Pola Spasial Kegiatan Industri Unggulan di Propinsi Jawa Timur (Studi Kasus: Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki)

  Abstrak— Proses industrialisasi di Propinsi Jawa Timur diprediksi akan semakin meningkat seiring meningkatnya peran strategis Propinsi Jawa Timur sebagai pendorong jasa dan industri nasional dalam kebijakan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Wilayah di Propinsi Jawa Timur berpotensi untuk dikembangkan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki yang memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian regional. Permasalahannya proses industrialisasi sendiri memunculkan konsentrasi spasial pada daerah tertentu, sehingga menjadi menarik untuk dianalisa. Studi kasus konsentrasi industri pada Koridor Surabaya-Malang mengindikasikan bahwa industri- industri di daerah tersebut cenderung terspesialisasi pada jenis industri tertentu dan melakukan penghematan lokasi (aglomerasi). Penelitian ini bermaksud melakukan perumusan pola spasial kegiatan industri unggulan tekstil, barang kulit dan alas kaki di Propinsi Jawa Timur dengan melakukan identifikasi daerah konsentrasi kegiatan industri, mengukur besarnya indeks spesialisasi dan aglomerasi. Data yang digunakan adalah data PDRB kabupaten/kota dan Propinsi Jawa Timur. Sedangkan teknik analisa yang digunakan adalah analisa Static Location Quotient (SLQ) dan Dinamic Location Quotient (DLQ), analisa spasial Geographic Infromation System (GIS), analisa indeks spesialisasi Glaeser, dan indeks Aglomerasi Hirchsman- Herfindhal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan industri unggulan tekstil, barang kulit, dan alas kaki memiliki pola kegiatan industri unggulan yang terspesialisasi dan dispers dengan konsentrasi industri yang tinggi di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Tuluagung; Sedang di Kabupaten Lamongan, Kabupaten Ponorogo, Kota Batu dan Probolinggo; dan Rendah di Kabupaten Bangkalan, Pamekasan dan Kabupaten Pacitan.

  Kata Kunci—Aglomerasi, Industri tekstil, barang, kulit dan alas kaki; Konsentrasi spasial; Pola spasial; Spesialisasi.

  ETIAP wilayah memiliki potensi dan keunggulan sektor yang menjadi spesialisasi perekonomian dalam mendorong pertumbuhan wilayah [1]-[2]. Salah satua upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mendorong pengembangan kegiatan industri sebagai kegiatan ekonomi utama (prime

  mover) yang dapat memberikan efek ganda (multiplier effect) terhadap tumbuhnya sektor-sektor lainnya [1].

  Industrialisasi telah menyebabkan terjadinya transformasi struktural perekonomian nasional maupun di regional, termasuk di Propinsi Jawa Timur. Transformasi struktur ekonomi telah dialami juag diberbagai negara di dunia yang ditandai dengan meningkatnya porsi sektor industri daripada sektor pertanian dan diprediksi cenderung meningkat [3]. Transformasi struktural di Propinsi Jawa Timur ditandai dengan kontribusi pendapatan di sektor industri yang lebih besar daripada sektor pertanian. Pada tahun 2010, sektor industri di Propinsi Jawa Timur berkontribusi sebesar 27,49%, sedangkan sektor pertanian hanya berkontribusi sekitar 15,75%. Besarnya kontribusi di sektor industri ini dapat menunjukkan bahwa tingginya intensitas pembangunan di kegiatan industri di Propinsi Jawa Timur. Salah satu kegiatan industri yang berpotensi dikembangkan di Propinsi Jawa Timur adalah industri tekstil, barang kulit dan alas kaki. Pada lima tahun terakhir antara tahun 2007- 2010, industri tekstil, barang kulit dan alas kaki memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan industri di Jawa Timur dimana kontribusi pendapatannya konsisten setiap tahun rata-rata sebesar 3,46 % dari total pendapatan sektor industri [4]. Meskipun kontribusi pendapatan masih relatif jauh dibandingkan kontribusi pendapatan kegiatan industri lainnya seperti industri makanan, minuman dan tembakau, namun industri ini mampu mendorong penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Antara tahun 2007-2010, jumlah industri besar dan sedang di subsektor industri tekstil, barang kulit dan alas kaki rata-rata sebesar 16,2% dari total industri besar dan sedang yang ada di Jawa Timur atau terbanyak kedua setelah industri makanan, minuman dan tembakau. Sedangkan dari jumlah tenaga kerja, industri ini mampu menyerap tenaga kerja yang signifikan yaitu sebesar 11,6% tiap tahun atau terbesar ketiga dari total tenaga kerja di sektor industri di Jawa Timur [4]. Sehingga, menarik untuk mengkaji potensi ekonomi pada industri tekstil, barang kulit dan alas kaki secara spasial dengan mengetahui wilayah-wilayah yang diproritaskan untuk didorong pengembangan kegiatan industri jenis ini dapat berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah.

