GAMBARAN DIRI PADA ANAK USIA SEKOLAH (7-12 TAHUN) YANG MENGALAMI BULLYING DI SEKOLAH SDN PATUGURAN REJOSO KABUPATEN PASURUAN

  

GAMBARAN DIRI PADA ANAK USIA SEKOLAH (7-12 TAHUN) YANG

MENGALAMI BULLYING DI SEKOLAH SDN PATUGURAN REJOSO

KABUPATEN PASURUAN

  M. AUWALUN NAFI 11001028

  Subject: Gambaran diri, anak usia sekolah, bullying

  

DESCRIPTION

  Citra positif tentang dunia pendidikan semakin memudar, seiring mencuatnya tindakan kekerasan di kalangan pelajar. Ada yang menjadi pelaku, korban atau paling tidak menjadi saksi. Istilah kekerasan tersebut di atas sekarang lebih dikenal dengan school bullying. Menurut Riauskina, Djuwita dan Soesetia (dalam Andreas, 2007) mendefinisikan school bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh sekelompok/seseorang siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) jumlah pengaduan yang masuk meningkat mencapai 98% sebanyak 2.386 pengaduan pada tahun 2011 dari 1.234 laporan pada tahun 2010 (Kompas, 2011). Dalam penelitian ini penulis terdorong untuk penulis terdorong untuk mengetahui gambaran diri pada anak usia sekolah (7-12 tahun) yang mengalami bullying di sekolah.

  Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan tujuan mengetahui Gambaran Diri pada Anak Usia Sekolah (7-12 Tahun) yang Mengalami Bullying. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive

  

sampling dengan subjek penelitian sejumlah 6 siswa SDN Patuguran. Alat ukur

  Hasil penelitian dari 6 responden didapatkan 1 responden memiliki gambaran gangguan diri dalam bentuk keputusasaan dan 3 responden memiliki memiliki gambaran gangguan diri dalam bentuk ketakutan ditolak oleh kelompok.

  Ada sebuah pergeseran fenomena bullying yang semula terjadi pada awal

  

tween (9-12 tahun) pada anak-anak usia 2-6 tahun, walaupun itu ditemukan 1

kejadian saja. Bahwa School Bullying tidak bisa disepelekan lagi benar adanya.

  Secara keseluruhan, bullying di sekolah menjadi epidemi nasional.

  Berdasarkan hasil temuan di atas disarankan Sekolah Dasar sebagai sebuah sistem pendidikan dasar yang memberikan fungsi edukatif, pengembangan dan peningkatan mampu memberikan sebuah sistem yang terintegral tentang penanganan bullying.

  

ABSTRACT

  Nowdays, elementary school as basic education of child is becoming spread out, when several violance cases of student has been pulled out in media. Many students are becoming bullyers, victim or at least as a witness of bullying. It is called school bullying as known. Riauskina, Djuwita and Soesetia (on Andreas, 2007) defined school bullying is an agresive act which did so many times by groups or student which has power to another powerless student on purpose to declines almost 98% in 2.386 cases at 2011 from 1.234 cases at 2010 (Kompas, 2011). Because of those reason, researcher has passion to know Self Identification on Child School (age 7-12) who felt School Bullying.

  This research includes descriptive cualitatif research which has purpose to know Self Identification on Child School (age 7-12) who felt Bullying. This research is used purposive sampling as sampling design. The amount of samples are 6 students of State Elementary School of Patuguran. Collecting data is used quitioner and observation.

  The result of 6 respondens got 1 responden who have self identification disorder on give up and 3 responden who have self identification disorder on fear to denied by the group.

  Bullying phenomena is stepping a side which is started from earlier tween

  (age 9-12) to child (age 2-6) eventhough it found 1 case only Further School

  

Bullying could not be underestimated, School Bullying is exist. Overall, Bullying

is becoming a national epidemic.

  Based on research, there is hope to elementary school to built integrated system who make decrease and handle of bullying.

