Kenapa Hukuman Mati Tidak Efektif Sebaga (1)

Nama : Latifah.M
NIM : 13512030011006
Kelas : Psi A-6

Kenapa Hukuman Mati Tidak Efektif Sebagai Ultimate/Capital
Punishment
Hukuman mati secara umum merupakan bentuk terberat dalam
pemidanaan, pada awalnya adalah untuk membalas dendam pada pelaku
tindak pidana (teori absolut/retribution) dan untuk mencegah masyarakat
(potential offender) agar tidak melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati (teori prevensi umum/general deterrence) (Putra,
2011). Amnesty Internasional telah melakukan monitoring terhadap trend
dari penggunaan hukuman mati selama lebih dari tiga dekade di seluruh
dunia. Pada 1945 hanya delapan negara yang tidak menggunakan
hukuman mati, setelah tahun 1977 Amnesty Internasional melakukan
kampanye menolak hukuman mati, jumlah negara yang menghapuskan
hukuman mati bertambah menjadi ada 16 negara. Hingga pada akhir
2015 terdapat 102 negara yang telah sepenuhnya tidak menggunakan
hukuman mati dan beberapa negara yang tidak melakukan eksekusi
dalam waktu yang sangat lama (Shetty & Berlin dalam Amnesty
Internasional, 2015). Di Indonesia sendiri hukuman mati masih diterapkan

sebagai pidana pokok yang bersifat khusus dan alternatif dengan pidana
pokok lainnya berdasarkan pasal 66 Rancangan KUHP, namun Indonesia
telah lama tidak melakukan eksekusi hukuman mati (retensionis).
Kebanyakan negara retensionis secara bertahap telah mengurangi lingkup
wilayah hukuman dengan mengecualikan anak di bawah umur, wanita
hamil, orang dengan cacat mental, dll. Pada 27 Mei 2014 the United
States Supreme Court dalam kasus Hall v. Florida, Florida telah
membatalkan hukuman mati Freddie Lee Hall karena memiliki skor IQ 71
yang dikategorikan sebagai retardasi mental.

Nama : Latifah.M
NIM : 13512030011006
Kelas : Psi A-6

Hampir semua negara yang masih menerapkan hukuman mati
berpendapat bahwa hukuman mati dapat memberikan efek jera terhadap
kejahatan. Namun pendapat ini tidak dapat dipertahankan lagi setelah
studi yang dilakukan oleh National Research Council of the United States
National Academies yang dirilis April 2012 menyatakan tidak ada bukti
yang


meyakinkan

bahwa

hukuman

mati

secara

signifikan

dapat

mencegah terjadinya tindak kejahatan, bahkan laporan FBI menunjukkan
bahwa

negara-negara


dengan

hukuman

mati

memiliki

tingkat

pembunuhan 48-101% lebih tinggi dari negara-negara tanpa hukuman
mati. Hood dan Hoyle, 2014 menyatakan bahwa “research juga telah
gagal untuk memberikan bukti ilmiah bahwa eksekusi memiliki efek jera
yang lebih besar dari hukuman penjara seumur hidup”. Perhitungan
statistik dari negara-negara yang telah menghapuskan hukuman mati
menunjukkan bahwa tidak adanya hukuman mati tidak menghasilkan
peningkatan kejahatan.
Berdasarkan

behavioral


model,

kejahatan

seringkali

bukan

merupakan akibat dari individualitas seseorang (kepribadian, sifat,
genetik), melainkan akibat interaksi juga dengan masyarakat dan
tergantung

bagaimana

rentannya

seseorang

mengalami


pengaruh-

pengaruh sosial (ada proses belajar). Negara yang mewakili masyarakat
tidak

dapat

menjatuhkan

hukuman

mati

kepada

seseorang

yang


Nama : Latifah.M
NIM : 13512030011006
Kelas : Psi A-6

melakukan kejahatan di mana masyarakat selalu memiliki kemungkinan
berkontribusi

terhadap

kejahatan

tersebut.

Negara

yang

masih

menerapkan hukuman mati secara tidak langsung mengajarkan bahwa

perbuatan membunuh dapat diterima selama negara adalah orang yang
melakukan pembunuhan.
Selain itu alasan memberikan pembalasan dendam bagi korban
sering kali menjadi isu yang mendukung dilaksanakannya hukuman mati.
Ketika mendiskusikan hukuman mati, sangat penting untuk membawa
perspektif korban dalam perdebatan. Posisi mereka pasti membawa
pengaruh moral dan politik yang penting. Beberapa korban dan anggota
keluarga mereka ada yang mendukung adanya hukuman mati dan
berpengaruh dalam mencari balas dendam. Namun ada pula beberapa
yang berpendapat bahwa pembunuhan tidak dapat dilawan dengan
pembunuhan (eye for eye). Mereka lebih fokus untuk membebaskan diri
dari trauma mereka dengan memberikan pengampunan, fokus pada
penyembuhan dan restoration (Šimonovi´c, 2014). Beberapa psikiatris
juga menyatakan bahwa banyak anggota keluarga dan terutama dari
pihak terdakwa mengalami depresi dan gejala yang berhubungan dengan
gangguan stres pasca-trauma.
Hukuman mati juga dianggap lebih efektif karena lebih murah
daripada hukuman seumur hidup. Hukuman mati lebih murah daripada
bentuk-bentuk lain dari hukuman hanya jika tidak ada proses hukum yang
kompleks dan sedikit atau tidak ada proses perlindungan menjelang

