DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS PMRI UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF SISWA

  

DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS PMRI

UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF SISWA

Widiawati

  

STKIP Muhammadiyah Pagaralam; Jln. Kombes H. Umar No: 1123 Kota Pagaralam

  

Abstrak. Tujuan kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,

kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mampu

mendesain pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa agar materi mudah

dimengerti atau dipahami dan kemampuan tersebut pun bisa muncul. Desain

pembelajaran berbentuk rangkaian prosedur sebagai suatu sistem untuk pengembangan

program pendidikan dan pelatihan dengan konsisten dan teruji. Salah satu desain

pembelajaran yang sesuai dengan hal tersebut adalah dengan menggunakan PMRI.

  

PMRI adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika

yang dimulai dari hal yang real sehingga siswa dapat terlibat langsung dalam proses

pembelajaran secara bermakna. Peran guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator

bagi siswa dalam rekonstruksi ide dan konsep matematika. Pembelajaran berbasis PMRI

akan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa karena dari awal siswa

sudah diajak untuk berpikir. PMRI tidak hanya bermanfaat untuk mengembangkan

kemampuan penalaran matematika, namun juga bisa mengembangkan kreativitas dan

kemampuan komunikasi siswa.

  Kata kunci. Desain pembelajaran, PMRI, berpikir kritis dan kreatif 1.

   Pendahuluan

  Kurikulum 2013 dapat dipandang sebagai sebuah kendaraan, karenanya banyak hal yang bisa dibawa untuk dilakukan perubahan. Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut.

  1. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik.

  2. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana di mana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar.

  3. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.

  4. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

  5. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran.

  6. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, di mana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti.

  7. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).[9]

  Berdasarkan karakteristik tersebut, guru sangat berperan dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 pada pembelajaran khususnya pada pelajaran matematika untuk menumbuhkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Matematika adalah segala hal yang berkaitan dengan pola dan aturan tentang bagaimana aturan itu dipakai untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan sebagai aktivitas manusia sehari-hari. Di dalam dunia yang terus berubah, mereka yang memahami dan dapat mengerjakan matematika akan memiliki kesempatan dan pilihan yang lebih banyak dalam menentukan masa depannya. Kemampuan dalam matematika akan membuka pintu untuk masa depan yang produktif. Dalam hal ini, sebagai seorang pengajar dalam matematika harus tahu tentang matematika dan bagaimana siswa belajar matematika agar mereka mengerti. Untuk itu, suasana pembelajaran yang menyenangkan harus mulai dirancang sedemikian rupa baiknya.

  Menurut NCTM, prinsip pembelajaran dalam matematika adalah para siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya[12]. Prinsip pembelajaran ini sesuai dengan pendekatan PMRI. Dalam pendekatan ini, dimulai dengan siswa diberikan masalah realistik sehingga siswa dapat mulai berpikir dan bekerja yang nantinya mereka akan bisa bernalar dengan materi yang diberikan karena nyata bagi mereka. Oleh kerana itu, mereka akan mendapatkan pengetahuan baru dari apa yang telah dipelajari dan belajar pun menjadi bermakna.

  Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005, Pasal 19 yaitu “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan per kembangan fisik serta psikologi peserta didik” [1]. Dari peraturan tersebut, guru sangat berperan aktif dalam menciptakan suatu pembelajaran yang dapat memberikan inspirasi kepada siswa sehingga termotivasi dalam belajar.

  Pembelajaran menaruh perhatian pad a “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada “apa yang dipelajari siswa”. Pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran. Sebagai suatu sistem, proses belajar saling berkaitan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya.Tujuan sistem pada mata pelajaran tertentu adalah untuk menimbulkan belajar (learning) yang komponen- komponen belajarnya meliputi anak didik (siswa), pendidik, instruktur, guru, materi pembelajaran, dan lingkungan pembelajaran. Agar proses pembelajaran mata pelajaran tertentu ini dapat terlaksana dengan baik, maka salah satu yang perlu dibenahi adalah perbaikan kualitas tenaga pengajarnya. Dengan pebaikan ini, guru paling tidak dapat mengorganisasikan pembelajaran dengan jalan menggunakan teori-teori belajar, serta desain pembelajaran yang dapat menimbulkan minat dan memotivasi anak didik dalam belajar mata pelajaran tersebut.[11] Dalam pembelajaran matematika, guru harus bisa mendesain pembelajaran matematika sesuai dengan materi yang akan diajarkan agar siswa dapat berpikir kritis dan kreatif. Materi- materi yang adapun sangat banyak. Oleh karena itu, siswa sering mengalami kesulitan untuk mempelajari setiap materi dan cenderung pasif serta hanya menerima apa yang diberikan oleh gurunya. Hal ini menyebabkan siswa kurang untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin membahas tentang

  “Desain Pembelajaran

Berbasis PMRI untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif

Siswa”.