  Keywords : Self Identification, Child School, Bullying

  Contributor : 1. Nur Saidah, S. Si. T., M. Kes 2. dr. Rahmi Syarifatun Abidah

  Date : 14 Juli 2014 Type Material : Laporan Penelitian URL : Right : Open Document Summary :

LATAR BELAKANG

  Sekolah merupakan suatu lembaga tempat menuntut ilmu. Berbicara sekolah erat kaitannya dengan pendidikan. Beberapa tahun belakangan citra positif tentang dunia pendidikan semakin memudar, seiring mencuatnya tindakan kekerasan di kalangan pelajar. Istilah kekerasan tersebut di atas sekarang lebih dikenal dengan

  

bullying . Dikarenakan bullying dilakukan di sekolah dinamakan school bullying.

  Menurut Riauskina, Djuwita dan Soesetia (dalam Andreas, 2007) mendefinisikan

  

school bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh

  sekelompok/seseorang siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut (Andreas, 2007) Data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) jumlah pengaduan yang masuk meningkat mencapai 98% sebanyak 2.386 pengaduan pada tahun

  2011 dari 1.234 laporan pada tahun 2010 (Kompas, 2011).

  Perilaku School Bullying memiliki beragam bentuk dan variasi yang dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek ; emosional, verbal dan fisik. Dari ketiga aspek di atas bentuk yang paling umum dari School Bullying adalah pelecehan verbal yang datang dalam bentuk ejekan, menggoda atau meledek dalam bentuk nama (Asian Parent, 2003).

  Anak yang menjadi korban bullying biasanya merasa malu, takut dan tidak dampak psikologis dari verbal bullying adalah timbulnya cemas berlebihan, takut, depresi, hidupnya tertekan, rendah diri dikarenakan tidak percaya diri. Menurut pohon masalah harga diri rendah diawali gangguan citra tubuh/gambaran diri (Budi Ana Keliat, 1999). Menurut Honigman dan Castle (dalam Meilina, 2006) gambaran diri adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya.

  Citra raga dikembangkan selama hidup melalui pola interaksi dengan orang lain. Dalam kasus bullying pada anak sekolah, salah satu bentuk verbal bullying berupa mempermalukan atau merendahkan bentuk tubuh dikarenakan kecacatan atau keterbatasan lainnya (Anonymous, 2012). Dari sinilah citra raga diproyeksikan tidak selalu positif.

  Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis terdorong untuk mengetahui gambaran diri pada anak usia sekolah (7-12 tahun) yang mengalami bullying di sekolah.

METODOLOGI PENELITIAN

  Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Di dalam penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu gambaran diri pada anak usia sekolah (7-12 tahun) yang mengalami bullying. Pada penelitian ini populasinya adalah 6 siswa SD yang mengalami bullying. Penelitian ini menggunakan Non

  

Probability Sampling dan Teknik sampling yang digunakan adalah purposive

sampling . Penelitian ini dilakukan di SDN Patuguran Kecamatan Rejoso pada

  tanggal 16-23 Mei 2014.

  Penelitian dilakukan selama 8 hari di SDN Patuguran dengan menanyakan pertanyaan kepada siswa yang mengalami bullying. Sebelum kuisioner diajukan peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian, kemudian pertanyaan yang ada di kuisioner ditanyakan kepada siwa SD. Untuk melakukan dari 6 pertanyaan dan lembar observasional.

  Analisa data dilakukan dengan mendeskriptifkan jawaban dari setiap pertanyaan yang diajukan kepada siswa kemudian disimpulkan berdasarkan teori yang sudah didapatkan oleh peneliti.

HASIL PENELITIAN

  Dalam penelitian ini dari 6 responden. 4 responden mengalami mendapat tindakan menyakiti/bullying saat duduk di kelas 2 SD, 1 responden ketika duduk di kelas 1 SD dan 1 responden saat di TK.

  Para peneliti University of Kansas mengungkapkan anak kelas 3 sampai kelas 5 SD yang dilaporkan menjadi korban serangan fisik atau ejekan. Penggencetan (periksaan) yang dengan sengaja merugikan orang lain melalui pelecehan verbal (menggoda dan mengejek dengan nama tertentu), penyerangan fisik (mencubit, memukul, dan menggigit), atau penyisihan sosial (sengaja menolak seorang anak dari kelompok)–dulunya merupakan suatu hal yang tidak perlu dikhawatirkan orang tua sampai anak masuk kelompok usia tween (9-12 tahun). Sekarang hal ini sudah merembes pada murid-murid yang paling muda. Pada kenyataannya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyiksaan telah umum terjadi pada anak-anak usia 2-6 tahun dari pada usia tween dan teen