pelaksanaannya. Tetapi jika jumlah perlindungan, seperti penggunaan
psikolog forensik meningkat, hukuman mati menjadi semakin mahal
(Johnson & Gerber, 2007). Bahkan menurut Death Penalty Information
Center, biaya hukuman mati jauh lebih tinggi dari hukuman seumur hidup
tanpa pembebasan bersyarat yang diperbudakan, terutama di Amerika
Serikat.
Selain itu sistem hukum pidana dibuat oleh manusia yang tidak
sempurna, sehingga sistem tersebut memiliki kemungkinan error dalam
proses pelaksanaannya. William Blackstone, ahli hukum Inggris, hakim,
dan Tory politisi dari abad ke-18, berkata, "Lebih baik sepuluh orang

Nama : Latifah.M
NIM : 13512030011006
Kelas : Psi A-6

bersalah bebas daripada satu orang tidak bersalah menderita". Lebih dari
140 orang telah dibebaskan dan dibebaskan dari hukuman mati, setelah
ditangkap hanya berdasarkan bukti DNA, dan masih banyak orang yang
tidak bersalah telah dieksekusi hanya berdasarkan saksi mata, DNA, dan
testimoni.


Sebuah

studi

terbaru

bergengsi

dari Proceedings

yang

National

dipublikasikan

Academy of

dalam


Sciences

jurnal
(PNAS)

menemukan bahwa sekitar 1 di 25 terpidana mati tidak bersalah. Ada
lebih dari 3.000 orang terpidana mati di Amerika saat ini dengan
demikian, sekitar 123 dari mereka tidak bersalah (Bushman, 2014).

Berdasarkan prinsip kontiguitas dalam psikologi pemberian hukuman,
hukuman yang efektif adalah hukuman yang diberikan segera setelah
perbuatan jahat dilakukan, padahal dalam hukuman mati mustahil ada
jarak waktu sesingkat itu. Hukuman mati seringkali tidak langsung
dilaksanakan setelah putusan pengadilan dibuat, namun tersangka harus
menunggu beberapa waktu lamanya hingga bertahun-tahun di penjara
baru eksekusi dilaksanakan.

Nama : Latifah.M
NIM : 13512030011006

Kelas : Psi A-6

Daftar Pustaka
Berlin, McCann E & Shetty, Salil. (2015). Death Penalty. Artikel online :
https://www.amnesty.org/en/what-we-do/death-penalty/?
gclid=CjwKEAjwqJ67BRCzzJ7HyLYlFYSJABwp9PGCmL19M9ZJvkOMI8jWG5rtnGhKV-a9fXl5fTVAGOLRoCSpnw_wcB. Diakses pada 19 Juni 2016 pukul 21.00.

Bushman, Brad J. (2014). It’s Time to Kill the Death Penalty. Artikel Online :
https://www.psychologytoday.com/blog/get-psyched/201401/it-s-time-killthe-death-penalty. Diakses pada 19 Juni 2016 pukul 21.30.

Gerber, Rudolph J & Johnson, John M. (2009). The Top 10 Death Penalty
Myths, pp. 165-171. Westport :Praeger
(Ebook Edition in
www.ohchr.org)
Hall, Freddie Lee v. Florida. (2014). No. 12-10882, Supreme Court of the
United States, argued on 3 March 2014, decided on 27 May 2014,
available
at
www.supremecourt.gov/opinions/13pdf/1210882_kkg1.pdf
Hood, Roger & Hoyle, Carolyn. (2014). The Death Penalty : A Worldwide
Perspective, p. 238. The fifth edition. New York : Clarendon Press
(Ebook Edition in www.ohchr.org)
Nagin, Daniel S & Pepper, John V (Eds).(2012). Deterrence and the Death
Penalty. Washington, DC : National Academies Press (Ebook Edition in
www.ohchr.org)
Putra, Sidharta PR. (2011). Tesis : Perdebatan mengenai pidana mati
dalam pembaharuan hukum indonesia. Jakarta: FH Universitas
Indonesia
Šimonovi´c, Ivan (Ed.). (2014). Moving away from the death penalty:
arguments, trends and perspectives. New York : United Nation Human
Right (Electronic version of this publication is available at:
www.ohchr.org/EN/NewYork/Pages/Resources.aspx)
United Nation Human Right.(2009). Death Penalty Information Center,
Smart on Crime: Reconsidering the Death Penalty in a Time of
Economic Crisis. Washington, DC: - (Ebook Edition in www.ohchr.org)