2. Desain Pembelajaran

  Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Oleh karena itu, perlu adanya perancangan (desain) pembelajaran yang matang.

  Pengajar adalah salah satu faktor eksternal belajar. [4] Peran pengajar dalam paradigma pembelajaran sangat beragam. Ia tidak hanya menjadi penyaji, tetapi ia adalah komunikator yang harus menyampaikan materi ajar sesuai kaidah komunikasi. Ia memilih media yang tepat bagi materi sekaligus cocok untuk peserta didik. Ia juga menjadi penilai serta pengembang kegiatan belajar mengajar di kelas. Yang lebih menonjol lagi yaitu ia harus merancang seluruh kegiatan belajar dan pembelajaran, bukan lagi menyusun persiapan mengajar. Paradigma tersebut dapat diilustrasika pada gambar berikut.

  

Umpan balik

Desain pembelajaran isi teori terkait media metode lokasi waktu,

  Pengajar penilaian, dst.

  Pengajar: Fasilitator perancang peserta didik Pengelola mitra Berbagai model dan kegiatan belajar di kelas

  

Gambar 1. Paradigma Pembelajaran Perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk membuat suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perancangan (desain) harus dipersiapkan dengan matang agar apa yang menjadi tujuan dapat tercapai sesuai keinginan. [11] Gentry mengemukakan bahwa desain adalah suatu proses yang merumuskan dan menentukan tujuan pembelajaran, strategi, teknik, dan media agar tujuan umum tercapai. Desain pembelajaran adalah kisi-kisi dari penerapan teori belajar dan pembelajaran untuk memfasilitasi proses belajar seseorang [4]. Suatu desain pembelajaran jika akan diterapkan memerlukan beberapa aspek yang mendukung pelaksanaan penerapan tersebut. Diantaranya adalah penerimaan organisasi atau lembaga, pengelolaan kegiatan terkait desain pembelajaran, serta pelaksanaan yang intensif dari prosedur analisis kebutuhan. Desain pembelajaran membantu proses belajar seseorang, di mana proses belajar itu sendiri memiliki tahapan segera dan jangka panjang. Desain pembelajaran haruslah sistematis, dan menerapkan pendekatan sistem agar berhasil meningkatkan mutu kinerja seseorang.

  3. Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif

  Berpikir kritis merupakan sebuah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental, seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. “Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi dan mengevaluasi secara sistematis melalui bobot pendapat pribadi da n orang lain” [8]. Dalam hal ini, berpikir kritis akan membuat seseorang untuk menggunakan akalnya secara baik agar inspirasi yang diperoleh dapat menyelesaikan suatu masalah.

  Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik keputusan, memberikan keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah. Langkah-langkah berpikir kritis adalah sebagai berikut.

  1. Penentuan isu, masalah, rencana atau kegiatan pokok yang akan dikaji. Pokok yang akan dikaji perlu ditentukan dan dirumuskan dengan jelas sebab akan menjadi fokus kajian.

  2. Sudut pandang. Dari sudut pandang mana pokok kajian tersebut akan dikaji.

  3. Alasan pemilihan pokok kajian. Setiap pemilihan pokok kajian pelu memiliki alasan yang kuat. Alasan-alasan tersebut akan menjelaskan pentingnya pokok kajian.

  4. Perumusan asumsi. Asumsi adalah ide atau pemikiran-pemikiran dasar yang dijadikan pegangan dalam mengkaji suatu pokok kajian. Asumsi-asumsi tersebut menentukan arah dari kajian.

  5. Penggunaan bahasa yang jelas. Bahasa merupakan alat berpikir. Penggunaan bahasa yang jelas dalam merumuskan, dan mengkaji masalah akan meningkatkan kemampuan berpikir.