  Proses industrialisasi secara geografis merupakan proses yang selektif dimana perkembangan industri yang cepat dan pemicu transformasi struktural tidak terjadi secara merata di

  

Pola Spasial Kegiatan Industri Unggulan di

Propinsi Jawa Timur (Studi Kasus: Subsektor

Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki)

  Deny Ferdyansyah dan Eko B. Santoso Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

  Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

  

e-mail: eko_budi@urplan.its.ac.id

S

I. PENDAHULUAN

  semua daerah dalam suatu negara yang menyebabkan munculnya konsentrasi spasial [3]. Konsentrasi kegiatan industri secara spasial ditandai dengan sistem spasial berdasarkan akumulasi modal dan tenaga kerja dalam aglomerasi perkotaan [3]. Fujita menyatakan bahwa konsentrasi spasial merupakan pengelompokan setiap industri dan aktivitas ekonomi secara spasia, dimana industri tersebut berlokasi pada suatu wilayah tertentu [5]. Konsentrasi spasial menunjukkan share suatu wilayah dan distribusi lokasi dari suatu industri. Apabila suatu distribusi spasial suatu industri tidak merata, dan ada wilayah yang mendominasi berlokasinya industri, maka menunjukkan bahwa industri terkonsentrasi secara spasial di wilayah tersebut [6]. Konsentrasi spasial sendiri telah menjadi kajian menarik karena mayoritas terjadi di negara berkembang. Fenomena ini juga ditemukan di Propinsi Jawa Timur dimana terdapat konsentrasi spasial industri manufaktur di Koridor Surabaya-Malang.

     

  Gabungan antra nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan wilayah subsesktor industri tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, atau tertinggal. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

  Analisa Gabungan SLQ-DLQ

  (2)

  1

  

1

  1

  

1

   G G g g i n in DLQ i

       

         

  Pembahasan konsentrasi industri dan aktivitas ekonomi secara spasial dimana dalam berbagai literature sering ditemukan istilah aglomerasi. Studi aglomerasi menjelaskan bahwa konsentrasi spasial kegiatan industri secara spasial muncul karena pelaku ekonomi berupaya mendapatkan penghematan aglomerasi baik karena penghematan lokalisasi dan urbanisasi dengan mengambil lokasi yang berdekatan satu sama lain [3]. Pendekatan lain menunjukkan bahwa konsentrasi industri secara spasial tumbuh karena didorong transfer pengetahuan (knowledge spiilover) antar perusahaan dalam suatu industri [7]-[8]. Sumber transfer pengetahuan berasal dari keanekaragaman industri yang saling berdekatan lokasinya bukan karena spesialisasi [3]. Indikasi adanya aglomerasi industri di Propinsi Jawa Timur ditandai dengan terkonsenstrasinya kawasan industri manufaktur di sepajang Koridoor Surabaya-Malang, dimana terdapat kawasan- kawasan industri yang berdekatan dan mengelompok. Selain itu, indikasi mencolok adanya aglomerasi Surabaya-Malang adalah kontribusi pendapatan sektor industri di sepanjang koridor tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kegiatan industri non aglomerasi.

