MAKALAH VIDEO DOKUMENTER MUSEUM KEBANGKI (1)
MAKALAH VIDEO DOKUMENTER
MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL (STOVIA)
Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas dan Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Videografi
oleh
Jennifer Sidharta
Rindo Adi S.
Revel Imanuel T.
Octi Sundari
Nada Nisrina
13140110345
12140110336
13140110169
13140110258
13140110335
VIDEOGRAFI C1
dengan dosen
SANTO TJHIN
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
TANGERANG
2014
Bab I
I.I Pendahuluan
Museum masih menjadi tempat yang jarang dikunjungi masyarakat. Mayoritas
pengunjung museum pun merupakan murid-murid sekolah. Padahal, museum
merupakan tempat yang sangat penting untuk mengenal sejarah dan dapat pula
dijadikan tempat pariwisata.
Salah satu museum yang menarik yang dapat dikunjungi di wilayah Jakarta
adalah Museum Kebangkitan Nasional atau lebih dikenal dengan sebutan STOVIA
(School Tot Opleding Van Inlandsche Artsen) yang secara resmi dibuka pada 1902.
Walau letaknya di pusat Ibu Kota, pengunjungnya tergolong sedikit dan
keberadaannya tidak terlalu diketahui. Berlandaskan keinginan memperkenalkan dan
mempublikasikan sisi historis yang dilestarikan Museum Kebangkitan Nasional inilah
video dokumenter kelompok kami dibuat.
Berikut penjelasan singkat mengenai Museum Kebangkitan Nasional yang
dilansir dari situs resmi museum tersebut.
Museum Kebangkitan Nasional menempati komplek bangunan bersejarah
peninggalan kolonial Belanda. Dibangun pada 1899, pada masa pemerintahan Hindia
Belanda gedung ini dipergunakan sebagai prasarana pendidikan Sekolah Dokter Djawa
dan sekolah kedokteran bumiputera atau yang lebih dikenal dengan sebutan STOVIA
(School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen) yang secara resmi dibuka pada 1902.
Di dalamnya terdapat pula asrama bagi para pelajar yang berasal dari pelbagai
daerah di Nusantara. Di sana mereka menempuh pendidikan dokter selama sepuluh
tahun. Sekolah kedokteran ini semakin berkembang sehingga tempatnya pun tidak
memadai lagi. Maka, pada 1920 dipindah ke Jalan Salemba dan kini menjadi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Bangunan STOVIA yang lama kemudian dipergunakan untuk asrama dan
sekolah pendidikan lainya, seperti Sekolah Asisten Apoteker, MULO (setingkat SMP),
dan AMS (setingkat SMA).
Namun, masuknya balatentara Jepang ke Indonesia pada 1942, mengakhiri
penggunaan Gedung STOVIA sebagai tempat kegiatan pembelajaran.
Museum Kebangkitan Nasional
1
Pada 1942-1945, pemerintahan kolonial Jepang memfungsikan gedung eksSTOVIA ini sebagai tempat penampungan tawanan perang tentara-tentara Belanda.
Setelah masa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada 1945 sampai 1973,
gedung eks-STOVIA dimanfaatkan sebagai tempat hunian bagi bekas tentara KNIL
Belanda yang berasal dari Ambon beserta keluarganya.
Gedung STOVIA menjadi salah satu tempat istimewa dalam sejarah perjalanan
negeri
ini,
karena
menjadi
saksi
lahirnya
organisasi-organisasi
pergerakan
kebangsaan, yaitu Boedi Oetomo, Trikoro Dharmo (Jong Java), Jong Minahasa, Jong
Ambon, dan lain-lain. Di gedung ini juga beberapa tokoh pergerakan seperti Ki Hadjar
Dewantara, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan R. Soetomo pernah menimba ilmu.
Mengingat peristiwa-peristiwa sejarah penting pernah terjadi di gedung ini, maka
ada upaya untuk melestarikan gedung ini sebagai gedung bersejarah. Pada 1973,
Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta melakukan pemugaran bangunan secara
keseluruhan.
Bangunan gedung eks-STOVIA yang sudah beralih fungsi sebagai hunian
tempat tinggal, dikembalikan kondisinya seperti pada saat menjadi sekolah dokter
bumiputera. Kegiatan pemugaran dan renovasi gedung Eks-STOVIA oleh pemerintah
daerah Provinsi DKI Jakarta selesai dalam waktu satu tahun.
Pada 20 Mei 1974, Presiden Soeharto meresmikan penggunaan gedung eksSTOVIA sebagai gedung bersejarah yang diberi nama “Gedung Kebangkitan Nasional”.
Selanjutnya pengelolaan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Setelah
peresmian
Gedung
diselenggarakan beberapa museum,
Kebangkitan
Nasional,
di
dalamnya
yaitu Museum Kesehatan, Museum Pers,
Museum Wanita, dan Museum Boedi Oetomo. Gedung ini juga dimanfaatkan untuk
perkantoran swasta atau yayasan, antara lain oleh kantor Yayasan Pembela Tanah Air
(YAPETA), perpustakaan Yayasan Idayu, Yayasan Perintis Kemerdekaan, dan
Lembaga Perpustakaan Dokumentasi Indonesia.
Hingga, pada 27 September 1982, Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta
mengalihkan pengelolaan gedung ini ke Pemerintah Pusat, yaitu melalui Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Museum Kebangkitan Nasional
2
Kondisi Gedung Kebangkitan Nasional tetap kokoh walau usianya sudah
beberapa dekade. Selain itu, mengingat nilai sejarah dan nilai artistiknya, pada 12
Desember 1983 pemerintah menetapkan gedung ini sebagai Benda Cagar Budaya.
Akibatnya, gedung ini harus tetap dilestarikan, dipelihara, dan tidak boleh dirombak.
Pada 17 Februari 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 030/0/1984 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja penyelenggaraan museum di dalam Gedung
Kebangkitan Nasional dengan nama Museum Kebangkitan Nasional.
Guna memfungsikan gedung Kebangkitan Nasional sebagai museum, maka
museum-museum yang ada, yaitu Museum Boedi Oetomo, Museum Kesehatan,
Museum Pers, dan Museum Wanita dilebur menjadi Museum Kebangkitan Nasional.
Dalam pengembangan selanjutnya, kantor-kantor swasta yang terdapat di
dalam gedung dipindah ke luar gedung. Ruangan perkantoran yang sudah kosong
tersebut kemudian dipergunakan untuk pengembangan pameran tetap museum.
Sehubungan dengan adanya transisi organisasi di bidang kebudayaan yang
semula tergabung dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadi
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 13 Desember 2001, yang memengaruhi
unit di bawahnya termasuk UPT Museum Kebangkitan Nasional, Museum Kebangkitan
Nasional kini merupakan Unit Pelaksana Teknik dari Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata di bawah Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala yang
teknis
pembinaannya berada di bawah Direktorat Museum. Hal ini tertuang dalam Peraturan
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: P. 32/OT.001/MKP-2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Museum Kebangkitan Nasional.
I.II Latar Belakang
Awalnya, STOVIA adalah sebuah sekolah kedokteran yang diperuntukkan bagi
pelajar pribumi yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.Namun, masuknya
tentara Jepang ke Indonesia pada 1942, mengakhiri penggunaan Gedung STOVIA
sebagai tempat kegiatan pembelajaran. Selama masa pendudukan Jepang tersebut,
gedung bekas STOVIA ini dipergunakan oleh tentara Jepang sebagai tempat tahanan
bagi tentara Belanda yang tertangkap.