  6. Dukungan fakta-kenyataan. Pendapat atau pandangan yang kuat adalah yang didukung oleh kenyataan.

7. Kesimpulan yang diharapkan. Kesimpulan merupakan hasil akhir dari suati kajian.

  Rumusan kesimpulan hendaknya didasari oleh logika berpikir, alasan, dan fakta-fakta nyata.

  8. Implikasi dari kesimpulan. Implikasi ini terkait dengan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan hasil, saran, dan pemecahan masalah maupun mengatasi hambatan dan dampak-dampak negatif. [8]

  Proses berpikir kreatif berbeda dengan berpikir kritis yang menekankan pada nilai-nilai, sedangkan pada berpikir kritis ditekankan pada kriteria. Berpikir kreatif terjadi apabila secara intensional seseorang menghasilkan suatu produk baru atau ketika dia melaksanakan suatu tugas. “Berpikir kreatif adalah kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman- pemahaman baru” [6]. Berpikir kreatif ini, akan sangat membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya untuk berpikir sehingga mendapatkan suatu pemahaman baru yang kreatif. Dalam hal ini, peserta didik cenderung tidak akan menjadi pasif untuk berpikir.

  Berpikir kreatif adalah berpikir yang konduksif terhadap keputusan, dituntut oleh konteks,

  

self transcending dan sensitif terhadap kriteria. Suatu konteks yang baik akan menumbuhkan

  kemampuan seseorang untuk berpikir kreatif [10]. Oleh karena itu, dalam suatu pembelajaran diperlukan suatu metode atau strategi pengajar agar peserta didik mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya. Untuk itu, pengajar harus bisa memberikan motivasi dalam belajar kepada peserta didik sehingga mereka dapat memulai untuk berpikir kritis dan kreatif. Ada beberapa prinsip motivasi dalam belajar, yaitu sebagai berikut.

  a.

  Jika materi pembelajaran yang dipelajarinya bermakna karena sesuai dengan bakat, minat, dan pengetahuan dirinya, maka motivasi belajar siswa akan meningkat.

  b.

  Pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang telah dikuasai siswa dapat dijadikan landasan untuk menguasai pengetahuan, sikap, dan keterampilan selanjutnya.

  c.

  Motivasi belajar siswa akan meningkat jika guru mampu menjadi model bagi siswa untuk dilihat dan ditirunya.

  d.

  Materi atau kegiatan pembelajaran yang disajikan guru hendaknya selalu baru dan berbeda dari yang pernah dipelajari sebelumnya, sehingga mendorong siswa untuk mengikutinya.

  e.

  Pelajaran yang dikerjakan siswa tepat dan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang dimilikinya.

  f.

  Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk melakukan tugas.

  g.

  Suasana proses pembelajaran yang menyenangkan dan nyaman bagi siswa.

  h.

  Guru memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk belajar sesuai dengan strategi, metode, dan teknik belajarnya sendiri. i.

  Dapat mengembangkan kemampuan belajar siswa seperti berpikir logis, sistematis, induktif, atau deduktif. j.

  Siswa lebih menguasai hasil belajar jika melibatkan banyak indera. k.

  Antara guru dengaan siswa terjadi komunikasi yang akrab dan menyenangkan, sehingga siswa mampu dan berani mengungkapkan pendapatnya sesuai dengan tingkat berpikirnya. [3]

  Orang berpikir selalu ingin tahu, ingin mencoba-coba, berpetualang suka bermain-main serta intuitif. Di dalam penyelesaian kreatif tahapan yang harus dilalui adalah sebagai berikut.

  a.

  Persiapan; mendefinisikan masalah, tujuan dan tantangan.

  b.

  Inkubasi; mencerna fakta dan mengolahnya dalam pikiran.

  c.

  Iluminasi; mendesak gagasan bermunculan ke permukaan.

  d.

  Vertifikasi; memutuskan apakah solusinya benar-benar memecahkan masalah.

  e.

  Aplikasi; mengambil langkah menindaklanjuti solusi. [5] Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis dan kreatif adalah suatu proses penggunaan kemampuan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini atau dilakukan untuk menemukan solusi masalah secara mudah dan fleksibel yang mencakup aspek-aspek kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan sensitivitas. Dalam hal ini, pengajar dituntut untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan kondisi anak agar termotivasi untuk belajar. Salah satu rancangan pembelajaran tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan PMRI.