  Kasus terakhir Renggo Khadapi siswa kelas V SDN 09 Makassar yang meninggal dunia karena kekerasan yang dilakukan oleh kakak kelasnya. Dari hasil penelitian ada 1 responden yang mengalami tindakan menyakiti/bullying. Ini menunjukkan ada sebuah pergeseran fenomena bullying yang semula terjadi pada awal tween (9-12 tahun) pada anak-anak usia 2-6 tahun, walaupun itu ditemukan 1 kejadian saja. Bahwa School Bullying tidak bisa disepelekan lagi benar adanya. Secara keseluruhan, bullying di sekolah menjadi epidemi nasional.

  Dalam penelitian ini dari 6 responden. 5 responden mengalami mendapat tindakan menyakiti/bullying dalam bentuk kontak fisik langsung dan 1 responden mengalami Bullying dalam bentuk verbal langsung. Bentuk verbal bullying responden, tidak menjabarkan secara jelas merendahkan, mencela atau sarkasme dikarenakan tidak adanya bentuk kelainan fisik (kecacatan, lumpuh) atau murni bentuk verbal bullying. Asian Parent (2003) mengemukakan bentuk yang paling umum dari School Bullying adalah pelecehan verbal yang datang dalam bentuk ejekan, menggoda atau meledek dalam bentuk nama. Pelecehan verbal langsung juga dapat berupa mengancam, mempermalukan, memberi panggilan nama, sarkasme, merendahkan, mencela, mengintimidasi, menyebarkan gossip (Riauskina dkk dalam Andreas, 2007).

  Berdasarkan pernyataan yang dibuat 6 responden, menunjukkan tidak adanya bentuk gangguan gambaran diri yaitu menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah dan tidak dapat menerima perubahan struktur fungsi tubuh dikarenakan ke 6 responden tidak mengalami bullying yang disebabkan adanya sebuah kecacatan fisik atau kelainan anatomis bentuk tubuh.

  Dalam penelitian ini dari 6 responden. 3 responden mengatakan melaporkan perilaku bullying yang dialami kepada ibu guru di sekolah, 3 responden melaporkan kepada ibu responden, 1 responden melaporkan kepada ayah dan yang menarik ada 2 responden yang melaporkan kepada kakak perempuan. Dari 6 Bisa dikatakan 2 responden yang mendiamkan peristiwa bullying tersebut mengalami dampak psikologis dari school bullying.

  Riauskina, Djuwita dan Soesetio (dalam Andreas, 2007) menerangkan beberapa dampak psikis dari school bullying dimana salah satu bentuknya yaitu emosi negatif (marah, dendam, tertekan, takut, malu, tidak nyaman, terancam).

  Dalam penelitian ini dari 6 responden, menunjukkan responden 4 yang mengalami tindakan menyakiti/bullying disikapi diam saja. Sikap diam dari responden 4 bisa diartikan tertekan dikarenakan. Sikap diam yang ditunjukkan responden 4 bisa dikategorikan mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri atau bentuk ungkapan keputusasaan. Bentuk preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang tidak terjadi dikarenakan 6 responden tidak mengalami tindakan menyakiti/bullying yang disebabkan adanya sebuah kecacatan fisik atau kelainan bentuk tubuh.

  Dalam penelitian ini dari 6 responden. 3 responden mengatakan melaporkan perilaku bullying yang dialami kepada guru di sekolah, terdapat 2 guru memberikan dukungan melalui cara memarahi kepada pelaku bullying. 2 responden yang melaporkan kepada ibu, ibu responden ada yang memarahi kepada pelaku tindakan menyakiti/bullying atas perilaku bullying yang dialaminya oleh responden dan ada yang mendiamkan tanpa memberikan respon atas apa perempuan. Respon kakak perempuan ada yang mengancam untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib dan ada yang mendukung untuk membalas perilaku bullying kepada pelaku yang melakukan bullying terhadap responden.

  Guru-guru cenderung memberikan respons berbeda terhadap kasus bully, tergantung pada usia anak. Di taman kanak-kanak, mereka mencoba menanamkan perilaku yang lebih baik. Tetapi pada anak-anak sekolah dasar, fokusnya lebih kepada melindungi korban (Colino, 2012).

