Penyelesaian Pengangguran melalui Identifikasi Perilaku Permintaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan Non Pertanian dalam Perspektif Pendidikan di Indonesia

Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan Non Pertanian dalam Perspektif Pendidikan di Indonesia

Dessy Adriani

Indonesian Journal for the Science of Management

Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya

Volume 12 Number 1 2013

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis determinan dan keterkaitan permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan non pertanian baik tenaga kerja terdidik maupun tidak terdidik, sehingga mampu menggambarkan perilaku permintaan pasar kerja secara spesifik berdasarkan karakter pendidikan untuk setiap sektornya dalam rangka mengatasi pengangguran di Indonesia. Model dibangun dalam bentuk persamaan simultan. Pendugaan model menggunakan metode Two Stage Least Square (2 SLS). Data adalah data berurut waktu 1990-2009. Data sebagian besar diambil dari hasil Survey Angkatan Kerja Nasional, Badan Pusat Statistik. Hasil penelitian menunjukkan pertambahan permintaan tenaga kerja terdidik dan tidak terdidik di sektor pertanian lebih dipengaruhi oleh pertambahan investasi dan produksi pertanian, sementara pertambahan permintaan tenaga kerja terdidik dan tidak terdidik di sektor non pertanian lebih dipengaruhi oleh investasi dan permintaan tenaga kerja sektor non pertanian. Terdapat hubungan komplementer antara tenaga kerja sektor pertanian dengan tenaga kerja sektor industri terdidik, sebaliknya terdapat hubungan substitusi antara tenaga kerja sektor pertanian dengan tenaga kerja sektor jasa (informal) tidak terdidik. Upah bukan merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap pertambahan permintaan tenaga kerja terdidik dan tidak terdidik di sektor pertanian dan non pertanian. Oleh karenanya masih diperlukannya

The result shows that increasing demand for educated and uneducated labor in the agricultural sector is more affected by the increase of investment and agricultural production, while the increasing demand for educated and uneducated labor in the non-agricultural sector is more affected by investment and labor demand in non-agricultural sector. There is a complementary relationship between agricultural labor to educated labor in industry sector, otherwise there is a substitution relationship between agricultural labor to uneducated labor in service sector. Wage is not a significant factor that influenced the increasing of demand for educated and uneducated labor in both sector. Thus, the wage policy proved ineffective in addressing the problem of unemployment. To cope with the increasing number of unemployement, the creation of employment aimed at boost increasing production and investment in agriculture, and agro-industry.

Keywords: labor demand, education, agricultural, non-agricultural, behaviour

1. Pendahuluan

Pasar kerja di Indonesia merupakan cerminan suatu perekonomian dualistik yang ditandai oleh lapangan kerja di sektor modern (biasanya diwakili sektor industri dan jasa) yang relatif kecil dan sektor tradisional (biasanya diwakili sektor pertanian) yang sangat besar, yang mencerminkan adanya 'surplus' tenaga kerja. Kekurangpahaman akan dinamika perubahan pasar kerja dalam suatu perekonomian dualistik dapat menyulut perdebatan dalam merancang kebijakan pasar kerja di Indonesia. Sektor modern ditandai dengan upah rata-rata yang lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik dibandingkan dengan upah yang diperoleh pekerja sektor tradisional.

Kesenjangan upah antara sektor non pertanian dan sektor pertanian mencerminkan pula perbedaan tingkat pendidikan. Mayoritas pekerja sektor non-pertanian berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas atau bahkan lebih tinggi (selanjutnya disebut pekerja terdidik). Sebaliknya, mayoritas pekerja sektor pertanian berpendidikan dasar atau bahkan lebih rendah (selanjutnya disebut pekerja tidak terdidik) yang menjadikan mereka rawan terjatuh ke bawah garis kemiskinan saat terjadi gejolak dalam perekonomian (Juanda, 2001).

Perubahan permintaan tenaga kerja sendiri telah terjadi dari waktu ke waktu sejalan dengan kondisi

sektor pertanian akan semakin menurunkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Penciptaan kesempatan kerja sektor pertanian sendiri, masih memerlukan banyak pembenahan.

Persoalan ketenagakerjaan di sektor pertanian diperparah dengan besarnya persentase tenaga kerja tidak terdidik yang tinggi yang berada di sektor ini. Hampir 90,51 % tenaga kerja di sektor pertanian terkategori tidak terdidik, sementara di sektor indusri hanya berkisar 45, 34 % (Tabel 1). Tingginya jumlah pekerja tidak terdidik di sektor pertanian menyebabkan pekerja memiliki posisi lemah dalam hal penentuan upah. Pengusaha cenderung abai dalam proses penentuan upah pekerja.

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Permintaan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor dan Pendidikan, 2009.

A. Terdidik

1. Pertanian

a.Tanaman

b.Perikanan

c.Peternakan

d.Perkebunan

e.Kehutanan

2. Non Pertanian

a.Industri

b.Jasa

Jumlah Tenaga Kerja Terdidik

B. Tidak Terdidik

1. Pertanian

a.Tanaman

b.Perikanan

c.Peternakan

d.Perkebunan

e.Kehutanan

2. Non Pertanian

a.Industri

b.Jasa

Jumlah Tenaga Kerja Tidak

Sumber: Survey Sosial Ekonomi Nasional. 2009. Badan Pusat Statistik. (Diolah)

The result shows that increasing demand for educated and uneducated labor in the agricultural sector is more affected by the increase of investment and agricultural production, while the increasing demand for educated and uneducated labor in the non-agricultural sector is more affected by investment and labor demand in non-agricultural sector. There is a complementary relationship between agricultural labor to educated labor in industry sector, otherwise there is a substitution relationship between agricultural labor to uneducated labor in service sector. Wage is not a significant factor that influenced the increasing of demand for educated and uneducated labor in both sector. Thus, the wage policy proved ineffective in addressing the problem of unemployment. To cope with the increasing number of unemployement, the creation of employment aimed at boost increasing production and investment in agriculture, and agro-industry.

Keywords: labor demand, education, agricultural, non-agricultural, behaviour

1. Pendahuluan

Pasar kerja di Indonesia merupakan cerminan suatu perekonomian dualistik yang ditandai oleh lapangan kerja di sektor modern (biasanya diwakili sektor industri dan jasa) yang relatif kecil dan sektor tradisional (biasanya diwakili sektor pertanian) yang sangat besar, yang mencerminkan adanya 'surplus' tenaga kerja. Kekurangpahaman akan dinamika perubahan pasar kerja dalam suatu perekonomian dualistik dapat menyulut perdebatan dalam merancang kebijakan pasar kerja di Indonesia. Sektor modern ditandai dengan upah rata-rata yang lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik dibandingkan dengan upah yang diperoleh pekerja sektor tradisional.

