ILMU UKUR TANAH Disusun Oleh

ILMU UKUR TANAH

Disusun Oleh :
Dian Ramadhan Arifin
111.140.024
Kelas F

ILMU UKUR TANAH
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2016

3. POSISI HORIZONTAL
3.1 PENGERTIAN JARAK DAN METODE
Jarak adalah panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu benda dalam selang
waktu tertentu. Dalam ilmu Fisika, jarak dan panjang lintasan memiliki pengertian yang
sama. Panjang lintasan dan jarak keduanya merupakan besaran skalar, yaitu besaran
yang hanya memiliki besar saja. Sebagai contoh, Anda berangkat dari rumah ke
sekolah. Pada lintasan yang sama, jarak yang ditempuh dari rumah ke sekolah ketika

Anda berangkat adalah sama dengan jarak yang ditempuh dari sekolah ke rumah ketika
Anda pulang. Oleh karena jarak tidak memiliki arah, jarak selalu bernilai positif. Dalam
hal ini, jarak termasuk besaran skalar
Secara umum jarak dapat dibagi menjadi dua, iaitu :
1. Jarak horizontal (HD), merupakan panjang garis antara dua titik (AB) terletak
pada mendatar.
2. Jarak vertical (SD), apabila panjang garis antara dua titik (AB) terletak tidak
pada
mendatar.
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan
yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah
cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.
3.2 METODE PENGUKURAN JARAK
Metode atau cara pengukuran digunakan untuk perhitungan, pengolahan, dan
koreksi data untuk menentukan posisi (koordinat) setiap titik yang terukur dalam wilayah
pemetaan. Jarak merupakan rentangan terpendek antara dua titik. Jauh rentangan
antara dua titik dinyatakan dalam satuan ukuran panjang.

Kedudukan antara dua titik bisa terletak dalam:

1. Posisi datar (sejajar dengan bidang datar), jaraknya disebut jarak datar.
2. Posisi miring (membentuk sudut lancip terhadap bidang datar), jaraknya
disebut jarak miring (jarak lapangan).
3. Posisi tegak (membentuk sudut 90: terhadap bidang datar), jaraknya disebut
jarak tegak (beda tinggi).


Pengukuran jarak secara umum dibedakan menjadi dua cara, yaitu:

1. Pengukuran jarak secara langsung
- Jarak antara dua titik tidak begitu jauh atau pada hamparan yang tidak luas.
- Kondisi topografi relatif mudah (tidak banyak penghalang).
- Alat ukurnya antara lain: galah, pita ukur, rantai ukur, dan odometer.
2. Pengukuran jarak secara tidak langsung
- Jarak antara dua titik cukup jauh atau pada hamparan yang cukup luas.
- Pengukuran dilakukan secara optis ataupun elektonis.
- Alat ukur jarak optis antara lain: total station, tedolit, Bousole Tranche Montagne
(BTM), waterpas.
- Alat ukur jarak elektronis yaitu Electronic Distance Measurement (EDM).




Metode Pengukuran Jarak Langsung

1. Pacing (langkah)
Adalah metode pengukuran jarak kasar dengan menggunakan langkah kaki.
Tingkat ketelitiannya antara 1:50 sampai 1:200 tergantung tingkat keahlian
pengukur.

Jarak = unit langkah x jumlah langkah
2. Menggunakan roda ukur (odometer)
Alat ini berguna khususnya untuk mengukur jarak kasar sepanjang garis
lengkung. Tingkat ketelitiannya sekitar 1:200.
Jarak = bacaan odometer x keliling roda
3. Pita ukur (taping)
Tingkat ketelitiannya berkisar antara 1:500 sampai 1:3000, yang secara
umum bisa diterapkan untuk sebagian besar survei pendahuluan Panjang pita
ukur berkisar antara 20m – 100m.Satuan skala yang digunakan umumnya
adalah meter dengan pembagian skala tiap 0,5cm – 1mm atau inchi dengan
pembagian slaka tiap 0,125 inchi - 0,1 inchi.



