ASKEP SEPSIS PADA ANAK

  ASKEP SEPSIS PADA ANAK

  A. Definisi Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki. Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalamw aktu 72 jam setelah lahir.

  Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit). Pembagian Sepsis:

  1. Sepsis dini –> terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.

  2. Sepsis lanjutan/nosokomial –> terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.

  B. Etiologi Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis pada neonatus antara lain :

  • Perdarahan • Demam yang terjadi pada ibu
  • Infeksi pada uterus atau plasenta
  • Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
  • Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
  • Proses kelahiran yang lama dan sulit

  C. Patofisiologi Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu : a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.

  Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma. amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).

  c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial, infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.

  D. Tanda dan Gejala Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan:

  • Bayi tampak lesu
  • tidak kuat menghisap
  • denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya turun-naik
  • gangguan pernafasan
  • kejang
  • jaundice (sakit kuning)
  • muntah
  • diare
  • perut kembung

  E. Faktor Risiko

  1. Sepsis Dini

  • Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal
  • Malnutrisi pada ibu
  • Prematuritas, BBLR

  2. Sepsis Nosokomial

  • BBLR–>berhubungan dengan pertahanan imun
  • Nutrisi Parenteral total, pemberian makanan melalui selang
  • Pemberian antibiotik (superinfeksi dan infeksi organisme resisten)

  F. Pencegahan

  • Pada masa Antenatal –> Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.
  • Pada masa Persalinan –> Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
  • Pada masa pasca Persalinan –> Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Sepsis neonatorum adalah suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Prevalensi kejadian ini adalah < 1% dari bayi baru lahir. Penyebab dari 30% kematian bayi adalah sepsis neonatorum. Prevalensi sepsis neonatorum di RSU Kabupaten Madiun cukup tinggi (11%). Penyebab utama kematian bayi tersebut antara lain; asfiksia, prematur, dan sepsis neonatorum. Ketiga faktor ini diperberat jika ibu hamil mengalami KPD sebelum masa inpartu. Seberapa besar sepsis neonatorum disebabkan oleh efek KPD di Madiun belum pernah dilaporkan.

  Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum tanda-tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum ada tanda-tanda awal persalinan (Manuaba, 2007). Efek KPD pada bayi disebabkan oleh infeksi dalam rahim (Mochtar, 1998). Upaya untuk mengurangi angka kesakitan ini adalah dengan pemberian antibiotika segera, observasi vital signs, observasi detak jantung janin dan pembatasan pemeriksaan dalam (vaginal toucher).

  Menurut Elva (2002), ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban yang terjadi sebelum terjadinya persalinan. Ketuban Pecah Dini (KPD) terjadi sekitar 2,7-17% kehamilan dan pada kebanyakan kasus terjadi secara spontan. Istilah KPD digunakan untuk menyatakan peristiwa pecahnya ketuban pada sembarang waktu sebelum terjadi persalinan, tanpa memperdulikan waktu kehamilan.

  Ketuban pecah dini ada dua macam kemungkinan yaitu premature rupture of membrane dan preterm rupture of membrane. Keduanya memiliki gejala yang sama, yaitu keluarnya cairan dan tidak ada keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya KPD adalah keluarnya cairan dan tidak ada keluhan sakit. Aliran cairan tidak terlalu deras, tidak disertai perasaan mulas atau sakit perut. Ibu akan merasakan sakit bila janin bergerak-gerak. Menurut Saifuddin (2002), ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum usia kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.

  Menurut Ratih Rochmat (2007), dampak ketuban pecah dini dapat berakibat pada faktor ibu dan faktor janin. Pengaruh pada ibu berupa infeksi intra partum, infeksi nifas, perdarahan post partum, dari akibat ini maka angka kesakitan dan angka kematian ibu meningkat. Pengaruh pada janin berupa prematuritas, infeksi intra uterin, prolapsus funikuli, asfiksia neonatorum, angka kesakitan dan kematian bayi meningkat.

  Infeksi selama kehamilan akibat TORCH, ibu hamil dengan eklamsia, ibu hamil dengan diabetus mellitus dan penyakit bawaan diduga merupakan faktor resiko sepsis neonatorum. Proses persalinan lama, persalinan dengan tindakan, ketuban pecah dini, air ketuban keruh juga diduga hipitermia. Vagina toucher yang dilakukan petugas dengan frekuensi sering juga mengakibatkan sepsis neonatorum.

  Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan: 1) mengidentifikasi prevalensi kejadian sepsis neonatorum, 2) mengidentifikasi prevalensi kejadian KPD, 3) menganalisis hubungan antara kejadian KPD dengan kejadian sepsis neonatorum

BAHAN DAN METODE PENELITIAN PENELITIAN

  Penelitian analitik observasional dengan rancangan kasus kontrol (retrospektif) ini berlokasi di Rumah Sakit Daerah Kabupaten Madiun. Populasi penelitian adalah semua bayi lahir hidup di RSUD Kabupaten Madiun selama tahun 2004-2007, sejumlah 1100 bayi. Variabel bebas penelitian adalah kejadian KPD, sedangkan variabel terikat adalah kejadian sepsis neonatorum. Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder. Data dikelompokkan dalam data resiko (KPD) dan data efek (sepsis neonatorum). Teknik analisis data menggunakan pendekatan statistik Chi-

  Square dengan   0,05. Analisis pengaruh paparan terhadap efek menggunakan odds ratio.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  Dari 1100 persalinan hidup didapatkan; 366 (33,3%) persalinan didahului KPD, dan 734 (66,7%) persalinan normal (Tabel 1). Dari seluruh bayi baru lahir tersebut, ada 121 (11%) mengalami sepsis neonatorum, selebihnya 979 (89%) tidak mengalami sepsis neonatorum (Tabel 2). Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 121 bayi yang sepsis, 92 di antaranya (76%) berasal dari ibu hamil dengan KPD, selebihnya 29 (24%) berasal dari ibu hamil tidak dengan KPD. Sedangkan Tabel 4 menggambarkan bahwa dari 1100 persalinan hidup, didapatkan; 676 (95,9%) persalinan tanpa KPD dan bayi tidak mengalami sepsis neonatorum, 29 (4,1%) persalinan tanpa KPD dan bayi mengalami sepsis neonatorum.

  

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian KPD

  2 KPD (-) 734 66,7 Jumlah 1100 100

  Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kejadian Sepsis Neonatorum No Riwayat Bayi Frekuensi Persentase

  1 Sepsis Neonatorum (+) 121

  11

  2 Sepsis Neonatorum (-) 979

  89 Jumlah 1100 100

  Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kejadian KPD pada Sepsis Neonatorum No Riwayat Bayi dan Persalinan Frekuensi Persentase

  1 Bayi Sepsis neonatorum dengan KPD (+)

  92

  76

  2 Bayi Sepsis Neonatorum tanpa KPD (-)

  29

  24 Jumlah 121 100

  Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kejadian Sepsis Neonatorum pada Persalinan Tanpa KPD No Riwayat Persalinan Frekuensi Persentase

  1 KPD (-) dan Sepsis Neonatorum (+) 29 4,1

  2 KPD (-) dan sepsis neonatorum (-) 676 95,9 Jumlah 705 100 Hubungan antara kejadian KPD dengan kejadian sepsis neonatorum disajikan pada Tabel 5.

  Sepsis Neonatorum

  Total

    • KPD 92 274 366

  • 29 705

  734 Total 121 979 1100

  Uji Chi-Square menunjukkan nilai p=0,003, dan OR = 8,16. Artinya bila ibu bersalin didahului KPD, bayi yang dilahirkan akan mengalami sepsis neonatorum 8,16 kali lebih besar daripada yang tidak didahului KPD. Diketahui bahwa 40% ibu bersalin yang didahului KPD akan melahirkan bayi beresiko sepsis neonatorum. Sebaliknya 6,53% ibu bersalin yang tidak didahului KPD akan melahirkan bayi beresiko sepsis neonatorum.