Kesenjangan upah antara sektor non pertanian dan sektor pertanian mencerminkan pula perbedaan tingkat pendidikan. Mayoritas pekerja sektor non-pertanian berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas atau bahkan lebih tinggi (selanjutnya disebut pekerja terdidik). Sebaliknya, mayoritas pekerja sektor pertanian berpendidikan dasar atau bahkan lebih rendah (selanjutnya disebut pekerja tidak terdidik) yang menjadikan mereka rawan terjatuh ke bawah garis kemiskinan saat terjadi gejolak dalam perekonomian (Juanda, 2001).

Perubahan permintaan tenaga kerja sendiri telah terjadi dari waktu ke waktu sejalan dengan kondisi

sektor pertanian akan semakin menurunkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Penciptaan kesempatan kerja sektor pertanian sendiri, masih memerlukan banyak pembenahan.

Persoalan ketenagakerjaan di sektor pertanian diperparah dengan besarnya persentase tenaga kerja tidak terdidik yang tinggi yang berada di sektor ini. Hampir 90,51 % tenaga kerja di sektor pertanian terkategori tidak terdidik, sementara di sektor indusri hanya berkisar 45, 34 % (Tabel 1). Tingginya jumlah pekerja tidak terdidik di sektor pertanian menyebabkan pekerja memiliki posisi lemah dalam hal penentuan upah. Pengusaha cenderung abai dalam proses penentuan upah pekerja.

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Permintaan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor dan Pendidikan, 2009.

A. Terdidik

1. Pertanian

a.Tanaman

b.Perikanan

c.Peternakan

d.Perkebunan

e.Kehutanan

2. Non Pertanian

a.Industri

b.Jasa

Jumlah Tenaga Kerja Terdidik

B. Tidak Terdidik

1. Pertanian

a.Tanaman

b.Perikanan

c.Peternakan

d.Perkebunan

e.Kehutanan

2. Non Pertanian

a.Industri

b.Jasa

Jumlah Tenaga Kerja Tidak

Sumber: Survey Sosial Ekonomi Nasional. 2009. Badan Pusat Statistik. (Diolah)

Model permintaan tenaga kerja didasarkan kepada Neoclassical Marginal Productivity Theory of

Permintaan tenaga sektor industri responsif terhadap perubahan permintaan tenaga kerja sektor non Demand atau Teori Produktivitas Permintaan Marjinal Neoklasik. Teori ini menjelaskan perubahan pertanian, sedangkan permintaan tenaga kerja sektor jasa hanya responsif terhadap perubahan produk

permintaan sebagai respon terhadap perubahan harga barang yang bersangkutan. Sedangkan teori domestik regional bruto sektor jasa pada jangka panjang. Dengan demikian, kebijakan untuk

permintaan tenaga kerja menganalisis perubahan permintaan tenaga kerja sebagai akibat perubahan memperluas permintaan tenaga kerja seyogyanya tetap memperhatikan secara cermat persoalan

upah (lihat Nurlina, 2009).

dualistik yang terjadi antara sektor pertanian dan non pertanian. Dengan kata lain, terdapat keterkaitan antara penciptaan permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan non pertanian. Oleh karenanya,

Permintaan tenaga kerja oleh pengusaha tergantung pada pertambahan permintaan masyarakat kebijakan penyelesaian kelebihan angkatan kerja di sektor pertanian, sejatinya melibatkan angkatan

terhadap barang yang diproduksinya. Oleh karena itu, permintaan akan tenaga kerja merupakan kerja dari sektor non-pertanian.

permintaan turunan (derived demand). Hal ini mengindikasikan bahwa kekuatan permintaan untuk beberapa jenis khususnya tenaga kerja akan tergantung pada: (1) bagaimana produktivitas pekerja

Namun, penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya seperti telah diungkap Swastika, D.K. dalam membantu menghasilkan produk dan jasa, dan (2) nilai pasar dari produk atau jasa tersebut dan R. Kustiari, (2000); Herlan (2000) ; dan Yudhoyono (2004) lebih banyak berfokus pada penciptaan

(Swastika dan Kustriari, 2000).

kesempatan sektoral pertanian, industri dan jasa secara partial, belum menyentuh aspek keterkaitan di antara ketiganya. Selain itu, pengembangan model analisis yang telah dilakukan juga belum

Menurut McConnel, Bruce dan MacPherson (2006) bahwa permintaan tenaga kerja ditentukan oleh menyentuh keterkaitannya dengan perspektif pendidikan. Pendidikan pekerja selama ini masih

fungsi produksi suatu aktifitas ekonomi. Misalnya diasumsikan bahwa suatu proses produksi hanya merupakan bagian tersendiri dari perilaku pekerja dan belum teragregasi langsung dengan sektor

menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L ) dan mesin (K ). Fungsi produksinya tij ti

pertanian dan non pertanian. Padahal tingkat pendidikan merupakan persoalan penting yang akan

adalah sebagai berikut:

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sektoral suatu negara.

q = f (L , L ,......L , K , A) ……............................…… (1) t 1t 2t nt t

Seperti diungkap Abbas (2001) bahwa mutu modal manusia yang diwakili oleh tingkat partisipasi

dimana:

sekolah dasar berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun mutu modal manusia yang

q = Jumlah produk (Unit) t

diwakili oleh tingkat partisipasi sekolah menengah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

L = Jumlah pekerja (Orang) t=

Garba (2002) melaksanakan pengujian empirik terhadap beberapa negara dengan model regresi antar

K = Jumlah Mesin (Unit) t

negara telah menunjukkan adanya korelasi positif antara capaian pendidikan dan pertumbuhan

A= Teknologi (diasumsikan konstan)

ekonomi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diketahui belum ada penelitian yang menganalisis perilaku permintaan tenaga kerja secara simultan dengan disagregasi subsektoral dan

Untuk menganalisis penentuan Permintaan tenaga kerja, diasumsikan bahwa pengusaha ingin pendidikan pekerja.

memaksimumkan keuntungan. Keuntungan perusahaan adalah sebagai berikut:

= p q – (w L – w L - ......w L ) - r K ……..........................…… (2) tt 1t 1t 2t 2t nt nt t t

Dengan demikian hasil analisis yang diperoleh selama ini masih bersifat umum, dan belum menyentuh

dimana:

aspek yang lebih spesifik yaitu disagregasi subsektoral dan perbedaan pendidikan pekerjanya.