Alat bantu yang digunakan untuk pengukuran jarak langsung dengan pita ukur

antara lain:
a. Jalon atau anjir adalah tongkat dari pipa besi dengan ujung runcing (seperti
lembing) panjang antara 1.5m sampai 3m, diameter pipa antara 1.5cm sampai
3cm dicat merah dan putih berselang-seling. Jalon ini berguna pada pelurusan
dan untuk menyatakan adanya suatu titik dilapangan pada jarak jauh.
b. Pengukur, adalah alat untuk memberi tanda titik sementara dilapangan. Terbuat
dari besi dengan panjang ± 40m dan runcing diujungnya dan ujung lain
lengkung.
c. Unting-unting adalah alat untuk membantu memproyeksikan suatu titik terbuat
dari besi atau dari kuningan.
d. Water pas tangan adalah alat bantu untuk mendatarkan pita ukur.
e. Prisma dan kaca sudut adalah alat bantu untuk menentukan sudut 900/ siku.siku.


Pengukuran Jarak Dengan Pita Ukur (Taping)
Jarak yang diperoleh dari pengukuran dengan pita ukur secara mendatar adalah


jarak datar (horizontal distance). Jika pengukuran dilakukan secara langsung pada
daerah miring yang curam maka yang diperoleh adalah jarak miring/slope (s). Untuk

menentukan jarak datar (D), maka diperlukan pengukuran sudut miring () dengan
menggunakan abney hand level dan clinometer.

Gambar 1.1 . Taping dalam beberapa bentangan
Jarak datar dihitung dengan rumus:
D = s cos 
Jika beda tinggi (h) antara ujung-ujung titik diukur, maka jarak datar dihitung dengan
rumus:
D = (s2 – h2)½

Gambar 1.2.Taping pada permukaan miring
Langkah-langkah pengukuran jarak langsung dengan pita ukur sebagai berikut:
a. Pelurusan arah dua titik yang akan diukur

Pelurusan dilakukan jika pengukuran tidak dapat dilakukan dengan sekali
membentangkan pita karena jarak yang diukur melebihi panjang pita ukur atau

kondisi tanah yang tidak datar.
Misal, akan diukur jarak dari A ke B maka pelurusan dilakukan sebagai berikut:
- Tancapkan jalon di titik A dan titik B.
- Orang pertama melihat dari belakang jalon di A sedemikian hingga jalon di A
dan B terlihat menjadi satu.
- Orang kedua membawa jalon j1. Dengan arahan dari orang pertama, orang
kedua bergeser ke kiri atau ke kanan sedemikian hingga orang pertama melihat
jalon di A, j1, dan B terlihat menjadi satu barulah jalon j1 ditancapkan.
- Cara yang sama dilakukan pada jalon j2,j3, dan seterusnya sampai semua
penggalan jarak ditandai pelurusannya.
b. Pengukuran jarak.
Pengukuran jarak langsung minimal dilakukan oleh dua orang, yaitu orang
pertama memegang bagian awal pita ukur dan orang kedua menarik pita ukur.


Pelaksanaan pengukuran sebagai berikut:

- Ujung awal (angka 0) pita ukur ditempatkan di titik A.
- Pita ukur ditarik secara lurus dan mendatar sampai menyinggung jalon j1.
- Tancapkan pen ukur di titik A (a1) dan di titik j1 (a2), baca dan catat skala pita ukur

yang berimpit di a2.
- Lakukan hal yang sama dari a2 ke a3, dan seterusnya sampai ke titik B.
Pengukuran dari A ke B dinamakan pengukuran pergi. Selanjutnya dilakukan
pengukuran pulang dari B ke A dengan cara yang sama. Hasil pengukuran pergi dan
pulang kemudian dihitung nilai rata-ratanya.

Rasio ketelitian pengukuran jarak adalah:
(jumlahDpergi- jumlahDpulang)/Drata-rata


Beberapa kondisi pengukuran jarak langsung antara lain:

1. Bila titik A dan B terhalang kolam
- Proyeksikan B pada C garis yang melalui A dititik C
- Ukur jarak AC dan jarak BC.
- Hitung jarak AB = AC2+BC2

Gambar 1.3. Pengukuran jarak langsung terhalang kolam
2. Bila titik A dan B tepat di tepi bangunan
- Buat garis l1 lewat titik A, tentukan titik 1 laluhubungkan 1 ke B sebagai garis

m1.
- Pada garis m1 tentukan titik 2 dan hubungkan A ke 2 sehingga terbentuk garis
l2 .
- Tentukan titik 3 pada garis l2, hubungkan 3 ke B sehingga terbentuk garis m2.
- Pekerjaan tersebut dilanjutkan sampai didapat:
Titik 5-4-B satu garis dan
Titik 4-5-A satu garis berarti

Titik A-5-4-B satu garis lurus
- Selanjutnya pengukuran jarak AB

Gambar 1.4. Pengukuran jarak langsung dengan titik di tepi bangunan


Kesalahan yang terjadi pada pengukuran jarak :
1. Kesalahan yang bersumber dari pengukur
Kurangnya ketelitian mata dalam pembacaan alat waterpass, yaitu pembacaan
benang atas, benang bawah, dan benang tengah. Adanya emosi dari pengukur
akibat rasa lapar sehingga tergesa-gesa dalam melakukan pengukuran dan
akhirnya terjadi kesalahan mencatat.

