PENGEMBANGAN MODUL IPA YANG DAPAT MENANAMKAN SIKAP SPIRITUAL DAN MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF SISWA SMP.

(1)

PENGEMBANGAN MODUL IPA YANG DAPAT MENANAMKAN SIKAP SPIRITUAL DAN MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RANAH

KOGNITIF SISWA SMP Oleh

Eko Kurniawan NIM 12312241022

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kelayakan modul IPA yang dapat menanamkan sikap spiritual dan meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa SMP dengan tema “Darahku Kotor karena Asapmu”; (2) mengetahui hasil penanaman sikap spiritual pada siswa setelah menggunakan modul IPA dalam pembelajaran IPA; (3) mengetahui peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa setelah menggunakan modul IPA dalam pembelajaran IPA. Penelitian ini menggunakan model Research and Development (R&D) yang mengadaptasi model dari Thiagarajan melalui 4-D model yang terdiri dari empat tahapan, yaitu define, design, develop, disseminate. Namun, dalam penelitian ini hanya dilakukan sampai tahap ketiga, yaitu develop. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar penilaian modul, angket respon siswa terhadap modul, angket sikap spiritual, dan lembar observasi sikap spiritual siswa, serta instrumen tes pilihan ganda untuk mengetahui hasil belajar ranah kognitif siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kelayakan modul IPA berdasarkan saran dan skor penilaian validator, respon siswa, angket sikap spiritual siswa, dan analisis hasil observasi sikap spiritual siswa. Peningkatan hasil belajar kognitif dapat diketahui dengan analisis statistika menggunakan gain-score.

Modul IPA yang dikembangkan layak digunakan untuk pembelajaran IPA ditinjau dari aspek kelayakan isi, penyajian materi, bahasa dan gambar, kegrafisan, dan penanaman sikap spiritual. Terdapat peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa yang dapat diketahui dengan melihat gain-score sebesar 0,59 dengan kategori sedang. Sikap spiritual berdasarkan angket memiliki rata-rata persentase sebesar 84,3% dapat tertanamkan dengan sangat baik, sedangkan berdasarkan observasi memiliki rata-rata sebesar 25,0 % pada pertemuan ke-I dapat tertanamkan dengan kategori kurang, memiliki rata-rata sebesar 41,4% pada pertemuan ke-II dapat tertanamkan dengan kategori cukup dan memiliki rata-rata sebesar 68,3% pada pertemuan ke-III dapat tertanamkan dengan kategori baik.


(2)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berada pada zaman yang serba modern seperti saat ini membuat manusia semakin mudah untuk mengakses berbagai informasi yang semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika membuka atau mengakses informasi dan komunikasi yang sedemikian bebasnya hanya melalui smartphone atau gadget yang ada di genggaman tangan. Jika ditinjau dari segi positifnya, tentu sangat menguntungkan karena dapat mengakses berbagai informasi yang terkait dengan berbagai hal dalam berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Akan tetapi, dibalik positifnya kemajuan zaman, tentu terdapat sisi atau nilai negatif dengan kemajuan zaman tersebut. Misalnya, dengan mudahnya manusia mengakses informasi, budaya asing yang tidak sesuai dengan karekter bangsa dan adat yang berlaku di Indonesia, seperti penyalahgunaan narkoba, merokok, dan lainnya yang dapat merusak sikap spiritual individu.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi. Sikap meliputi rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan,


(3)

2 evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. Produk yang dimaksud yaitu fakta, konsep, prinsip, teori, dan hukum. Aplikasi merupakan penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA akan lebih bermakna bila menggunakan metode ilmiah untuk memperoleh produk ilmiah dengan menerapkan sikap ilmiah kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu unsur dalam hakikat IPA adalah sikap. Sikap ini tentu mempunyai hubungan dengan pendidikan yang ada di Indonesia. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang dilaksanakan di SMP 2 Playen Gunung Kidul, pada saat guru memberikan tes yang berupa posttest ketika dilaksanakan diakhir pembelajaran, masih terdapat siswa yang tidak jujur dalam mengerjakan posttest tersebut, siswa masih mencontek dan mencuri kesempatan untuk membuka buku ketika guru sedang tidak memperhatikannya.

Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam Undang-undang tersebut, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,


(4)

3 bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan UU RI No 20 Tahun 2003, salah satu fungsi pendidikan adalah untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia. Dari pernyataan tersebut, sikap spiritual perlu diintegrasikan dalam sebuah pembelajaran agar manusia yang mendapatkannya selalu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Diintegrasikannya sikap spiritual ke dalam pembelajaran IPA, diharapkan dapat memberikan makna yang berupa sikap spiritual, tanpa mempengaruhi hasil belajar dalam pembelajaran IPA.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) yang dilaksanakan di SMP 2 Playen Gunung Kidul, kegiatan pembelajaran IPA di SMP 2 Playen menggunakan metode ceramah dengan bantuan Slide Power Point dan beberapa media, di SMP 2 Playen belum dikembangkan bahan ajar IPA berupa modul yang memadukan IPA. Jika kita lihat, ketercapaian belajar atau pembelajaran salah satu faktor yang mempengaruhi adalah bahan ajar. Ketersediaan bahan ajar di SMP N 2 Playen sebagian besar berupa LKS yang penggunaannya hanya pada saat melakukan praktikum di Laboratorium IPA. Lembar Kerja Siswa (LKS) di SMP 2 Playen masih berupa rangkuman materi yang dilengkapi dengan pertanyaan untuk


(5)

4 melatih pemahaman kognitifnya, sedangkan aspek psikomotorik dan afektif siswa masih kurang tampak. Selain itu, LKS tersebut juga kurang sesuai dengan struktur isi dan sistematika LKS yang sebenarnya. Sehingga, masih sangat dibutuhkan bahan ajar yang dapat lebih mendukung capaian keterlaksanaan pembelajaran IPA di kelas, di Laboratorium IPA, maupun ketika siswa belajar di rumah tanpa guru sebagai fasilitator pembelajaran, salah satunya bahan ajar berupa modul.

Bahan ajar dapat dikatakan penting dalam bidang pendidikan khususnya pada pembelajarannya, karena bahan ajar merupakan unsur dalam proses pembelajaran dan sarana dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan wawasan. Selain itu, ketersediaan bahan ajar dapat mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran dan bagi siswa dapat mempermudah dalam memahami materi pelajaran dan sekaligus dapat menambah ilmu pengetahuan yang dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Permasalahan yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia adalah masih kurangnya bahan ajar dengan kualitas yang baik sesuai dengan struktur dan isi pada bahan ajar, bahan ajar yang digunakan kurang menarik minat siswa untuk belajar, dan lain-lain. Selain itu, pengetahuan yang dimiliki siswa hanya sebatas dari pembelajaran di kelas, sedangkan penyampaian ilmu pengetahuan oleh guru di kelas belum tentu dapat diterima oleh siswa secara optimal, sehingga dapat menimbulkan prestasi belajar dari siswa menurun atau tidak maksimal.

Peran guru dalam memfasilitasi siswa dengan sumber belajar yang tepat merupakan salah satu kunci untuk mengoptimalkan pembelajaran


(6)

5 bagi siswa baik di luar kelas maupun di dalam kelas. Seorang guru tidak harus selalu memaksakan siswa untuk menguasai suatu materi pembelajaran ketika pembelajaran berlangsung di dalam kelas, hal ini dapat dilakukan juga dengan memberikan arahan pada siswa agar dapat melanjutkan pembelajaran secara mandiri di luar kelas. Salah satu sumber yang dapat digunakan siswa untuk pembelajaran di dalam kelas maupun melanjutkan pembelajaran secara mandiri di luar kelas adalah dengan modul pembelajaran.

Walter Dick dan Lou Cary (Made Wena, 2011: 231) mengemukakan, bahwa modul merupakan suatu unit pembelajaran berbentuk cetak yang digunakan untuk mengajar terpadu yang memiliki satu tema terpadu, menyajikan kepada siswa keterangan-keterangan yang diperlukan untuk menguasai dan menilai pengetahuan, serta keterampilan yang ditentukan. Modul berfungsi sebagai satu komponen dari keseluruhan kurikulum. Dari paparan tersebut, modul pembelajaran yang digunakan oleh siswa harus sesuai dan dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang dilakukan, yakni sesuai dengan struktur dan isi atau kandungan pada materi pembelajaran, dapat menarik minat siswa untuk belajar, dan lain-lain. Hal tersebut tentunya diawali dengan penentuan sebuah tema.

Tema merupakan suatu ide pokok dalam membuat suatu karya, terutama modul pembelajaran. Tema diperlukan dalam membuat modul agar membentuk modul dengan struktur dan isi atau kandungan yang menarik serta materi yang berhubungan dengan pembelajaran. Apabila tema menarik, maka pembaca atau siswa akan tertarik juga terhadap


(7)

6 modul pembelajaran tersebut. Dalam modul pembelajaran ini peneliti menggunakan tema “Darahku Kotor karena Asapmu”. Rokok merupakan salah satu contoh zat adiktif yang sering dijumpai dalam masyarakat, jika kita amati di setiap jalan, rumah, maupun dimanapun mudah menjumpai produk tersebut. Rokok tentu akan menimbulkan dampak negatif pada kesehatan, akhlak, maupun sikap spiritual manusia, terutama siswa.

Bidang ilmu kajian pada IPA tidak hanya fisika, kimia, dan biologi saja, melainkan masih terdapat ilmu lain yang berhubungan dengan IPA, yakni ilmu agama atau ilmu spiritual. Apabila ditinjau dalam kenyataanya mata pelajaran IPA yang terdapat di SMP, selama ini hanya memadukan bidang ilmu kajian fisika, kimia, dan biologi, tanpa dipadukan dengan ilmu agama atau spiritual. Jika dilakukan pengkajian, pembelajaran IPA dan sikap spiritual akan memiliki hubungan, misalnya IPA lebih menekankan pada nilai nyata atau dunia dengan memperhatikan keteraturan di alam semesta akan meningkatkan kayakinan bahwa adanya kekuatan yang Maha Besar, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian melalui pembelajaran IPA dapat mentautkan antara bidang logika-material dengan aspek jiwa-spiritual, yang pada awalnya dianggap tidak memiliki keterkaitan atau hubungan. Hal tersebut dapat terjadi karena IPA dan agama atau spiritual dianggap mempunyai dua sisi yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan dalam satu bidang kajian atau pembelajaran.