= Keuntungan perusahaan (Rupiah) t

Disgregasi subsektoral, terutama untuk sektor pertanian, dan disgregasi pendidikan sangat diperlukan

P = Harga produk (Rupiah)

Model permintaan tenaga kerja didasarkan kepada Neoclassical Marginal Productivity Theory of

Permintaan tenaga sektor industri responsif terhadap perubahan permintaan tenaga kerja sektor non Demand atau Teori Produktivitas Permintaan Marjinal Neoklasik. Teori ini menjelaskan perubahan pertanian, sedangkan permintaan tenaga kerja sektor jasa hanya responsif terhadap perubahan produk

permintaan sebagai respon terhadap perubahan harga barang yang bersangkutan. Sedangkan teori domestik regional bruto sektor jasa pada jangka panjang. Dengan demikian, kebijakan untuk

permintaan tenaga kerja menganalisis perubahan permintaan tenaga kerja sebagai akibat perubahan memperluas permintaan tenaga kerja seyogyanya tetap memperhatikan secara cermat persoalan

upah (lihat Nurlina, 2009).

dualistik yang terjadi antara sektor pertanian dan non pertanian. Dengan kata lain, terdapat keterkaitan antara penciptaan permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan non pertanian. Oleh karenanya,

Permintaan tenaga kerja oleh pengusaha tergantung pada pertambahan permintaan masyarakat kebijakan penyelesaian kelebihan angkatan kerja di sektor pertanian, sejatinya melibatkan angkatan

terhadap barang yang diproduksinya. Oleh karena itu, permintaan akan tenaga kerja merupakan kerja dari sektor non-pertanian.

permintaan turunan (derived demand). Hal ini mengindikasikan bahwa kekuatan permintaan untuk beberapa jenis khususnya tenaga kerja akan tergantung pada: (1) bagaimana produktivitas pekerja

Namun, penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya seperti telah diungkap Swastika, D.K. dalam membantu menghasilkan produk dan jasa, dan (2) nilai pasar dari produk atau jasa tersebut dan R. Kustiari, (2000); Herlan (2000) ; dan Yudhoyono (2004) lebih banyak berfokus pada penciptaan

(Swastika dan Kustriari, 2000).

kesempatan sektoral pertanian, industri dan jasa secara partial, belum menyentuh aspek keterkaitan di antara ketiganya. Selain itu, pengembangan model analisis yang telah dilakukan juga belum

Menurut McConnel, Bruce dan MacPherson (2006) bahwa permintaan tenaga kerja ditentukan oleh menyentuh keterkaitannya dengan perspektif pendidikan. Pendidikan pekerja selama ini masih

fungsi produksi suatu aktifitas ekonomi. Misalnya diasumsikan bahwa suatu proses produksi hanya merupakan bagian tersendiri dari perilaku pekerja dan belum teragregasi langsung dengan sektor

menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L ) dan mesin (K ). Fungsi produksinya tij ti

pertanian dan non pertanian. Padahal tingkat pendidikan merupakan persoalan penting yang akan

adalah sebagai berikut:

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sektoral suatu negara.

q = f (L , L ,......L , K , A) ……............................…… (1) t 1t 2t nt t

Seperti diungkap Abbas (2001) bahwa mutu modal manusia yang diwakili oleh tingkat partisipasi

dimana:

sekolah dasar berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun mutu modal manusia yang

q = Jumlah produk (Unit) t

diwakili oleh tingkat partisipasi sekolah menengah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

L = Jumlah pekerja (Orang) t=

Garba (2002) melaksanakan pengujian empirik terhadap beberapa negara dengan model regresi antar

K = Jumlah Mesin (Unit) t

negara telah menunjukkan adanya korelasi positif antara capaian pendidikan dan pertumbuhan

A= Teknologi (diasumsikan konstan)

ekonomi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diketahui belum ada penelitian yang menganalisis perilaku permintaan tenaga kerja secara simultan dengan disagregasi subsektoral dan

Untuk menganalisis penentuan Permintaan tenaga kerja, diasumsikan bahwa pengusaha ingin pendidikan pekerja.

memaksimumkan keuntungan. Keuntungan perusahaan adalah sebagai berikut:

= p q – (w L – w L - ......w L ) - r K ……..........................…… (2) tt 1t 1t 2t 2t nt nt t t

Dengan demikian hasil analisis yang diperoleh selama ini masih bersifat umum, dan belum menyentuh

dimana:

aspek yang lebih spesifik yaitu disagregasi subsektoral dan perbedaan pendidikan pekerjanya.

= Keuntungan perusahaan (Rupiah) t

Disgregasi subsektoral, terutama untuk sektor pertanian, dan disgregasi pendidikan sangat diperlukan

P = Harga produk (Rupiah)

PS ti = Produksi Sektoral (Unit/tahun)

= Investasi (Miliar Rupiah) DS tij = Permintaan tenaga Kerja sektor lainnya (Orang/tahun) i

I ti

= Wilayah ke-i = pertanian dan non pertanian

= Pendididikan ke-j = terdidik dan tidak terdidik

= Waktu ke-1 sampai ke-n

dimana :

3. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian historis (sejarah). Penelitian Diketahui bahwa jumlah tambahan biaya yang diperlukan untuk mempekerjakan tambahan seorang

menggunakan data Times Series selama 20 tahun dari tahun 1990-2009. Data dikumpulkan dengan

metode dokumentasi yaitu dengan cara mengumpulkan data, catatan-catatan objektif dan laporan tenaga kerjanya tapi tidak sebaliknya. Jika dalam teori permintaan terdapat hubungan negatif antara

pekerja adalah upah (W ). Jika VMP lebih besar dari w maka perusahaan akan menambah permintaan ti D t

laporan data yang di dapat dari berbagai sumber terpilih. Data yang digunakan dalam penelitian ini harga dan kuantitas barang yang diminta maka permintaan terhadap tenaga kerja berkurang bila tingkat

sebagian besar diperoleh dari hasil Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Badan Pusat upah meningkat (Simanjuntak, 1998).

Statistik. Data pendukung lain yang diperlukan juga diperoleh dari berbagai hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Bank Indonesia, Kementrian

Semua faktor produksi dalam jangka panjang akan mengalami perubahan. Penentuan faktor produksi

Pertanian, dan Kementrian terkait lainnya.

mana yang akan digunakan tergantung pada daya kompetitif dari keduanya. Peningkatan penggunaan investasi kapital akan mengurangi penggunaan tenaga kerja dan demikian pula sebaliknya. Dengan

Penelitian ini didasarkan Teori Ekonomi Makro dan Ekonomi Sumberdaya Manusia yang dipadukan kata lain, pertumbuhan investasi (I ) juga merupakan salah satu indikator bagi penciptaan permintaan ti

dalam Model Ekonometrika dalam bentuk model persamaan simultan. Fungsi matematis yang tenaga kerja. Galbraith (1994) menyatakan setiap penambahan satu satuan investasi akan

diuraikan pada persamaan ke-8 sebelumnya, selanjutnya diuraikan secara rinci berdasarkan meningkatkan meningkatkan kesempatan kerja tetapi dengan peningkatan yang semakin menurun.