  Ketuban pecah dini terjadi karena beberapa faktor resiko yaitu; infeksi kehamilan, pecahnya membran karena koitus, serviks inkompeten, dan kelainan presentasi janin. Upaya untuk mengurangi resiko antara lain; antenatal care yang rutin minimal 4 kali selama kehamilan, pendidikan kesehatan pada PUS, dan sistem rujukan yang memadai. Upaya lain dari petugas kesehatan (bidan) adalah melakukan tindakan sesuai standar operasional prosedur, patuh melakukan tidakan pencegahan infeksi (UPI) pada setiap melakukan perawatan, dan pengobatan yang tepat. Upaya-upaya tersebut tidak berhasil mengurangi prevalensi KPD bila petugas kesehatan enggan melakukan pendidikan dan pelatihan yang kontinu. Oleh karenanya diduga ada hubungan antara tingkat pendidikan petugas dengan kejadian KPD, dan hal ini perlu diteliti lebih lanjut.

  Prosedur tetap penanganan KPD adalah ibu inpartu didahului KPD kurang dari 24 jam harus sudah mendapatkan perawatan di RS. Bidan diharuskan mampu mengambil keputusan klinik dengan baik. Kemampuan bidan dalam membuat keputusan klinik sangat tergantung dari

  

intelectual skill, technical skill dan interpersonal skill yang dimiliki. Ketiga kemampuan ini

  merupakan konsep profesional seorang bidan. Bidan harus mampu menguasai ilmu epidemiologi; perihal faktor resiko kejadian sepsis neonatorum. Bidan juga dituntut mampu menguasai ilmu fisiologi manusia, ilmu kebutuhan dasar manusia, dan ilmu kedokteran klinik.

  Resiko sepsis neonatorum menjadi 8,16 kali jika terpapar faktor KPD. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hamdah (2006), bahwa gangguan hasil kehamilan disebabkan oleh ibu hamil yang mengalami anemia, besarnya odd ratio 8,81 kali. Ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan keadaan anemia (Mochtar, R, 1998). Perdarahan ante partum dan post partum juga lebih sering dijumpai pada wanita yang anemia (Notobroto,2003). Penelitian Florentina, S (2003) menyebutkan bahwa proporsi terbesar dari hasil kehamilan terganggu akibat kelainan pada kehamilan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil kehamilan antara lain; 1) faktor ibu; demografi, penyakit, status gizi, kelainan persalinan, 2) faktor kehamilan; toksemia gravidarum, kelainan plasenta, kehamilan ganda, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini, dan 3) faktor janin; kelainan pertumbuhan konsepsi, infeksi janin, kelainan letak janin, 4) faktor lain yang belum

  Infeksi postnatal adalah infeksi yang diperoleh setelah bayi lahir (aquired infection). Infeksi ini terjadi akibat dari penggunaan alat kesehatan yang tidak steril, perawatan oleh petugas yang tidak berdasarkan prinsip universal precaution, atau karena infeksi silang. Angka kesakitan infeksi postnatal ini cukup tinggi (Wiknjosastro, H, 2005). Beberapa faktor penyebab antara lain; 1) riwayat obstetrik ibu yang jelek, 2) KPD, 3) keadaan bayi prematur, dan 4) standar pelayanan di unit perawatan intensif khusus anak jelek.

  Faktor sosial ekonomi masyarakat secara tidak langsung juga menjadi penyebab sepsis neonatorum (Manuaba,1998). Keadaan sosial ekonomi dan stress diduga memudahkan terjadinya infeksi saat kehamilan, nifas dan efeknya adalah infeksi pada anak. Berbagai kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah ke terjadinya sepsis. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri. Kuman Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling sering pada neonatus.

  Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses persalinan. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada nenonatus antara lain; perdarahan, demam yang terjadi pada ibu, infeksi pada uterus atau plasenta, KPD sebelum 37 minggu kehamilan, proses kelahiran yang lama dan sulit.

  KPD yang tidak segera diikuti dengan adanya tanda persalinan, memberikan peluang pada mikroorganisme (bakteri) masuk ke tubuh janin melalui vagina. Lama ketuban pecah berhubungan dengan infeksi neonatal; hal ini dihubungkan dengan peningkatan koloni kuman, ascending

  

infection dan jumlah vaginal toucher. Para ahli kebidanan telah menyepakati bahwa lama ketuban

pecah lebih dari 18 jam dianggap sebagai resiko terjadinya infeksi neonatus.