  (1) Metode SLQ tersebut mempunyai keterbatasan karena bersifat statis dan hanya digunakan untuk mengestimasi perubahan sektor unggulan pada tahun tertentu saja. Untuk mengatasi keterbatasan metode SLQ, maka akan digunakan metode LQ dinamis (DLQ) yang mampu mengakomodasi perubahan struktur ekonomi wilayah dalam kurun waktu tertentu. Metode DLQ mempunyai kesamaan dengan metode SLQ, hanya yang membedakan model DLQ memasukkan laju pertumbuhan rata-rata terhadap masing-masing nilai tambah sektoral maupun PDRB untuk kurun waktu antara tahun 0 sampai tahun t [11]. Bentuk persamaan matematis DLQ adalah sebagai berikut.

  / ) / ( 

  E E E E t it j ij SLQ

  mampu menunjukkan kemampuan ekspor sektor tertentu di suatu daerah terhadap daerah yang lebih besar [10]. Untuk mengetahui sektor ekonomi unggulan dapat dilakukan perhitungan LQ dengan pendekatan nilai tambah produksi (PDRB) dan tenaga kerja. Perhitungan LQ dapat dinyatakan sebagai berikut.

  Location Quotient (LQ) merupakan metode sederhana yang

  Untuk mengetahui sektor unggulan yang ada di daerah dapat dilihat dari sektor yang mempunyai kemampuan melakukan ekspor atau disebut juga sektor basis. Metode

  A. Static Location Quotient (SLQ) dan Dinamic Location Quotient (LQ)

  II. METODE PENELITIAN

  Berkaitan dengan potensi dan peluang pengembangan kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki di Propinsi Jawa Timur perlu dilakukan upaya pendekatan spasial melalui pemetaan pola kegiatan industri berbasis keunggulan wilayah. Di samping itu, menarik untuk mengkaji lebih mendalam analisa daerah dan konsentrasi spasial pada kegiatan industri unggulan tekstil, barang kulit dan alas kaki berdasarkan tingkat spesialisasi dan aglomerasinya. Sehingga diharapkan hasil dari kajian ini menjadi referensi bagi strategi pengembangan kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki di Propinsi Jawa Timur.

  Sebagai salah satu propinsi yang memberikan kontribusi besar pada perekonomian nasional, peran Propinsi Jawa Timur strategis untuk pengembangan kegiatan industri di masa depan. Apalagi, sektor industri merupakan salah satu leading sector, selain sektor perdagangan dan pertanian yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Propinsi Jawa Timur. Di sisi lain, Kebijakan Master Plan Percepatan dan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) mengamanatkan Propinsi Jawa Timur dalam Koridor Ekonomi Jawa sebagai koridor “Pendorong Jasa dan Industri Nasional”. Kondisi demikian menuntut Propinsi Jawa Timur perlu melakukan pengembangan kegiatan industri dengan memprioritas subsektor industri unggulan pada kabupaten/kota dengan tetap memperhatikan secara proposional subsektor lainnya sesuai dengan potensi dan peluangan pengembangannya [9].

  Hasil dari analisa ini adalah distribusi lokasi kabupaten/ kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan subsektor industri pengolahan yang tergolong unggulan, prospektif, andalan, atau tertinggal. Distribusi lokasi pada subsektor industri unggulan digunakan untuk analisa selanjutnya. Tabel 1.