Museum Kebangkitan Nasional
3
Hingga, pada 20 Mei 1974, Presiden Republik Indonesia saat itu, Soeharto,
meresmikan penggunaan Gedung eks-STOVIA sebagai gedung bersejarah bernama
“Gedung Kebangkitan Nasional” yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI
Jakarta.
Dalam gedung ini terdapat empat museum, yakni Museum Kesehatan, Museum
Pers, Museum Pergerakan Wanita, dan Museum Boedi Oetomo. Beberapa benda
bersejarah yang disimpan di museum ini antara lain yaitu perlengkapan medis, pakaian,
senjata, foto, lukisan, dan beberapa diorama yang menggambarkan kegiatan belajar
para pelajar STOVIA dengan pakaian tradisional.
Tidak banyak pengunjung yang mengunjungi museum ini, entah karena
lokasinya yang tersembunyi meski berada di pusat kota Jakarta, atau karena kurangnya
liputan terhadap museum ini. Papan penanda museum tampaknya juga tidak begitu
membantu, karena meski sering dilewati, banyak orang tidak mengenali gedung
tersebut.
I.III Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi di atas, ada beberapa masalah, di antaranya:
1. Bagaimana membuat masyarakat mengetahui keberadaan Museum Kebangkitan
Nasional.
2. Bagaimana membuat liputan dokumenter mengenai Museum Kebangkitan Nasional.
3. Bagaimana mengangkat sisi historis Museum Kebangkitan Nasional dalam video
documenter.
I.IV Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Masyarakat mengetahui keberadaan Museum Kebangkitan Nasional.
2. Membuat liputan dokumenter mengenai Museum Kebangkitan Nasional.
3. Mengangkat sisi historis Museum Kebangkitan Nasional dalam video dokumenter.
Museum Kebangkitan Nasional
4
Bab 2
II.I Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah sisi historis Museum Kebangkitan Nasional
khususnya seputar perannya pada zaman STOVIA dan Boedi Utomo.
II.II Tinjauan Pustaka
Tinjauan
pustaka
mencakup
situs
resmi
http://www.museumkebangkitan
nasional.go.id/, observasi informasi yang ditampilkan di Museum Kebangkitan Nasional,
serta studi pustaka penelitian sebelumnya.
Berikut uraian singkat mengenai asal usul museum di Indonesia yang dilansir
dari artikel yang dimuat di situs arkeologi.web.id.
Pengertian tentang museum dari zaman ke zaman mengalami perubahan karena
museum senantiasa mengalami perubahan dalam hal tugas dan kewajibannya.
Museum merupakan suatu gejala sosial atau kultural dan mengikuti sejarah
perkembangan masyarakat dan kebudayaan yang menggunakan museum itu sebagai
prasarana sosial atau kebudayaan.
Museum berakar dari kata Latin “museion”, yaitu kuil untuk sembilan dewi Muse,
anak-anak
Dewa
Zeus
yang
tugas
utamanya
adalah
menghibur.
Dalam
perkembangannya, museion menjadi tempat kerja ahli-ahli pikir zaman Yunani kuno,
seperti sekolahnya Pythagoras dan Plato.
Hal ini terjadi karena anggapan bahwa tempat penyelidikan dan pendidikan
filsafat sebagai ruang lingkup ilmu dan kesenian adalah tempat pembaktian diri
terhadap ke sembilan Dewi Muse tadi.
Akhirnya, gedung museum yang pada mulanya merupakan tempat pengumpulan
benda-benda dan alat-alat yang diperlukan bagi penyelidikan ilmu dan kesenian,
berubah menjadi tempat mengumpulkan benda-benda yang dianggap aneh.
Perkembangan ini meningkat pada abad pertengahan. Saat itu, yang disebut
museum
adalah
tempat
penampungan
benda-benda
pribadi
milik
pangeran,
bangsawan, para pencipta seni dan budaya, para pencipta ilmu pengetahuan.
Museum Kebangkitan Nasional
5
Kumpulan benda atau koleksi yang ada mencerminkan apa yang khusus menjadi
minat dan perhatian pemiliknya.
Benda-benda hasil seni rupa sendiri ditambah dengan benda-benda dari luar
Eropa merupakan modal koleksi yang kelak akan menjadi dasar pertumbuhan museummuseum besar di Eropa.
"Museum" ini jarang dibuka untuk masyarakat umum karena koleksinya menjadi
ajang prestise dari pemiliknya dan biasanya hanya diperlihatkan kepada para kerabat
atau orang-orang dekat.
Museum juga pernah diartikan sebagai kumpulan ilmu pengetahuan dalam karya
tulis seorang sarjana. Ini terjadi di zaman ensiklopedis yaitu zaman sesudah
Renaissance di Eropa Barat, ditandai oleh kegiatan orang-orang untuk memperdalam
dan memperluas pengetahuan mereka tentang manusia, berbagai jenis flora maupun
fauna, serta tentang bumi dan jagat raya di sekitarnya.
Gejala berdirinya museum tampak pada akhir abad 18 seiring dengan
perkembangan pengetahuan di Eropa. Negeri Belanda yang merupakan bagian dari
Eropa dalam hal ini juga tidak ketinggalan dalam upaya mendirikan museum.
Perkembangan museum di Belanda sangat memengaruhi perkembangan
museum di Indonesia. Diawali oleh seorang pegawai VOC, yang bernama G.E.
Rumphius, yang pada abad ke-17 telah memanfaatkan waktunya untuk menulis tentang
Ambonsche Landbeschrijving, yang antara lain memberikan gambaran tentang sejarah
kesultanan Maluku, di samping penulisan tentang keberadaan kepulauan dan
kependudukan.
Memasuki abad ke-18 perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan
baik pada masa VOC maupun Hindia-Belanda makin jelas dengan berdirinya lembagalembaga yang benar-benar kompeten, antara lain pada tanggal 24 April 1778 didirikan
Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, lembaga tersebut berstatus
lembaga setengah resmi dipimpin oleh dewan direksi.
Pasal 3, dan 19 Statuten pendirian lembaga tersebut menyebutkan bahwa salah
satu tugasnya adalah memelihara museum yang meliputi pembukuan (boekreij),
himpunan etnografis, himpunan kepurbakalaan, dan himpunan prehistori.
Museum Kebangkitan Nasional
6
Selain itu, himpunan keramik, himpunan muzikologis, himpunan numismatik,
pening dan cap-cap, serta naskah-naskah (handschriften), termasuk perpustakaan juga
dipelihara lembaga tersebut.
Lembaga tersebut mempunyai kedudukan yang penting bukan saja sebagai
perkumpulan ilmiah, melainkan juga karena para anggota pengurusnya terdiri dari
tokoh-tokoh penting dari lingkungan pemerintahan, perbankan dan perdagangan.
Uniknya, dalam pasal 20 Statuten menyatakan bahwa benda yang telah menjadi
himpunan museum atau Genootschap tidak boleh dipinjamkan dengan cara apapun
kepada pihak ketiga dan anggota-anggota atau bukan anggota untuk dipakai atau
disimpan, kecuali mengenai perbukuan dan himpunan naskah-naskah (handschiften)
sepanjang peraturan membolehkan.
Saat Inggris mengambil alih kekuasan dari Belanda, Raffles sendiri yang
langsung mengepalai Batavia Society of Arts and Sciences. Maka, kegiatan
perkumpulan itu tidak pernah berhenti, bahkan Raffles memberi tempat yang dekat
dengan istana Gurbenur Jendral yaitu di sebelah Harmoni -yang kini menjadi Jl.