  Dari hasil penelitian didapatkan, guru yang mendapat laporan tindakan menyakiti/bullying berespon dengan melindungi siswa yang terkena bullying dengan cara memarahi siswa yang melakukan tindakan menyakiti/bullying. Dalam lingkungan sekolah harus dibangun kesadaran dan pemahaman bullying dan dampaknya kepada semua stakeholder di sekolah mulai murid, guru, kepala sekolah, dan orang tua. Fungsi yang sangat mendasar dan menonjol dari pendidikan SD adalah fungsi pengembangan dan peningkatan dimana fungsi tersebut menciptaan pembelajaran yang kondusif dapat terlaksana dengan optimal

  Dalam penelitian ini dari 6 responden. 4 siswa berharap kejadian tindakan menyakiti/bullying yang dialami tidak terulang kembali. Sedangkan 3 siswa yaitu responden 1, responden 5 dan responden 6 mengungkapkan terjalinnya kembali sebuah pertemanan yang baik.

  Menurut Luria Ingrassia (2012) yang dikutip dari Sigmund Freud mengungkapkan tugas-tugas perkembangan (development task) pada anak-anak kelompok umur 6 sampai 12 tahun diantaranya belajar bergaul dengan teman- teman seumurnya dan membentuk sikap-sikap terhadap kelompok sosial.

  Dari 3 jawaban siswa tentang keinginan terjalinnya sebuah pertemanan, bisa disimpulkan adanya ungkapan ketakutan ditolak oleh kelompok. Keinginan untuk terjalinnya kembali sebuah pertemanan yang baik diasumsikan 3siswa tersebut ingin menuntaskan tugas-tugas perkembangan (development task) pada

  Dalam penelitian ini dari 6 responden. Semua responden tidak menjawab secara spesifik tentang bentuk tubuh yang diinginkan setelah mengalami mendapat tindakan menyakiti/bullying.

  Asian Parent (2003) mengemukakan bentuk yang paling umum dari School

  

Bullying adalah pelecehan verbal yang datang dalam bentuk ejekan, menggoda

atau meledek dalam bentuk nama (Riauskina dkk dalam Andreas, 2007).

  Nurani (2012) mengatakan depersonalisasi adalah suatu kondisi dimana persepsi atau pengalaman seseorang terhadap diri sendiri berubah. Penyebab depersonalisasi dipicu oleh rasa takut memiliki suatu pengalaman depersonalisasi. Sedangkan penyebab pasti gangguan depersonalisasi belum pasti. Namun, tampaknya dapat dihubungkan dengan ketidakseimbangan pembawa pesan kimia otak tertentu (neurotransmitter).

  Dari hasil penelitian 6 siswa tidak sekalipun ada pendapat tentang bentuk tubuh yang diinginkan setelah mengalami tindakan menyakiti/bullying. Ini dikarenakan siswa tidak mengalami kecacatan fisik atau kelainan bentuk tubuh. Sehingga bentuk depersonalisasi dan menolak penjelasan tentang perubahan tubuh sulit untuk dievaluasi.

  SIMPULAN

  Hasil penelitian dari 6 responden didapatkan 1 responden memiliki gambaran gangguan diri dalam bentuk keputusasaan dan 3 responden memiliki memiliki gambaran gangguan diri dalam bentuk ketakutan ditolak oleh kelompok.

  REKOMENDASI

  Dari penelitian yang dilakukan di SDN Patuguran Rejoso maka saran yang diberikan :

  1. Orang Tua

  lebih perhatian tentang bullying beserta dampaknya kepada anak, dan lebih waspada dan memberikan edukatif kepada anak-anaknya.

  2. Institusi Pendidikan Sekolah Dasar

  memberikan fungsi edukatif, pengembangan dan peningkatan mampu memberikan sebuah sistem yang terintegral tentang penanganan bullying. Selain itu pendekatan yang lebih terarah dapat memberikan solusi pencegahan timbulnya kejadian bullying di sekolah.

  3. Ilmu Keperawatan

  Hasil penelitian bisa menjadi Evidence Based Nursing pengembangan ilmu keperawatan terutama di bidang keperawatan anak di lahan komunitas.

  Alamat Korespondensi

  • - Email : nafikkifan@gmail.com
  • - Hp : 085648021190
  • - Alamat : Ds. Reno Kenongo RT 06 RW 04

  Kecamatan Porong Sidoarjo