  Dimana S adalah indeks spesialisasi subsektor i (industri

  irt Klasifikasi Subsektor industri berdasarkan gabungan SLQ dan DLQ

  pengolahan), E adalah tenaga kerja yang diserap dalam

  

ir

Kriteria SLQ < 1 SLQ > 1

  subsektor industri i (industri pengolahan) dalam

  DLQ > 1 Andalan Unggulan DLQ < 1 Tertinggal Prospektif kabupaten/kota tersebut, dan E merupakan tenaga kerja yang it

  Sumber: Kuncorol, 2002 [2]

  diserap dalam subsektor industri i (industri pengolahan) untuk

  Tabel 2.

  semua daerah di Propinsi Jawa Timur.

  Kriteria penetapan konsentrasi kegiatan industri

  Nilai indeks Spesialisasi lebih besar dari 1 menunjukkan

  Jumlah Nilai Tambah Kriteria Tenaga Kerja

  bahwa Industri tersebut memiliki pangsa yang lebih besar

  (Juta Rupiah) (Jiwa)

  dalam penciptaan setiap lapangan kerja di kabupaten/kota

  Tinggi > 50.001 > 2.000.001

  tersebut dibanding dengan pangsa industri tersebut di Propinsi

  Sedang 25.001 – 50.000 450.001 - 2.000.000

  Jawa Timur. Sedangkan sebalikya nilai indeks kurang dari 1

  Rendah < 25.000 < 450.000 Sumber: Diadaptasi dari Kuncoro, 2002 [3]

  (<1) menunjukkan bahwa Industri tersebut memiliki pangsa yang lebih rendah dalam penciptaan setiap lapangan kerja di kabupaten/kota tersebut dibanding dengan pangsa industri

B. Analisa Konsentrasi Kegiatan Industri tersebut di Propinsi Jawa Timur.

  Analisa identifikasi konsentrasi kegiatan industri di kabupaten/kota di Proponsi Jawa timur bertujuan untuk

  

D. Analisa Indeks Aglomerasi

  mengetahui daerah-daerah yang mengalami konsentrasi Analisa besarnya indeks aglomerasi kegiatan industri kegiatan industri. Adapun metode yang digunakan adalah digunakan untuk mengetahui tingkat aglomerasi industri dengan menggunakan analisa Geographic Information System dalam suatu wilayah kabupaten/kota yang mendorong

  (GIS). Langkah-langkah yang diterapkan adalah sebagai terjadinya konsentrasi spasial. Adapun metode yang berikut: digunakan, mengikuti metode Indeks Hirschman-Herfindhal

  1) Memberikan seluruh peringkat kepada seluruh (HHI) yang dijabarkan dalam rumus sebagai berikut [3]. kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan i 1 (4) jumlah tenaga kerja dan nilai tambah yang dihasilkan oleh 2

  

  

 

ES ik

  kegiatan industri besar dan menengah.  i j ik2 HHI 2) Menunjukkan data jumlah tenaga kerja dan nilai tambah 

  i

  1

    

  

ES

   

   i j

    bentuk peta untuk menunjukkan dimana lokasi daerah industri dan non industri.

  Dimana ES merupakan pangsa tenaga kerja subsektor i

  ik

  3) Melakukan analisa GIS untuk mengetahui daerah industri (industri pengolahan) dua digit pada semua daerah dan non industri dengan membuat suatu kriteria tertentu kabupaten/kota diluar daerah yang dianalis. Nilai Indeks HHI

  Tinggi, Sedang, dan Rendah berdasarkan jumlah tenaga minimun adalah 0,125 apabila semua industri subsektor i kerja dan nilai tambah yang dihasilkan oleh masing-

  (industri pengolahan) dibagi secara merata antar industri dua- dijit. Ini berarti tidak ada konsentrasi kegiatan industri. Nilai masing kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur. Ciri maksmimum HHI adalah 1,0 bila semua industri lain utama daerah industri merupakan daerah yang memiliki terkonsentrasi pada suatu industri i saja. tingkat kepadatan industri “tinggi” dan “sedang”. Untuk

  Dalam melakukan pemetaan indeks aglomerasi sebelumnya selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. dilakukan penentuan kriteria daerah yang teraglomerasi dan