disagregasi pendidikan dan sektoral dalam bentuk persamaan matematis ke-9 sampai ke-31. Untuk melihat perilaku permintaan tenaga kerja, maka persamaan dibentuk dalam 14 persamaan struktural

Menurut Adriani (2012), seiring dengan adanya pembangunan ekonomi yang mengakibatkan adanya

(persamaan ke-9 sampai ke 22) dan 9 persamaan identitas (persamaan ke-23 sampai ke-31).

transformasi ekonomi, maka transformasi ekonomi akan menyebabkan terjadinya transformasi tenaga kerja antar sektor. Hal ini berarti bahwa penciptaan permintaan tenaga kerja di satu sektor juga akan

3.1. Spesifikasi Model Matematis

ditentukan oleh permintaan tenaga kerja di sektor yang lainnya (Ds ). tij

3.1.1. Persamaan Matematis Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Terdidik

(9) Dalam pasar kerja terjadi persoalan asimetri informasi. Situasi ini menyebabkan peningkatan suatu

DGD t = a 0 +a 1 WPPt + a 2 IP t +a 3 DK t +a 4 DN t + a 5 PG t +a 6 LAG(DGD t-1 )+u t1 .....

DID t = b 0 +b 1 ((WPI t -LAG(WPI t- 1 ))/LAG(WPI t-1 )) + b 2 IP t +b 3 DK t +b 4 DN t +b 5 PIt + b 6 LAG(DID t-

variabel ekonomi, misalnya upah, tidak dapat langsung diikuti dengan penurunan jumlah permintaan

1 )+ u t2 ....................................................................................

5 + c PT t + c 6 LAG(DTD t-1 ) + u t3 tenaga kerja dalam waktu yang sama. Dengan kata lain, suatu penyebab menimbulkan akibat setelah

DTD t

= c 0 + c 1 WPT t + c 2 (IP t -LAG(IP t-1 )) + c 3 DK t

4 + c DN t

PS ti = Produksi Sektoral (Unit/tahun)

= Investasi (Miliar Rupiah) DS tij = Permintaan tenaga Kerja sektor lainnya (Orang/tahun) i

I ti

= Wilayah ke-i = pertanian dan non pertanian

= Pendididikan ke-j = terdidik dan tidak terdidik

= Waktu ke-1 sampai ke-n

dimana :

3. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian historis (sejarah). Penelitian Diketahui bahwa jumlah tambahan biaya yang diperlukan untuk mempekerjakan tambahan seorang

menggunakan data Times Series selama 20 tahun dari tahun 1990-2009. Data dikumpulkan dengan

metode dokumentasi yaitu dengan cara mengumpulkan data, catatan-catatan objektif dan laporan tenaga kerjanya tapi tidak sebaliknya. Jika dalam teori permintaan terdapat hubungan negatif antara

pekerja adalah upah (W ). Jika VMP lebih besar dari w maka perusahaan akan menambah permintaan ti D t

laporan data yang di dapat dari berbagai sumber terpilih. Data yang digunakan dalam penelitian ini harga dan kuantitas barang yang diminta maka permintaan terhadap tenaga kerja berkurang bila tingkat

sebagian besar diperoleh dari hasil Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Badan Pusat upah meningkat (Simanjuntak, 1998).

Statistik. Data pendukung lain yang diperlukan juga diperoleh dari berbagai hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Bank Indonesia, Kementrian

Semua faktor produksi dalam jangka panjang akan mengalami perubahan. Penentuan faktor produksi

Pertanian, dan Kementrian terkait lainnya.

mana yang akan digunakan tergantung pada daya kompetitif dari keduanya. Peningkatan penggunaan investasi kapital akan mengurangi penggunaan tenaga kerja dan demikian pula sebaliknya. Dengan

Penelitian ini didasarkan Teori Ekonomi Makro dan Ekonomi Sumberdaya Manusia yang dipadukan kata lain, pertumbuhan investasi (I ) juga merupakan salah satu indikator bagi penciptaan permintaan ti

dalam Model Ekonometrika dalam bentuk model persamaan simultan. Fungsi matematis yang tenaga kerja. Galbraith (1994) menyatakan setiap penambahan satu satuan investasi akan

diuraikan pada persamaan ke-8 sebelumnya, selanjutnya diuraikan secara rinci berdasarkan meningkatkan meningkatkan kesempatan kerja tetapi dengan peningkatan yang semakin menurun.

disagregasi pendidikan dan sektoral dalam bentuk persamaan matematis ke-9 sampai ke-31. Untuk melihat perilaku permintaan tenaga kerja, maka persamaan dibentuk dalam 14 persamaan struktural

Menurut Adriani (2012), seiring dengan adanya pembangunan ekonomi yang mengakibatkan adanya

(persamaan ke-9 sampai ke 22) dan 9 persamaan identitas (persamaan ke-23 sampai ke-31).

transformasi ekonomi, maka transformasi ekonomi akan menyebabkan terjadinya transformasi tenaga kerja antar sektor. Hal ini berarti bahwa penciptaan permintaan tenaga kerja di satu sektor juga akan

3.1. Spesifikasi Model Matematis

ditentukan oleh permintaan tenaga kerja di sektor yang lainnya (Ds ). tij

3.1.1. Persamaan Matematis Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Terdidik

(9) Dalam pasar kerja terjadi persoalan asimetri informasi. Situasi ini menyebabkan peningkatan suatu

DGD t = a 0 +a 1 WPPt + a 2 IP t +a 3 DK t +a 4 DN t + a 5 PG t +a 6 LAG(DGD t-1 )+u t1 .....

DID t = b 0 +b 1 ((WPI t -LAG(WPI t- 1 ))/LAG(WPI t-1 )) + b 2 IP t +b 3 DK t +b 4 DN t +b 5 PIt + b 6 LAG(DID t-

variabel ekonomi, misalnya upah, tidak dapat langsung diikuti dengan penurunan jumlah permintaan

1 )+ u t2 ....................................................................................

5 + c PT t + c 6 LAG(DTD t-1 ) + u t3 tenaga kerja dalam waktu yang sama. Dengan kata lain, suatu penyebab menimbulkan akibat setelah

DTD t

= c 0 + c 1 WPT t + c 2 (IP t -LAG(IP t-1 )) + c 3 DK t

4 + c DN t

WPT t = Upah riel subsektor pertanian-peternakan (Juta Rupiah)

DNIT t

= m 0 +m 1 WI t +m 2 II t +m 3 DK t +m 4 DP t +m 5 LAG(DNITt-1) + u t12 .......................

