekaan beragama dalam islam sebagai dasar
menuju dialog dan kerukunan antar agama. Surabaya: Bina Ilmu
Huber, S., & Huber, O. W. (2012). The Centrality of Religiosity Scale
(CRS).Religions, 3(3), 710-724.
Mangunwijaya, Y. B. (1986). Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak. Jakarta
:Gramedia
Muhammad, H. (2009). Plu ralisme sebagai keniscayaan teologis. Dalam A. M. Ghazali.
Argumen pluralisme agama; Membangun toleransi berbasis Al Qur'an (h. xiiixiv). Jakarta: KataKita.
Obinyan, E. (2004). Differential adolescent delinquency tolerance and the effect of race
and gender. Dissertation. Florida: University of South Florida.
Osborn, K. (1993). Tolerance. New York: The Rosen Publishing Group, Inc.
Procter, P. (Ed). 2001. Cambridge international dictionary of English. Cambridge:
Cambridge University.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus besar bahasa Indonesia .
Jakarta: Balai Pustaka.

24

Reese, W. L. 1999. Dictionary of philosophy an religion, Eastern & Western tought.
New York: Humanity Books.
Powell, R., Clarke, S. (n.a). Religion, Tolerance and Intolerance. Jurnal University of
Oxford. 1-36
Siagian, S. H. (1993). Agama-agama di Indonesia . Salatiga: Satya Wacana.
Stark, R. dan Glock, C. Y. (1968). American piety: the nature religious comitment.
University of California perss: London.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Administrasi. Cetakan Ke-20. Penerbit Alfabeta.
Bandung.
Subandi,. (2013). Psikologi agama dan kesehatan mental. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sugiyono, (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r & d. Bandung:
Alvabeta.
Tafiah. 2012 . Hubungan Tingkat Religiusitas dengan Toleransi Siswa Musilim SMK
N 2 Salatiga. Tahun 2011/2012. Skripsi. Salatiga; IAIN Salatiga.
Tim Penyusun Ensiklopedia. (1996). Ensiklopedia nasional Indonesia . Jakarta: PT.
Cipta Abdi.
Tongeren, D. R., Raad, J. M., McIntosh, D. N., & Pae, J. (2013). The Existential
Function of Intrinsic Religiousness: Moderation of Effects of Priming Religion
on Intercultural Tolerance and Afterlife Anxiety. Journal for the Scientific Study
of Religion, 52(3), 508-523.
Purwanto.(2008). Metodologi peneltian kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wulandari, 0. K. (2015). Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kecemasan Istri
Anggota TNI AD di Asrama Batalyon yang Suaminya Bertugas di Daerah
Konfik. (Skipsi). Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.