  Angka paparan KPD terhadap sepsis neonatorum pada kelompok kasus sebesar 40%. Artinya bahwa ibu hamil yang didahului KPD sebelum persalinan, 40% bayi yang dilahirkan akan mengalami sepsis neonatorum. Untuk itu diperlukan pendidikan kesehatan pada ibu hamil untuk mampu menjaga agar kejadian KPD bisa ditekan. Kedua, bila ditemukan kasus KPD, maka dalam waktu kurang dari 24 jam harus segera diberikan pengobatan yang adekuat. Ketiga, bila ditemukan kasus di tempat terpencil, maka diupayakan adanya sistem rujukan yang baik sebelum 24 jam. Upaya-upaya ini hanya bisa dilakukan bila masing-masing petugas dan masyarakat memiliki komitmen yang sama untuk mengurangi kejadian infeksi pada bayi setelah dilahirkan.

  Angka paparan KPD terhadap sepsis neonatorum pada kelompok kontrol sebesar 6,53%. Fakta ini memberikan peringatan pada petugas, meskipun perawatan kehamilan sudah dilakukan dengan baik, adanya faktor resiko tersebut, resiko sepsis pada neonatorum tetap ada. Untuk itu diperlukan kewaspadaan bidan setiap menolong persalinan.

  Simpulan penelitian ini adalah: 1) persalinan yang didahului oleh KPD adalah 33,3%, 2) 25,13% dari persalinan yang didahului oleh KPD menimbulkan dampak sepsis neonatorum pada bayi yang dilahirkan, 3) Ada hubungan bermakna antara kejadian KPD dengan kejadian sepsis neonatorum, 4) ibu bersalin yang didahului oleh KPD memberikan resiko 8,16 kali lebih besar melahirkan bayi dengan sepsis neonatorum.

  Saran yang diajukan adalah diperlukan teknik keputusan klinik yang tepat saat perawatan kehamilan sesuai standar operasional prosedur ANC, guna menekan angka kejadian sepsis neonatorum akibat resiko KPD.

DAFTAR PUSTAKA

  Anonim, Sepsis Neonatorum.Ditulis,September 2007, Diakses 12 Pebruari 2008, jam 09.15 wib. Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. EGC, Jakarta. Mochtar Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri. EGC, Jakarta. Nailor, C Scott, 2005. Obstetri Ginekologi. EGC, Jakarta. RSD Kabupaten Madiun, 2007. Prosedur Tetap Perawatan Ketuban Pecah Dini. Madiun. Saifuddin, 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBPSP, Jakarta. Siregar, 2002. Statistik Terapan. Grasindo, Jakarta. Wiknjosastro, Saifuddin, Rachim Hadhi, 2005. Ilmu Kebidanan. YB-SP, Jakarta

  

Ketuban Pecah Dini (KPD)

  Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jam sebelum in partu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm atau 5 cm, dan sebagainya. Prinsipnya adalah ketuban yang pecah “sebelum waktunya”.

  Masalahnya : Kapan selaput ketuban pecah (spontan) pada persalinan normal ? Normal selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan.

  Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi).

  KETUBAN PECAH DINI BERHUBUNGAN ERAT DENGAN PERSALINAN PRETERM DAN INFEKSI INTRAPARTUM Patofisiologi Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi.

  Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). High virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus.

  Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

  Faktor risiko / predisposisi ketuban pecah dini / persalinan preterm 1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%) 2. riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 - 4x 3. tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika higiene buruk,

  5. bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%) 6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%) 7. servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%) 8. flora vagina abnormal : risiko 2-3x 9. fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)

10. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis,

dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm Strategi pada perawatan antenatal

  • deteksi faktor risiko
  • deteksi infeksi secara dini
  • USG : biometri dan funelisasi

    Trimester pertama : deteksi faktor risiko, aktifitas seksual, pH vagina, USG, pemeriksaan Gram,

    darah rutin, urine.

    Trimester kedua dan ketiga : hati-hati bila ada keluhan nyeri abdomen, punggung, kram di daerah

    pelvis seperti sedang haid, perdarahan per vaginam, lendir merah muda, discharge vagina, poliuria, diare, rasa menekan di pelvis.

  Jika ketuban pecah : jangan sering periksa dalam !! Awasi tanda-tanda komplikasi. Komplikasi ketuban pecah dini 1. infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.

  2. persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm. 3. prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).