Pembelajaran IPA yang menanamkan sikap spiritual jika berlangsung dalam suatu pembelajaran di kelas, tentunya akan dapat menanamkan


(8)

7 sikap spiritual pada siswa. Menurut Ary Ginanjar Agustian (2008, 12-13), kecerdasan spiritual sebagai kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan sehari-hari, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensip, sehingga segala perbuatannya semata-mata hanya karena Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, melalui sebuah pembelajaran IPA yang mengintegrasikan IPA dan spiritual, siswa diharapkan mampu memperoleh makna yang akan digunakan untuk bertindak dalam kehidupan sehari-hari melalui pembelajaran IPA yang diterimanya secara langsung.

Berdasarkan uraian pernyataan tersebut, maka peneliti mengembangkan sebuah modul pembelajaran IPA dengan judul “Pengembangan Modul IPA yang dapat Menanamkan Sikap Spiritual dan Meningkatkan Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa SMP”. Dengan adanya modul pembelajaran IPA yang dibuat semenarik mungkin dengan menanamkan sikap spiritual dan meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa SMP.


(9)

8 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah yang dapat diidentifikasi antara lain sebagai berikut:

1. Kemajuan teknologi membuat manusia semakin mudah mengakses berbagai informasi, tetapi terdapat sisi negatif dengan kemajuan zaman tersebut yang menyebabkan sikap atau karakter dan spiritual siswa menjadi rendah.

2. Salah satu fungsi pendidikan adalah untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, akan tetapi masih sedikit sekolah yang menerapkan pembelajaran IPA dengan mengintegrasikan IPA dan sikap spiritual. 3. Bahan ajar pembelajaran IPA masih menggunakan LKS yang terdapat

pada buku IPA Terpadu dan belum terdapat bahan ajar yang lainnya. 4. Bahan ajar pembelajaran IPA belum memberikan arahan pada siswa

agar dapat melanjutkan pembelajaran secara mandiri di luar kelas. 5. Belum terdapatnya bahan ajar berupa modul pembelajaran IPA yang

mengintegrasikan IPA dan sikap spiritual.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar permasalahan menjadi lebih fokus dilakukan pembatasan masalah, yaitu pada point atau nomor (1), (2), dan (5), batasan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

Kemajuan informasi yang semakin lama semakin terbuka, membuat sisi negatif muncul pada kemajuan zaman tersebut yang menyebabkan


(10)

9 sikap atau karakter dan spiritual siswa menjadi rendah. Dalam dunia pendidikan, fungsi dari pendidikan adalah untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, akan tetapi pada kenyataannya masih sedikit sekolah yang menerapkan pembelajaran IPA dengan mengintegrasikan sains dan sikap spiritual. Selain itu, hal tersebut dapat dikarenakan belum terdapatnya bahan ajar berupa modul pembelajaran IPA yang mengitnegrasikan sains dan sikap spiritual.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahannya yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana kelayakan modul IPA yang dapat menanamkan sikap spiritual dan meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa SMP dengan tema “Darahku Kotor karena Asapmu”?

2. Bagaimana hasil penanaman sikap spiritual pada siswa setelah menggunakan modul IPA dalam pembelajarn IPA?

3. Bagaimana peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa setelah menggunakan modul IPA dalam pembelajarn IPA?


(11)

10 E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kelayakan modul IPA yang dapat menanamkan sikap spiritual dan meninglatkan hasil belajar ranah kognitif siswa SMP dengan tema “Darahku Kotor karena Asapmu”.

2. Mengetahui hasil penanaman sikap spiritual pada siswa setelah menggunakan modul IPA dalam pembelajarn IPA.

3. Mengetahui peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa setelah menggunakan modul IPA dalam pembelajarn IPA.

F. Spesifikasi Produk

Spesifikasi produk modul pembelajaran IPA yang dikembangkan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Modul pembelajaran IPA dikembangkan delam bentuk media cetak. 2. Modul pembelajaran IPA memuat materi IPA dengan tema “Darahku

Kotor karena Asapmu” dengan memadukan SK dan KD materi kimia, biologi, dan sikap spiritual pada KTSP mata pelajaran IPA SMP. 3. Modul pembelajaran IPA yang dikembangkan merupakan modul yang

mengintegrasikan IPA dan spiritual untuk menanamkan kecerdasan spiritual dan meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa SMP. 4. Modul pembelajaran IPA disusun dengan memenuhi kriteria aspek

kelayakan isi, penyajian materi, bahasa dan gambar, kegrafisan, dan integrasi sikap spriritual.


(12)

11 G. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Bagi peneliti

a. Mengetahui proses dan langkah-langkah untuk penyusunan dan mengembangkan bahan ajar IPA Terpadu berupa modul pembelajaran IPA yang mengintegrasikan IPA dan spiritual pada tema “Darahku Kotor karena Asapmu”.

b. Hasil pengembangan dan penelitian dengan menggunakan modul ini dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi untuk mengembangkan modul pembelajaran IPA yang kreatif, inovatif, dan menarik pada tema atau materi pembelajaran yang lain.

2. Bagi siswa

a. Menanamkan kecerdasan spiritual dan kognitif siswa melalui pembelajaran IPA yang mengintegrasikan sains dan spiritual dalam menghadapi kemajuan zaman yang semakin terbuka dalam mengakses berbagai informasi, khususnya dengan menggunakan modul pembelajaran IPA pada tema “Darahku Kotor karena Asapmu”.

b. Diperoleh modul pembelajaran IPA berkualitas yang mengintegrasikan sains dan spiritual pada tema “Darahku Kotor karena Asapmu” guna menanamkan kecerdasan spiritual dan kognitif siswa SMP.


(13)

12 3. Bagi guru

a. Memberikan dan menambahkan referensi bahan ajar IPA berupa modul pembelajaran IPA yang kreatif, inovatif, dan menarik dengan mengintegrasikan sains dan spiritual, sehingga kecerdasan spiritual siswa tidak rendah seiring dengan kemajuan zaman. b. Memberikan referensi untuk membuat bahan ajar dan media

pembelajaran IPA yang lebih baik agar pembelajaran IPA lebih berkualitas.

H. Definisi Operasional

Istilah-istilah yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kelayakan dalam penelitian ini memiliki pengertian bahwa modul IPA harus memenuhi persyaratan atau kriteria yang telah ditentukan, baik kriteria modul maupun kriteria tentang pengintegrasian sikap spiritual dan IPA.

2. Modul merupakan suatu unit bahan ajar atau pembelajaran berbentuk cetak yang digunakan untuk mengajar terpadu yang memiliki satu tema terpadu, menyajikan kepada siswa keterangan-keterangan yang diperlukan untuk menguasai dan menilai pengetahuan, serta keterampilan yang ditentukan. Modul berfungsi sebagai satu komponen dari bahan ajar.

3. Integrasi sains dan sikap spiritual merupakan suatu pembauran, penyatuan, dan penyesuaian antara sains dan sikap spiritual hingga


(14)

13 menjadi kesatuan yang utuh atau bulat, yang dapat digunakan sebagai suatu langkah dalam pembelajaran di sekolah, khususnya bagi mata pelajaran IPA di tingkat SMP.

4. Kecerdasan spiritual merupakan suatu kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan sehari-hari, serta berhubungan dengan sinergi antara IQ, EQ, dan SQ secara komprehensip, sehingga perbuatan yang dilakukan oleh manusia atau seseorang semata-mata hanya karena Tuhan Yang Maha Esa. Elemen atau dimensi kecerdasan spiritual dalam penelitian ini, antara lain

consciousness (kesadaran), grace (nikmat), meaning (makna), transcendens (berhubungan atau berinteraksi), dan truth (kebenaran).


(15)

14 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori 1. Hakikat IPA

Patta Bundu (2006: 9) mendefinisikan bahwa, sains secara harfiah berasal dari kata natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan, sehingga natural science memiliki arti ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Collete & Chiappetta (1994: 105) menyatakan bahwa, pada hakikatnya IPA (Sains) merupakan: (1) pengumpulan pengetahuan (a body of knowledge), (2) cara atau jalan berfikir (a way of thinking), (3) cara untuk melakukan penyelidikan (a way to investigating).

Carin & Sund (1993: 54) secara garis besar, sains memiliki empat komponen, yaitu (a) proses ilmiah; (b) produk ilmiah; (c) sikap ilmiah; dan (d) aplikasi.

a. Sains sebagai proses

Proses sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu selanjutnya (Patta Bundu, 2006: 12). Sedangkan, menurut Martin et.al (2005: 20, proses sains meliputi the ways of thinking, measuring, and solving problem.


(16)

15 b. Sains sebagai produk

Sains sebagai produk keilmuan mencakup prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori yang dikembangkan sebagai pemenuhan rasa ingin tahu manusia, dan juga untuk keperluan praktis manusia. Sains sebagai disiplin ilmu disebut produk sains karena isinya merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan oleh para ilmuan dalam bentuk fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori sains (Patta Bundu, 2006: 11).

c. Sains sebagai Sikap

Sikap sains adalah sikap yang dimiliki pada ilmuan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru, misalnya obyektif terhadap fakta, hati-hati, bertanggung jawab, berhati terbuka, rasa ingin tahu yang tinggi, jujur dan obyektif ( Patta Bundu, 2006: 13).

d. Sains sebagai aplikasi

Penerapan konsep IPA yang diperoleh melalui metode ilmiah untuk memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia. Empat hal tersebut merupakan ciri IPA.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sains merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam dengan metode saintifik yang digunakan untuk melakukan penyelidikan. Sikap dalam penelitian memiliki makna atau berhungan dengan sebab akibat timbulnya masalah baru dalam kehidupan sehari-hari.


