1 PERANAN ORGANISASI DLM AGRIBISNIS DI INDONESIA ada peran kuat koperasi

  

7. PERANAN ORGANISASI

  

7. PERANAN ORGANISASI

DALAM PENGEMBANGAN

DALAM PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS DI

AGRIBISNIS DI

  

INDONESIA

  

INDONESIA

  

7. PERANAN ORGANISASI

  

7. PERANAN ORGANISASI

DALAM PENGEMBANGAN

DALAM PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS DI

AGRIBISNIS DI

  INDONESIA

  INDONESIA

  

7.1. Kaji Ulang Strategi

Pembangunan Nasional Era

Orde Baru

   upah buruh murah  pangan murah  bahan baku murah

   Model Pembangunan Lewis

  • Pertanian mendukung pembangunan industri
  • Ekstraksi surplus pertanian/pedesaan

   Hasil dari Tiga Dekade

Penerapan Model Lewis di Indonesia

  • Pengangguran memburuk
  • Kemiskinan absolut dan relatif memburuk
  • Hutang luar negeri memburuk

  • Kerusakan lingkungan

  

7.2. Reposisi Peranan

Pertanian dalam Pembangunan

Nasional

   Faktor-Faktor Pendorong

   Belajar dari Kegagalan Strategi

  Pembangunan Orde Baru 

  Reformasi Sistem dan Struktur Politik Nasional

   Globalisasi dan Persaingan Ekonomi

   Agriculture-Led Development

  • Pertanian penggerak, bukan pendukung, industrialisasi
  • Pembangunan pertanian dengan pendekatan agribisnis

   Mengapa Harus

Pendekatan Agribisnis ?

   Persaingan global membuat Indonesia tidak mungkin lagi terus hanya menghasilkan produk-produk pertanian generik yang bernilai tambah rendah dan berdaya saing rendah.

   Persaingan global menuntut para produsen harus menghasilkan produk-produk yang

bernilai tambah dan daya saing tinggi bila

ingin berjaya di pasar global.

  7.3. Evaluasi Sistem Agribisnis sebagai Pendekatan Pembangunan Pertanian

   sub-sistem input  sub-sistem on-farm  sub-sistem pengolahan  sub-sistem pemasaran  sub-sistem pendukung

   Apa itu sistem agribisnis?

  • Terdiri dari berbagai sub-sistem

   Apakah sistem agribisnis sebagai konsep ‘workable’?

  •  Antar sub-sistem harus bekerja secara harmonis

  Prakondisi untuk kinerja optimal

  Apa mungkin menciptakan prakondisi

  • seperti itu? Apa perlu sistem yang harmonis agar
  • seseorang bisa berhasil dalam

  

7.4. Alternatif Konsep

Agribisnis 

Agribisnis  integrasi strategi

bisnis ke dalam kegiatan pertanian

   Strategi bisnis harus ‘capable to match’ tantangan persaingan global

  7.5.

  Tantangan Pembangunan Pertanian dengan Pendekatan Agribisnis dalam Era Globalisasi  preferensi konsumen: “Buyers’ Market” dengan kecenderungan Attribute produk yang semakin menarik dan baik publik (tidak melanggar HAM dan merusak lingkunganProses produksi yang bertanggung jawab pada monopolistik Pasar persaingan ke waktu intensif dari waktuPersaingan semakin

  Match Global Competition:

  7.6. A Basic Strategy to Monopolistically Competitive Market and product positioning Market segmentation Product Key Elements Possibility Economic to Earn development promotion Product differentiated Artificially Rent development Brand Reliable product and supply products

  7.7. Kebutuhan Dana Investasi untuk Menerapkan ‘the Identified Basic Competition Strategy’Cumulative Quasi fixed Substantial

  7.8. Agar Mampu Membangun Strategi Bersaing Efektif di Pasar Global, Petani Harus:

   Market growth oriented long run strategyLarge scale of market operation Good access to credit market Good access to new technology

  Tidak Mungkin Membangun Strategi Bersaing Global

  7.9. Secara Individual Petani Indonesia Skala usaha sangat kecil (< 1 Ha) (sangat jangka pendek): Pendapatan musim iniOrientasi pasar Terbatas (teknologi tersediatapi tidak adopsi, karena Akses teknologi sangat sangat terbatas (masalah Akses pada pasar kredit tidak mampu membuatnya menguntungkan) ongkos transaksi, dan masalah agunan)

  7.10. Belajar dari Para Petani di Negara-Negara Maju

   Di negara-negara maju, seperti AS dan Australia, para petani

melakukan kerjasama bisnis dalam

wadah organisasi ‘marketing cooperative’

   Bagi para petani ‘marketing cooperative’ menjadi semacam ‘kartel’ produsen yang memberikan mereka kekuatan untuk

   Para anggota kartel diikat dengan satu ‘brand of product’. Brand digunakan secara eksklusif untuk produk-produk yang dihasilkan para anggotanya.