Majapahit No. 3.
Pada zaman penjajahan Inggris, nama lembaga tersebut diubah menjadi
"Literary Society". Namun, ketika kolonial Belanda berkuasa, kembalilah pada nama
semula yaitu "Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Watenschapen " dan
memusatkan perhatian pada ilmu kebudayaan, terutama ilmu bahasa, ilmu sosial, ilmu
bangsa-bangsa, ilmu purbakala, dan ilmu sejarah.
Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan alam mendorong berdirinya
lembaga-lembaga lain. Di Batavia, anggota lembaga bertambah terus serta perhatian di
bidang kebudayaan berkembang dan koleksi meningkat jumlahnya, sehingga gedung di
Jl. Majapahit menjadi sempit.
Pemerintah kolonial Belanda kemudian membangun gedung baru di Jl. Merdeka
Barat No. 12 pada 1862. Karena lembaga tersebut sangat berjasa dalam penelitian ilmu
pengetahuan,
pemerintah
Belanda
memberi
gelar
"Koninklijk
Bataviaasche
Genootschap Van Kunsten en Watenschapen".
Museum Kebangkitan Nasional
7
Lembaga yang menempati gedung baru tersebut telah berbentuk museum
kebudayaan yang besar dengan perpustakaan yang lengkap dan saat ini menjadi
Museum Nasional.
Sejak pendirian Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen,
untuk pengisian koleksi museumnya telah diprogramkan antara lain berasal dari koleksi
benda-benda bersejarah dan kepurbakalaan baik dari kalangan pemerintah maupun
masyarakat.
Semangat itu mendorong dilakukannya upaya pemeliharaan, penyelamatan,
pengenalan bahkan penelitian terhadap peninggalan sejarah dan purbakala. Kehidupan
kelembagaan tersebut sampai masa Pergerakan Nasional masih aktif.
Bahkan, setelah Perang Dunia I masyarakat setempat didukung Pemerintah
Hindia Belanda menaruh perhatian terhadap pendirian museum di beberapa daerah, di
samping yang sudah berdiri di Batavia, seperti Lembaga Kebun Raya Bogor yang terus
berkembang di Bogor.
Von Koenigswald mendirikan Museum Zoologi di Bogor pada 1894. Lembaga
ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang bernama Radyapustaka -sekarang Museum
Radyapustaka- didirikan di Solo pada 28 Oktober 1890, Museum Geologi didirikan di
Bandung pada 16 Mei 1929, lembaga bernama Yava Instituut didirikan di Yogyakarta
pada 1919 dan dalam perkembangannya pada 1935 menjadi Museum Sonobudoyo.
Mangkunegoro VII di Solo mendirikan Museum Mangkunegoro pada 1918. Ir. H.
Haclaine mengumpulkan benda purbakala di suatu bangunan yang sekarang dikenal
dengan Museum Purbakala Trowulan pada 1920. Pemerintah kolonial Belanda
mendirikan Museum Herbarium di Bogor pada 1941.
Di luar Pulau Jawa, atas prakarsa Dr.W.F.Y. Kroom -asisten residen Balidengan raja-raja, seniman dan pemuka masyarakat, didirikan suatu perkumpulan yang
dilengkapi dengan museum yang dimulai pada 1915 dan diresmikan sebagai Museum
Bali pada 8 Desember 1932.
Museum Rumah Adat Aceh didirikan di Nanggro Aceh Darussalam pada tahun
1915, Museum Rumah Adat Baanjuang didirikan di Bukittinggi pada 1933, Museum
Simalungun didirikan di Sumatera Utara pada 1938 atas prakarsa raja Simalungun.
Museum Kebangkitan Nasional
8
Sesudah 1945 ,setelah Indonesia merdeka, keberadaan museum diabadikan
pada pembangunan bangsa Indonesia. Para ahli bangsa Belanda yang aktif di museum
dan lembaga-lembaga yang berdiri sebelum 1945, masih diijinkan tinggal di Indonesia
dan terus menjalankan tugasnya.
Namun, di samping para ahli bangsa Belanda, banyak juga ahli bangsa
Indonesia yang menggeluti permuseuman yang berdiri sebelum 1945 dengan
kemampuan yang tidak kalah dengan bangsa Belanda.
Memburuknya hubungan Belanda dan Indonesia akibat sengketa Papua Barat
mengakibatkan orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia, termasuk orang-orang
pendukung lembaga tersebut. Sejak itu, terlihat proses Indonesianisasi terhadap
berbagai hal yang berbau kolonial, termasuk pada 29 Februari 1950 Bataviaach
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen diganti menjadi Lembaga Kebudayaan
Indonesia (LKI).
LKI membawahi 2 instansi, yaitu museum dan perpustakaan. Pada 1962, LKI
menyerahkan museum dan perpustakaan kepada pemerintah, kemudian menjadi
Museum Pusat beserta perpustakaannya. P
Periode 1962-1967 merupakan masa sulit bagi upaya untuk perencanaan
medirikan Museum Nasional dari sudut profesionalitas, karena dukungan keuangan dari
perusahaan Belanda sudah tidak ada lagi.
Di tengah kesulitan tersebut, pada 1957 pemerintah membentuk bagian Urusan
Museum. Urusan Museum diganti menjadi Lembaga Urusan Museum-Museum
Nasional pada 1964, dan diubah menjadi Direktorat Museum pada 1966. Pada 1975,
Direktorat Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman.
Pada 17 September 1962 LKI dibubarkan, kemudian museum diserahkan pada
pemerintah Indonesia dengan nama Museum Pusat di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Kebudayaan. Museum Pusat diganti namanya menjadi Museum Nasional
pada 28 Mei 1979.
Penyerahan museum ke pemerintah pusat diikuti oleh museum-museum lainnya.
Yayasan Museum Bali menyerahkan museum ke pemerintah pusat pada 5 Januari
1966 dan langsung di bawah pengawasan Direktorat Museum.
Museum Kebangkitan Nasional
9
Begitu pula dengan Museum Zoologi, Museum Herbarium, dan museum lainnya
di luar Pulau Jawa mulai diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Sejak museummuseum diserahkan ke pemerintah pusat, museum semakin berkembang dan museum
baru pun bermunculan, baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh yayasanyayasan swasta.
Hingga, perubahan politik akibat gerakan reformasi yang dipelopori oleh para
mahasiswa pada 1998 mengubah tata negara Republik Indonesia. Dampaknya bagi
permuseuman Indonesia antara lain sebagai berikut.
Direktorat Permuseuman diubah menjadi Direktorat Sejarah dan Museum di
bawah Departemen Pendidikan Nasional pada 2000. Setahun kemudian, Direktorat
Sejarah dan Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman.
Susunan organisasi diubah menjadi Direktorat Purbakala dan Permuseuman di
bawah Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata pada 2002. Direktorat
Purbakala dan Permuseuman diubah menjadi Asdep Purbakala dan Permuseuman
pada 2004.
Akhirnya pada 2005, dibentuk kembali Direktorat Museum di bawah Direktorat
Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
II.III Studi Pustaka Penelitian Sebelumnya
Studi pustaka kami terutama terhadap video berjudul “Museum Kebangkitan
Nasional (Ex-Stovia)” yang dapat diakses via https://www.youtube.com/watch?
v=2cDfTlMuRLM.