(17)

16 2. Model Keterpaduan IPA

Robin Fogarty (1991: 61-65), mengemukakan pola atau model pengintegrasian materi atau tema pembelajaran terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model tergambarkan); (2) the connected model (model terhubung); (3) the nested model (model tersarang); (4) the sequenced model (model terurut); (5) the shared model (model terbagi); (6) the webbed model (model terjaring); (7) the threade model (model tertali); (8)

the integrated model (model terpadu); (9) the immersed model (model terbenam); dan (10) the networked model (model jaringan).

Merujuk pada model keterpaduan IPA di atas, terdapat tiga bentuk model yang sesuai untuk dikembangkan dalam pembelajaran IPA. Ketiga model tersebut adalah the connected model (model terhubung), the webbed model (model terjaring), dan the integrated model (model terpadu. Tabel 1 di bawah ini menjelaskan perbandingan deskripsi, kelebihan, dan keterbatasan antara model connected, webbed, dan integrated.

Tabel 1. Karakteristik, Kelebihan, dan Kekurangan Model Keterpaduan

Model Karakteristik Kelebihan Kekurangan Model

Keterhubungan (connected)

Membelajarkan sebuah KD, konsep-konsep

pada KD

tersebut dipertautkan dengan konsep pada KD yang lain.

- Melihat permasalahan tidak hanya dari satu bidang kajian. - Pembelajaran dapat mengikuti KD-KD dalam

Standar Isi, tetapi harus dikaitkan

Kajian antara bidang kajian sudah tampak tetapi masih didominasi oleh bidang kajian


(18)

17 Model Karakteristik Kelebihan Kekurangan

dengan KD yang relevan. Model Jaring

Laba-laba (webbed)

Membelajarkan beberapa KD yang berkitan melalui sebuah tema.

- Pemahaman terhadap konsep utuh. - Kontekstual. - Dapat dipilih

tema-tema menarik yang dekat dengan kehidupan. - KD-KD yang berkitan berbeda. - Tidak mudah menemuka n tema pengait yang tepat. Model Keterpaduan

(integrated)

Membelajarkan beberapa KD yang konsep-konsepnya beririsan atau tumpang tindih. Tema berfungsi sebagai

konteks.

- Pemahaman terhadap konsep lebih utuh

(holistik). - Lebih efisien. - Sangat kontekstual. - KD-KD yang konsepnya beririsan berada dalam semester atau kelas yang berbeda. - Menuntut wawasan dan penguasaan materi yang luas.

- Sarana dan prasarana, misalnya buku belum mendukung .

(Sumber: Diadaptasi dari fogarty, 1991: 14-16, 54-56, dan 76-78)

Pembelajaran IPA yang dilakukan secara terpadu sebagai suatu konsep merupakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa materi IPA yang terkait, untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan sesuai dengan kebutuhan dari peserta didik. Pembelajaran yang dilakukan secara terpadu akan menciptakan kesemapatan bagi


(19)

18 peserta didik untuk melihat dan membangun konsep-konsep yang saling berkaitan. Dengan demikian, akan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memahami masalah yang kompleks yang ada di lingkungan sekitarnya dengan pandangan yang utuh.

Berdasarkan model keterpaduan IPA di atas, dalam penelitian ini menggunakan model keterpaduan tipe webbed. Penelitian ini menggunakan model keterpaduan tipe webbed, karena model keterpaduan tipe webbed ini dapat memadukan beberapa Kompetensi Dasar pada KTSP yang berkaitan dengan bidang biologi tentang darah pada manusia dan golongan darah pada manusia, serta bidang kimia tentang zat adiktif pada rokok, dengan model terjaring pada sebuah tema “Darahku Kotor karena Asapmu”.

3. Modul IPA

a. Pengertian Modul

Modul merupakan salah satu bahan ajar cetak yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 924), modul adalah unit kecil dari satu pelajaran yang dapat beroperasi sendiri; kegiatan program belajar-mengajar yang dapat dipelajari oleh murid dengan bantuan yang minimal dari guru pembimbing, meliputi perencanaan tujuan yang akan dicapai secara jelas, penyediaan materi pelajaran, alat yang dibutuhkan, serta alat untuk penilai, mengukur keberhasilan murid dalam penyelesaian pelajaran. Menurut Vembriarto (1975: 47), modul adalah satu unit program belajar mengajar terkecil yang secara terperinci menggariskan tujuan pembelajaran, topik,


(20)

19 pokok-pokok materi, peranan guru, alat-alat dan sumber belajar, kegiatan belajar, lembar kerja, dan program evaluasi.

James D. Russell dalam Vembriarto (1975: 46), mengartikan modul sebagai “A module is an instructionnal package dealing with a single conceptual unit of subject matter. It is an attempt to

individualize learning by enabling the student to master one unit of

content before moving to another ”. Artinya bahwa modul merupakan

suatu paket instruksional yang memuat satu unit konsep dari bahan ajar. Pembelajaran dengan modul merupakan usaha pembelajaran secara individual yang memungkinkan siswa menguasai satu unit pelajaran sebelum ia beralih pada unit berikutnya.

Menurut Depdiknas (2008: 20), modul adalah seperangkat bahan ajar yang disajikan secara sistematis sehingga penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator atau guru. Depdiknas (2008: 3) mengemukakan bahwa, modul merupakan bahan ajar cetak yang berisi materi, metode, batas-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh perserta didik. Modul harus dapat digunakan sebagai pengganti fungsi guru. Modul harus disusun dengan bahasa yang mudah diterima oleh siswa.

Berdasarkan pengertian-pengertian modul menurut para pakar di atas, modul merupakan suatu unit bahan ajar cetak yang disusun secara sistematis, relatif singkat, dan spesifik untuk mencapai tujuan pembelajaran sehingga penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa


(21)

20 seorang fasilitator atau guru. Modul dilengkapi dengan petunjuk untuk belajar sendiri sehingga dapat dipelajari secara mandiri oleh siswa baik individual maupun secara kelompok, maka modul harus dapat digunakan sebagai pengganti fungsi guru.

b. Tujuan Modul

Menurut Depdiknas (2008: 5-6), tujuan dari penulisan modul adalah sebagai berikut:

1) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal.

2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta belajar maupun guru.

3) Dapat digunakan secar tepat dan bervariasi, sperti untuk meningkatkan motivasi belajar, mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya yang memungkinkan siswa belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya.

4) Memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

c. Karakteristik Modul

Menurut Depdiknas (2008: 3-5), karakteristik sebuah modul adalah sebagai berikut:


(22)

21 1) Self Instructional

Self Instructional, yaitu melalui modul tersebut seorang siswa mampu belajar sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus: a) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas,

b) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/ spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas, c) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan

materi pembelajaran,

d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya yang memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya,

e) Kontekstual, yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan siswa,

f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif, g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran,

h) Terdapat instrumen penilaian/ assessment, yang memungkinkan siswa melakukan “self assesment”,

i) Terdapat instrumen yang dapat digunakan siswa untuk mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaaan materi, j) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya

mengetahui tingkat penguasaan materi, dan

k) Tersedia informasi tentang rujukan/ pengayaan/ referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.


(23)

22 2) Self Contained

Self Contained, yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam suatu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas dalam satu kesatuan yang utuh.

3) Stand Alone

Karakteristik modul stand alone, yaitu modul bersifat tidak bergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Jika siswa masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan tersebut, maka modul tersebut bukanlah modul stand alone.

4) Adaptive

Modul hendaknya memiliki daya adaptive yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptive jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan.

5) User Friendly

Modul yang baik hendaknya user friendly, yaitu bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang ditampilkan bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, dan


(24)

23 mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, dan menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.

d. Unsur-Unsur Modul

Unsur-unsur modul menurut Vembriarto (1975: 49-53), adalah sebagai berikut:

1) Rumusan Tujuan

Tujuan pengajaran atau tujuan belajar dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa yang diharapkan dari siswa setelah mereka menyelesaikan tugasnya dalam mempelajari modul. Rumusan tujuan dicantumkan pda bagian lembar kegiatan siswa dan petunju guru.

2) Petunjuk untuk Guru

Memuat penjelasan tentang bagaimana pengajaran dengan modul ini dapat diselenggrakan secara efisien. Memuat juga penjelasan macam-macam kegiatan yang harus dilakukan, alokasi waktu untu membelajarkan modul, alat-alat pelajaran dan sumber belajar yang digunakan, prosedur evaluasi, dan jenis evaluasi yang digunakan.

3) Lembar Kegiatan Siswa

Memuat materi pelajaran yang harus dikuasai siswa yang telah disusun khusus sehingga dengan mempelajari materi tersebut dapat tercapai tujuan-tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dalam


(25)

24 lembar kegiatan siswa dicantumkan juga kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa. Dapat pula dicantumkan sumber-sumber belajar lain yang dapat dipelajari siswa sebagai pelengkap materi yang dipelajari dalam modul.

4) Lembar Kerja bagi Siswa

Lembar kerja siswa menyertai lembar kegiatan siswa. Dalam lembar kegiatan siswa tercantum pertanyaan-pertanyaan dan masalah yang harus dijawab dan dipecahkan sehingga siswa dapat terlibat aktif selama belajar. Lembar kerja yang menyertai lembar kegiatan siswa ini dipergunakan untuk menjawab dan memecahkan masalah tersebut.

5) Kunci Lembar Kerja

Modul disusun tidak hanya agar siswa belajar aktif tetapi juga agar siswa bisa mengevaluasi hasil belajarnya. Kunci lembar kerja digunakan agar siswa dapat mengevaluasi hasil belajarnya sendiri. Siswa dapat mengecek ketepatan hasil pekerjaan, memeriksa, dan mengoreksi kembali hasil pekerjaannya apabila melakukan kesalahan. Akan terjadi konfirmasi terhadap jawab yang benar dan terjadi koreksi dengan jawaban yang salah dengan segera sehingga terjadi reinforcement langsung atau respon siswa.