   ‘Product development, promotion, pricing, planning and distribution’ dilakukan bersama dalam wadah ‘marketing cooperative’

   Kebersamaan yang solid inilah yang membuat kartel petani dalam wadah ‘marketing cooperative’ menjadi alat yang efektif dalam bersaing di pasar global (Market power)

   Para petani di negara maju juga menggunakan ‘marketing cooperative’ sebagai sarana untuk ‘collective action’

dalam memperjuangkan kepentingan bisnis

anggotanya dalam arena politik guna mendapatkan kebijakan yang menguntungkan pihaknya (Political power)

   Para petani di negara maju sudah membuktikan tidak cukup hanya memiliki “market power”, tetapi juga perlu dilengkapi dengan “political power” untuk membangun daya saing global dan pertanian yang makmur.

   Pemilikan petani atas “political power” inilah yang menjadi faktor kunci dibalik fenomena tingginya perlindungan negara-negara maju atas

  

7.11. Membangun Daya Saing

Global Petani Melalui

Pengembangan Koperasi Petani

  Produser

   Seperti halnya di negara-negara maju, para petani Indonesia yang skala usahanya sangat kecil mestinya membangun kerja sama di antara mereka agar mampu bersaing efektif di pasar global.

   Para petani perlu kuat tidak hanya di pasar produk dan input yang berkaitan dengan usahataninya, tetapi juga perlu kuat dalam lobi politik untuk mendapatkan kebijakan

   Organisasi petani juga dapat berperan sebagai sarana collective action dalam urusan lobi ini.

   Jadi, kunci membangun agribisnis yang kompetitif secara global di negeri ini adalah membangun wadah organisasi bisnis petani, seperti ‘marketing cooperative

   ‘ Marketing cooperative ’ adalah salah satu bentuk organisasi bisnis, yang dapat dipilih petani sebagai wadah kerjasama

   . Belajar dari Masa Lalu: Mengapa KUD Gagal?

  • KUD sebagai sarana ‘Collective Action’ Keanggotaan besar dan beraneka-ragam Bisnis tidak fokus
  • “Great diversity of interest” Rentan thdp masalah penikmat gratis
  • Solidaritas kelompok lemah “Mutual distrust” Rendah partisipasi anggota Buruk kinerja KUD

  Memajukan Daya Saing Global Anggotanya Membangun Koperasi yang Efektif untukBelajar dari Masa Lalu: Elemen-Elemen Pokok

  • relatif terbatas Jumlah anggota yang interest”

  “Strong common Usahatani sejenis dgn skala relatif sama

  • internalize consequence “Built-in mechanism to kegiatan produksi, Perencanaan dan
  •   

    7.12. Implikasi Pokok dari

    Pengembangan Kelembagaan

    Koperasi yang Solid pada

    Bisnis Anggotanya

      (Petani Gurem)

       Memberi Kesempatan untuk mendapatkan “Market Power and

      Economic Rent” 

      Pasar persaingan monopolistik 

      Product brand image  control on own market 

      Earning of economic rent

       Memberi Kesempatan untuk

      Menikmati Manfaat dari ‘Economies of Scale’

       Skala usaha ekonomis dalam pemasaran, promosi, dll

       Efisiensi biaya

       Membuka Akses terhadap teknologi baru

       Persaingan dinamis  pengembangan produk perlu teknologi baru

       ‘Strong product brand image’  kesempatan menghasilkan ‘economic rent’ dari penggunanan teknologi baru dan inovasi produk

       ‘Economic rent’ insentif untuk adopsi teknologi baru dan inovasi produk

       Membuka akses pada Pasar

      Kredit Perbankan (1)

       Kemampuan mengelola resiko lebih baik ‘Market power’ resiko pemasaran

    • (harga) lebih terkendali Perencanaan, pemeliharaan tanaman dan
    • >produksi bersama resiko produksi lebih terkendali Bank lebih ramah pada petani

       Membuka Akses pada Pasar Kredit Perbankan (2)

       Group borrowing scheme

      Triadic relation  bank, petani individu

    • dan grup petani Group lending menekan ongkos
    • transaksi Peer group  pendisiplin dan penjamin
    • komitmen anggotanya  tidak perlu

      ‘material collateral’ untuk meminjam ke

      

    Membangun Kemampuan

    untuk ‘Political Lobbying’

       Organisasi bisnis juga dapat digunakan oleh para petani sebagai

      ’instrument for political lobbying’ untuk mendapatkan kebijakan- kebijakan publik yang menguntungkan kelompoknya, seperti yang dilakukan para petani di negara-negara maju

      7.12. Daftar Bacaan Pokok (1)

      Kasper, Wolfgang and Streit, Manfred

      E. 1998. Northampton MA, USA:

      Institutional Economics: Social Order and Public Policy. Bab 5 dan 6 Luenberger, David G. 1995.

      

    Microeconomic Theory. New York:

      McGraw-Hill Inc. Bab 12

      

    7.13. Daftar Bacaan

    Pokok (2)

      McTaggart, Douglas et al. 1996.

      

    Economics. Melbourne: Addison-

      Wesley Publishing Company. Bab 16 Todaro, Michael. 2000. Economic

      Development. Harlow, England: Addison Wesley.Bab 3.