2. Kesalahan yang bersumber dari alat
Ukur yang sering dipakai mempunyai tendensi panjangnya akan berubah,
apalagi jika menariknya terlalu kuat. Sehingga panjang pita ukur tidak betul atau
tidak memenuhi standar lagi. Patahnya pita ukur akibat terlalu kencangnya
menarik pita ukur, sehingga panjang pita ukur bergeser (berkurang)
3. Kesalahan yang bersumber dari alam.
Adanya angin yang membuat rambu ukur terkena hembusan angin, sehingga
tidak dapat berdiri dengan tegak. Angin yang merupakan faktor alam, membuat
pita ukur menjadi susah diluruskan, sehingga jarak yang didapatkan menjadi lebih
panjang daripada jarak sebenarnya.

Gambar 2. Sumber Kesalahan

 Jenis-Jenis Kesalahan
Secara konvensional kesalahan dikategorikan ke dalam tiga jenis yaitu kesalahan
besar (gross error), kesalahan sistematik (systematic error) dan kesalahan acak
(random/accidental error).
1.

Kesalahan Besar atau Gross Error/Blunder,


karakteristik pada kesalahan ini yaitu nilai pengukuran menjadi sangat
besar/kecil/berbeda bila dibandingkan dengan nilai ukuran yang seharusnya.
sumber kesalahannya yaitu karena kesalahan personal (kecerobohan pengukur)
yang menyebabkan hasil pengukuran yang tidak homogen. cara penanganannya
yaitu harus dideteksi dan dihilangkan dari hasil pengukuran. adapun langkahlangkah yang dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan besar ini yaitu :
Cek secara hati-hati semua objek yang akan diukur; Melakukan pembacaan hasil
ukuran secara berulang untuk mengecek kekonsistenan; memverifikasi hasil yang
dicatat dengan yang dibaca; Mengulangi seluruh pengukuran secara mandiri
untuk mengeek kekonsistenan data; Penggunaan rumus aljabar atau geometrik
sederhana untuk mengecek kebenaran hasil ukuran.
2.

Kesalahan Sistematik (Systematic Error),

karakteristik pada kesalahan ini yaitu terjadi berdasarkan sistem tertentu
(deterministic system) yang dapat dinyatakan dalam hubungan fungsional
(hubungan matematik) tertentu dan mempunyai nilai yang sama untuk setiap
pengukuran yang dilakukan dalam kondisi yang sama. Sumber kesalahannya
yaitu terjadi karena kesalahan alat sehingga menyebabkan hasil pengukuran

menyimpang dari hasil pengukuran yang seharusnya. Cara penanganannya yaitu
harus dideteksi dan dikoreksi dari nilai pengukuran. contohnya dengan melakukan
kalibrasi alat sebelum pengukuran. kesalahan sistematik dapat dieliminasi dengan
melakukan : Kalibrasi peralatan; Menggunakan metoda pengukuran tertentu.
3.

Kesalahan Acak (Random/Accidental Error),

karakteristik pada kesalahan ini yaitu kesalahan yang masih terdapat pada
pengukuran setelah blunder dan kesalahan sistematik dihilangkan dan tidak
memiliki hubungan fungsional yang dapat dinyatakan dalam model deterministik,
tetapi dapat dimodelkan menggunakan model stokastik (berdasarkan teori