Diiringi narasi berbahasa Inggris, video berdurasi 23 menit 46 detik lebih banyak
menampilkan teks dan wawancara daripada menyorot museum secara visual.
Selain itu, kami juga melakukan studi pustaka terhadap video berjudul “jejak
organisasi boedi oetomo di museum kebangkitan nasional” yang dapat diakses via
https://www.youtube.com/watch?v=uhYUG5ZEBlg.
Berdurasi 2 menit 4 detik, video bernarasi berbahasa Indonesia ini lebih menarik
secara visual, tetapi kurang informatif.
Museum Kebangkitan Nasional
10
II.IV Metode Penelitian
Metode penelitian terdiri dari pengumpulan data primer yaitu dengan
mewawancarai petugas museum serta observasi dan data sekunder yaitu dari pustaka
terkait.
Museum Kebangkitan Nasional
11
Bab 3
Pembahasan
Terletak di Jakarta Pusat, Museum Kebangkitan Nasional merupakan saksi bisu
beragam kejadian sejak zaman penjajahan Belanda.
Pada 1902, berawal sebagai Sekolah Dokter Djawa yang di kemudian hari
menjadi STOVIA, cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini sempat
dijadikan tempat penampungan tawanan perang tentara-tentara Belanda pada era
penjajahan Jepang.
Kini, di bawah pengelolaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, museum
yang terletak di dekat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini menaungi ruanganruangan dengan beberapa tema seperti Boedi Utomo, Pergerakan Wanita, dan
STOVIA. Selain itu, ada pula ruang pemutaran video mengenai Museum Kebangkitan
Nasional.
Museum Kebangkitan Nasional juga menampilkan lukisan dan informasi
mengenai beberapa topik sejarah Indonesia yang memengaruhi munculnya STOVIA
seperti politik etis, masuknya pendidikan sistem barat ke Indonesia pada abad ke-19,
dan kisah perjuangan Kartini.
Berawal dari mewabahnya penyakit cacar yang menyadarkan pemerintah
kolonial Belanda akan kurangnya tenaga medis, lahirlah sekolah kedokteran bagi
bumiputera.
STOVIA terkenal akan aturan dan disiplin yang ketat. Salah satu peraturannya
adalah para muridnya diwajibkan mengenakan pakaian berciri latar belakang masingmasing, seperti Jawa, Sumatra, Ambon, Manado, dan kaum Nasrani. Pembedaan cara
berpakaian ini terlihat dalam diorama ruang kelas STOVIA.
Para pelajar STOVIA berperan penting dalam sejarah Indonesia khususnya
karena merekalah pendiri organisasi pergerakan pertama yang tidak bersifat
kedaerahan, yaitu Boedi Utomo. Kelahiran organisasi yang diketuai Soetomo ini juga
menandai perubahan bentuk perjuangan yang sebelumnya mengandalkan kekuatan
fisik menjadi kekuatan pemikiran.
Museum Kebangkitan Nasional
12
20 Mei 1908 sebagai hari jadi Boedi Oetomo pun diperingati sebagai hari
bangunnya kesadaran rakyat untuk bersatu dalam satu bangsa alias Kebangunan
Nasional.
Kejadian ini melahirkan tonggak penting lainnya dalam sejarah Indonesia, yaitu
lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda yang
memperjelas identitas yang dapat dijadikan unsur pemersatu bangsa.
Museum Kebangkitan Nasional juga menyorot organisasi lain yang berdiri karena
diinspirasi oleh Boedi Oetomo, seperti Muhammadiyah, Sarekat Dagang Islam, dan
Indische Partij.
Dalam diorama asrama murid STOVIA, ditampilkan data yang menjelaskan
jumlah murid beserta latar belakang mereka. Ternyata, dari 743 murid yang mengecap
pendidikan dokter di STOVIA, hanya 160 yang lulus.
Di sebelah ruang asrama, ada ruang memorial Boedi Oetomo yang diisi diorama
ruang kelas saat mempelajari pembedahan. Ada pula ruang dosen STOVIA yang
mereka ulang dilema para dosen saat mengetahui murid mereka terlibat Boedi Oetomo.
Kemudian, ada Ruang Stovia I yang bertema Perubahan, Ruang Stovia II yang
bertema Lahirnya Pendidikan dokter Modern, Ruang Stovia III yang bertema Meningkat
dan Berkembang, serta Ruang Stovia IV yang bertema Menuju Dokter Indonesia yang
Bukan Hanya Sekedar Inlandsche Arts.
Museum Kebangkitan Nasional
13
Bab IV
IV.I Kesimpulan
Observasi kami dan hasil wawancara menunjukkan antusias masyarakat
terhadap sejarah Indonesia khususnya Museum Kebangkitan Nasional masih ada,
terbukti dengan adanya peningkatan pengunjung tahunan dari sekitar 16.000 orang
pada 2013 yang menjadi sekitar 18.000 orang pada November 2014.
Terobosan baru juga dilakukan dengan dibukanya ruang laboratorium STOVIA
dan ruang koleksi tambahan mulai Januari 2015 nanti. Ruang pameran temporer juga
akan dirapikan dan dimaksimalkan manfaatnya mulai awal tahun baru nanti.
Beberapa kegiatan seperti tari tradisional dan sosialisasi bagi dokter yang
diadakan atas kerja sama dengan farmasi juga diselenggarakan di Museum
Kebangkitan Nasional guna meningkatkan minat masyarakat untuk mengunjungi cagar
budaya ini.
Namun, museum yang juga dikenal dengan nama Museum STOVIA ini memiliki
beberapa masalah seperti jam buka yang kurang lama mengingat pengunjung ada yang
berasal dari kalangan mahasiswa kedokteran yang disibukkan kuliah dan kegiatan
praktek sehingga tidak sempat mengunjungi sebelum pukul empat sore, sumber daya
manusia yaitu pengelola museum yang kurang memadai, dan letaknya yang
tersembunyi di pinggir jalan satu arah sehingga kurang mudah diakses.
IV.II Saran
Beberapa saran yang disampaikan para pengunjung dan petugas museum yang
kami wawancara antara lain sebagai berikut. Memperpanjang jam buka dari 08.3016.00 menjadi lebih lama agar pengunjung yang sibuk pada siang harinya dapat
berkunjung pada sore menjelang malam hingga malam hari.
Selain itu, regenerasi pengelola museum juga diperlukan karena pada zaman
modern ini diperlukan staf berusia muda yang cakap teknologi untuk memajukan
museum. Ada pula usulan meningkatkan frekuensi pengadaan kegiatan atau event di
museum dengan publikasi yang lebih gencar untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan keberadaan Museum Kebangkitan Nasional.
Museum Kebangkitan Nasional
14
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan. 2009. Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia Jilid 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas
Kementerian Pendidikan dan Budaya. Januari 2014. “Sejarah Gedung Museum
Kebangkitan Nasional”. Diambil pada 9 Desember 2014 dari http://kebudayaan.
kemdikbud.go.id/museumkebangkitannasional/2014/01/13/sejarah-gedungmuseum-kebangkitan-nasional/
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2014. Sejarah
Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Museum Kebangkitan Nasional. Tanpa Tahun. “Sejarah Gedung Museum Kebangkitan
Nasional”. Diambil pada 9 Desember 2014 dari http://www.museumkebangkitan
nasional.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=180&Itemid=293
Rochtri. Januari 2010. “Sejarah Perkembangan Museum di Indonesia”. Diambil pada 9
Desember 2014 dari http://arkeologi.web.id/articles/permuseuman/478-sejarahperkembangan-museum-di-indonesia
Museum Kebangkitan Nasional
15
MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL (STOVIA)
Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas dan Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Videografi
oleh
Jennifer Sidharta
Rindo Adi S.