6) Lembar Evaluasi

Lembar evaluasi berupa tes dan rating scale yang digunakan untuk mengevaluasi terhadap tercapai atau tidaknya tujuan yang dirumuskan pada modul oleh siswa. Tercapai tidaknya tujuan


(26)

25 pembelajaran bukan ditentukan dari hasil lembar kerja siswa, melainkan dari hasil tes akhir pada lembar evaluasi. Dengan demikian, akan terlihat siswa yang benar-benar latihan mengerjakan lembar kerja dan siswa yang hanya menyalin kunci jawaban saja. Lembar evaluasi senantiasa disimpan oelh guru sendiri.

7) Kunci Lembar Evaluasi

Kunci lembar evaluasi berisi jawaban yang benar atas tes yang diberikan pda lembar evaluasi. Butir-butir tes disusun dan dijabarkan dari rumusan tujuan pembelajaran pada modul. Dengan demikian, dari hasil tes siswa dapat diketahui tercapai tidaknya tujuan pembelajarn modul.

e. Kaidah Penyusunan Modul

Modul yang baik adalah modul yang mampu memerankan fungsi dan peranannya dalam pembelajaran yang efektif. Untuk menghasilkan modul yang baik harus mengikuti kaidah dan elemen penyusunan modul. Menurut Chomsin (2008: 52), elemen-elemen yang harus dipenuhi dalam menyusun modul antara lain konsistensi, format, organisasi, spasi/ halaman kosong yang secara rinci adalah sebagai berikut:

1) Konsistensi

Konsistensi harus dipenuhi dalam hal bentuk dan huruf setiap halaman. Disarankan tidak menggunakan terlalu banyak variasi bentuk dan ukuran huruf. Pemilihan bentuk dan ukuran huruf harus


(27)

26 mempertimbangkan kemudahan bagi peserta didik dalam membacanya sesuai dengan karakteristik peserta didik. Kerapian terlihat dengan jarak spasi yang konsisiten. Konsisitensi juga hendaknya diterapkan dalam menetapkan batas (margin) dari pengetikan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya tarik modul itu sendiri.

2) Format

Format modul harus disesuaikan untuk mendukung konsistensi, meliputi format kolom (tunggal atau Koran/ multi koran) dan juga format paragraph yang sesuai.

3) Organisasi

Materi pembelajaran modul harus diorganisasi dengan baik dan disusun secara sistematis untuk memudahkan dan meningkatkan semangat peserta didik dalam menggunakannya. Secara umum, pengorganisasian meliputi isi materi dan ilustrasinya (gambar, foto, peta, dan sebagainya), antara paragraph satu dengan yang lain, antara judul dengan sub-judul beserta uraiannya. Hal ini juga bertujuan untuk memudahkan peserta didik untuk dapat belajar secara mandiri.

4) Perwajahan

Daya tarik peserta didik terhadap modul kadang-kadang lebih banyak dilihat dari sampul modul. Sampul sebaiknya diberikan gambar, kombinasi warna, dan ukuran huruf yang serasi. Gambar dan ilustrasi diperlukan guna meningkatkan motivasi belajar,


(28)

27 bahkan dapat juga dilengkapi dengan bahan multimedia, seperti CD sebagai bahan komplementer dari bahan ajar. Tugas dan latihan dibutuhkan agar peserta didik tidak bosan. Dibutuhkan juga spasi kosong dan halam kosong yang dapat digunakan untuk mencatat hal-hal penting saat mempelajari bahan ajar.

4. Sikap Spiritual dan Kecerdasan Spiritual

Sikap spirirual menurut Jasa Ungguh Muliawan (2005: 122-123), adalah suatu sikap yang mengacu pada nilai-nilai manusiawi yang non-material/ material. Keindahan, kebaikan, kebenaran, belas kasihan, kejujuran, dan kesucian merupakan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Spiritual berakar pada kemampuan hati nurani dan “kata hati”. Kombinasi antara afeksi dan spiritual dipandang sebagai unsur pokok yang mengantarkan seseorang mencapai kesuksesan hidup sejati.

Menurut Jasa Ungguh Muliawan (2005: 123), kecerdasan spiritual menjadikan manusia „luwes‟, berwawasan luas, atau spontan secara kreatif. Kecerdasan spiritual membawa seseorang ke jantung segala sesuatu, ke kesatuan di balik perbedaan, ke potensi di balik ekspresi nyata. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi mungkin menjalankan agama tertentu, namun tidak secara picik, eksklusif, fanatik, atau prasangka. Demikian pula, seseorang yang berkecerdasan spiritual tinggi dapat memiliki kualitas spiritual tanpa beragama sama sekali.

Kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshall (2002: 4), adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna


(29)

28 dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan diri yang dapat membantu manusia menyembuhkan dan membangun diri secara utuh. Kecerdasan spiritual digunakan untuk mencapai perkembangan diri yang lebih utuh karena menusia memiliki potensi untuk itu. Manusia dapat menggunakan kecerdasan spiritualnya untuk berhadapan dengan masalah baik dan jahat, hidup dan mati, serta asal-usul sejati dari penderitaan dan keputusasaan manusia.

Dari beberapa pengertian tentang sikap spiritual dan kecerdasan spiritual menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa sikap spiritual merupakan suatu sikap yang mengacu pada nilai-nilai manusiawi yang non-material/ material. Sedangkan, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

Abhilasha Srivastava (2002: 260) mengemukakan bahwa, kecerdasan spiritual memiliki lima dimensi, sebagai berikut:


(30)

29 a. Consciousness

Mengacu pada mengenali diri sendiri dan hidup secara sadar dengan tujuan yang jelas dan penuh perhatian, kesadaran tersebut diwujudkan dan dihadirkan.

b. Grace

Hidup dalam garis suci atau sakral, mewujudkan cinta dan kepercayaan dalam kehidupan. Memiliki pandangan optimis berdasarkan iman atau kepercayaan.

c. Meaning

Merasakan makna dalam kegiatan sehari-hari melalui kesadaran akan tujuan dan panggilan untuk melayani, termasuk dalam mengahadapi rasa sakit dan penderitaan.

d. Transcendence

Mengabaikan egoisme pribadi menuju keutuhan yang saling berhubungan. Memelihara hubungan dengan masyarakat melalui penerimaan, rasa hormat, empati, kasih sayang, cinta kasih, dan kemurahan hati.

e. Truth

Penerimaan dan memaafkan, merangkul, dan cinta. Keterbukaan hati dan pikiran, serta rasa ingin tahu.

Danah Zohar dan Ian Marshall (dalam Idrus, 2002: 60) menyatakan bahwa, orang yang memiliki kecerdasan spiritual dapat berkembang dengan baik adalah orang yang memiliki 9 elemen kecerdasan spiritual sebagai berikut:


(31)

30 a. Kemampuan untuk bersikap fleksibel

Seseorang menjalani perkembangan dan perubahan sepanjang hidup sehingga memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan segala perubahan dan perkembangan yang ia alami serta lingkungan sekitar.

b. Memiliki tingkat kesadaran (self awareness) yang tinggi

Seseorang mengetahui lebih banyak mengenai diri sendiri serta menyadari akan segala perubahan yang ia alami sehingga ia mengetahui batas wilayah yang nyaman untuk diri sendiri.

c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan

Seseorang melihat bahwa penderitaan merupakan ujian dari Tuhan sehingga ia dapat menanggapi secara jujur situasi yang dihadapi, sabar serta ikhlas menerima keadaan tersebut.

d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit

Seseorang menanggapi rasa sakit, penderitaan atau kesulitan sebagai sesuatu yang mengancam, tetapi juga dianggap sebagai tantangan.

e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi-visi dan nilai-nilai

Seseorang mengetahui apa yang benar-benar memotivasi dir dan mengetahui apa yang benar-benar dinilai paling tinggi oleh dirinya. f. Keengganan untuk mengalami kerugian yang tidak perlu

Seseorang mengetahui bahwa ketika seseorang merugikan orang lain, dia merugikan dirinya sendiri.


(32)

31 g. Kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal

Seseorang melihat segala sesuatu merupakan hal yang memiliki keterkaitan.

h. Memiliki kecenderungan untuk mencari jawaban yang benar

Seseorang mencari makna terhadap apa yang terjadi pada dirinya dan mengambil hikmah dari kejadian-kejadian tersebut.

i. Memiliki kemampuan untuk bekerja mandiri

Seseorang memiliki peran serta yang sehat baik sebagai individu mapun di dalam lingkungan social.

Berdasarkan pernyataan para ahli, dimensi atau elemen tentang kecerdasan spiritual, dalam penelitian ini penulis menggunakan dimensi kecerdasan spiritual menurut Abhilasha Srivastava. Penulis menggunakan dimensi tersebut karena lima dimensi (consciousness, grace, meaning, transcendence, dan truth) sesuai dengan nilai-nilai pada siswa, baik dalam konteks nilai yang terdapat di lingkungan sekitar siswa maupun nilai yang dapat diambil siswa ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran bersama dengan guru di dalam kelas.

5. Hasil Belajar Kognitif

Menurut Nana Sudjana (2011: 22), hasil belajar kognitif merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.