probabilitas). Sumber kesalahannya yaitu terjadi karena kesalahan personal, alat,
dan alam. tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimalkan dengan melakukan
pengukuran berulang (redundant observations) dan melakukan hitung perataan
terhadap hasil pengukuran dan kesalahan pengukuran. Salah satu metode
perataan adalah metode perataan kuadrat terkecil (Least Square Adjusment). Jika
kesalahan sistematik, koreksi dapat dilakukan dengan menggunakan model
fungdional dan kalibrasi alat, maka untuk mengeliminir kesalahan acak digunakan
model probabilitas.
Kesalahan Yang Bersumber Dari Alam
Alam merupakan salah satu faktor pengukuran yang paling tak terduga, alam
dapat sewaktu-waktu berubah secara spontan, tetapi hal ini jarang sekali terjadi
pada saat pengukuran berlangsung.
Beberapa contoh sumber kesalahan ukur karena alam antara lain :
1. Angin
Hembusan angin yang kencang akan mempengaruhi hasil pengukuran,
dikarenakan angin yang berhembus ke rambu ukur dapat merubah posisi rambu
menjadi tidak tegak lurus. Selain itu, angin akan menyulitkan para pengukur dalam
membentangkan pita ukur, pita ukur akan menjadi susah untuk diluruskan
sehingga jarak ukur akan menjadi lebih panjang dari yang seharusnya.
2. Cuaca
Cuaca sering menjadi halangan bagi para pengukur, cuaca yang tak menentu
dapat menunda berlangsungnya pengukuran. Misal tiba-tiba terjadi badai, akan
sangat sulit untuk bisa melakukan pengukuran.
3. Bencana alam
Misalkan gunung meletus, angin topan, gempa bumi, banjir, dan bencanabencana alam lainnya.
4. Bentuk bumi
Bentuk bumi yang bulat mempunyai efek tersendiri pada ilmu ukur tanah, ini
mengakibatkan tanah yang di ukur mempunyai batas-batas tertentu sehingga
ukuran tanah yang akan di ukur tidak bisa terlalu panjang ataupun terlalu luas.

5. Cahaya Matahari
Cahaya matahari dapat menjadi sumber kesalahan pada proses pengukuran
tanah, khususnya jika pengukuran dilakukan secara optical atau menggunakan
alat optik seperti teropong dan lain sebagainya. Cahaya matahari sewaktu-waktu
dapa membias melalui lensa optik sehingga hasil pengukuran mungkin akan
kurang sesuai seperti apa yang diharapkan, bisa saja lebih ataupun kurang.


Metode pengukuran pada alat ukur sederhana :
1. Pengukuran jarak Apabila jarak antara dua titik yang akan diukur lebih panjang
dari alat ukur yang ada maka dua tahapan yang harus dilakukan :
- pelurusan (pembanjaran) Pembanjaran dilakukan oleh dua orang, seorang
membidik sementara yang lain menancapkan yalon sesuai dengan komando dari
si pembidik. Seprti yang terlihat pada gambar x, misalnya akan diukur jarak AB,
dua buah yalon harus ditancapkan di atas titik A dan B. Selanjutnya pembidik
berdiri di belakang yalon A dan mengatur agar mata pembidik satu garis dengan
yalon A dan B. Keadaan ini dapat diketahui jika mata si pembidik hanya melihat
satu yalon saja. Di antara yalon A dan B harus ditancapkan beberapa yalon atau
patok yang jaraknya terjangkau oleh alat ukur. Seringkali dijumpai rintangan
pada areal yang akan diukur sehingga pembanjaran tidak dapat dilakukan
seperti gambar diatas. Maka pembanjaran disini perlu perlakuan yang berbeda,
dikarenakan : Kondisi lapangan yang bergelombang/curam/berbatasan dengan
tembok tinggi. Ada bangunan/rintangan di tengah areal yang akan diukur, dan
sebagainya. - pengukuran jarak secara langsung Pengukuran jarak dua titik
dapat dilakukan dengan menggunakan kayu meter, rantai meter, pita meter.
Untuk permukaan tanah yang miring, pengukuran dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu dengan pita/kayu ukur yang diatur horizontal dengan bantuan nineau
serta mengukur langsung tanah yang miring.
2. Pengukuran sudut miring Pengukuran sudut miring sangat diperlukan dalam
memperoleh informasi jarak (D) dan beda tinggi (BT) secara tidak langsung. Alat
yang biasanya digunakan adalah abney level, yang penggunaannya dengan
membidik

langsung

pada

puncak

obyek

yang

diinginkan

kemudian

menggerakkan niveau yang dihubungkan dengan penunjuk skala hingga berada
pada posisi tengah benang. Hasilnya dapat dibaca langsung pada penunjuk
skala tersebut.
3. Pengukuran Beda Tinggi (BT) Pengukuran beda tinggi antara dua titik di
lapangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara langsung dengan
menggunakan alat ukur yang dipasang mendatar, serta cara tidak langsung
dengan mengukur panjang miringnya dan sudut yang terbentuk terhadap lereng.
Pengukuran dengan waterpass instrumen Pengukuran Jarak dan Beda Tinggi
Pada waterpass pengukuran jarak memiliki rumus : D = 100. (Ca – Cb) Untuk
pengukuran beda tinggi (BT) antar dua titik dapat dihitung berdasarkan tinggi alat
dan nilai kurva tengah, sehingga dirumuskan menjadi : BT = TA-Ct