WPK t = Upah riel subsektor pertanian-perkebunan (Juta Rupiah)

DNST t = n 0 +n 1 WS t +n 2 IS t +n 3 DK t +n 4 DPt +n 5 LAG(DNST t- 1 )+u t13 ........................

t WKH = Upah riel subsektor pertanian-kehutanan (Juta Rupiah) WI t = Upah riel sektor indistri (Rupiah/bulan)

WS t = Upah riel sektor jasa (Rupiah/bulan)

DPG t = DGD t + DGT t ...................................................................................................

DPI t t = DID t + DIT t ......................................................................................................

WP = Upah riel sektor Pertanian (Rupiah/bulan)

DPT t = DTD t + DTT t ....................................................................................................

WN t = Upah riel sektor Non Pertanian (Rupiah/bulan)

DPK t = DKD t + DKT t ...................................................................................................

PP t = Produksi Tanaman pangan (Ton/Tahun)

DPH t = DHD t + DHT t ...................................................................................................

PI t = Produksi Perikanan (Ton/Tahun)

DP t = DPG t +DPI t +DPT t +DPK t +DPH t ......................................................................

PT t = Populasi Ternak Utama (Ton/Tahun)

DI t = DNID t + DNIT t ................................................................................................

PK t = Produksi Perkebunan (Ton/Tahun)

DS t = DNSD t + DNST t ...............................................................................................

PH t = Produksi Kehutanan atau Produksi Kayu Bulat (M 3 /Tahun)

DN t = DS t + DI t ........................................................................................................

U ti = Peubah pengganggu dengan i = persamaan ke-i

3.2. Prosedur Analisis

Tanda parameter dugaan yang diharapkan (Hipotesis):

a a a > 0 ; a , a < 0 ; 0< a <1. b b b > 0 ; b , b < 0 ; 0< b <1. 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

Prosedur analisis yang dilaksanakan yaitu identifikasi model. Pendugaan model, dan pengujian

c c c > 0 ; c , d < 0 ; 0< c <1. d d d > 0 ; d , d < 0 ; 0<d <1. 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

pemenuhan asumsi klasik. Berdasarkan model struktural yang dibangun dalam studi ini jumlah peubah

e e e > 0 ; e ,e < 0 ; 0<e <1. f f f > 0 ; f ,f < 0 ; 0<f <1. 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 14 6

endogen (G) diketahui sebanyak 23 buah dan peubah predeterminan sebanyak 30 dengan 13 variabel

g g g > 0 ; g , g < 0 ; 0< g <1. h h h > 0 ; h , g < 0 ; 0< h <1. 2, 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

lag endogen dan 17 variabel eksogen buah. Total peubah dalam model (K) adalah 17 buah, dan jumlah

i i i > 0 ; i , i < 0 ; 0< i <1. j j j > 0 ; j , j < 0 ; 0<j <1. 2, 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

k k k > 0 ; k , k < 0 ; 0< k <1. l l l > 0 ; l , l < 0 ; 0< l <1. 2, 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

maksimum peubah dalam persamaan (M) adalah 8. Mengikuti prosedur order condition, maka dapat

m m m > 0 ; m , m < 0 ; 0< m <1. n n n > 0 ; n ,n < 0 ; 0< n <1. 2, 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

diketahui hasil identifikasi model ini adalah overidentified. Pendugaan parameter menggunakan metode Two Stage Least Square (2 SLS). Pendugaan nilai-nilai parameter dalam model dilakukan

DNID t = Permintaan tenaga kerja sektor industri terdidik (Orang)

dengan program komputer SAS-ETS ver 9.0.

DNIT t = Permintaan tenaga kerja sektor industri tidak terdidik (Orang) DNSD t = Permintaan tenaga kerja sektor jasa terdidik (Orang)

Model yang dibangun pada bagian 3.1. diduga memenuhi asumsi klasik berikut: (1) Asumsi DNST t = Permintaan tenaga kerja sektor jasa tidak terdidik (Orang)

DGD t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian-tanaman pangan dan horti terdidik (Org) homoskedastisi dimana variabel penganggu (e ) mempunyai rata-rata nol atau E(e )=0, mempunyai 1 1 variansi konstan atau var (e )=ó , sehingga menghasilkan estimasi yang BLUE (Best, Linier, Unbiased DGT 2 t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian- tanaman pangan dan hortikultura tidak 1 terdidik (Orang)

Estimator); (2) Asumsi tidak terjadinya multikolinieriti yaitu tidak adanya hubungan linier antara variabel DID t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian-perikanan terdidik (Orang) DIT t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian-perikanan tidak terdidik (Orang)

independen atau E(x, dan x)=0; dan (3) Asumsi tidak terjadinya autokorelasi dimana variabel i j

DTD t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian-peternakan terdidik (Orang) penganggu tidak saling berhubungan satu sama lain atau cov (e e)=0. Widarjono (2007) menyatakan i, j

DTT t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian-peternakan tidak terdidik (Orang) pemenuhan asumsi klasik tersebut akan menghasilkan paramater estimasi yang Best, Linier, and DKD t = Permintaan tenaga kerja sektor Pertanian-perkebunan terdidik (Orang)

Unbiased Estimato (BEST). Menurut Karo Karo dan B.M. Sinaga (2002), untuk menguji autokorelasi DKT t = Permintaan tenaga kerja sektor Pertanian-perkebunan tidak terdidik (Orang)

WPT t = Upah riel subsektor pertanian-peternakan (Juta Rupiah)

DNIT t

= m 0 +m 1 WI t +m 2 II t +m 3 DK t +m 4 DP t +m 5 LAG(DNITt-1) + u t12 .......................

WPK t = Upah riel subsektor pertanian-perkebunan (Juta Rupiah)

DNST t = n 0 +n 1 WS t +n 2 IS t +n 3 DK t +n 4 DPt +n 5 LAG(DNST t- 1 )+u t13 ........................

t WKH = Upah riel subsektor pertanian-kehutanan (Juta Rupiah) WI t = Upah riel sektor indistri (Rupiah/bulan)

WS t = Upah riel sektor jasa (Rupiah/bulan)

DPG t = DGD t + DGT t ...................................................................................................

DPI t t = DID t + DIT t ......................................................................................................

WP = Upah riel sektor Pertanian (Rupiah/bulan)

DPT t = DTD t + DTT t ....................................................................................................

WN t = Upah riel sektor Non Pertanian (Rupiah/bulan)

DPK t = DKD t + DKT t ...................................................................................................

PP t = Produksi Tanaman pangan (Ton/Tahun)

DPH t = DHD t + DHT t ...................................................................................................

PI t = Produksi Perikanan (Ton/Tahun)

DP t = DPG t +DPI t +DPT t +DPK t +DPH t ......................................................................

PT t = Populasi Ternak Utama (Ton/Tahun)

DI t = DNID t + DNIT t ................................................................................................

PK t = Produksi Perkebunan (Ton/Tahun)

DS t = DNSD t + DNST t ...............................................................................................