  Berdasarkan kriteria tersebut akan didapat daerah industri non aglomerasi atau dispersi. Penentuan ini dilakukan dengan dan daerah non-industri. Daerah industri merupakan menggunakan pendekatan nilai tengah dari indeks HHI. daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan industri di

  Berdasarkan penjelasan sebelumnya menyatakan bahwa wilayah tersebut. Daerah non-industri merupakan daerah indeks minimum HHI adalah 0.125 dan nilai maksimum yang memiliki intensitas kegiatan industri yang rendah. indeks HHI adalah 1.00. Perhitungan nilai tengah yang

  Output dari pada tahap analisa ini adalah peta konsentrasi dilakukan menghasilkan bahwa nilai tengah dari indeks HHI kegiatan industri di Propinsi Jawa Timur. adalah 0.4375. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa :

C. Analisa Indeks Spesialisasi

  1) Daerah Aglomerasi merupakan daerah yang memiliki Analisa besarnya indeks spesialisasi kegiatan industri nilai indeks HHI lebih besar dari 0.4375. digunakan untuk mengetahui tingkat spesialisasi industri

  2) Daerah Dispersi merupakan daerah yang memiliki indeks dalam suatu wilayah kabupaten/kota dibanding apabila HHI kurang dari 0.4375. industri tersebut tersebar secara random di seluruh Propinsi 3) Jawa Timur. Metode yang digunakan untuk menghitung indeks spesialisasi adalah mengikuti Metode Glaeser, et al dengan rumus sebagai berikut [3]. ir (3)

  E

  S irt E it

  DAN PEMBAHASAN

  III. ANALISA

  A. Identifikasi Kegiatan Industri Unggulan Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki

  Industri tekstil, barang kulit dan alas kaki merupakan salah satu industri ungulan di Propinsi Jawa Timur. Kegiatan industri unggulan merupakan kegiatan industri basis (ekspor) yang memiliki nilai indeks SLQ lebih besar 1 dan memiliki potensi berkembang lebih cepat dibanding dengan industri lainnya atau nilai DLQ lebih besar dari 1. Berdasarkan hasil analisa gabungan SLQ dan DLQ menunjukkan bahwa distribusi kegiatan industri unggulan tekstil, barang kulit dan alas kaki berada di Kota Batu,

  Gambar 1. Pemetaan kegiatan industri unggulan tekstil, barang kulit, dan alas

  Kota Probolinggo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, kaki di propinsi Jawa Timur. Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten bangkalan, dan Kabupaten Pamekasan. Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 3 dan Gambar 1.

  B. Daerah Konsentrasi Kegiatan Industri Tekstil Barang Kulit dan Alas Kaki

  Penentuan daerah konsentrasi kegiatan industri di Propisnsi Jawa Timur didasarkan besarnya nilai tambah kegiatan industri dan jumlah tenaga kerja. Adapun kriteria yang dihasilkan adalah konsentrasi industri tinggi, sedang dan rendah. Ciri khusus daerah industri merupakan daerah yang memiliki kriteria konsentrasi kegiatan industri tinggi dan sedang.

  Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan daerah konsentrasi kegiatan industri tinggi merupakan daerah industri dengan

  tenaga kerja di propinsi Jawa Timur.

  kriteria nilai tambah dan tenaga kerja yang tinggi. Adapun daerah industri tinggi di Jawa Timur antara lain Kabupaten Malang, Kota Surabaya, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Gresik, Kabupaten Jember, Kabupaten Kediri, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Tuban, dan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan daerah industri sedang merupakan daerah industri dimana nilai tambah dan tenaga kerja sedang yang berada di Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Jombang, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Mojokerto, Kota Kediri, Kota Malang, Kabupaten Bitar, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Magetan, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Situbondo, Kota Madiun, KotaPasuruan,

  Gambar 3. Distribui indeks spesialisasi industri tekstil, barang kulit dan alas kaki di propinsi Jawa Timur.

  dan Kota Probolinggo. Sedangkan kabupaten/kota lainnya bukan daerah industri.