Pembacaan sudut horizontal
Sudut arah adalah sudut horizotal yang dibentuk oleh perpotongan suatu garis

dengan meridian bumi (utara-selatan) . dalam pengukuran , untuk menyatakan
besarnya sudut dikenal dua cara yaitu :bearing dan azimuth Biaring merupakan sudut
arah yang diukur dari utara atau selatan magnet bumi ke titik lain searah atau
berlawanan dengan arah putaran jarum jam dengan sudut kisaran antara 0- 90. Azimut
merupakan sudut arah yang diukur dari utara magnet bumi ke titik yang lain searah
jarum jam. Sehingga mempunyai kisaran attara 0-360 Pengukuran Dengan Theodolit 1.
Pembacaan sudut horizontal (Az) Sudut arah adalah sudut horisontal yang dibentuk
oleh perpotongan suatu garis dengan meridian bumi ( utara-selatan). Dalam
pengukuran, untuk menyatakan besarnya sudut dikenal dua cara, yaitu
: “Bearing” dan “Azimuth”.


Bearing merupakan sudut arah yang diukur dari utara atau selatan magnet bumi
ke titik lain yang searah/berlawanan dengan arah putaran jarum jam, dengan
sudut kisaran antara 0-90.



Azimuth merupakan sudut arah yang diukur dari utara magnet bumi ke titik yang
lain searah jarum jam sehingga mempunyai kisaran antara 0-360. 2. Pembacaan
sudut miring (V) Sudut miring merupakan sudut yang dibentuk oleh garis bidik

teropong dengan bidang horisontal. Pada umumnya besarnya sudut horisontal
dan vertikal terdapat dalam satu mikrometer, namun adapula yang dipisahkan. 3.
Pengukuran jarak (D) dan beda tinggi (BT) Jarak horisontal (H) dan Jarak (D) D
= 100 ( CaCb). Cos α
H = D. Cos α
H = 100 ( Ca –Cb). Cos2 α
Beda Tinggi (BT)
BT = H. Tg α – h


Jarak yang digunakan dalam poligon adalah jarak datar yang dapat dihasilkan
dari berbagai cara diantaranya :
1. Dari pengamatan sebuah pita ukur, hal ini bersifat kasar dikarenakan
ketelitian dari pita ukur hanya mencapai cm dan untuk memenuhi metode
pengukuran jarak datar sangatlah susah untuk diterapkan.
2. Dari pengamatan rambu ukur dengan theodolite, bersifat kasar karena
ketelitian 5cm dan tergantung dari jauh dan dekatnya jarak tersebut.

ba = 04.50 dm
bt = 04.25 dm
bb = 04.00 dm

jika V = 30º00’20”
(V adalah hasil pengurangan dari 90˚-bacaan vertikal, karena pada keadaan datar
bacaan vertikal pada angka 90˚)maka, d (slope distance) dapat dihitung
d = 100*(ba-bb) catatan (ba-bt=bt-bb)
d = 100*(4.50-04.00)
d = 100*0.50
d = 50 dm
d = 5m
jika d sudah diketahui maka kita sudah dapat menghitung jarak datar dengan cara
hd = d*cosV
hd = 5*cos30º00’20”
hd = 4.33 m

3. Dari penghitungan dat
a jarak miring dan besaran sudut vertikal,

d = 89 m (jarak miring)
bv = 51º30’40” (bacaan sudut vertikal)
maka, sudut yang dibentuk adalah (v)
v = 90 º - 51º30’40” = 38º29’20”
jarak datar (hd)
hd = d * cosV
hd = 89 * cos 38º29’20”
hd = 69.663 meter
Dari hasil penghitungan instant oleh Total Station, sebenarnya pada Total station
sudah terdapat bacaan HD (Horizontal Distance) yang muncul secara otomatis.
3.3 SUDUT, AZIMUT, DAN BEARING
Bacaan sudut pada tedolit ada dua yaitu:
1. Bacaan lingkaran vertikal, digunakan untuk menentukan besanya sudut
vertikal.
2. Bacaan lingkaran horisontal, digunakan untuk menentukan besarnya sudut
horisontal.