4. Pendekatan PMRI

  Dalam PMR, dunia nyata (real world) digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika [2]. PMRI atau RME adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal- hal yang “real” atau pernah dialami siswa, menekankan keterampilan proses “doing

  

mathematics ”, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga

  mereka dapat menemukan sendiri (student inventing) sebagai kebalikan dari (teaching

  

telling ) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik

  secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator. Sementara peran siswa lebih banyak dan aktif untuk berpikir, mengkomunikasikan argumentasinya, menjustifikasi jawaban mereka, serta melatih nuansa demokrasi dengan menghargai strategi atau pendapat teman lain. [14] Dunia nyata adalah segala sesuatu diluar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. De Lange (1996) mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia nyata yang kongkret, yang disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika. Begitulah cara memahami proses belajar matematika yang terjadi pada siswa, yaitu terjadi pada situasi nyata.

  

Gambar 2. Matematisasi Konseptual (De Lange. 1996)

  Dalam PMR, matematika dipandang sebagai aktivitas insani (human activity), sehingga kegiatan pembelajaran menggunakan konteks real dan menghargai gagasan-gagasan siswa. Berdasarkan pandangan matematika sebagai aktivitas manusia, dikembangkan empat prinsip dasar PMR, yakni:

  1. penemuan kembali secara terbimbing (guided-reinvention); 2. proses matematisasi progresif (progressive mathematizing); 3. penggunaan fenomena didaktik (didactical phenomenology) sebagaimana yang digagas

  Freudenthal; dan 4. pengembangan model oleh siswa sendiri (self-developed model). [7]

  Treffers [13]merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR), yaitu sebagai berikut.

  a.

  Penggunaan konteks Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang bisa digunakan. Manfaat lain penggunaan konteks di awal pembelajaran untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika. Pembelajaran yang langsung diawali dengan penggunaan matematika formal cenderung akan menimbulkan kecemasan matematika (mathematics anxiety).

  b.

  Penggunaan model untuk matematisasi progresif Dalam pendidikan matematika realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat kongkret menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

  Hal yang perlu dipahami dari kata “model” adalah bahwa “model” tidak merujuk pada alat peraga. “Model” merupakan suatu alat “vertikal” dalam matematika yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi (yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi Dunia Nyata Matematisasi dan Refleksi Matematisasi dalam Aplikasi Abstraksi dan Formalisasi vertikal) karena model merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level matematika formal. Secara umum ada dua macam model dalam pendidikan matematika realistik, yaitu model of dan model for.

  c.

  Pemanfaatan hasil konstruksi siswa Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa, maka dalam pendidikan matematika realistik siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Karakteristik ke tiga dari pendidikan matematika realistik ini tidak hanya bermanfaat dalam membantu siswa memahami konsep matematika, tetapi juga sekaligus mengembangkan aktifitas dan kreativitas siswa.

  d.

  Interaktivitas Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka.

  Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.

  e.

  Keterkaitan Pendidikan matematika realistik menempatkan keterkaitan (intertwinement) agar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan). Untuk mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan teori PMRI, model tersebut harus merepresentasikan karakteristik PMRI baik pada tujuan, materi, metode, dan evaluasi (Zulkardi, 2002; 2004).

  Tujuan. Dalam mendesain tujuan haruslah melingkupi tiga level tujuan dalam RME; 1.

  lower level, middle level and high level . Jika pada level awal lebih difokuskan pada