Revel Imanuel T.
Octi Sundari
Nada Nisrina
13140110345
12140110336
13140110169
13140110258
13140110335
VIDEOGRAFI C1
dengan dosen
SANTO TJHIN
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
TANGERANG
2014
Bab I
I.I Pendahuluan
Museum masih menjadi tempat yang jarang dikunjungi masyarakat. Mayoritas
pengunjung museum pun merupakan murid-murid sekolah. Padahal, museum
merupakan tempat yang sangat penting untuk mengenal sejarah dan dapat pula
dijadikan tempat pariwisata.
Salah satu museum yang menarik yang dapat dikunjungi di wilayah Jakarta
adalah Museum Kebangkitan Nasional atau lebih dikenal dengan sebutan STOVIA
(School Tot Opleding Van Inlandsche Artsen) yang secara resmi dibuka pada 1902.
Walau letaknya di pusat Ibu Kota, pengunjungnya tergolong sedikit dan
keberadaannya tidak terlalu diketahui. Berlandaskan keinginan memperkenalkan dan
mempublikasikan sisi historis yang dilestarikan Museum Kebangkitan Nasional inilah
video dokumenter kelompok kami dibuat.
Berikut penjelasan singkat mengenai Museum Kebangkitan Nasional yang
dilansir dari situs resmi museum tersebut.
Museum Kebangkitan Nasional menempati komplek bangunan bersejarah
peninggalan kolonial Belanda. Dibangun pada 1899, pada masa pemerintahan Hindia
Belanda gedung ini dipergunakan sebagai prasarana pendidikan Sekolah Dokter Djawa
dan sekolah kedokteran bumiputera atau yang lebih dikenal dengan sebutan STOVIA
(School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen) yang secara resmi dibuka pada 1902.
Di dalamnya terdapat pula asrama bagi para pelajar yang berasal dari pelbagai
daerah di Nusantara. Di sana mereka menempuh pendidikan dokter selama sepuluh
tahun. Sekolah kedokteran ini semakin berkembang sehingga tempatnya pun tidak
memadai lagi. Maka, pada 1920 dipindah ke Jalan Salemba dan kini menjadi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Bangunan STOVIA yang lama kemudian dipergunakan untuk asrama dan
sekolah pendidikan lainya, seperti Sekolah Asisten Apoteker, MULO (setingkat SMP),
dan AMS (setingkat SMA).
Namun, masuknya balatentara Jepang ke Indonesia pada 1942, mengakhiri
penggunaan Gedung STOVIA sebagai tempat kegiatan pembelajaran.
Museum Kebangkitan Nasional
1
Pada 1942-1945, pemerintahan kolonial Jepang memfungsikan gedung eksSTOVIA ini sebagai tempat penampungan tawanan perang tentara-tentara Belanda.
Setelah masa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada 1945 sampai 1973,
gedung eks-STOVIA dimanfaatkan sebagai tempat hunian bagi bekas tentara KNIL
Belanda yang berasal dari Ambon beserta keluarganya.
Gedung STOVIA menjadi salah satu tempat istimewa dalam sejarah perjalanan
negeri
ini,
karena
menjadi
saksi
lahirnya
organisasi-organisasi
pergerakan
kebangsaan, yaitu Boedi Oetomo, Trikoro Dharmo (Jong Java), Jong Minahasa, Jong
Ambon, dan lain-lain. Di gedung ini juga beberapa tokoh pergerakan seperti Ki Hadjar
Dewantara, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan R. Soetomo pernah menimba ilmu.
Mengingat peristiwa-peristiwa sejarah penting pernah terjadi di gedung ini, maka
ada upaya untuk melestarikan gedung ini sebagai gedung bersejarah. Pada 1973,
Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta melakukan pemugaran bangunan secara
keseluruhan.
Bangunan gedung eks-STOVIA yang sudah beralih fungsi sebagai hunian
tempat tinggal, dikembalikan kondisinya seperti pada saat menjadi sekolah dokter
bumiputera. Kegiatan pemugaran dan renovasi gedung Eks-STOVIA oleh pemerintah
daerah Provinsi DKI Jakarta selesai dalam waktu satu tahun.
Pada 20 Mei 1974, Presiden Soeharto meresmikan penggunaan gedung eksSTOVIA sebagai gedung bersejarah yang diberi nama “Gedung Kebangkitan Nasional”.
Selanjutnya pengelolaan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Setelah
peresmian
Gedung
diselenggarakan beberapa museum,
Kebangkitan
Nasional,
di
dalamnya
yaitu Museum Kesehatan, Museum Pers,
Museum Wanita, dan Museum Boedi Oetomo. Gedung ini juga dimanfaatkan untuk
perkantoran swasta atau yayasan, antara lain oleh kantor Yayasan Pembela Tanah Air
(YAPETA), perpustakaan Yayasan Idayu, Yayasan Perintis Kemerdekaan, dan
Lembaga Perpustakaan Dokumentasi Indonesia.
Hingga, pada 27 September 1982, Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta
mengalihkan pengelolaan gedung ini ke Pemerintah Pusat, yaitu melalui Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Museum Kebangkitan Nasional
2
Kondisi Gedung Kebangkitan Nasional tetap kokoh walau usianya sudah
beberapa dekade. Selain itu, mengingat nilai sejarah dan nilai artistiknya, pada 12
Desember 1983 pemerintah menetapkan gedung ini sebagai Benda Cagar Budaya.
Akibatnya, gedung ini harus tetap dilestarikan, dipelihara, dan tidak boleh dirombak.
Pada 17 Februari 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 030/0/1984 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja penyelenggaraan museum di dalam Gedung
Kebangkitan Nasional dengan nama Museum Kebangkitan Nasional.
Guna memfungsikan gedung Kebangkitan Nasional sebagai museum, maka
museum-museum yang ada, yaitu Museum Boedi Oetomo, Museum Kesehatan,
Museum Pers, dan Museum Wanita dilebur menjadi Museum Kebangkitan Nasional.
Dalam pengembangan selanjutnya, kantor-kantor swasta yang terdapat di
dalam gedung dipindah ke luar gedung. Ruangan perkantoran yang sudah kosong
tersebut kemudian dipergunakan untuk pengembangan pameran tetap museum.
Sehubungan dengan adanya transisi organisasi di bidang kebudayaan yang
semula tergabung dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadi
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 13 Desember 2001, yang memengaruhi
unit di bawahnya termasuk UPT Museum Kebangkitan Nasional, Museum Kebangkitan
Nasional kini merupakan Unit Pelaksana Teknik dari Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata di bawah Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala yang
teknis
pembinaannya berada di bawah Direktorat Museum. Hal ini tertuang dalam Peraturan
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: P. 32/OT.001/MKP-2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Museum Kebangkitan Nasional.
I.II Latar Belakang
Awalnya, STOVIA adalah sebuah sekolah kedokteran yang diperuntukkan bagi
pelajar pribumi yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.Namun, masuknya
tentara Jepang ke Indonesia pada 1942, mengakhiri penggunaan Gedung STOVIA
sebagai tempat kegiatan pembelajaran. Selama masa pendudukan Jepang tersebut,
gedung bekas STOVIA ini dipergunakan oleh tentara Jepang sebagai tempat tahanan
bagi tentara Belanda yang tertangkap.