Gambar 1.5 Pengukuran sudut dengan teodolit

3.3.1. Sudut Vertikal
• Bacaan lingkaran vertikal bisa merupakan sudut vertikal (z) maupun sudut
miring.
Pada kedudukan biasa = 900 – z
Pada kedudukan luar biasa = z - 2700
• Sudut vertikal, yaitu sudut yang ditentukan dari garis tegak (vertikal). Jika
pembacaan sudutnya dari arah zenit (atas) maka disebut sudut zenit (z), jika dari
arah nadir (bawah) maka disebut sudut nadir (n).
• Sudut miring, yaitu sudut yang ditentukan dari garis mendatar (horisontal) ke
arah atas atau ke arah bawah. Jika pembacaan sudutnya ke arah atas maka
disebut sudut elevasi, jika ke arah bawah maka disebut sudut depresi.
• Sudut vertikal maupun sudut miring digunakan untuk menghitung jarak datar.

Gambar 1.6. Sudut vertikal
3.3.2. Sudut Horisontal


Bacaan lingkaran horisontal pada teodolit merupakan arahhorisontal teropong



ketitik bidik tertentu.
Sudut horisontal adalah selisih antara dua arah horisontal yang berlainan



(bacaan FS – bacaan BS).
Sudut horisontal digunakan untuk menghitung azimut sisi poligon.



Sudut horisontal dibedakan menjadi:
1. Sudut dalam (interior angle)adalah sudut yang terletak di bagian dalam
poligon tertutup.
2. Sudut luar (eksterior angle) adalah pelingkar sudut dalam pada poligon
tertutup.
3. Sudut ke kanan(angle to the right) adalah sudut menuju FS dengan putaran
searah jarum jam.
4. Sudut ke kiri(angle to the left) adalah sudut menuju FS dengan putaran
berlawanan jarum jam.
5. Sudut defleksi adalah sudut miring antara sebuah garis dan perpanjangan
garis sebelumnya.
- Sudut defleksi kiri = sudut defleksi yang belok ke kiri.
- Sudut defleksi kanan = sudut defleksi yang belok ke kanan.

Gambar 1.7. Sudut horisontal
3.3.3 Azimut (Sudut Jurusan)
Azimut ialah sudut yang dimulai dari utara berputar searah jarum jam ke titik
yang dituju.Besarnya azimut antara 00-3600.
Macam-macam azimut yaitu:

a. Azimut sebenarnya, yaitu sudut yang dibentuk antara utara geografis dengan titik
yang dituju.
b. Azimut magnetis, yaitu sudut yang dibentuk antara utara kompas dengan titik
yang dituju.
c. Azimut peta, yaitu besar sudut yang dibentuk antara utara peta dengan titik yang
dituju.
Back azimuth (BAz) adalah besar sudut kebalikan dari fore azimuth (FAz).
• jika FAz1800 maka BAz = FAz - 1800

Gambar 1.8. Azimut
3.3.4. Bearing (Sudut Arah)
Bearing adalahsudut yang ukur dari utara maupun selatan berputar
searah jarum jam ataupun berlawanan jarum jam ke titik yang dituju. Besarnya
bearing antara 00-900 dan ditulis dengan dua huruf arahnya. Back bearing (BBr)
adalah besar sudut kebalikan dari fore bearing (FBr). BBr diperoleh dari FBr
dengan cara mengganti huruf awal arah N menjadi S (atau S menjadi N), dan
huruf akhir E menjadi W (atau W menjadi E), sedangkan besar sudutnya tetap.

Gambar 1.9. Back azimut dan back bearing

3.3.5. Hubungan Azimut dan Bearing
Jika azimut ≤ 900, maka azimut = Bearing N-E
Jika 900 < azimut ≤ 1800, maka (1800 - azimut) = Bearing S-E
Jika 1800 < azimut ≤ 2700, maka (azimut - 1800) = Bearing S-W
Jika 2700 < azimut ≤ 3600, maka (3600 - azimut) = Bearing N-W

Gambar 1.10. Hubungan azimut dan bearing

Daftar Pustaka

https://dedikurniawanstmikpringsewu.wordpress.com/2013/07/24/pengertian-dandefinisi-metode-penelitian-dan-metode-penelitian/
Hartadi, joko. dkk, 2013, Petunjuk Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta : Fakultas
Geologi Universitas Pembangunan Nasional.
http://koleksiminisaya.blogspot.co.id/2014/05/kesalahan-pengukuran-dalam-ilmuukur.html
https://www.academia.edu/7675780/Ilmu_ukur_tanah
https://www.academia.edu/11322757/ILMU_UKUR_TANAH_-_YULI_KUSUMAWATI