  ranah kognitif, maka dua tujuan terakhir menekankan pada ranah afektif dan psikomotorik seperti kemampuan berargumentasi, berkomunikasi, justifikasi dan pembentukan sikap kritis siswa. Materi. Desain suatu open material atau materi terbuka yang disituasikan dalam realitas, 2. berangkat dari konteks yang berarti; yang membutuhkan; keterkaitan garis pelajaran terhadap unit atau topik lain yang real secara original seperti pecahan dan persentase; dan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram dan atau simbolyang dihasilkan pada saat proses pembelajaran. Setiap konteks biasanya terdiri dari rangkaian soal-soal yang menggiring siswa kepenemuan konsep matematika suatu topik. Aktivitas. Atur aktivitas siswa sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya, diskusi, 3. negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi ini, mereka mempunyai kesempatan untuk bekerja, berpikir dan berkomunikasi tentang matematika. Peranan guru hanya sebatas fasilitator atau pembimbing, moderator dan evaluator. Evaluasi. Materi evaluasi biasanya dibuat dalam bentuk open-ended questions yang 4. memancing siswa untuk menjawab secara bebas dan menggunakan beragam strategi atau beragan jawaban atau free productions. Evaluasi harus mencakup formatif atau saat pembelajaran berlangsung dan sumatif, akhir unit atau topik. [14] Desain di atas sangat penting diperhatikan dalam merancang pembelajaran berbasis PMRI.

  Menurut De Lange (1995), pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI meliputi aspek-aspek berikut.

  a.

  Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang real bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna; b. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut; c.

  Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan; d.

  Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran. [2]

5. Desain Pembelajaran Berbasis PMRI Desain pembelajaran berbasis PMRI dapat diilustrasikan sebagai berikut.

  Guru memberikan masalah yang real kepada siswa (konteks) Siswa mampu membayangkan terjadi Mulai beraktivitas untuk menemukan interaksi pengetahuan baru bahkan memperagakan apa yang dipikirkan

  Menemukan Membuat model pengetahuan baru matematika

  

Berpikir kritis dan kreatif

Gambar 3. Ilustrasi Desain Pembelajaran PMRI

  Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis PMRI akan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa karena dari awal siswa sudah diajak untuk berpikir. Berpikir dalam hal ini, berpikir yang real yaitu suatu kejadian yang memang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, siswa pun dapat berpikir kritis dan selanjutnya kreatif dalam menyelesaikan pemodelan matematika dan pemecahan masalah. Sebagai contoh untuk mendesain pembelajaran garis dan sudut berbasis PMRI menggunakan konteks pagar bambu untuk mencari kedudukan garis yang terlihat pada iceberg berikut ini.

  

Gambar 4. Iceberg Kedudukan Garis

6.

   Kesimpulan

  Desain adalah suatu proses yang merumuskan dan menentukan tujuan pembelajaran, strategi, teknik, dan media agar tujuan umum tercapai. Desain pembelajaran adalah kisi-kisi dari penerapan teori belajar dan pembelajaran untuk memfasilitasi proses belajar seseorang. PMRI atau RME adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal- hal yang “real” atau pernah dialami siswa, mene kankan keterampilan proses “doing mathematics”, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (student inventing) sebagai kebalikan dari (teaching telling) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pembelajaran berbasis PMRI akan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa karena dari awal siswa sudah diajak untuk berpikir. Berpikir dalam hal ini, berpikir yang real yaitu suatu kejadian yang memang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, siswa pun dapat berpikir kritis dan selanjutnya kreatif dalam menyelesaikan pemodelan matematika dan pemecahan masalah.

  Daftar Pustaka [1] Dananjaya, Utomo. Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa. (2010). [2] Hadi, Sutarto. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip

  Banjarmasin. (2005). [3] Hakiim, Lukmanul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. (2009). [4] Prawiradilaga, Dewi Salma. Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana. (2007). [5]

Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik dalam

  Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas . Jakarta: Kencana. (2012).

  [6] Rosalin, Elin. Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT Karsa Mandiri Persada. (2008). [7] Sugiman dan Yaya S. Kusuma. Dampak Pendidikan matematika Realistik Terhadap Peningkatan

  Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. IndoMS. J.M.E., 1 (1): 41-51. (2010). [8] Sukmadinata, Nana Syaodih. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan

  Kusuma Karya Bandung. (2004).

[9] Yuni. Karakteristik dan Tujuan Kurikulum 2013 .

  Supangat,

Diakses 27 Septembar 2013 Pukul 13.18). (2013).

  [10] Tilar, A.R. Pengembangan Kreativitas dan Entrepreneurship dalam Pendidikan Nasional.

  Jakarta: Kompas. (2012). [11] Uno, Hamzah B. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan

  Efektik . Jakarta: Bumi Aksara. (2012).

  [12] Van den Walle, John A. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah: Pengembangan Pengajaran.