  C. Analisa Indeks Spesialisasi dan Indeks Aglomerasi

  Berdasakan analisa indeks spesilisasi menunjukkan bahwa Kota Mojokerto, Kota Probolinggo, Kota Batu, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bangkalan, dan Kabupaten Pamekasan memiliki indeks spesialisasi lebih dari 1.

  Artinya, kabupaten/kota tersebut memiliki pangsa industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki lebih besar dibanding dengan pangsa industri industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki di kabupaten/kota lainnya di Propinsi Jawa Timur. Indeks

  Gambar 4. Distribui indeks aglomerasi industri tekstil, barang kulit dan alas kaki terbesar dimiliki oleh Kota Mojokerto yaitu 8,59. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Mojokerto memiliki spesialisasi yang tinggi pada industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki. Berdasarkan pengamatan empiris yang dilakukan Kota Mokjokerto memang terspesialisasi di industri alas kaki di daerah Trowulan. Sedangkan berdasarkan perhitungan analisa indeks aglomerasi, menunjukkan bahwa kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur memiliki rata-rata indeks aglomerasi minimum yang mencerminkan bahwa kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki mengalami dispersi. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

  D. Pola Spasial Kegiatan Industri Unggulan Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki

  Tabel 3. Tipologi Konsentrasi Kegiatan Industri

  Konsentrasi Rendah. Pola perkembangan kegiatan

  di Kabupaten Ponorogo berkembang industri kerajinan reog yang membutuhkan kulit hewan Merak. Sedangkan di Kota Probolinggo berkembang industri batik tulis. Di Kota Batu sendiri tidak ditemukan perkembangan industri jenis ini. Hal ini dapat dikatakan bahwa Kota Batu mendapat eksternalitas dari berkembangnnya industri Jaket Kulit dan Batik Tulis di Kabupaten Malang yang secara geografis berdekatan. 3) Pola Industri Unggulan, Spesialisasi-Dispersi,

  Gambar 6. Pola Kegiatan Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki di Propinsi Jawa Timur.

  Gambar 5. Tipologi wilayah konsentrasi kegiatan industri berdasarkan tingkat spesialisasi-aglomerasi di propinsi Jawa Timur.

  Spesialisasi-Dispersi Non Spesialisasi- Dispersi Sumber: Hasil Analisa, 2012

  Aglomerasi Indeks Aglomerasi < 0.4375

  Kriteria Indeks Spesialisasi > 1 Indeks Spesialisasi < 1 Indeks Aglomerasi > 0.4375 Spesialisasi-Aglomerasi Non Spesialisasi-

  Kabupaten Lamongan, Kabupaten Ponorogo, Kota Batu dan Kota Probolinggo. Di Kabupaten Lamongan sendiri jenis industri yang berkembang adalah tenun dan songkok,

  Perumusan pola spasial kegiatan industri unggulan tekstil, barang kulit dan alas kaki dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, dilakukan analisa pemetaan indeks spesialisasi- aglomerasi dengan melakukan pendekatan tipologi wilayah. Terdapat empat klasifikasi berdasarkan kriteria masing- masing indeks yang dapat dilihat pada Tabel 3.

  Sedang. Secara spasial industri ini berkembang di

  Sedangkan di Kabupaten Gresik berkembang industri kopyah/peci/songkok dan rebana yang berbahan dasar kulit. Kabupaten Tulungagung sendiri berkembang industri konveksi dan batik tulis. Pola perkembangan industri di kabupaten tersebut disebabkan oleh tenaga kerja yang spesialisasi dan cenderung menyebar. Berdasrkan pengamatan empiris menunjukkan bahwa industri yang berkembang merupakan industri skala rumah tangga yang menyebar. Namun demikian, berkembangnya kegiatan industri termasuk dalam kategori konsentrasi kegiatan industri tinggi karena menyerap tenaga kerja tinggi dan memberikan nilai tambah yang tinggi pula. 2) Pola Industri Unggulan, Spesialisasi-Dispersi, Konsentrasi

  Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Tulungagung. Di Kabupaten Pasuruan berkembang industri bordir dan sulam skala industri rumah tangga.