PH t = Produksi Kehutanan atau Produksi Kayu Bulat (M 3 /Tahun)

DN t = DS t + DI t ........................................................................................................

U ti = Peubah pengganggu dengan i = persamaan ke-i

3.2. Prosedur Analisis

Tanda parameter dugaan yang diharapkan (Hipotesis):

a a a > 0 ; a , a < 0 ; 0< a <1. b b b > 0 ; b , b < 0 ; 0< b <1. 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

Prosedur analisis yang dilaksanakan yaitu identifikasi model. Pendugaan model, dan pengujian

c c c > 0 ; c , d < 0 ; 0< c <1. d d d > 0 ; d , d < 0 ; 0<d <1. 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

pemenuhan asumsi klasik. Berdasarkan model struktural yang dibangun dalam studi ini jumlah peubah

e e e > 0 ; e ,e < 0 ; 0<e <1. f f f > 0 ; f ,f < 0 ; 0<f <1. 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 14 6

endogen (G) diketahui sebanyak 23 buah dan peubah predeterminan sebanyak 30 dengan 13 variabel

g g g > 0 ; g , g < 0 ; 0< g <1. h h h > 0 ; h , g < 0 ; 0< h <1. 2, 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

lag endogen dan 17 variabel eksogen buah. Total peubah dalam model (K) adalah 17 buah, dan jumlah

i i i > 0 ; i , i < 0 ; 0< i <1. j j j > 0 ; j , j < 0 ; 0<j <1. 2, 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

k k k > 0 ; k , k < 0 ; 0< k <1. l l l > 0 ; l , l < 0 ; 0< l <1. 2, 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

maksimum peubah dalam persamaan (M) adalah 8. Mengikuti prosedur order condition, maka dapat

m m m > 0 ; m , m < 0 ; 0< m <1. n n n > 0 ; n ,n < 0 ; 0< n <1. 2, 3, 5 1 4 6 2, 3, 5 1 4 6

diketahui hasil identifikasi model ini adalah overidentified. Pendugaan parameter menggunakan metode Two Stage Least Square (2 SLS). Pendugaan nilai-nilai parameter dalam model dilakukan

DNID t = Permintaan tenaga kerja sektor industri terdidik (Orang)

dengan program komputer SAS-ETS ver 9.0.

DNIT t = Permintaan tenaga kerja sektor industri tidak terdidik (Orang) DNSD t = Permintaan tenaga kerja sektor jasa terdidik (Orang)

Model yang dibangun pada bagian 3.1. diduga memenuhi asumsi klasik berikut: (1) Asumsi DNST t = Permintaan tenaga kerja sektor jasa tidak terdidik (Orang)

DGD t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian-tanaman pangan dan horti terdidik (Org) homoskedastisi dimana variabel penganggu (e ) mempunyai rata-rata nol atau E(e )=0, mempunyai 1 1 variansi konstan atau var (e )=ó , sehingga menghasilkan estimasi yang BLUE (Best, Linier, Unbiased DGT 2 t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian- tanaman pangan dan hortikultura tidak 1 terdidik (Orang)

Estimator); (2) Asumsi tidak terjadinya multikolinieriti yaitu tidak adanya hubungan linier antara variabel DID t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian-perikanan terdidik (Orang) DIT t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian-perikanan tidak terdidik (Orang)

independen atau E(x, dan x)=0; dan (3) Asumsi tidak terjadinya autokorelasi dimana variabel i j

DTD t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian-peternakan terdidik (Orang) penganggu tidak saling berhubungan satu sama lain atau cov (e e)=0. Widarjono (2007) menyatakan i, j

DTT t = Permintaan tenaga kerja sektor pertanian-peternakan tidak terdidik (Orang) pemenuhan asumsi klasik tersebut akan menghasilkan paramater estimasi yang Best, Linier, and DKD t = Permintaan tenaga kerja sektor Pertanian-perkebunan terdidik (Orang)

Unbiased Estimato (BEST). Menurut Karo Karo dan B.M. Sinaga (2002), untuk menguji autokorelasi DKT t = Permintaan tenaga kerja sektor Pertanian-perkebunan tidak terdidik (Orang)

Paramater

Prob>|t|

Taraf

terhadap pelanggaran asumsi klasik heteroskedastisi, multikolinierti dan autokorelasi.

DGD Permintaan Tenaga Kerja Tan. Pangan Terdidik

Tabel 2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik

Upah Tan. Pangan (WPP)

A -0,038

Persamaan

Asumsi Klasik

Investasi Pertanian (IP)

Krisis Ekonomi (DK)

(Durbin Watson)

(white heteroscedasticity)

(F-hitung auxialliary

Permin.TK. Non Pert (DN)

Produksi Tan. Pangan (PG)

Lag Endogen DGD (LDGD)

Permintaan Tenaga Kerja Perikanan Terdidik

Kecenderungan Perubahan Upah

[(WPI-LAG(WPI))/LAG(WPI) ]

Investasi Pertanian (IP)

Krisis Ekonomi (DK)

Permin. TK. Non Pert. (DN)

Produksi Perikanan (PI)

Lag Endogen DID (LDID)

Nilai tabel d u = 0,595 dan

d l 2,339

DTD Permintaan Tenaga Kerja Peternakan Terdidik

Taraf nyata

Upah Peternakan (WPT)

B -0,048

Hasil Pengujian *Tidak terjadi

* Tidak terjadi

* Tidak terjadi

Perubahan Inv.Pertanian (IP-LAG(IP)

Krisis Ekonomi (DK)

Hasil Uji F menunjukkan nilai F hitung berkisar antara 5,214 hingga 156,254. Nilai statistik F ini

Permin. TK. Non Pert. (DN)

menunjukkan secara bersama-sama semua variabel penjelas di masing-masing persamaan endogen

Produksi Peternakan (PT)

Lag Endogen DTD (LDTD)

berpengaruh nyata dengan taraf nyata 0,001. Selain itu, hasil Uji t menunjukkan bahwa secara parsial

masing-masing peubah endogen di dalam setiap persamaan dipengaruhi oleh sebagian besar peubah

DKD Permintaan Tenaga Kerja Perkebunan Terdidik

penjelas secara nyata pada taraf nyata ( ) 0,05; 0,10; 0,15; 0,20; 0,25; dan 0,30.

Upah Perkebunan (WPK)

Investasi Pertanian (IP)

Hasil dugaan persamaan permintaan tenaga kerja menunjukkan nilai R berkisar antara 0,7228 hingga 2 Krisis Ekonomi (DK)

Permin. TK. Non. Pertn (DN)

0,9836. Hal ini menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas dalam masing-masing persamaan ini

Lag Produksi Perkebunan (LPK)

cukup baik untuk menjelaskan keragaman dari peubah-peubah endogen permintaan tenaga kerja

Lag Endogen DKD (LDKD)

sektor pertanian dan non pertanian.