Museum Kebangkitan Nasional
3
Hingga, pada 20 Mei 1974, Presiden Republik Indonesia saat itu, Soeharto,
meresmikan penggunaan Gedung eks-STOVIA sebagai gedung bersejarah bernama
“Gedung Kebangkitan Nasional” yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI
Jakarta.
Dalam gedung ini terdapat empat museum, yakni Museum Kesehatan, Museum
Pers, Museum Pergerakan Wanita, dan Museum Boedi Oetomo. Beberapa benda
bersejarah yang disimpan di museum ini antara lain yaitu perlengkapan medis, pakaian,
senjata, foto, lukisan, dan beberapa diorama yang menggambarkan kegiatan belajar
para pelajar STOVIA dengan pakaian tradisional.
Tidak banyak pengunjung yang mengunjungi museum ini, entah karena
lokasinya yang tersembunyi meski berada di pusat kota Jakarta, atau karena kurangnya
liputan terhadap museum ini. Papan penanda museum tampaknya juga tidak begitu
membantu, karena meski sering dilewati, banyak orang tidak mengenali gedung
tersebut.
I.III Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi di atas, ada beberapa masalah, di antaranya:
1. Bagaimana membuat masyarakat mengetahui keberadaan Museum Kebangkitan
Nasional.
2. Bagaimana membuat liputan dokumenter mengenai Museum Kebangkitan Nasional.
3. Bagaimana mengangkat sisi historis Museum Kebangkitan Nasional dalam video
documenter.
I.IV Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Masyarakat mengetahui keberadaan Museum Kebangkitan Nasional.
2. Membuat liputan dokumenter mengenai Museum Kebangkitan Nasional.
3. Mengangkat sisi historis Museum Kebangkitan Nasional dalam video dokumenter.
Museum Kebangkitan Nasional
4
Bab 2
II.I Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah sisi historis Museum Kebangkitan Nasional
khususnya seputar perannya pada zaman STOVIA dan Boedi Utomo.
II.II Tinjauan Pustaka
Tinjauan
pustaka
mencakup
situs
resmi
http://www.museumkebangkitan
nasional.go.id/, observasi informasi yang ditampilkan di Museum Kebangkitan Nasional,
serta studi pustaka penelitian sebelumnya.
Berikut uraian singkat mengenai asal usul museum di Indonesia yang dilansir
dari artikel yang dimuat di situs arkeologi.web.id.
Pengertian tentang museum dari zaman ke zaman mengalami perubahan karena
museum senantiasa mengalami perubahan dalam hal tugas dan kewajibannya.
Museum merupakan suatu gejala sosial atau kultural dan mengikuti sejarah
perkembangan masyarakat dan kebudayaan yang menggunakan museum itu sebagai
prasarana sosial atau kebudayaan.
Museum berakar dari kata Latin “museion”, yaitu kuil untuk sembilan dewi Muse,
anak-anak
Dewa
Zeus
yang
tugas
utamanya
adalah
menghibur.
Dalam
perkembangannya, museion menjadi tempat kerja ahli-ahli pikir zaman Yunani kuno,
seperti sekolahnya Pythagoras dan Plato.
Hal ini terjadi karena anggapan bahwa tempat penyelidikan dan pendidikan
filsafat sebagai ruang lingkup ilmu dan kesenian adalah tempat pembaktian diri
terhadap ke sembilan Dewi Muse tadi.
Akhirnya, gedung museum yang pada mulanya merupakan tempat pengumpulan
benda-benda dan alat-alat yang diperlukan bagi penyelidikan ilmu dan kesenian,
berubah menjadi tempat mengumpulkan benda-benda yang dianggap aneh.
Perkembangan ini meningkat pada abad pertengahan. Saat itu, yang disebut
museum
adalah
tempat
penampungan
benda-benda
pribadi
milik
pangeran,
bangsawan, para pencipta seni dan budaya, para pencipta ilmu pengetahuan.
Museum Kebangkitan Nasional
5
Kumpulan benda atau koleksi yang ada mencerminkan apa yang khusus menjadi
minat dan perhatian pemiliknya.
Benda-benda hasil seni rupa sendiri ditambah dengan benda-benda dari luar
Eropa merupakan modal koleksi yang kelak akan menjadi dasar pertumbuhan museummuseum besar di Eropa.
"Museum" ini jarang dibuka untuk masyarakat umum karena koleksinya menjadi
ajang prestise dari pemiliknya dan biasanya hanya diperlihatkan kepada para kerabat
atau orang-orang dekat.
Museum juga pernah diartikan sebagai kumpulan ilmu pengetahuan dalam karya
tulis seorang sarjana. Ini terjadi di zaman ensiklopedis yaitu zaman sesudah
Renaissance di Eropa Barat, ditandai oleh kegiatan orang-orang untuk memperdalam
dan memperluas pengetahuan mereka tentang manusia, berbagai jenis flora maupun
fauna, serta tentang bumi dan jagat raya di sekitarnya.
Gejala berdirinya museum tampak pada akhir abad 18 seiring dengan
perkembangan pengetahuan di Eropa. Negeri Belanda yang merupakan bagian dari
Eropa dalam hal ini juga tidak ketinggalan dalam upaya mendirikan museum.
Perkembangan museum di Belanda sangat memengaruhi perkembangan
museum di Indonesia. Diawali oleh seorang pegawai VOC, yang bernama G.E.
Rumphius, yang pada abad ke-17 telah memanfaatkan waktunya untuk menulis tentang
Ambonsche Landbeschrijving, yang antara lain memberikan gambaran tentang sejarah
kesultanan Maluku, di samping penulisan tentang keberadaan kepulauan dan
kependudukan.
Memasuki abad ke-18 perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan
baik pada masa VOC maupun Hindia-Belanda makin jelas dengan berdirinya lembagalembaga yang benar-benar kompeten, antara lain pada tanggal 24 April 1778 didirikan
Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, lembaga tersebut berstatus
lembaga setengah resmi dipimpin oleh dewan direksi.
Pasal 3, dan 19 Statuten pendirian lembaga tersebut menyebutkan bahwa salah
satu tugasnya adalah memelihara museum yang meliputi pembukuan (boekreij),
himpunan etnografis, himpunan kepurbakalaan, dan himpunan prehistori.
Museum Kebangkitan Nasional
6
Selain itu, himpunan keramik, himpunan muzikologis, himpunan numismatik,
pening dan cap-cap, serta naskah-naskah (handschriften), termasuk perpustakaan juga
dipelihara lembaga tersebut.
Lembaga tersebut mempunyai kedudukan yang penting bukan saja sebagai
perkumpulan ilmiah, melainkan juga karena para anggota pengurusnya terdiri dari
tokoh-tokoh penting dari lingkungan pemerintahan, perbankan dan perdagangan.
Uniknya, dalam pasal 20 Statuten menyatakan bahwa benda yang telah menjadi
himpunan museum atau Genootschap tidak boleh dipinjamkan dengan cara apapun
kepada pihak ketiga dan anggota-anggota atau bukan anggota untuk dipakai atau
disimpan, kecuali mengenai perbukuan dan himpunan naskah-naskah (handschiften)
sepanjang peraturan membolehkan.
Saat Inggris mengambil alih kekuasan dari Belanda, Raffles sendiri yang
langsung mengepalai Batavia Society of Arts and Sciences. Maka, kegiatan
perkumpulan itu tidak pernah berhenti, bahkan Raffles memberi tempat yang dekat
dengan istana Gurbenur Jendral yaitu di sebelah Harmoni -yang kini menjadi Jl.