  Konsentrasi Tinggi. Industri ini berkembang di

  Terdapat beberapa pola spasial kegiatan industri ini, diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Pola Industri Unggulan, Spesialisasi-Dispersi,

  Tahap yang kedua, merupakan tahapan merumuskan pola kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki. Adapun pola kegiatan industri pada penelitian ini didasarkan atas wilayah yang memiliki keunggulan di industri ini, kemudian dari konsentrasi kegiatan industri dan tipologi wilayahnya. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 6.

  Berdasarkan hasil analisa tipologi wilayah yang dilakukan menujukkan bahwa industri tekstil, barang kulit dan alas kaki merupakan jenis industri yang terspesialisasi-dispersi artinya, industri ini cenderung menyebar di masing-masing kabupten/kota di Propinsi Jawa Timur.

  industri ini secara spasial berada pada Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Pacitan. Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Pamekasan Sedangkan di Kabupaten Pacitan berkembang batik tulis motif Pace khas daerah Pacitan. Industri batik di kabupaten tersebut berpotensi dikembangkan. Namun, industri ini perlu didorong dari penciptaan nilai tambah dan tenaga kerjanya karena masih tergolong dalam konsentrasi kegiatan industri rendah.

IV. KESIMPULAN

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki dapat dijadikan sebagai strategi pengembangan industri dalam pemicu pertumbuhan ekonomi wilayah di kabupaten/kota Propinsi Jawa Timur Selain itu, pola berkembangnya industri ini menunjukkan bahwa adanya spesialisasi industri di beberapa wilayah yang sehingga memberikan keuntungan pada nilai tambah produksi dan penyerapan tenaga kerja. Pola industri yang terdispersi ini dibutuhkan pengembangan industri yang terkonsentrasi spasial dengan mempertimbangkan kedekatan lokasi terutama bagi industri yang memiliki keterkaitan untuk lebih mengefisiensikan kegiatan produksi. Selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi dalam memprioritaskan wilayah-wilayah pengembangan kegiatan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki untuk memeratakan pertumbuhan ekonomi wilayah dan mendukung Kebijakan MP3EI serta pembangunan kegiatan industri di Propinsi Jawa Timur.

  DAFTAR PUSTAKA

  [1] Rustiadi, E., Saefulhakim S. dan Panuju D.R. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. [2] Setiono, Dedi NS. 2011. Ekonomi Pengembangan Wilayah: Teori dan Analisis. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. [3] Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta: UPP AMP

  YKPN. [4] Badan Pusat Statistika Propinsi Jawa Timur. 2012. Data Makro Ekonomi Propinsi Jawa Timur [5] Fujita, M., Krugman, P.,and Venables, A.J.1999. “The Spatial Economy: Cities, Regions,and Interrnational Trade”. Cambridge and London: The

  MIT Press [6] Aiginger, K. and Hansberg ,E.2003.“Specialization versus Concentration: A Notes of Theory and Evidence”. SIEPR Working Paper. [7] Porter, M.1990. “The Competitive Advantage of Nations”. New York: The Free Press. [8] Glaeser, E. Kallal, H. Scheinkman, J. and Scheleifer, A.1992. “Growth in Cities”. Journal of Political Economy. VOl 100, pp 1126-1152 [9] Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Penerbit

  Erlangga. [10] Daryanto, A. dan Hafizrianda, Y. 2010. Model-Model Kuantitatif untuk Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. Bogor: IPB Press.

  [11] Saharuddin, Syahrul. 2006. Analisis Ekonomi Regional Sulawesi Selatan. Jurnal Analisis, Vol. 3 (1), Maret 2006: 11 – 24.