DHD Permintaan Tenaga Kerja Kehutanan Terdidik

4.1. Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Terdidik -0,145

Lag Upah Kehutanan (LWPH)

Lag Investasi Pertanian (LIP)

F 0,455

Paramater

Prob>|t|

Taraf

terhadap pelanggaran asumsi klasik heteroskedastisi, multikolinierti dan autokorelasi.

DGD Permintaan Tenaga Kerja Tan. Pangan Terdidik

Tabel 2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik

Upah Tan. Pangan (WPP)

A -0,038

Persamaan

Asumsi Klasik

Investasi Pertanian (IP)

Krisis Ekonomi (DK)

(Durbin Watson)

(white heteroscedasticity)

(F-hitung auxialliary

Permin.TK. Non Pert (DN)

Produksi Tan. Pangan (PG)

Lag Endogen DGD (LDGD)

Permintaan Tenaga Kerja Perikanan Terdidik

Kecenderungan Perubahan Upah

[(WPI-LAG(WPI))/LAG(WPI) ]

Investasi Pertanian (IP)

Krisis Ekonomi (DK)

Permin. TK. Non Pert. (DN)

Produksi Perikanan (PI)

Lag Endogen DID (LDID)

Nilai tabel d u = 0,595 dan

d l 2,339

DTD Permintaan Tenaga Kerja Peternakan Terdidik

Taraf nyata

Upah Peternakan (WPT)

B -0,048

Hasil Pengujian *Tidak terjadi

* Tidak terjadi

* Tidak terjadi

Perubahan Inv.Pertanian (IP-LAG(IP)

Krisis Ekonomi (DK)

Hasil Uji F menunjukkan nilai F hitung berkisar antara 5,214 hingga 156,254. Nilai statistik F ini

Permin. TK. Non Pert. (DN)

menunjukkan secara bersama-sama semua variabel penjelas di masing-masing persamaan endogen

Produksi Peternakan (PT)

Lag Endogen DTD (LDTD)

berpengaruh nyata dengan taraf nyata 0,001. Selain itu, hasil Uji t menunjukkan bahwa secara parsial

masing-masing peubah endogen di dalam setiap persamaan dipengaruhi oleh sebagian besar peubah

DKD Permintaan Tenaga Kerja Perkebunan Terdidik

penjelas secara nyata pada taraf nyata ( ) 0,05; 0,10; 0,15; 0,20; 0,25; dan 0,30.

Upah Perkebunan (WPK)

Investasi Pertanian (IP)

Hasil dugaan persamaan permintaan tenaga kerja menunjukkan nilai R berkisar antara 0,7228 hingga 2 Krisis Ekonomi (DK)

Permin. TK. Non. Pertn (DN)

0,9836. Hal ini menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas dalam masing-masing persamaan ini

Lag Produksi Perkebunan (LPK)

cukup baik untuk menjelaskan keragaman dari peubah-peubah endogen permintaan tenaga kerja

Lag Endogen DKD (LDKD)

sektor pertanian dan non pertanian.

DHD Permintaan Tenaga Kerja Kehutanan Terdidik

4.1. Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Terdidik -0,145

Lag Upah Kehutanan (LWPH)

Lag Investasi Pertanian (LIP)

F 0,455 F 0,455

Tabel 4. Perbandingan Peningkatan Upah terhadap Penurunan Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Terdidik Antar Sektor dengan Share Permintaan

Kerja Terdidik terhadap Total Permintaan Tenaga Kerja, 1990-2009

teknologi di sektor industri dapat dijadikan sebagai engine of growth perekonomian Indonesia. Pengembangan teknologi di sektor ini harus ditopang oleh pengembangan teknologi di sektor pertanian.

Produksi pertanian sektoral berpengaruh nyata terhadap penciptaan lapangan kerja sektoralnya. Hal ini menunjukkan bahwa produksi pertanian merupakan faktor penting untuk penciptaan lapangan kerja terdidik di sektor pertanian. Fakta ini juga didukung oleh capaian nilai elastisitas yang sebagian besar lebih elastisitas dibandingkan dengan variabel lain yang terdapat di dalam setiap persamaan permintaan tenaga kerja terdidik pertanian sektoral. Peningkatan produksi ini sebaiknya juga ditopang dengan agroindustri yang siap memberikan nilai tambah terhadap produksi pertanian dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

4.2. Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Tidak Terdidik

Upah sektoral bukan merupakan faktor utama untuk membuka lapangan kerja pertanian tidak terdidik. Hal ini menunjukkan dalam penciptaan kesempatan kerja, pengusaha tidak melihat upah sebagai penentu. Hal ini berkaitan dengan posisi tawar tenaga kerja tidak terdidik yang lemah dalam penentuan upah. Lemahnya posisi tawar ini terjadi tidak hanya karena jumlah penawaran tenaga kerja terdidik yang berlimpah, tetapi juga karena persoalan rendahnya keahlian yang mereka miliki. Peningkatan permintaan tenaga kerja tidak terdidik sektor tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan juga tidak responsif terhadap perubahan upah (Tabel 5). McConnel, Bruce dan MacPherson (2006) menyatakan dari sisi pengupahan, posisi pasar kerja yang selalu mengalami Excess suplly akan menyebabkan upah lambat bergerak naik (Wage rigidity). Wage rigidity ini menyebabkan juga terjadinya kelambanan agen ekonomi dalam merespon perubahan upah.

Sektor Tolerasi Peningkatan Upah terhadap Penurunan Satu Permintaan Tenaga Kerja

*(Rp/Bulan)

Share Permintaan Kerja Terdidik terhadap Total

Permintaan Tenaga Kerja** (%)

Elastisitas *

Tanaman Pangan

-0,145 Sumber: * Dihitung dari hasil estimasi persamaan simultan **Survey Sosial Ekonomi Nasional (Sakernas). 1990-2009. (Diolah).

Selanjutnya, variabel investasi sektoral merupakan faktor yang juga berpengaruh nyata terhadap peningkatan permintaan tenaga kerja sektor tanaman pangan, perikanan, dan kehutanan, namun tidak untuk sektor peternakan dan perkebunan. Besarnya pengaruh investasi pertanian terhadap penciptaan lapangan kerja di sektor tanaman pangan, perikanan, dan kehutanan menunjukkan investasi di sektor tersebut bersifat padat karya, sedangkan investasi untuk sektor peternakan dan kehutanan cenderung padat modal. Hasil pendugaan menunjukkan krisis ekonomi memberikan peningkatan terhadap total permintaan kerja pertanian terdidik sebesar 431,3 ribu lapangan pekerjaan. Hasil analisis ini kembali mengungkap fakta bahwa sektor pertanian mampu bertahan selama krisis ekonomi.