(33)

32 Wesley (2010) yang diterjemahkan oleh Agung Prihantoro (2010: 43-133), mengatakan bahwa kategori-kategori pada dimensi kognitif merupakan pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara komprehensif yang terdapat dalam tujuan-tujuan di bidang pendidikan. Kategori-kategori ini merentang dari proses kognitif yang paling banyak dijumpai dalam tujuan di bidang pendidikan, yaitu mengingat, kemudian memahami, dan mengaplikasikan ke proses-proses kognitif yang jarang dijumpai, yakni menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Kategori-kategori dalam dimensi proses kognitif adalah sebagai berikut:

a. Mengingat

Mengingat berarti mengambil pengetahuan tertentu dari memori jangka panjang. Jika tujuan pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan untuk merentesi materi pelajaran sama seperti materi yang diajarkan, kategori proses kognitif yang tepat adalah mengingat. Guru memberikan pertanyaan mengenali atau mengingat kembali dalam kondisi yang sama persis dengan kondisi ketika siswa belajar materi yang diujikan. Pengetahuan mengingat penting sebagai bekal untuk belajar yang bermakna dan menyelesaikan masalah karena pengetahuan tersebut untuk dipakai dalam tugas-tugas yang lebih kompleks.

b. Memahami

Siswa dikatakan memahami bila mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulis


(34)

33 maupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar computer. Proses kognitif dalam kategori memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasi, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.

c. Mengaplikasikan

Mengaplikasikan melibatkan penggunaan prosedur-prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah. Mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan procedural. Kategori mengaplikasikan terdiri dari dua proses kognitif, yakni mengeksekusi (ketika tugasnya hanya soal latihan) dan mengimplementasikan (ketika tugasnya merupakan masalah). d. Menganalisis

Menganalisis melibatkan proses memecah materi menjadi bagian-bagian kecil dan menentukaN bagaimana hubungan antara bagian dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori proses menganalisis meliputi proses-proses kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan.

e. Mengevaluasi

Mengevaluasi didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kategori mengevaluasi mencakup proses-proses kognitif memeriksa (keputusan-keputusan yang diambil


(35)

34 berdasarkan kriteria internal) dan mengkritik (keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan kriteria eksternal).

f. Mencipta

Mencipta merupakan proses menyusun elemen-elemen menjadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional. Tujuan-tujuan yang diklasifikasikan dalam mencipta meminta siswa membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi suatu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Proses-proses kognitif yang terlibat dalam mencipta umumnya sejalan dengan pengalaman-pengalaman belajar sebelumnya. Proses mencipta dimulai dengan tahap divergen yang di dalamnya siswa memikirkan berbagai solusi ketika berusaha memahami tugas (merumuskan). Tahap selanjutnya adalah berpikir konvergen, yang di dalamnya siswa merencanakan metode solusi dan mengubahnya menjadi rencana aksi (merencanakan). Tahap terakhir adalah melaksanakan rencana dengan mengkonstruksi solusi (memproduksi).

B. Kajian Keilmuwan

Penyusunan modul IPA ini berpedoman pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), disesuaikan dengan materi IPA yang terdapat pada kelas VIII SMP baik semester ganjil maupun semester genap. Tema yang diambil untuk


(36)

35 pengembangan mosul adalah “Darahku Kotor karena Asapmu”. Adapun peta kompetensi dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Peta Kompetensi Darahku Kotor karena Asapmu.

Kimia Biologi

SK 4. Memahami kegunaan

bahan kimia dalam kehidupan

1. Memahami berbagai

sistem dalam

kehidupan manusia KD

4.4Mendeskripsikan sifat/ pengaruh zat adiktif dan psikotropika

1.6Mendeskripsikan sistem peredaran darah pada

manusia dan

hubungannya dengan kesehatan

Materi Bahan atau zat adiktif yang terkandung dalam rokok.

a. Darah pada manusia. b. Golongan darah

manusia. Model

Keterpaduan

Webbed

Alasan: karena dalam model keterpaduan webbed ini membelajarkan beberapa Kompetensi Dasar yang berkitan melalui sebuah tema, yaitu Kompetensi Dasar tentang Kimia dan Biologi terhubung dalam sebuah tema “Darahku Kotor karena Asapmu”.

Tema Darahku Kotor karena Asapmu

Penyusunan modul IPA ini juga berpedoman pada peta konsep yang telah disusun berdasarkan peta kompetensi, berikut adalah peta konsep pada modul IPA dengan tema “Darahku Kotor karena Asapmu”.


(37)

36 Gambar 1. Peta Konsep

1. Zat Adiktif pada Rokok

Rokok adalah salah satu bahan yang mengandung zat adiktif. Zat adiktif adalah zat yang apabila dikonsumsi dapat menimbulkan ketagihan atau ketergantungan (adiksi). Zat adiktif bekerja pada sistem saraf pusat, sehingga berefek ingin menggunakannya secara terus-menerus. Rokok merupakan hasil olahan daun tembakau yang banyak mengandung zat adiktif, seperti nikotin, tar, dan karbon monoksida. Merokok akan menimbulkan ketagihan, sehingga perokok sulit untuk berhenti merokok.

Rokok adalah hasil olahan daun tembakau (Nicotiana tobaccum) yang telah dicacah dan dikeringkan, kemudian dibungkus membentuk silinder berukuran panjang 70-120 mm (bervariasi) dengan diameter sekitar 10 mm. merokok adalah kegiatan menghisap dan menghembuskan


(38)

37 asap dari rokok yang dibakar. Asap rokok inilah yang masuk ke dalam tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia.

Rokok mengandung sekitar 4.000 zat kimia, 20 diantaranya merupakan racun yang mematikan, dan 8 diantaranya adalah zat karsinogen (zat pemicu timbulnya kanker). Oleh karena itu, rokok sering disebut sebagai pabrik kimia mini. Zat adiktif utama pada sebatang rokok adalah nikotin, kabon monoksida, dan tar.

a. Nikotin

Nikotin adalah zat adiktif utama dalam rokok. Zat ini sangat beracun, mudah diserap lewat kulit, berwarna kuning agak pucat. Jika terkena cahaya matahari menjadi coklat, bau, dan rasanya tidak enak. Nikotin memiliki efek adisi dan psikoaktif, sehingga perokok akan merasakan ketagihan. Nikotin inilah yang menyebabkan mengapa orang yang merokok susah untuk berhenti merokok.

b. Karbon monoksida

Karbon monoksida (CO) adalah gas hasil pembakaran tidak sempurna dari rokok, asap rokok merupakan hasil pembakaran tidak sempurna, sehingga orang yang merokok dapat menyebabkan kadar karbon monoksida di dalam paru-paru lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 3-6%. Gas CO merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin lebih kuat (lebih reaktif) daripada oksigen pada sel darah


(39)

38 merah. Akibatnya, tubuh kekurangan oksigen, dan apabila mencapai tingkat tertentu dapat menyebabkan kematian.

c. Tar

Tar adalah zat berwarna coklat tua atau hitam, bersifat lengket, dan menempel pada paru-paru. Kadar tar dalam tembakau adalah 0,5-35 mg/ batang. Tar yang dihasilkan asap rokok merupakan suatu zat yang bersifat karsinogen (zat penyebab kanker). Tar dalam rokok dapat menimbulkan iritasi pada saluran napas, sehingga menyebabkan kanker paru-paru. ( Wasis dan Sugeng Yuli Irianto, 2008: 122-124) 2. Darah pada Manusia

Darah merupakan alat transportasi atau alat pengangkutan yang paling utama dalam tubuh kita. Ada beberapa fungsi penting darah bagi tubuh, yaitu sebagai berikut.

a. Mengangkut sari-sari makanan dari usus dan mengedarkannya ke

seluruh tubuh.

b. Mengangkut oksigen dari paru-paru serta mengedarkannya ke seluruh

tubuh dan juga mengambil karbon dioksida dari seluruh tubuh untuk dibawa ke paru-paru.

c. Mengangkut hormon dari pusat produksi hormon ke tempat tujuannya

di dalam tubuh.

d. Mengangkut sisa-sisa metabolisme sel untuk dibuang di ginjal.

e. Menjaga kestabilan suhu tubuh. Suhu tubuh manusia tetap, yaitu

berkisar antara 36°C sampai 37°C. Suhu tubuh manusia tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Darah mampu menjaga suhu tubuh tetap


(40)

39 stabil. Caranya, darah melakukan penyebaran energi panas dalam tubuh secara merata.

f. Membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh.

1) Komposisi Darah

Darah memiliki komposisi yang terdiri atas sekitar 50% cairan darah (plasma) dan 44% sel-sel darah. Terdapat tiga macam sel darah, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).

a) Plasma Darah

Sekitar 91% plasma darah terdiri atas air. Selebihnya adalah zat terlarut yang terdiri dari protein plasma (albumin, protrombin, fibrinogen, dan antibodi), garam mineral, dan zat-zat yang diangkut darah (zat-zat makanan, sisa metabolisme, gas-gas, dan hormon). Fibrinogen yang ada dalam plasma darah merupakan bahan penting untuk pembekuan darah jika terjadi luka. Proses pembekuan darah ini akan dijelaskan pada bahasan selanjutnya.

b) Sel-sel Darah

Sel-sel darah pada manusia, terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Dalam sel-sel darah, kandungan sel darah putih dan keping darah sebanyak 1%, sedangkan sel darah merah sebanyak 99%.


(41)

40 Darah berwarna merah karena adanya sel-sel darah merah. Sel darah merah berbentuk bulat gepeng yang kedua permukaannya cekung. Sel darah merah tidak memiliki inti sel dan mengandung hemoglobin. Hemoglobin (Hb) merupakan protein yang mengandung zat besi.

Fungsi hemoglobin adalah untuk mengikat oksigen dan karbon dioksida dalam darah. Hemoglobin berwarna merah, karena itu sel darah merah berwarna merah. Jumlah sel darah merah yang normal kurang lebih adalah 5 juta sel/mm3 darah. Sel darah merah dibentuk pada tulang pipih di sumsum tulang dan dapat hidup hingga 120 hari. Jika sel darah merah rusak atau sudah tua maka sel ini akan dirombak dalam limfa. Hemoglobin dari sel darah merah yang dirombak akan terlepas dan dibawa ke dalam hati untuk dijadikan zat warna empedu. Sel darah merah baru akan dibentuk kembali dengan bahan zat besi yang berasal dari hemoglobin yang terlepas tadi.

1.2) Sel darah putih

Sel darah putih sesungguhnya tidaklah berwarna putih, tetapi jernih. Disebut sel darah putih untuk membedakannya dari sel darah merah yang berwarna merah. Sel darah putih bentuknya tidak teratur atau tidak tetap. Tidak seperti sel darah merah yang selalu berada di dalam pembuluh darah, sel darah putih dapat keluar dari


(42)

41 pembuluh darah. Kemampuan untuk bergerak bebas diperlukan sel darah putih agar dapat menjalankan fungsinya untuk menjaga tubuh.