  4. oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.

  Keadaan / faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm 1. iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatik 2. maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik,

inkompetensia serviks, servisitis/vaginitis akut, KETUBAN PECAH pada usia kehamilan preterm.

  3. fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, kematian janin.

4. cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban pecah pada preterm,

infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik. 5. placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia. 6. uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis, aktifitas uterus

  

Persalinan preterm (partus prematurus) : persalinan yang terjadi pada usia

kehamilan antara 20-37 minggu.Tanda : kontraksi dengan interval kurang dari

  5-8’, disertai dengan perubahan serviks progresif, dilatasi serviks nyata 2 cm atau lebih, serta penipisan serviks berlanjut sampai lebih dari 80%. Insidens rata-rata di rumahsakit2 besar di Indonesia : 13.3% (10-15%)

  (persalinan preterm - ada kuliahnya sendiri)

  INFEKSI INTRAPARTUM Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan / in partu.

  Disebut juga korioamnionitis, karena infeksi ini melibatkan selaput janin. Pada ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, risiko infeksi meningkat sampai 2 kali lipat.

  Protokol : paling lama 2 x 24 jam setelah ketuban pecah, harus sudah partus. Patofisiologi

1. ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang

intraamnion dengan dunia luar.

2. infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi

melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion.

3. mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta

(sirkulasi fetomaternal). 4. tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.

  Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus (gram positif), E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob).

  Diagnosis infeksi intrapartum 1. febris di atas 38oC (kepustakaan lain 37.8oC) 2. ibu takikardia (>100 denyut per menit) 3. fetal takikardia (>160 denyut per menit) 4. nyeri abdomen, nyeri tekan uterus 5. cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau 6. leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)

7. pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterase (+) (hasil degradasi leukosit, normal negatif),

  Komplikasi infeksi intrapartum

1. komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia), sepsis CEPAT

(karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok

septik sampai kematian ibu. 2. komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.

  Prinsip penatalaksanaan 1. pada ketuban pecah, terminasi kehamilan, batas waktu 2 x 24 jam 2. jika ada tanda infeksi intrapartum, terminasi kehamilan / persalinan batas waktu 2 jam.

  3. JANGAN TERLALU SERING PERIKSA DALAM 4. bila perlu, induksi persalinan 5. observasi dan optimalisasi keadaan ibu : oksigen !!

6. antibiotika spektrum luas : gentamicin iv 2 x 80 mg, ampicillin iv 4 x 1 mg, amoxicillin iv 3 x 1

mg, penicillin iv 3 x 1.2 juta IU, metronidazol drip. 7. uterotonika : methergin 3 x 1 ampul drip

8. pemberian kortikosteroid : kontroversi. Di satu pihak dapat memperburuk keadaan ibu karena

menurunkan imunitas, di lain pihak dapat menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan). Di RSCM diberikan, bersama dengan antibiotika spektrum luas. Hasil cukup baik.

  Baca Selengkapnya di

  

  donasi seikhlasnya pulsa 3 ke 089660413123

LAPORAN PENDAHULUAN

  INFEKSI NEONATAL/SEPSIS KONSEP DASAR A. DEFINISI Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. (Muscari, Mary E. 2005. hal 186). Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan.(Bobak, 2005) Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. (Surasmi, Asrining. 2003, hal 92). Sepsis Neonatorum adalah suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir.(http://www.indonesiaindonesia.com/f/12912-sepsis-neonatorum)

  

Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang

parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871).

  Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang disebabkan oleh penggandaan

mikroorganisme secara cepat dan zat-zat racunnya yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang

  

Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain.

Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi

baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari

2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki

Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi

kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir.Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).

  Pembagian Sepsis:

  1. Sepsis dini terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.

  2.Sepsis lanjutan/nosokomial yaitu terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi

  • – Amati edema dependen/perifer pada sacrum, skurutum, punggung kaki
  • – Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV
  • – Pantau nilai laboratorium DAFTAR PUSTAKA Doengoes, Marylin. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Hasan, Rusepno. 1986. Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FKUI.

  Mansjoer Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta: FKUI.

  Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 2. Jakarta: EGC.

  

Pusdiknakes. Asuhan Keperawatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes RI.