Permintaan tenaga kerja sektor non pertanian (industri dan jasa) bersubstitusi dengan permintaan tenaga kerja sektor tanaman pangan dan perkebunan. Sementara permintaan tenaga kerja terdidik untuk sektor perikanan, peternakan, dan kehutanan memiliki hubungan komplementer dengan pemintaan tenaga kerja sektor non pertanian, karena parameter penduga yang diperoleh memiliki nilai positif. Hubungan substitusi antara permintaan tenaga kerja sektor tanaman pangan dan perkebunan dengan permintaan tenaga kerja non pertanian tersebut disebabkan permintaan tenaga kerja non pertanian yang terbentuk sebagian besar adalah gambaran dari kemajuan teknologi yang terjadi. Ketika permintaan tenaga kerja non pertanian meningkat, maka permintaan tenaga kerja di sektor

Tabel 5. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Tidak Terdidik

Prob>|t|

Taraf Nyata

Elastisitas

DGT

Permintaan Tenaga Kerja Tan. Pangan Tdk. Terdidik

Upah Tan. Pangan (WPP)

Investasi Pertanian (IP)

Dummy Krisis Ekonomi(DK)

Tabel 4. Perbandingan Peningkatan Upah terhadap Penurunan Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Terdidik Antar Sektor dengan Share Permintaan

Kerja Terdidik terhadap Total Permintaan Tenaga Kerja, 1990-2009

teknologi di sektor industri dapat dijadikan sebagai engine of growth perekonomian Indonesia. Pengembangan teknologi di sektor ini harus ditopang oleh pengembangan teknologi di sektor pertanian.

Produksi pertanian sektoral berpengaruh nyata terhadap penciptaan lapangan kerja sektoralnya. Hal ini menunjukkan bahwa produksi pertanian merupakan faktor penting untuk penciptaan lapangan kerja terdidik di sektor pertanian. Fakta ini juga didukung oleh capaian nilai elastisitas yang sebagian besar lebih elastisitas dibandingkan dengan variabel lain yang terdapat di dalam setiap persamaan permintaan tenaga kerja terdidik pertanian sektoral. Peningkatan produksi ini sebaiknya juga ditopang dengan agroindustri yang siap memberikan nilai tambah terhadap produksi pertanian dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

4.2. Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Tidak Terdidik

Upah sektoral bukan merupakan faktor utama untuk membuka lapangan kerja pertanian tidak terdidik. Hal ini menunjukkan dalam penciptaan kesempatan kerja, pengusaha tidak melihat upah sebagai penentu. Hal ini berkaitan dengan posisi tawar tenaga kerja tidak terdidik yang lemah dalam penentuan upah. Lemahnya posisi tawar ini terjadi tidak hanya karena jumlah penawaran tenaga kerja terdidik yang berlimpah, tetapi juga karena persoalan rendahnya keahlian yang mereka miliki. Peningkatan permintaan tenaga kerja tidak terdidik sektor tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan juga tidak responsif terhadap perubahan upah (Tabel 5). McConnel, Bruce dan MacPherson (2006) menyatakan dari sisi pengupahan, posisi pasar kerja yang selalu mengalami Excess suplly akan menyebabkan upah lambat bergerak naik (Wage rigidity). Wage rigidity ini menyebabkan juga terjadinya kelambanan agen ekonomi dalam merespon perubahan upah.

Sektor Tolerasi Peningkatan Upah terhadap Penurunan Satu Permintaan Tenaga Kerja

*(Rp/Bulan)

Share Permintaan Kerja Terdidik terhadap Total

Permintaan Tenaga Kerja** (%)

Elastisitas *

Tanaman Pangan

-0,145 Sumber: * Dihitung dari hasil estimasi persamaan simultan **Survey Sosial Ekonomi Nasional (Sakernas). 1990-2009. (Diolah).

Selanjutnya, variabel investasi sektoral merupakan faktor yang juga berpengaruh nyata terhadap peningkatan permintaan tenaga kerja sektor tanaman pangan, perikanan, dan kehutanan, namun tidak untuk sektor peternakan dan perkebunan. Besarnya pengaruh investasi pertanian terhadap penciptaan lapangan kerja di sektor tanaman pangan, perikanan, dan kehutanan menunjukkan investasi di sektor tersebut bersifat padat karya, sedangkan investasi untuk sektor peternakan dan kehutanan cenderung padat modal. Hasil pendugaan menunjukkan krisis ekonomi memberikan peningkatan terhadap total permintaan kerja pertanian terdidik sebesar 431,3 ribu lapangan pekerjaan. Hasil analisis ini kembali mengungkap fakta bahwa sektor pertanian mampu bertahan selama krisis ekonomi.

Permintaan tenaga kerja sektor non pertanian (industri dan jasa) bersubstitusi dengan permintaan tenaga kerja sektor tanaman pangan dan perkebunan. Sementara permintaan tenaga kerja terdidik untuk sektor perikanan, peternakan, dan kehutanan memiliki hubungan komplementer dengan pemintaan tenaga kerja sektor non pertanian, karena parameter penduga yang diperoleh memiliki nilai positif. Hubungan substitusi antara permintaan tenaga kerja sektor tanaman pangan dan perkebunan dengan permintaan tenaga kerja non pertanian tersebut disebabkan permintaan tenaga kerja non pertanian yang terbentuk sebagian besar adalah gambaran dari kemajuan teknologi yang terjadi. Ketika permintaan tenaga kerja non pertanian meningkat, maka permintaan tenaga kerja di sektor

Tabel 5. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Tidak Terdidik

Prob>|t|

Taraf Nyata

Elastisitas

DGT

Permintaan Tenaga Kerja Tan. Pangan Tdk. Terdidik

Upah Tan. Pangan (WPP)

Investasi Pertanian (IP)

Dummy Krisis Ekonomi(DK)

DKT Permintaan Tenaga Kerja Perkebunan Tdk.Terdidik

A ditunjukkan oleh sektor perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Fakta ini menunjukkan, bahwa

Upah Perkebunan (WPK)

Investasi Pertanian (IP)

pemerintah sebenarnya tidak hanya dapat mengejar penciptaan lapangan pekerjaan dengan

Krisis Ekonomi (DK)

peningkatan investasi. Peningkatan produksi pertanian juga secara empiris terbukti dapat menciptakan

Permin. TK Non Pertanian (DN)

D -1,115

Perub. Prod.Kebun (PK-LPK)

lapangan pekerjaan. Peningkatan produksi akan meningkatkan penerimaan perusahaan, selanjutnya

2 Lag Endogen DKT (LDKT)

akan berdampak pada peningkatan keuntungan usaha. Keuntungan usaha dapat digunakan untuk

DHT Permintaan Tenaga Kerja Kehutanan Tdk.Terdidik