Sel darah putih memiliki inti sel tetapi tidak berwarna atau tidak memiliki pigmen. Berdasarkan zat warna yang diserapnya dan bentuk intinya sel darah putih dibagi menjadi lima jenis, yaitu basofil, neutrofil, monosit, eosinofil, dan limfosit.

Secara normal jumlah sel darah putih pada tubuh kita adalah kurang lebih 8.000 pada tiap 1 mm3 darah. Sel darah putih hanya hidup sekitar 12 – 13 hari. Fungsi sel darah putih sebagai pertahanan tubuh dari serangan penyakit. Jika tubuhmu terluka dan ada kuman yang masuk, sel-sel darah putih akan menyerang atau memakan kuman-kuman tersebut. Ibarat sebuah negara, sel darah putih adalah pasukan tempur. Jika seseorang diserang penyakit. Tubuh akan memproduksi lebih banyak sel-sel darah putih untuk melawan bibit penyakit tersebut.

1.3) Keping darah

Keping darah berbentuk bulat atau lonjong. Ukuran keping darah lebih kecil daripada sel darah merah. Jumlahnya kurang lebih 300.000 pada tiap 1 mm3 darah. Keping darah hidupnya singkat, hanya 8 hari. Keping darah berfungsi pada proses pembekuan darah. Saat terjadi luka,


(43)

42 darah keluar melalui luka tersebut. Keping darah menyentuh permukaan luka, lalu pecah dan mengeluarkan

trombokinase. (Moch. Agus Krisno, dkk, 2008: 55-59) 2) Golongan Darah

Salah satu sistem penggolongan darah yang banyak digunakan adalah sistem ABO. Berdasarkan sistem ini darah dikelompokkan menjadi 4 golongan darah, yaitu golongan darah A, B, AB, dan 0. Dasar penggolongan darah sistem ABO adalah keberadaan aglutinogen pada permukaan sel darah merah. Darah yang sel darah merahnya mengandung aglutinogen A disebut bergolongan darah A; darah yang sel darah merahnya mengandung aglutinogen B disebut bergolongan darah B; darah yang sel darah merahnya mengandung aglutinogen A dan aglutinogen B disebut bergologan darah AB; dan darah yang sel darah merahnya tidak mengandung aglutinogen A maupun aglutinogen B disebut bergolongan darah 0.

Golongan darah sangat penting untuk transfusi darah. Jika seseorang mendapatkan transfusi darah yang golongan darahnya berbeda hal ini bisa menimbulkan bahaya. Sebab hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya pembekuan atau penggumpalan darah. Golongan darah AB merupakan golongan darah yang dapat menerima transfusi dari golongan darah lain. Oleh karena itu, golongan darah AB disebut dengan resipien universal (penerima). Sebaliknya golongan darah 0 dapat menjadi donor (pemberi) untuk


(44)

43 semua golongan darah atau golongan darah 0 disebut sebagai donor universal. (Saeful Karim, dkk, 2008: 74-76)

3. Bahaya Rokok terhadap Darah Manusia

Keberadaan gas CO dari rokok akan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena gas itu akan menggantikan posisi oksigen yang berikatan dengan haemoglobin dalam darah. Gas CO akan mengalir ke dalam jantung, otak, serta organ vital. Ikatan antara CO dan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin yang jauh lebih kuat 250 kali dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan haemoglobin.

Reaksi antara karbon monoksida (CO) dan hemoglobin (Hb) dalam darah:

Hb + CO HbCO

Reaksi di atas merupakan pengikatan karbon monoksida oleh darah ketika di alveolus:

HbCO Hb + CO

Reaksi di atas merupakan pelepasan karbon monoksida, selanjutnya karbon monoksida diambil oleh sel-sel tubuh.


(45)

44 Gambar 2. Mekanisme Masuknya Gas CO dalam Tubuh Manusia

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Erdi Guna Utama (2014) dengan menunjukkan bahwa pembelajaran dengan modul IPA terpadu yang berbasis Islam-Sains untuk siswa SMP/MTs menghasilkan respon siswa dengan presentasi 86,80% pda uji coba terbatas dan presentase 85,42% pada uji coba luas.

Sikap spiritual yang digunakan dalam penelitian ini merupakan salah satu dari upaya pendidikan karakter. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lilik


(46)

45 Maftukhatul Mukhoyyaroh (2011) tentang hubungan tingkat kecerdasan spiritual (SQ) dengan kesadaran siswa menjauhi perilaku menyimpang pada siswa kelas VIII mendapatkan hasil penelitian yang menyatakan dari 39 responden terdapat 100% pada kategori tinggi. Hal tersebut memberikan gambaran jika kecerdasan spiritual tertanamkan pada pembelajaran, maka kemungkinan besar siswa akan dapat menjauhi perilaku menyimpang atau perilaku negatif yang sebelumnya mereka lakukan.

D. Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA secara terpadu tidak hanya menekankan pada penguasaaan materi yang terkait dengan IPA atau sains saja, akan tetapi juga dapat menanamkan nilai atau sikap. Hal tersebut diperlukan agar siswa dapat memaknai setiap pembelajaran IPA dengan kondisi atau situasi yang ada pada siswa tersebut.

Media pembelajaran juga menjadi hal yang berpengaruh dalam membantu pembelajaran IPA di SMP. Media pembelajaran yang berupa modul tentu dapat membantu kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas dengan guru ataupun tanpa guru. Akan tetapi, belum terdapat bahan ajar di SMP yang menanamkan sikap spiritual, sehingga pembelajaran tersebut kurang bermakna bagi siswa dan bagi guru yang menggunakan bahan ajar tersebut.

Modul yang mengintegrasikan IPA dengan sikap spiritual dapat menjadi referensi bahan ajar bagi guru, selain dapat membelajarkan materi pembelajaran dan meningkatkan pengetahuan atau kognitif siswa, modul


(47)

46 tersebut juga dapat menanamkan atau mendidik siswa agar senantiasa berakhlak yang baik.

Akhlak merupakan hal penting untuk diajarkan dan ditanamkan pada siswa, sebab hal-hal negatif akan terus menggerus generasi penerus bangsa ini. Pada zaman ini arus negatif tersebut dapat kita lihat ketika seorang siswa yang sudah mulai merokok dan hal tersebut sudah menjadi kebiasaannya dalam hidup sehari-hari. Sehingga dengan terintegrasinya sikap spiritual dalam pembelajaran IPA dapat menekan hal negatif tersebut dengan tertanamnya kecerdasan spiritual, selain dapat meningkatkan pengetahuan atau kognitifnya. Kerangka berpikir secara lebih ringkas dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini:

Gambar 3. Kerangka Berpikir

Media yang dikembangkan berupa modul yang menanamkan sikap spiritual dan

meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa SMP. Diperlukan bahan ajar atau

media yang berupa modul untuk mengintegrasikan IPA dengan sikap spiritual, sehingga siswa juga dapat belajar mandiri.

Perlunya penanaman sikap spiritual pada siswa melalui

pembelajaran IPA, tanpa menghilangkan peningkatan

kognitifnya. Pendidik atau guru masih

kekurangan bahan ajar atau media yang efektif untuk mengintegrasikan IPA dengan

sikap spiritual.

Pembelajaran IPA di SMP belum mencakup penanaman

sikap spiritual yang dapat menekan dampak negatif

kemajuan zaman. Kemajuan zaman dan teknologi

di era modern, akan menimbulkan dampak negatif


(48)

47 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Model Pengembangan

Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan model Research and Development (R & D). Jenis penelitian ini digunakan untuk menghasilkan produk berupa modul yang berkualitas dan menguji keefektifan produk atau modul tersebut untuk pembelajaran IPA di SMP. Kegiatan penelitian ini menggunakan penelitian pengembangan dengan tipe atau model 4-D (4-D models). Model penelitian yang mengacu pada 4-D model ini terdiri dari empat tahapan, yaitu (1) pendefinisian (define), (2) perancangan

(design), (3) pengembangan (develop), dan (4) penyebaran (disseminate). Penelitian ini mengintegrasikan sikap spiritual yang digunakan untuk menanamkan sikap spiritual siswa SMP. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar vaslidasi modul IPA oleh dosen ahli dan guru IPA, angket tentang kualitas/ kelayakan modul pembelajaran IPA yang mengintegrasikan sikap spiritual dengan mengacu pada kualitas modul pembelajaran IPA, angket tentang respon terkait dengan sikap spiritual siswa terhadap modul IPA yang mengintegrasikan sikap spiritual, dan instrumen tes yang berupa pilihan ganda dan uraian untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa setelah belajar menggunakan modul IPA.


(49)

48 2. Prosedur Penelitian

Pengembangan modul ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan langkah 4-D model. Langkah penelitian pengembangan modul IPA dapat dilihat pada Gambar 4.

De

fine

De

sign

D

eve

lop

Disseminate

Analisis Pendahuluan

Analisis Peserta Didik

Analisis Konsep Analisis Tugas

Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Pemilihan Bentuk Penyajian Berdasarkan Kriteria Modul

Membuat Rancangan Modul IPA dan Terintegrasi dengan Sikap Spiritual

Penyebaran Validasi Produk

Draft I

Uji Lapangan

Revisi 2

Revisi 1

Draft II

Modul IPA (Produk jadi)

Gambar 4. Langkah Penelitian Pengembangan Modul (Sumber: Diadopsi dari Thiagarajan 1974: 6-9)


(50)

49 a. Tahap Pendefinisian (Define)

Pada tahap ini dilakukan kegiatan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pengembangan. Tahap define bertujuan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan. Pengumpulan informasi dilakukan melalui studi literatur dan studi lapangan. Dalam konteks pengembangan bahan ajar seperti modul, tahap pendefinisian ini mencakup 5 langkah pokok, yaitu:

1) Analisis Pendahuluan (front and analysis)

Analisis pendahuluan bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran IPA. Dengan analisis ini akan didapatkan gambaran fakta, harapan, dan alternatif penyelesaian masalah dasar, yang memudahkan dalam penentuan atau pemilihan bahan ajar yang dikembangkan. Berdasarkan analisis tersebut, peneliti dapat menentukan permasalahan sehingga diperlukan suatu pengembangan bahan ajar berupa modul IPA.