Majapahit No. 3.
Pada zaman penjajahan Inggris, nama lembaga tersebut diubah menjadi
"Literary Society". Namun, ketika kolonial Belanda berkuasa, kembalilah pada nama
semula yaitu "Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Watenschapen " dan
memusatkan perhatian pada ilmu kebudayaan, terutama ilmu bahasa, ilmu sosial, ilmu
bangsa-bangsa, ilmu purbakala, dan ilmu sejarah.
Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan alam mendorong berdirinya
lembaga-lembaga lain. Di Batavia, anggota lembaga bertambah terus serta perhatian di
bidang kebudayaan berkembang dan koleksi meningkat jumlahnya, sehingga gedung di
Jl. Majapahit menjadi sempit.
Pemerintah kolonial Belanda kemudian membangun gedung baru di Jl. Merdeka
Barat No. 12 pada 1862. Karena lembaga tersebut sangat berjasa dalam penelitian ilmu
pengetahuan,
pemerintah
Belanda
memberi
gelar
"Koninklijk
Bataviaasche
Genootschap Van Kunsten en Watenschapen".
Museum Kebangkitan Nasional
7
Lembaga yang menempati gedung baru tersebut telah berbentuk museum
kebudayaan yang besar dengan perpustakaan yang lengkap dan saat ini menjadi
Museum Nasional.
Sejak pendirian Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen,
untuk pengisian koleksi museumnya telah diprogramkan antara lain berasal dari koleksi
benda-benda bersejarah dan kepurbakalaan baik dari kalangan pemerintah maupun
masyarakat.
Semangat itu mendorong dilakukannya upaya pemeliharaan, penyelamatan,
pengenalan bahkan penelitian terhadap peninggalan sejarah dan purbakala. Kehidupan
kelembagaan tersebut sampai masa Pergerakan Nasional masih aktif.
Bahkan, setelah Perang Dunia I masyarakat setempat didukung Pemerintah
Hindia Belanda menaruh perhatian terhadap pendirian museum di beberapa daerah, di
samping yang sudah berdiri di Batavia, seperti Lembaga Kebun Raya Bogor yang terus
berkembang di Bogor.
Von Koenigswald mendirikan Museum Zoologi di Bogor pada 1894. Lembaga
ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang bernama Radyapustaka -sekarang Museum
Radyapustaka- didirikan di Solo pada 28 Oktober 1890, Museum Geologi didirikan di
Bandung pada 16 Mei 1929, lembaga bernama Yava Instituut didirikan di Yogyakarta
pada 1919 dan dalam perkembangannya pada 1935 menjadi Museum Sonobudoyo.
Mangkunegoro VII di Solo mendirikan Museum Mangkunegoro pada 1918. Ir. H.
Haclaine mengumpulkan benda purbakala di suatu bangunan yang sekarang dikenal
dengan Museum Purbakala Trowulan pada 1920. Pemerintah kolonial Belanda
mendirikan Museum Herbarium di Bogor pada 1941.
Di luar Pulau Jawa, atas prakarsa Dr.W.F.Y. Kroom -asisten residen Balidengan raja-raja, seniman dan pemuka masyarakat, didirikan suatu perkumpulan yang
dilengkapi dengan museum yang dimulai pada 1915 dan diresmikan sebagai Museum
Bali pada 8 Desember 1932.
Museum Rumah Adat Aceh didirikan di Nanggro Aceh Darussalam pada tahun
1915, Museum Rumah Adat Baanjuang didirikan di Bukittinggi pada 1933, Museum
Simalungun didirikan di Sumatera Utara pada 1938 atas prakarsa raja Simalungun.
Museum Kebangkitan Nasional
8
Sesudah 1945 ,setelah Indonesia merdeka, keberadaan museum diabadikan
pada pembangunan bangsa Indonesia. Para ahli bangsa Belanda yang aktif di museum
dan lembaga-lembaga yang berdiri sebelum 1945, masih diijinkan tinggal di Indonesia
dan terus menjalankan tugasnya.
Namun, di samping para ahli bangsa Belanda, banyak juga ahli bangsa
Indonesia yang menggeluti permuseuman yang berdiri sebelum 1945 dengan
kemampuan yang tidak kalah dengan bangsa Belanda.
Memburuknya hubungan Belanda dan Indonesia akibat sengketa Papua Barat
mengakibatkan orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia, termasuk orang-orang
pendukung lembaga tersebut. Sejak itu, terlihat proses Indonesianisasi terhadap
berbagai hal yang berbau kolonial, termasuk pada 29 Februari 1950 Bataviaach
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen diganti menjadi Lembaga Kebudayaan
Indonesia (LKI).
LKI membawahi 2 instansi, yaitu museum dan perpustakaan. Pada 1962, LKI
menyerahkan museum dan perpustakaan kepada pemerintah, kemudian menjadi
Museum Pusat beserta perpustakaannya. P
Periode 1962-1967 merupakan masa sulit bagi upaya untuk perencanaan
medirikan Museum Nasional dari sudut profesionalitas, karena dukungan keuangan dari
perusahaan Belanda sudah tidak ada lagi.
Di tengah kesulitan tersebut, pada 1957 pemerintah membentuk bagian Urusan
Museum. Urusan Museum diganti menjadi Lembaga Urusan Museum-Museum
Nasional pada 1964, dan diubah menjadi Direktorat Museum pada 1966. Pada 1975,
Direktorat Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman.
Pada 17 September 1962 LKI dibubarkan, kemudian museum diserahkan pada
pemerintah Indonesia dengan nama Museum Pusat di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Kebudayaan. Museum Pusat diganti namanya menjadi Museum Nasional
pada 28 Mei 1979.
Penyerahan museum ke pemerintah pusat diikuti oleh museum-museum lainnya.
Yayasan Museum Bali menyerahkan museum ke pemerintah pusat pada 5 Januari
1966 dan langsung di bawah pengawasan Direktorat Museum.
Museum Kebangkitan Nasional
9
Begitu pula dengan Museum Zoologi, Museum Herbarium, dan museum lainnya
di luar Pulau Jawa mulai diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Sejak museummuseum diserahkan ke pemerintah pusat, museum semakin berkembang dan museum
baru pun bermunculan, baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh yayasanyayasan swasta.
Hingga, perubahan politik akibat gerakan reformasi yang dipelopori oleh para
mahasiswa pada 1998 mengubah tata negara Republik Indonesia. Dampaknya bagi
permuseuman Indonesia antara lain sebagai berikut.
Direktorat Permuseuman diubah menjadi Direktorat Sejarah dan Museum di
bawah Departemen Pendidikan Nasional pada 2000. Setahun kemudian, Direktorat
Sejarah dan Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman.
Susunan organisasi diubah menjadi Direktorat Purbakala dan Permuseuman di
bawah Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata pada 2002. Direktorat
Purbakala dan Permuseuman diubah menjadi Asdep Purbakala dan Permuseuman
pada 2004.
Akhirnya pada 2005, dibentuk kembali Direktorat Museum di bawah Direktorat
Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
II.III Studi Pustaka Penelitian Sebelumnya
Studi pustaka kami terutama terhadap video berjudul “Museum Kebangkitan
Nasional (Ex-Stovia)” yang dapat diakses via https://www.youtube.com/watch?
v=2cDfTlMuRLM.
Diiringi narasi berbahasa Inggris, video berdurasi 23 menit 46 detik lebih banyak
menampilkan teks dan wawancara daripada menyorot museum secara visual.