  Jakarta: Erlangga. (2008). [13] Wijaya, Ariyadi. Pendidikan Matematika Realistik; Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran

  Matematika . Yogyakarta: Graha Ilmu. (2012).

  [14] Zulkardi dan Ratu Ilma I.P. Pengembangan Blog Support Untuk Membantu Siswa dan Guru Matematika Indonesia Belajar Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

(PMRI) .

Diakses 14 September 2013 Pukul 09.29). (2010).

Dokumen yang terkait

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PENILAIAN RISIKO KESEHATAN KERJA FAKTOR FISIK DAN FAKTOR KIMIA DI PUSAT PENGUMPUL PRODUKSI (PPP) PT.PERTAMINA EP REGION SUMATERA FIELD PRABUMULIH HEALTH RISK ASSESSMENT OF WORK FACTORS PHYSICAL AND CHEMICAL FACTORS IN THE

0 0 6

PENGARUH FAKTOR HARD SKILL DAN SOFT SKILLS TERHADAP PERILAKU SEKS PADA REMAJA DI WILAYAH SEBERANG ILIR KOTA PALEMBANG TAHUN 2011 THE INFLUENCE OF HARD SKILL AND SOFT SKILL FACTORS WITH SEXUAL BEHAVIOR IN ADOLESCENT AT SEBERANG ILIR AREA OF PALEMBANG CITY

0 0 9

PENGARUH TERAPI PSIKOEDUKASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN PENYAKIT TBC PARU THERAPEUTIC EFFECT OF PSYCHOEDUCATION ON KNOWLEDGE AND ANXIETY LEVELS IN FAMILIES CARING FOR FAMILY MEMBERS WITH PULMO

0 0 17

ANALISIS IMPLEMENTASI KEGIATAN PROMOTIF DAN PREVENTIF DI PUSKESMAS KAMPUS PALEMBANG TAHUN 2010 ANALYSIS OF PROMOTIF ACTIVITIES AND IMPLEMENTATION OFPREVENTIVE HEALTH CENTER CAMPUS IN PALEMBANG IN 2010

0 0 12

FAKTOR DETERMINAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA MASYARAKAT DESA SUNGAI RAMBUTAN KECAMATAN INDRALAYA UTARA DETERMINANTS FACTORS OF CLEAN AND HEALTHY BEHAVIOR ON THE SUNGAI RAMBUTAN VILLAGERS AT NORTH INDRALAYA DISTRICT

0 0 9

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIODEMOGRAFI DAN PELAYANAN ANTENATAL DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG MASA NIFAS DI PUSKESMAS SIMPANG TIMBANGAN RELATIONSHIP SOCIODEMOGRAPHIC AND ANTENATAL SERVICES AND KNOWLEDGE OF PREGNANT WOMAN ABOUT PUERPERIUM IN PUSKESMAS

0 0 8

PERBEDAAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PADA SISWA SMA X DAN SMA Y INDRALAYA DETERMINE DIFFERENCES IN ADOLESCENTS SEXUAL BEHAVIOUR BETWEEN STUDENTS OF SMA X AND SMA Y INDRALAYA

0 0 8

KOORDINASI PENCATATAN DAN PELAPORAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA PADANG COORDINATION OF RECORDING AND REPORTING MATERNAL AND CHILD HEALTH IN HEALTH CENTRE AT WORKING AREA OF HEALTH DEPARTMENT OF PADANG CITY

0 0 8

CHARACTERSTICS AMONG INJECTING DRUG USERS ACCESSING AND NOT ACCESSING NEEDLE AND SYRINGE PROGRAM IN PALEMBANG, SOUTH SUMATERA KARAKTERISTIK PENGGUNA NARKOBA SUNTIK (PENASUN) YANG AKSES DAN TIDAK AKSES LAYANAN JARUM DAN ALAT SUNTIK STERIL DI PALEMBANG, SUM

0 0 7

PEMETAAN SPATIAL KASUS INFEKSI DENGUE DAN UJI KERENTANAN AEDES AEGYPTI PADA ORGANOFOSFAT SPATIAL MAPPING DENGUE INFECTION AND VULNERABILITY TEST ON AEDES AEGYPTI TO ORGANOFOSFAT IN SOUTH DENPASAR DISTRICT, DENPASAR, BALI

0 0 11