2) Analisis Siswa (learner analysis)

Analisis ini bertujuan untuk menelaah tentang karakteristik siswa yang sesuai dengan pengembangan modul. Terlebih dahulu peneliti mengenali karakteristik siswa yang akan menggunakan modul IPA. Karakteristik tersebut meliputi, latar belakang kemampuan akademik (pengetahuan), perkembangan kognitif, keterampilan-keterampilan individu dan sosial, dan berkaitan dengan sikap yang


(51)

50 ada pada siswa, sehingga menentukan pola aktivitas dalam pembelajaran.

3) Analisis Tugas (task analysis)

Analisis ini bertujuan untuk menganalisis tugas-tugas yang harus dikuasai siswa agar siswa dapat mencapai kompetensi minimal. Pada tahap awal, peneliti perlu menganalisis kompetensi-kompetensi yang ingin dicapai sesuai dengan kurikulum yang bertujuan untuk menentukan langkah pengembangan modul. Dalam analisi tugas ini, diharapkan modul IPA yang dikembangkan dapat membimbing siswa untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.

4) Analisis Konsep (consept analysis)

Analisis konsep merupakan satu langkah penting untuk memenuhi prinsip kecukupan dalam membangun atau mengaitkan konsep yang satu dengan konsep lainnya yang relevan. Dengan demikian, dapat membentuk suatu peta konsep pembelajaran yang digunakan sebagai sarana pencapaian kompetensi tertentu.

5) Merumuskan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional objectives)

Perumusan tujuan pembelajaran bertujuan untuk merangkum hasil analisis konep dan analisis tugas untuk melakukan perilaku objek penelitian. Rangkaian tujuan ini menjadi dasar untuk menyusun tas dari merancang perangkat pembelajaran yang kemudian diintegrasikan ke dalam materi modul IPA yang


(52)

51 akan dikembangkan oleh peneliti. Hal ini berguna untuk membatasi peneliti supaya tidak menyimpang dari tujuan semula saat menyusun modul IPA.

b. Tahan Perancangan (Design)

Tahap perancangan bertujuan untuk merancang produk yang akan dikembangkan. Produk tersebut harus memperhatikan kelayakan agar dapat diimplementasikan di lapangan. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu:

1) Pemilihan Media (media selection)

Pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran yang relevan dengan karakteristik materi. Selain itu, media dipilih untuk menyesuaikan analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik target pengguna, serta rencana penyebaran dengan atribut yang bervariasi dari media yang berbeda-beda. Hal ini berguna untuk membantu siswa dalam pencapaian kompetensi dasar.

2) Pemilihan Format (format selection)

Pemilihan format atau penyajian disesuaikan dengan bahan ajar pembelajaran yang dikembangkan. Penelitian pengembangan ini adalah menghasilkan modul IPA. Pemilihan format dalam pengembangan modul ini dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran, pemilihan pendekatan, dan sumber belajar. Format yang dipilih adalah format yang memenuhi kriteria menarik, memudahkan, dan membantu dalam pembelajaran IPA.


(53)

52 3) Penyusunan Tes Acuan Patokan (constructing criterion-referenced

test)

Penyusunan tes berdasarkan hasil penyusunan tujuan pembelajaran menjadi tolok ukur kemampuan siswa berupa produk, proses, dan psikomotor selama dan setelah kegiatan pembelajaran. Penyusunan instrument penilaian didasarkan pada kisi-kisi instrument yang akan dikembangkan.

4) Desain Awal Perangkat Pembelajaran (initial design)

Rancangan awal yang dimaksud dalam penelitian ini berupa rancangan awal modul. Rancangan awal modul IPA ini berupa rancangan seluruh modul yang telah dikerjakan peneliti sebelum dilakukan penilaian oleh ahli dan guru IPA, dilakukan penyempurnaan atas masukan dan saran oleh pembimbing.

c. Tahap Pengembangan (Develop)

Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan produk akhir modul IPA yang dikembangkan setelah melalui revisi berdasarkan masukan oleh para pakar ahli/ praktisi dan data hasil uji coba pengembangan. Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:

1) Validasi Ahli (expert appraisal)

Penilaian para ahli/ praktisi terhadap modul IPA mencakup, format, bahasa, ilustrasi, dan isi. Validasi ini juga bertujuan untuk mengetahui kelayakan modul IPA. Berdasarkan masukan dari para


(54)

53 ahli, materi pembelajaran direvisi untuk membuatnya lebih tepat, efektif, mudah digunakan, dan memiliki kualitas yang baik.

2) Uji Coba Pengembangan (development testing)

Uji coba pengembangan dalam penelitian ini merupakan uji lapangan. Kegiatan ini meliputi uji coba penggunaan modul dalam pembelajaran, kemudian dilakukan revisi hingga diperoleh modul yang konsisiten dan efektif. Uji coba dilakukan dengan siswa di SMP N 2 Playen. Kegiatan uji coba lapangan ini juga bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan modul IPA yang mengintegrasikan sikap spiritual untuk menanamkan sikap spiritual siswa dan tentunya untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa dalam proses pembelajaran.

d. Tahap Penyebaran (Disseminate)

Proses diseminasi merupakan suatu tahap akhir dalam pengembangan. Tahap diseminasi dilakukan untuk mempromosikan produk pengembangan agar bisa diterima pengguna, baik individu, suatu kelompok, atau sistem. Diseminasi dalam penelitian ini belum dapat, dilakukan karena keterbatasan peneliti. Dengan demikian, penelitian pengembangan modul ini menurut model 4-D sampai pada tahap pengembangan (develop) atau uji coba lapangan.

B. Uji Coba Produk 1. Desain Uji Coba

Desain uji coba produk dalam penelitian ini, yaitu dilakukan pada uji lapangan, yaitu modul IPA (draft II) digunakan dalam pembelajaran di


(55)

54 kelas. Pada tahapan ini peneliti akan mendapatkan data untuk mengetahui seberapa besarkah respon siswa terhadap modul IPA dan untuk mecoba menerapkan sikap spiritual, serta mengetahui peningkatan kognitif dari siswa yang dilakukan melalui lembar validaasi, angket sikap spiritual, dan tes yang berupa pilihan ganda, yang nantinya akan menjaadi produk akhir berupa modul IPA.

2. Tempat dan Waktu Uji Coba

Uji coba dilakukan di SMP N 2 Playen pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/ 2016 pada bulan November 2015.

3. Subjek dan Objek Uji Coba a. Subjek Uji Coba

Subjek dalam penelitian ini ada dua, yaitu siswa kelas VIII B SMP N 2 Playen untuk melaksanakan pembelajaran menggunakan modul IPA hasil pengembangan.

b. Objek Uji Coba

Objek dalam penelitian ini adalah modul IPA yang mengintegrasikan sikap spiritual, sehingga dapat digunakan untuk menanamkan sikap spiritual dan meningkatkan kognitif siswa SMP. 4. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini meliputi dua jenis data, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Dengan adanya kedua data tersebut, maka peneliti dapat melakukan penilaian yang berfungsi untuk merevisi modul yang dikembangkan.


(56)

55 Data kualitatif merupakan data yang berupa atau berbentuk kata-kata dan bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh dari tingkat kelayakan kualitas modul pembelajaran IPA berdasarkan tinjauan dan masukan dari para ahli dan respon siswa terhadap modul IPA yang dijadikan revisi produk.

b. Data Kuantitatif

Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau bilangan. Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungan matematika atau statistika. Data kuantitatif dalam penelitian ini didapat dari hasil validasi yang berupa skor penilaian, data keterlaksanaan pembelajaran yang mengintegrasikan sikap spiritual, angket, dan penilaian pretest dan posttest siswa untuk mengetahui peningkatan dari kognitif siswa. C. Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Penyusunan Instrumen a. Validasi Isi (Content Validity)

Validasi isi merupakan keabsahan yang ditinjau dari segi instrument yang digunakan sebagai alat pengukur. Seluruh instrument yang digunakan untuk pengambilan data pada penelitian ini isinya dapat mewakili secara representative terhadap keseluruhan materi yang diukur. Prosedur yang digunakan agar instrumen mempunyai validitas ini antara lain: (1) mendefinisikan domain yang hendak diukur, yaitu dengan membuat kisi-kisi, (2) menentukan domain yang akan diukur oleh masing-masing pernyataan/ soal, dan (3)


(57)

56 membandingkan masing-masing soal/ pernyataan yang sudah ditetapkan.

Upaya lain yang ditempuh oleh peneliti dalam rangka mengetahui validitas ini dari instrumen yang telah dibuat adalah melakukan konsultasi dengan pembimbing dan melakukan validasi instrumen dengan ahli, sehingga akan diperoleh suatu saran atau judgement. Langkah tersebut dilakukan oleh peneliti karena pembimbing atau dosen ahli dipandang memiliki keahlian yang ada hubungannya dengan materi yang diajukan, dimintai pendapat dan rekomendasinya terhadap isi atau materi yang terkandung dalam instrumen. Saran-saran atau hasil-hasil diskusi dengan dosen pembimbing, dosen ahli, dan guru IPA selanjutnya digunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan isi atau materi dari instrumen tersebut.

b. Validisi Konstruksi (Construct Validity)

Instrumen yang dikatakan sudah sesuai dengan validasi konstruksi apabila instrumen tersebut jika ditinjau dari segi susunan dan kerangkanya telah mencerminkan suatu konstruksi dengan tepat. Penganalisaan validitas konstruksi juga dapat dilakukan seperti penganalisaan pada validitas isi, yakni melalui konsultasi dengan dosen pembimbing, dosen ahli, dan guru IPA.

Sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila item-item pertanyaan/ pernyataan yang membangun instrumen tersebut mengukur setiap indikator yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui apakah suatu instrumen memenuhi syarat-syarat validitas konstruksi


(58)

57 atau tidak, maka peneliti harus membandingkan susunan instrumen tersebut dengan syarat-syarat penyusunan item yang baik. Apabila telah memenuhi syarat-syarat penyusunan instrumen yang baik, maka instrumen tersebut memenuhi syarat-syarat validitas konstruksi.