Selain itu, kami juga melakukan studi pustaka terhadap video berjudul “jejak
organisasi boedi oetomo di museum kebangkitan nasional” yang dapat diakses via
https://www.youtube.com/watch?v=uhYUG5ZEBlg.
Berdurasi 2 menit 4 detik, video bernarasi berbahasa Indonesia ini lebih menarik
secara visual, tetapi kurang informatif.
Museum Kebangkitan Nasional
10
II.IV Metode Penelitian
Metode penelitian terdiri dari pengumpulan data primer yaitu dengan
mewawancarai petugas museum serta observasi dan data sekunder yaitu dari pustaka
terkait.
Museum Kebangkitan Nasional
11
Bab 3
Pembahasan
Terletak di Jakarta Pusat, Museum Kebangkitan Nasional merupakan saksi bisu
beragam kejadian sejak zaman penjajahan Belanda.
Pada 1902, berawal sebagai Sekolah Dokter Djawa yang di kemudian hari
menjadi STOVIA, cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini sempat
dijadikan tempat penampungan tawanan perang tentara-tentara Belanda pada era
penjajahan Jepang.
Kini, di bawah pengelolaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, museum
yang terletak di dekat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ini menaungi ruanganruangan dengan beberapa tema seperti Boedi Utomo, Pergerakan Wanita, dan
STOVIA. Selain itu, ada pula ruang pemutaran video mengenai Museum Kebangkitan
Nasional.
Museum Kebangkitan Nasional juga menampilkan lukisan dan informasi
mengenai beberapa topik sejarah Indonesia yang memengaruhi munculnya STOVIA
seperti politik etis, masuknya pendidikan sistem barat ke Indonesia pada abad ke-19,
dan kisah perjuangan Kartini.
Berawal dari mewabahnya penyakit cacar yang menyadarkan pemerintah
kolonial Belanda akan kurangnya tenaga medis, lahirlah sekolah kedokteran bagi
bumiputera.
STOVIA terkenal akan aturan dan disiplin yang ketat. Salah satu peraturannya
adalah para muridnya diwajibkan mengenakan pakaian berciri latar belakang masingmasing, seperti Jawa, Sumatra, Ambon, Manado, dan kaum Nasrani. Pembedaan cara
berpakaian ini terlihat dalam diorama ruang kelas STOVIA.
Para pelajar STOVIA berperan penting dalam sejarah Indonesia khususnya
karena merekalah pendiri organisasi pergerakan pertama yang tidak bersifat
kedaerahan, yaitu Boedi Utomo. Kelahiran organisasi yang diketuai Soetomo ini juga
menandai perubahan bentuk perjuangan yang sebelumnya mengandalkan kekuatan
fisik menjadi kekuatan pemikiran.
Museum Kebangkitan Nasional
12
20 Mei 1908 sebagai hari jadi Boedi Oetomo pun diperingati sebagai hari
bangunnya kesadaran rakyat untuk bersatu dalam satu bangsa alias Kebangunan
Nasional.
Kejadian ini melahirkan tonggak penting lainnya dalam sejarah Indonesia, yaitu
lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda yang
memperjelas identitas yang dapat dijadikan unsur pemersatu bangsa.
Museum Kebangkitan Nasional juga menyorot organisasi lain yang berdiri karena
diinspirasi oleh Boedi Oetomo, seperti Muhammadiyah, Sarekat Dagang Islam, dan
Indische Partij.
Dalam diorama asrama murid STOVIA, ditampilkan data yang menjelaskan
jumlah murid beserta latar belakang mereka. Ternyata, dari 743 murid yang mengecap
pendidikan dokter di STOVIA, hanya 160 yang lulus.
Di sebelah ruang asrama, ada ruang memorial Boedi Oetomo yang diisi diorama
ruang kelas saat mempelajari pembedahan. Ada pula ruang dosen STOVIA yang
mereka ulang dilema para dosen saat mengetahui murid mereka terlibat Boedi Oetomo.
Kemudian, ada Ruang Stovia I yang bertema Perubahan, Ruang Stovia II yang
bertema Lahirnya Pendidikan dokter Modern, Ruang Stovia III yang bertema Meningkat
dan Berkembang, serta Ruang Stovia IV yang bertema Menuju Dokter Indonesia yang
Bukan Hanya Sekedar Inlandsche Arts.
Museum Kebangkitan Nasional
13
Bab IV
IV.I Kesimpulan
Observasi kami dan hasil wawancara menunjukkan antusias masyarakat
terhadap sejarah Indonesia khususnya Museum Kebangkitan Nasional masih ada,
terbukti dengan adanya peningkatan pengunjung tahunan dari sekitar 16.000 orang
pada 2013 yang menjadi sekitar 18.000 orang pada November 2014.
Terobosan baru juga dilakukan dengan dibukanya ruang laboratorium STOVIA
dan ruang koleksi tambahan mulai Januari 2015 nanti. Ruang pameran temporer juga
akan dirapikan dan dimaksimalkan manfaatnya mulai awal tahun baru nanti.
Beberapa kegiatan seperti tari tradisional dan sosialisasi bagi dokter yang
diadakan atas kerja sama dengan farmasi juga diselenggarakan di Museum
Kebangkitan Nasional guna meningkatkan minat masyarakat untuk mengunjungi cagar
budaya ini.
Namun, museum yang juga dikenal dengan nama Museum STOVIA ini memiliki
beberapa masalah seperti jam buka yang kurang lama mengingat pengunjung ada yang
berasal dari kalangan mahasiswa kedokteran yang disibukkan kuliah dan kegiatan
praktek sehingga tidak sempat mengunjungi sebelum pukul empat sore, sumber daya
manusia yaitu pengelola museum yang kurang memadai, dan letaknya yang
tersembunyi di pinggir jalan satu arah sehingga kurang mudah diakses.
IV.II Saran
Beberapa saran yang disampaikan para pengunjung dan petugas museum yang
kami wawancara antara lain sebagai berikut. Memperpanjang jam buka dari 08.3016.00 menjadi lebih lama agar pengunjung yang sibuk pada siang harinya dapat
berkunjung pada sore menjelang malam hingga malam hari.
Selain itu, regenerasi pengelola museum juga diperlukan karena pada zaman
modern ini diperlukan staf berusia muda yang cakap teknologi untuk memajukan
museum. Ada pula usulan meningkatkan frekuensi pengadaan kegiatan atau event di
museum dengan publikasi yang lebih gencar untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan keberadaan Museum Kebangkitan Nasional.
Museum Kebangkitan Nasional
14
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan. 2009. Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia Jilid 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas
Kementerian Pendidikan dan Budaya. Januari 2014. “Sejarah Gedung Museum
Kebangkitan Nasional”. Diambil pada 9 Desember 2014 dari http://kebudayaan.
kemdikbud.go.id/museumkebangkitannasional/2014/01/13/sejarah-gedungmuseum-kebangkitan-nasional/
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2014. Sejarah
Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Museum Kebangkitan Nasional. Tanpa Tahun. “Sejarah Gedung Museum Kebangkitan
Nasional”. Diambil pada 9 Desember 2014 dari http://www.museumkebangkitan
nasional.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=180&Itemid=293
Rochtri. Januari 2010. “Sejarah Perkembangan Museum di Indonesia”. Diambil pada 9
Desember 2014 dari http://arkeologi.web.id/articles/permuseuman/478-sejarahperkembangan-museum-di-indonesia
Museum Kebangkitan Nasional
15