2. Jenis Instrumen yang Digunakan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

a. Angket

Instrumen angket disusun menggunakan Skala Linkert. Angket yang digunakan, merupakan angket penilaian modul oleh ahli, angket respon siswa terhadap modul, dan angket sikap spiritual.

1) Angket Penilaian Modul oleh Ahli

Angket ini diguanakn untuk memperoleh data kelayakan modul IPA yang mengintegrasikan sikap spiritual untuk menanamkan sikap spiritual dan meningkatkan kognitif siswa SMP. Angket ini diberikan kepada dosen ahli dan guru IPA sebagai responden atau yang menilai.

2) Angket Respon Siswa terhadap Keterbacaan Modul

Angket ini digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap modul IPA yang mengintegrasikan sikap spiritual. Hasil akhir dari angket respon siswa ini kemudian digunakan untuk melakukan revisi akhir dalam mengembangkan modul ini.


(1)

70 Tabel 8. Konversi Skor Aktual menjadi Nilai Skala Lima

No Rentang Skor Nilai Kategori

1 X > xi + 1,80 Sbi A Sangat Baik

2 xi + 0,60 Sbi < X ≤ xi + 1,80 Sbi B Baik 3 xi - 0,60 Sbi < X ≤ xi + 0,60 Sbi C Cukup 4 xi - 1,80 Sbi < X ≤ xi - 0,60 Sbi D Kurang

5 X < xi - 0,60 Sbi E Sangat Kurang

(Sumber: Eko Putro W, 2009: 238)

Keterangan:

X = skor aktual (skor yang dicapai) xi = rerata skor ideal

xi = (skor maksimal ideal + skor minimal ideal) Sbi = simpangan baku skor ideal

Sbi = (skor maksimal ideal - skor minimal ideal) Skor maksimal ideal = ∑ butir kriteria x skor tertinggi Skor minimal ideal = ∑ butir kriteria x skor terendah

2. Analisis sikap spiritual siswa melalui angket.

Angket sikap spiritual berisi 50 pernyataan dengan alternatif jawaban “sangat setuju”, “setuju”, “cukup setuju”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”.

Tabel 9. Kriteria Penyekoran Angket Sikap Spiritual

Jawaban Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

Sangat Setuju 5 1

Setuju 4 2

Cukup Setuju 3 3

Tidak Setuju 2 4


(2)

71 Adapun langkah-langkah dalam menganalisis hasil penilaian sikap spiritual siswa dengan menggunakan angket adalah sebagai berikut:

a. Masing-masing item pernyataan angket sikap spiritual direkapitulasi berdasarkan responden siswa.

b. Menghitung jumlah skor masing-masing siswa.

c. Menghitung presentase hasil penskoran jawaban siswa dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

̅ Keterangan:

̅ = presentase skor

= jumlah skor yang diperoleh = skor maksimal

(Suharsimi Arikunto, 2008: 235)

Setelah hasil sikap spiritual siswa dihitung presentasenya, kemudian dianalisis dengan menggunakan presentase keterlaksanaan pembelajaran yang menggunakan modul IPA dengan mengintegrasikan sikap spiritual pada Tabel 10.

Tabel 10. Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran

No Persentase (%) Kategori

1. 80 ≤ X ≤ 100 Sangat Baik

2. 60 ≤ X ≤ 80 Baik

3. 40 ≤ X ≤ 60 Cukup

4. 20 ≤ X ≤ 40 Kurang

5. 0 ≤ X ≤ 20 Sangat Kurang


(3)

72 3. Analisis hasil belajar ranah kognitif siswa sebelum menggunakan modul

(pretest) dan setelah menggunakan modul (posttest).

Hasil belajar ranah kognitif siswa dilakukan dengan menggunakan test berupa soal pilihan ganda sebanyak 20 butir soal. Bentuk test dilakukan dengan mengadakan test sebelum menggunakan modul (preetest) dan dengan mengadakan test setelah menggunakan modul (posttest). Setiap butir soal yang benar akan mendapat skor 1 dan yang salah mendapatkan skor 0.

Adapun langkah-langkah dalam menganalisis hasil belajar ranah kognitif siswa sebagai berikut:

a. Masing-masing item atau butir soal direkapitulasi berdasarkan jawaban siswa dengan kunci jawaban soal.

b. Menghitung jumlah skor masing-masing siswa.

c. Menghitung rata-rata nilai siswa dengan menggunakan rumus persamaan sebagai berikut:

̅ Keterangan:

̅ = rata-rata nilai atau skor siswa = jumlah skor seluruh siswa

= jumlah siswa

d. Menghitung presentase hasil penskoran jawaban seluruh siswa dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


(4)

73 Keterangan:

̅ = presentase skor

= jumlah skor yang diperoleh = skor maksimal

(Suharsimi Arikunto, 2008: 235)

Setelah hasil pretest dan posttest siswa siswa dihitung presentasenya, kemudian dianalisis dengan menggunakan gains-test dari presentase soal pilihan ganda yang dikerjakan sebelum dan sesudah menggunakan modul. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar nilai-nilai dari peningkatan hasil belajar ranah kognitif siswa yang menggunakan test dengan bentuk soal pilihan ganda.

Menurut Hake, Richard R. (1998: 1) gains-test ditentukan dari skor awal dan akhir yang dinormalisasikan dengan rumus:

< g > =

dimana < Sf > adalah rat-rata nilai akhir (posttest), < Si > adalah rata-rata nilia awal (pretest), dengan kategori adalah sebagai berikut: < g > tinggi = nilai (< g >) > 0,70

< g > sedang = nilai 0,70 > (< g >) > 0,30 < g > rendah = nilai (< g >) < 0,30


(5)

133

DAFTAR PUSTAKA

Ary Ginanjar Agustian. (2008). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual. Jakarta: Penerbit Arga.

Borg W.R. and Gall, M.D. (1983). Educational Research: An Introduction. New York: Longman Inc.

Carin, A. W. (1993). Teaching Science through Discovery-7ed. New York: Macmillan Publishing Company.

Collette, A. T. & Chiappetta, E. L. (1994). Science Instruction in The Middle And Secondary Schools. NewYork: Macmillan.

Chomsin S. Widodo dan Jasmadi. (2008). Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT Elek Media Komputindo.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1996). Peningkatan Kualitas Pendidikan Dasar. Jakarta: Humas Depdikbud.

Depdiknas. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Dikmenum. Depdiknas.

Eko Putro Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Erdi Guna Utama. (2014). Pengembangan Modul IPA Terpadu Tipe Webbed Berbasis Islam-Sains dengan Tema Gempa dan Tsunami untuk Siswa SMP/ MTs Kelas IX. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Fogarty, Robin. 1991. How to Integrated The Curricula. Palatine, Illionis: IRI/Skylight Publishing, Inc.

Hake, Richard R. (1998). Interactive-engagement versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. American Journal of Physics (Volume 66).

Jasa Ungguh Muliawan. (2005). Pendidikan Islam Integratif (Upaya Mengintegrasikan Kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Edisi Keempat. Jakrta: Gramedia Pustaka Utama

Lilik Maftukhatul Mukhoyyaroh. (2011). Hubungan Tingkat Kecerdasan Spiritual (SQ) dengan Kesadaran Siswa Menjauhi Perilaku Menyimpang pada Siswa Kelas VIII MTs Al-Uswah Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Tahun 2011. Salatiga: Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).

Longman, Addison Wesley. (2010). A Taxonomy for Learrning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. A Bridged Edition (Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, Cetakan I). Penerjemah: Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Martin, R. et al. (2005). Teaching science for all children-inquiry methods for constructing understanding. Boston: Pearson.

Moch. Agus Krisno, dkk. (2008). Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP/ MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.


(6)

134 Nana Sudjana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Patta Bundu. (2006). Penilaian Ketrampilan Proses dan Sikap Ilmiah Dalam Pembelajaran IPA-SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Saeful Karim, dkk. (2008). Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar untuk Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Sitiatava Rizema Putra. (2013). Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta: Diva Press.

Srivastava, Abhilasa. (2012). Is Spiritual Quotient a Better Tool of Succes: Spiritual In The New World Order. [Versi Elektronik]. EXCEL International Journal of Multidisciplinary Management Studies Vol.2 Issue I, January 2012, ISSN 2249 8834

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. (2008). Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoritis dan Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Thiagarajan, S., D. S. Semmel, dan M. I. Semmel. (1974). Instructional

Development for Training Teachers of Exceptional Children, A Source Book. Blomington: Indiana University.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Trianto. (2012). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Vembriarto. (1975). Pengantar pengajaran modul. Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Paramita.

Wasis dan Sugeng Yuli Irianto. (2008). Ilmu Pengetahuan Alam Jilid II untuk SMP dan MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Zohar, Danar, dan Ian Marshall. (2002). Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan (Alih bahasa: Rahmani Astuti, dkk). Bandung: Penerbit Mizan.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Hasil Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Al Mawaddah Jakarta Selatan.

2 20 121

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA REKAMAN TIME LAPSE TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA.

1 5 48

PENERAPAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNINGUNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF SISWA.

0 2 49

PENERAPAN STRATEGI READING INFUSION PADA PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF DAN SIKAP ILMIAH SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) PADA TOPIK CAHAYA.

1 6 43

PENERAPAN MEDIA VISUALISASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF SISWA SMP.

1 2 54

PENERAPAN MEDIA VISUALISASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF SISWA SMP.

0 2 42

Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Berbasis Sains Teknologi Masyarakat Terintegrasi Nilai Islam untuk Meningkatkan Sikap Spiritual, Keterampilan Proses dan Pemahaman Konsep.

0 0 2

PENERAPAN MEDIA VISUALISASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF SISWA SMP - repository UPI T IPA 1204742 Title

0 0 3

PENERAPAN MEDIA VISUALISASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF SISWA SMP - repository UPI T IPA 1204742 Title

0 0 13

Pengembangan Modul Pembelajaran IPA dengan Tema “Pencemaran Lingkungan” untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP Kelas VII

0 0 5